Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 22 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Usman Hermanto
"ABSTRAK
Arus petikemas di berbagai pelabuhan di Indonesia, termasuk Pelabuhan Tanjung Emas Semarang menunjukkan kecenderungan yang makin meningkat dari tahun ke tahun. Sehingga perlu kiranya dilakukan langkah-langkah antisipasi untuk penanganan lalu lintas petikemas ini, agar tetap terjaga kelancaran arus barang baik antar daerah di Indonesia maupun arus barang ekspor impor. Ada dua cara antisipasi, yaitu dengan perluasan lahan pelabuhan petikemas atau dengan mengoptimalkan proses bongkar muat petikemas. Optimasi merupakan pilihan awal sebelum dilakukan perluasan atau pembangunan pelabuhan petikemas. Hal ini karena perluasan atau pembangunan pelabuhan petikemas membutuhkan biaya yang sangat besar.
Optimasi dilakukan dengan menghitung kecepatan bongkar muat petikemas per jam, dengan variasi komposisi peralatan yang digunakan dengan batasan tingkat Berth Occupancy Ratio (BOR). Kecepatan bongkat muat optimal merupakan kecepatan bongkar muat yang dihasilkan oleh suatu komposisi alat dengan pembiayaan operasional minimum dan tingkat BOR masih memadai.
Hasil analisa menunjukkan biaya operasional minimum diperoleh pada skenario jumlah alat yang banyak. Hal ini disebabkan penambahan jumlah alat mampu meningkatkan kecepatan bongkar muat dan mengurangi waktu tunggu sehingga biaya tunggu menjadi kecil. Minimalisasi biaya tunggu ini lebih signifikan dibandingkan dengan penambahan biaya alat.

"
2001
S34964
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irwanda Syafiudin
"Skripsi ini membahas tentang suatu analisis yang dilakukan pada BTS CDMA yang memiliki tingkat occupancy (kepadatan) trafik pembicaraan cukup tinggi yang telah melewati standar yang telah ditetapkan oleh operator telekomunikasi yaitu sebesar 70%. Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan kualitas pelayanan karena akan terjadi kegagalan dalam melakukan komunikasi. Langkah yang dilakukan untuk melakukan optimasi occupancy pada BTS tersebut adalah dengan melakukan penambahan kanal trafik. Pada tulisan ini dibahas tentang kondisi BTS pada saat sebelum dan sesudah dilakukan penambahan kanal trafik dan penentuan jumlah kanal trafik yang perlu ditambahkan berdasarkan hasil perhitungan datadata yang ada.

This thesis discussed the analysis of CDMA BTS that have high level traffic occupancy that has over the standard level those set by the telecommunication operator which is 70%. This can be caused quality of service dropped, because of communication attempt failure. The action that can be done to optimize the occupancy of that BTS is to upgrade the traffic channel of the BTS. In this thesis discussed the condition of the BTS before upgrade the traffic channel and after upgrade the traffic channel, and act of determining amount of traffic channel that need to upgrade based on at hand data calculating."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
S51157
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Tamara Auriana Permadi
"Pembangunan jalan layang hampir dapat dipastikan selalu menghasilkan ruang sisa dibawahnya. Pada umumnya, seiring berjalannya waktu, ruang-ruang tersebut akan digunakan, mengingart permasalahan kurangnya ruang terbuka di kota menjadikan ruang kosong apapun berpotensi dan berharga. Karena secara logika, karakteristik ruang dibawah jalan layang dapat dikatakan sangat berpotensi untuk mengundang orang untuk datang dan menggunakannya, bila dibandingkan dengan berbagai jenis ruang urban terbuka lainnya, mengingat keadaannya yang ldquo;terlindungi rdquo; dari hujan dan panas. Namun, pada kenyataannya, masih ada ruang-ruang dibawah jalan layang yang tidak terpakai dan tetap kosong. Hal ini memunculkan dugaan adanya faktor lain yang mempengaruhi persepsi orang terhadap penggunaan ruang ini. Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui faktor apa yang mempengaruhi penggunaan ruang sisa dibawah jalan layang berdasarkan konsep persepsi manusia terhadap ruang dan konsep ruang urban temporer sebagai pertimbangan untuk variabel yang digunakan dalam studi kasus.

