Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Satya Deo Palit
"ABSTRAK
Artikel ini membahas Kebijakan One Belt One Road OBOR yang dicanangkan oleh Xi Jinping pada tahun 2013, dengan berfokus pada peran kebijakan tersebut dalam mewujudkan Zhongguomeng. Kebijakan OBOR adalah proyek pembangunan infrastruktur baru dengan menggunakan konsep lsquo;Jalur Sutra Baru rsquo; yang mencakup aspek geopolitik dan geoekonomi untuk menghubungkan wilayah-wilayah Eurasia dengan Cina sebagai pusatnya. Penulis memulai penelitian dengan menginterpretasi latar belakang yang mendorong pemerintah Cina untuk menerapkan Kebijakan OBOR menggunakan pendekatan historis dan studi kualitatif, kemudian menganalisis sejauh mana kebijakan OBOR dapat berguna bagi Xi Jinping untuk mencapai target Zhongguomeng. Hasil penelitian menunjukkan Kebijakan OBOR memiliki peran sebagai alat untuk mewujudkan Zhongguomeng melalui pembangunan infrastruktur yang menunjang arus perdagangan industri, menyediakan wadah pemersatu Cina, serta hubungan kerja sama yang damai secara global.

ABSTRACT
This article discusses the One Belt One Road OBOR Initiative launched by Xi Jinping in 2013, focusing on the role of the initiative in realizing Zhongguomeng. OBOR initiative is a new infrastructure development project that using the concept of 39;New Silk Road 39; which covering geo-political and geo-economic aspects to connect Eurasian regions with China as its center. The authors began the study by interpreting the background that prompted the Chinese government to implement the OBOR Initiative using historical approaches and qualitative studies, then analyzed the extent to which OBOR policy could be useful for Xi Jinping to achieve the Zhongguomeng rsquo;s targets. The results show that OBOR Initiative has a role as a tool for realizing Zhongguomeng through infrastructure development that supports industrial trade flows, provides an unifying container of China, and a global peaceful cooperation relationship."
2018
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Khadijah Putri
"Artikel ini membahas perkembangan Impian Cina (Zhongguomeng) dan Impian Asia (Yazhoumeng) sebagai sebuah landasan dari lahirnya gagasan Inisiatif Sabuk dan Jalan (One Belt One Road (OBOR) atau Belt and Road Initiative (BRI)). Artikel ini berfokus pada peran gagasan Zhongguomeng dan Yazhoumeng terhadap BRI, yang diiniasi oleh Xi Jinping. BRI dicanangkan Xi Jinping pada tahun 2013 dengan tujuan untuk memperkuat ekonomi Beijing dan memacu pertumbuhan ekonomi negara tetangga Cina melalui pembangunan infrastruktur. Dengan metode penelitian kualitatif berbasis pendekatan historis, penelitian ini memaparkan asal usul Zhongguomeng, dasar kelahiran Yazhoumeng, perkembangan BRI hingga saat ini, serta menganalisis keterkaitan antara Zhongguomeng, Yazhoumeng, dan BRI. Hasil penelitian menunjukkan bahwa BRI adalah sebuah alat untuk mewujudkan dan melanjutkan Zhongguomeng yang ingin mencapai Yazhoumeng. Sementara itu, Zhongguomeng adalah dasar untuk mencapai Kebangkitan Besar Bangsa Cina pada tahun 2021 dan 2049, dan Yazhoumeng adalah inisiatif konsep keamanan bersama yang dapat menyokong dan membantu negara tetangga Cina di kawasan Asia.

This article discusses the development of the Chinese Dream (Zhongguomeng) and Asian Dream (Yazhoumeng) as a groundwork of the One Belt One Road (OBOR) or Belt and Road Initiative (BRI). This article focuses on the role of Zhongguomeng and Yazhoumeng towards BRI, which was initiated by Xi Jinping. BRI was launched by Xi Jinping in 2013 to strengthen Beijings economy and spur economic growth in neighbouring China through infrastructure development. With a historical approach, the study presents the origin of Zhongguomeng and Yazhoumeng, the development of BRI to date, as well as analyzing the relationship between Zhongguomeng, Yazhoumeng, and BRI. The results of the study show that BRI is a tool for realizing and continuing Zhongguomeng to reach Yazhoumeng. Meanwhile, Zhongguomeng is the basis for achieving the Great Awakening of the Chinese Nation in 2021 and 2049, and Yazhoumeng is a joint security concept that supports and help Chinas neighbour countries in Asia."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Harisah Aini Auliya
"New Zealand-Cina Free Trade Agreement pertama kali resmi pada tahun 2008 lalu tahun 2016 kedua negara setuju untuk upgrade kerjasama. Selandia Baru sebagai salah satu rekan dagang Cina menikmati keuntungan perdagangan dengan Cina sejak kerjasama NZCFTA disahkan terlihat dari data ekspor ke Cina. Tidak seperti rekannya, Selandia Baru bukan satu-satunya mitra dagang Cina. Bahkan total perdagangan Cina dengan Australia lebih besar dan secara lokasi lebih dekat dari Cina. Penelitian ini mengulas tentang alasan Cina meningkatkan kerjasama dengan Selandia Baru dalam NZCFTA meskipun tidak meraup keuntungan yang substansial di perdagangannya dibanding dengan Australia. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif eksplanatif yang menjelaskan kausalitas kerjasama NZCFTA bagi Cina di kawasan Indo-Pasifik dan OBOR sebagai instrumen ekonomi untuk melakukan geopolitik. Hubungan Cina dan Selandia Baru dapat dijelaskan dengan hubungan asymmetrical interpendence sementara motif dibalik sikap Cina ini ditangkap menggunakan teori motives of FTA dari Solis-Katada. Keuntungan asimetris Cina dalam NZCFTA terlihat saat melihat beragam proyek yang disepakati di Selandia Baru semakin meningkat walau tidak bernuansa perdagangan Cina meningkatkan kerjasama dengan Selandia Baru karena tujuan dan motif geopolitik Cina dikawasan Indo-Pasifik.