The construction of flyover leave empty spaces underneath, which in this research goes by the term residual space. Most of the time, as time goes by, these space would be occupied, as the scarcity of open space in the city makes any urban empty spaces, or urban voids precious and potential. With the uniqueness and characteristics it possesses, logically residual space under flyover would provoke people to come and use it. Compared to other forms of urban open space, space under flyover has qualitative value added because it is ldquo sheltered rdquo from the weather. But I reality, there are still residual spaces under flyover that remain empty or underused. This arises a presumption that there are contextual factors that affect the occupancy of these spaces. This thesis seeks to acknowledge those factors, which would be explored through the concept of human perception towards space and the concept of temporary urban space, as a consideration while deciding what variables to use in the case studies. "
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Henny Hanna
"Penelitian ini dilatar-belakangi oleh fakta bahwa BOR Unit stroke center RS Islam Jakarta rata-rata hanya 44,72% sejak berdirinya (2000) sampai tahun 2003. Padahal unit Stroke Center ini merupakan salah satu pelayanan rawat inap unggulan RS Islam Jakarta. Pihak manajemen membuat perhitungan bahwa untuk mencapai BEP diperlukan minimal BOR 65% pada unit Stroke Center dalam waktu tiga tahun.
Tujuan penelitian ini adalah diketahuinya faktor-faktor input dan proses pelayanan yang menyebabkan rendahnya BOR Unit Stroke Center RS Islam Jakarta
Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan, mulai tanggal 25 April sampai dengan 25 Juni 2004, menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode analisis diskriptif Penelitian ini melibatkan 45 informan, 28 orang terlibat dalam wawancara mendalam, dan 17 orang dalam FGD.
Hasil penelitian menunjukan bahwa rendahnya BOR unit Stroke Center sejak berdirinya sampai tahun 2003 disebabkan oleh beberapa input yaitu organisasi dan manajemen, lingkungan fisik dan SOP tidak mendukung pelayanan Unit Stroke Center. Dari aspek proses pelayanan, sikap dokter, perawat dan petugas administrasi belum baik. Hal ini dikarenakan dalam membuat Unit Stroke Center tidak dilakukan studi kelayakan. Dari aspek struktur organisasi, masih disamakan dengan ruang rawat inap umum lainnya. Dari aspek personel kepala seksi dijabat oleh sarjana perawat yang dalam tugasnya membawahi tiga ruang inap lainnya. Sedangkan koordinator dijabat oleh dokter spesialis syaraf tidak tetap, yang mana koordinator tersebut bukan jabatan struktural.
Proses pelayanan yang diberikan Dokter, Perawat dan Petugas administrasi secara umum belum baik. Beberapa aspek pelayanan yang perlu perbaikan berkaitaan dengan masalah waktu (dokter), keramahan dan perhatian (dokter, perawat dan petugas administrasi) serta sikap tidak membeda-bedakan pelanggan kesehatan (petugas administrasi). Dalam kegiatan-kegiatan di Unit Stroke Center, belum ada standar operasional prosedur-nya (SOP). Disamping itu juga belum ada SOP stroke pathway dan kriteria GCS yang masuk dari UGD maupun dari poli klinik syaraf., sehingga masih banyak pasien yang dirawat di ruang rawat inap umum, bukan di stroke center.
Kelengkapan fasilitas/peralatan sudah cukup, tetapi jumlah dari beberapa peralatan masih belum sesuai dengan jumlah tempat tidur.Lokasi ruangan, tata ruang dan lingkungan fisik Unit Stroke Center belum memperhitungkan konsep aksesibilitas ruangan dari segi ergonomi penderita stroke dan lingkungan maupun sasaran (goal) Bari perawatan penderita stroke, yaitu kemandirian dalam aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS).
Dalam penetapan tarif, masih belum dilakukan secara komprehensif yaitu melalui perhitungan bisnis dan studi banding, sehingga sulit menentukan kapan BEP dapat dicapai dengan BOR tertentu. Belum ada kebijakan pemasaran khusus (focus) untuk Unit Stroke Center, walaupun ditetapkan sebagai salah satu produk unggulan rawat inap di RS Islam Jakarta. Pendapatan Stroke Center Unit sampai saat ini kurang lebih barn mencapai sepertiga dari total biaya yang dikeluarkan unutk operasional Stroke Center Unit.
Berdasarkan pendidikan dan status social-ekonomi pasien, bekas pasien dan keluarga pasien, menunjukkan sikap yang semakin kritis terhadap pelayanan, fasilitas dan lingkungan fisik Unit Stroke Center.
Dalam pembuatan Stroke Center Unit RS Islam Jakarta pihak manajemen tidak melakukan studi kelayanan terlebih dahulu. Sehingga banyak terjadi kekurangan - kekurangan dalam aspek pelayanan, lingkungan dan organisasi manajemen. Akan tetapi Stroke Center Unit mempunyai nilai indikator kinerja berdasarkan nilai LOS, TOI dan BTO yang cukup baik. Sehingga jika manajemen cukup jeli ini bisa menjadi asset sumber pendapatan yang baik untuk rumah sakit. dengan memperbaiki kekurangan - kekurangan yang ada dari berbagai aspek diatas, maka bisa meningkatkan kualitas pelayanan dan memuaskan pelanggan.

Analysis Factors of Services that Influence Bed Occupancy Rates in Stroke Center Unit - Jakarta Islamic Hospital. (2000-2003)This research was based on fact, that BOR of stroke center in RSIJ average value is 44.72% per year since it was built in 2000 until 2003. However, this unit is one of the prestigious services among other in hospital services in RSIJ. The management forecasted to reach the number of BEP for stroke center unit. It needs to maintain at least 65% BOR with in 3 years. The focus of this research is to discover all factors that causing minimum BOR (less than 65%) in stroke center RSIJ.
This research was conducted for 2 months, began in April 25th 2004 until June 25th 2004, using qualitative approach with descriptive analysis methods. This research conducted with 45 participants as informants.
This research indicates, the factors that causing minimum BOR of stroke center RSIJ since it was built ini 2000 until 2003 was caused by several input factors, including management and organization, physical environment, and Standard Operational Procedures that minimally supported Stroke Center RSIJ. From the services process aspects, from doctors, nurses, and administration clerk performance, they perform poorly. Those problems arose because before building Stroke Center Unit in RSIJ, the management less conducted feasibility study toward Stroke Center projects
From organizational structure aspects, Stroke Center Unit as special in-hospital services has no special organizational structure; it has the same organizational structure as the other common in-hospital services. And than from the human resource aspects, the head of stroke center held by a nurse, who has completed graduate nursery program, who also headed three other in-hospital services. As the head coordinator, the management chooses a part time medical doctor, who specialized in neurology as head of coordinator.
Services process which given by doctors, nurses and administrator clerk mostly not good enough. And some services aspects need several adjustments in term of time (doctors) hospitality and attention (doctors, nurses, and administrator clerk), their attitudes toward few customers (administration clerk). During activity in stroke center unit, there was lack of standard operational procedures. Beside there was not found some documents about standard operational procedures (SOP) stroke pathway and patient criteria based on GCS performance from Emergency Room or neurology clinics. So that, there are many in-patient client with stroke, received treatment in common in-hospital room services, rather than in stroke center unit.
Stroke center facility is quite good, but numbers or the equipment still adjust with the number of beds. The location, design and physical environment of stroke center unit still not consider the accessibility factors and ergonomics factors for the stroke patient. And even the environment or treatment goals from the nurses still far from the stroke philosophy, which was independency in Activity Daily Living.
In cost behavior problems, including setting prices, the management did not do comprehensive business plan and feasibilities, so that the management facing difficulties setting the right Break Even Point (BEP) with correct value of BOR. There was no special marketing planning for stroke center unit, even though it was one of the prestigious in-hospital services. Until now, the Stroke Center Unit's income compare to its unit's expenditure is one and a third revenue to cost.