The New Zealand-China Free Trade Agreement was first official in 2008 then in 2016, the two countries agreed to upgrade cooperation. New Zealand as one of China's trading partners has enjoyed trade advantages with China since the NZCFTA cooperation was legalized, it can be seen from the export data to China. Unlike its counterpart, New Zealand is not China's only trading partner. In fact, China's total trade with Australia is larger and closer in location from China. This study examines the reasons for China to increase cooperation with New Zealand in NZCFTA even though it does not reap large profits in its trade compared to Australia. This study uses an explanatory qualitative method that explains the causality of NZCFTA cooperation for China in the Indo-Pacific
region and OBOR as an economic instrument to conduct geopolitics. China and New Zealand can be explained by an asymmetrical interdependence relationship while the motive behind China's attitude is captured using Solis-Katada's motive of FTA theory. China's asymmetrical advantage in NZCFTA is seen when the various projects agreed in New Zealand are increasing even though they are not trade nuances. China is increasing cooperation with New Zealand because of China's geopolitical goals and motives in the Indo-Pacific region.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zhang Guannan
"Sejarah pertukaran perdagangan dan budaya sudah sejak lama terjadi antara China dan Indonesia, sejak zaman Jalur Sutra pada abad-13 SM. Kedua bangsa ini sudah mulai berkomunikasi melalui perdagangan. Salah satu peristiwa yang terkenal
terkait kontak dagang ini adalah kisah pelayaran Zhenghe (郑和atau lebih dikenal dengan sebutan Chengho, seorang navigator dan Laksamana armada laut pada Dinasti Ming/1368-1644 M ) ke Indonesia. Kontak dagang China-Indonesia melalui Jalur Sutra di masa lalu bangkit kembali di masa sekarang dalam bentuk kerja sama bisnis, seiring dengan program One Belt One Road yang digagas oleh pemerintah China. Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui sejauh mana interaksi budaya Indonesia-China di dalam dunia bisnis, konflik budaya yang terjadi, serta cara mengatasinya. Selain itu, penelitian ini bermaksud mengetahui seberapa jauh para pekerja di perusahaan multinasional China di Indonesia mengenal program One Belt One Road, khususnya dalam hubungan China dan Indonesia sebagai dasar pemahaman mereka atas kerja sama bisnis kedua
pihak tersebut. Melalui metode deskriptif-kualitatif, penulis melakukan penelitian
lapangan dan mewawancarai langsung para pelaku bisnis etnis Tionghoa di Indonesia dan beberapa pelaku bisnis China yang bekerja di Indonesia untuk menemukan jawabannya. Konsep yang digunakan untuk menganalisis adalah konsep konflik budaya. Penelitian ini menemukan bahwa pemahaman tentang OBOR tidak mempengaruhi interaksi bisnis antara etnis Tionghoa dengan China, serta menemukan bahwa perbedaan budaya kerja di Indonesia dan di China memungkinkan terjadinya konflik budaya.

The history of trade and cultural exchanges has been going on for a long time
between China and Indonesia, since the time of the Silk Road in the 13th century BC. The two nations have begun to communicate through trade. One of the well-known events related to this trade contact is the story of the voyage of Zheng He, or better known as Chengho, a navigator and Admiral of the naval fleet in the Ming Dynasty/1368-1644 AD) to Indonesia.
Chinese-Indonesian trade contacts through the Silk Road in the past have revived in the present in the form of business cooperation, following with the One Belt One Road program initiated by the Chinese government. This study intends to find out theextent of Indonesian-Chinese cultural interaction in the business world, cultural conflicts that occur, and how to overcome them. In addition, this study aims to figure out how far the workers in Chinese multinational companies in Indonesia are familiar with the One Belt One Road program, especially in China and Indonesia relations as
the basis for their understanding of the business cooperation of the two parties.
Through descriptive-qualitative methods, the author conducted field research and interviewed Chinese ethnic business people in Indonesia and several Chinese business people working in Indonesia to find answers. The concept used to analyze is the concept of cultural conflict. This study found that understanding of OBOR did not affect business interaction between ethnic Chinese and Chinese, also, the differences
in work culture between Indonesia and China made cultural conflicts possible.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library