Based on the patients, former patients and families knowledge and social-economics status, showing several critical attitudes toward services facilities and physical environment of stroke center unit.
In creating Stroke Center Unit, at first the management did not conducted feasibilities study. Because of that, stroke unit had a lot of disadvantage in services aspects, environment and management organization. On the other hand stroke center unit had better performance based on LOS, T01 and BTO value. If management has certain attention this number could be a valuable asset to improve the disadvantages factors, and improve the quality of services and satisfy the consumer.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2004
T12814
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Yulianti Adam
"BOR sebagai salah satu indikator pelayanan Rumah Sakit jika mengalami peningkatan, maka akan diikuti dengan peningkatan pendapatan Rumah Sakit. Oleh karena itu, tidak jarang Rumah Sakit terus berupaya meningkatkan kunjungan, dalam hal ini pemanfaatan layanan Rawat Inap (BOR) agar pendapatan juga mengalami peningkatan.
Rasio Lancar sebagai salah satu indikator penilaian keuangan Rumah Sakit, dalam hal ini Likuiditas Rumah Sakit merupakan indikator penilaian yang sering digunakan untuk menggambarkan kondisi likuiditas suatu perusahaan (Newmann, 1988). Melalui Rasio Lancar inilah suatu perusahaan, dalam hal ini Rumah Sakit dapat menilai seberapa jauh Rumah Sakit mampu memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Jika Rasio Lancar berada di atas nilai 2 (dua), maka perusahaan memiliki kemampuan yang baik untuk memenuhi kewajiban lancarnya, dan begitu pula sebaliknya, jika Rumah Sakit memiliki nilai Rasio Lancar di bawah 2 (dua), maka Rumah Sakit akan mengalami kesulitan dalam memenuhi kewajiban lancarnya. Untuk itu, Rasio Lancar dalam suatu perusahaan (Rumah Sakit) sangat dibutuhkan oleh pihak internal Rumah Sakit untuk menilai kondisi likuiditas Rumah Sakit, mengambil keputusan dan kebijakan. Sementara, oleh pihak eksternal Rumah Sakit, Rasio Lancar dibutuhkan untuk menilai kondisi likuiditas Rumah Sakit dan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil sikap terhadap Rumah Sakit seperti apakah akan memberikan pinjaman, dan sebagainya. Bila BOR dikaitkan dengan Rasio Lancar, maka keduanya adalah sebuah ?nilai? yang dapat digunakan untuk menilai dan mengevaluasi kinerja Rumah Sakit.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di Rumah Sakit B, diperoleh hasil BOR Rumah Sakit B dari tahun 2003 sampai tahun 2004 mengalami penurunan, yaitu dari 59,07% tahun 2003 menjadi 53,75% tahun 2004. Penurunan nilai BOR ini juga diikuti dengan penurunan Rasio Lancar, yaitu 3,93 kali tahun 2003 menjadi 2,21 kali tahun 2004. Sementara itu, pada tahun 2005 BOR mengalami peningkatan menjadi 56,60% bila dibandingkan dengan BOR tahun 2004, yaitu 53,75%. Peningkatan ini juga diikuti dengan peningkatan Rasio Lancar, yaitu dari 2,21 kali pada tahun 2004 menjadi 2,28 kali pada tahun 2005.
Berdasarkan data yang diperoleh tersebut, seolah-olah mengindikasikan bahwa ada hubungan antara BOR dengan Rasio Lancar. Namun, sejauh ini belum diketahui secara pasti apakah BOR berhubungan dengan Rasio Lancar dan sejauhmana hubungan di antara keduanya, seberapa jauh BOR mempengaruhi Rasio Lancar.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah BOR berhubungan dengan Rasio Lancar dan mengatahui sejauhmana hubungan di antara keduanya, berapa persen BOR berpengaruh terhadap Rasio Lancar. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan desain crosssectional dan menggabungkan teknik analisis kuantitaif dan kualitatif.
Penelitian ini dilakukan selama bulan Oktober sampai November dengan mengambil data sekunder 24 Rumah Sakit yang ada di Indonesia dan melakukan wawancara mendalam terhadap dua Rumah Sakit sebagai sampel dari 24 Rumah Sakit yang diteliti. Kemudian di lakukan analisis univariat dan bivariat dengan menggunakan korelasi dan regresi linier untuk mengetahui apakah ada hubungan antara BOR dengan Rasio Lancar dan untuk mengetahui sejauhmana hubungan BOR dengan Rasio Lancar.
Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa hubungan BOR dengan Rasio Lancar tidak terbukti secara statistik. Tidak ada jaminan jika terjadi peningkatan BOR sebagai indikator penilaian kinerja layanan akan meningkatkan Rasio Lancar sebagai indikator penilaian likuiditas. Pengaruh BOR terhadap Rasio Lancar hanya sebesar 4,8%, dan sisanya 95,2% Rasio Lancar dipengaruhi oleh variabel lain. Dari hasil penelitian yang dilakukan (dalam hal ini dari hasil wawancara yang dilakukan), peningkatan BOR tidak serta merta mengakibatkan terjadinya peningkatan Rasio Lancar karena banyaknya variabel yang mempengaruhi rasio lancar, seperti waktu pengembalian piutang, dan pemanfaatan kas yang kurang maksimal.
Karena hubungan BOR dengan Rasio Lancar tidak terbukti secara statistik, maka diharapkan Rumah Sakit dan pihak-pihak yang berkepentingan seperti kreditur, tidak hanya memperhatikan indikator penilaian kinerja, dalam hal ini BOR untuk menilai likuiditas Rumah Sakit, tetapi memperhatikan Rasio Lancar sebagai indikator penilaian likuiditas dan aspek-aspek lain yang mempengaruhinya seperti waktu pengembalian piutang, dan pemanfaatan kas pada Rumah Sakit."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Doni Muhammad Qodri Romdoni
"Di MTH 27 Office Suits, air hujan dialirkan melalui pipa air hujan dan saluran keliling menuju sumur-sumur resapan, overflow dari sumur resapan dialirkan menuju Raw Water Tank yang kemudian difilter dan dimasukkan ke dalam Ground Water Tank, air dari GWT ini kemudian dinaikkan ke Roof Tank Air Bersih dan dialirkan menuju outlet-outlet air bersih gedung. Air bekas dan air kotor sisa penggunaan dialirkan menuju Sewage Treatment Plant dimana hasil air Recycling ini kemudian dinaikkan menuju Roof Tank Air Recycling dan digunakan kembali untuk flushing di closet, urinoir, dan siram tanaman, siklus ini sesuai dengan prinsip zero run off.
Pada saat hujan besar, kadangkala air hujan tidak cukup tertampung di dalam RWT dan GWT yang memiliki kapasitas terbatas, jika terjadi demikian maka floating valve pada pipa RWT akan menutup dan air hujan langsung dibuang menuju saluran kota, kondisi surplus air ini tidak berdampak biaya.
Sebaliknya pada saat shortage air recycling, back up shortage air recycling menggunakan air bersih yang dipindahkan secara otomatis dari roof tank air bersih menuju roof tank air recycling, sehingga air PDAM tidak hanya digunakan untuk kebutuhan air bersih, tetapi juga digunakan untuk flushing dan siram tanaman manakala air hasil recycling tidak berhasil memenuhi kebutuhannya, kondisi ini berdampak pada timbulnya biaya tidak terencana. Diperlukan pengetahuan akan minimal tingkat hunian gedung untuk memastikan penggunaan sistem air recycling secara optimal.

In MTH 27 Office Suits, rainwater is channeled through rainwater pipes and circular canals to infiltration wells, overflows from infiltration wells are channeled to Raw Water Tank which is then filtered and put into Ground Water Tank, the water from GWT is then raised to the Clean Water Roof Tank and channeled to the building's clean water outlets. Used water eg. grey and black water are channeled to the Sewage Treatment Plant where the recycled water is then raised to the Recycled Water Roof Tank and reused for flushing in closets, urinals, and watering plants, this cycle is in accordance with the zero run off principle.
During heavy rains, sometimes the rainwater couldn’t be accommodated in the RWT and GWT which have limited capacity, if this happens then the floating valve on the RWT pipe will close and rainwater will directly discharged into the city channel, this surplus water condition has no cost impact.
On the other hand, when there is a shortage of recycled water, the back up for such condition is that clean water automatically transferred from the Clean Water Roof Tank to the Recycled Water Roof Tank, so that PDAM water is not only used for clean water needs but is also used for flushing and watering plants when there is a shortage of recycled water, this condition has an impact on the emergence of unplanned costs. Knowing of minimum building occupancy levels is required to ensure optimal use of water recycling systems.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sangga Mujahid Bodro Suhendar
"Indonesia merupakan negara maritim yang terdiri dari pulau pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, dengan jumlah pulau sebanyak 17.508. Jarak antarpulau tersebut tentunya memerlukan konektivitas pendukung untuk menunjang stabilitas perekonomian bangsa secara merata. Konektivitas antarpulau di Indonesia salah satunya ditunjang dengan ketersediaan pelabuhan. Menurut Tedy Herdian, Deputy Port Facility Security Officer TPK Koja pada artikelnya, fungsi pelabuhan di Indonesia menjadi sangat penting seiring dengan berkembangnya industri yang berorientasi ekspor, karena pelabuhan menjadi salah satu unsur penentu dalam aktivitas perdagangan. Keberadaan pelabuhan pada hakikatnya adalah untuk memfasilitasi pemindahan barang antara moda transportasi darat inland transport dan moda transportasi laut maritime transport serta menyalurkan barang masuk dan keluar daerah pabean secepat dan seefisien mungkin. Namun untuk menunjang efisiensi dan efektivitas kegiatan kepelabuhanan masih terkendala oleh beberapa permasalahan yang ada. Beberapa permasalahan dalam aktivitas dipelabuhan diantaranya Dwell Time dan Peralatan penunjang aktivitas pelabuhan. Penelitian ini bertujuan untuk mengoptimasikan utilitas kegiatan arus bongkar muat pada model pengoperasian kontainer terminal dengan mengalokasikan sumber daya dan penjadwalan perangkat yang berbeda dari operasi terminal dengan menggunakan software simulasi Flexterm.

Indonesia is a maritime country consisting of islands stretching from Sabang to Merauke, with 17.508 islands. The distance between islands certainly requires supporting connectivity to support the stability of the nations economy equally. One of the inter island connectivity in Indonesia is supported by the availability of ports. According to Tedy Herdian, TPK Kojas Deputy Port Facility Security Officer in his article, the function of ports in Indonesia has become very important along with the development of export oriented industries, because ports are one of the determining elements in trading activities. The existence of a port is essentially to facilitate the transfer of goods between the modes of land transportation inland transport and the mode of sea transportation maritime transport as well as channel goods in and out of customs areas as quickly and efficiently as possible. However, to support the efficiency and effectiveness of port activities is still constrained by several existing problems. Some problems in port activities include Dwell Time and Equipment for supporting port activities. This study aims to optimize the utility of loading and unloading activities on the terminal container operating model by allocating resources and scheduling devices that are different from terminal operations by using Flexterm simulation software.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adam Ridwansah
"Beragamnya latar belakang kehidupan narapidana, baik itu latar belakang kasus, suku/etnis, agama dan lainnya merupakan faktor nyata dari keberadaan Lembaga Pemasyarakatan sebagai minatur masyarakat. Disana juga terdapat berbagai kebutuhan dan kepentingan narapidana dalam rangka mempertahankan hidupnya selama dalam lapas. Dalam rangka hal tersebut narapidana akan menjaga hubungannya dengan petugas dan aturan yang berlaku dalam lapas sehingga baik petugas maupun aturan mampu mengakomodir ataz dilemahkan oleh kepentingan narapidana, termasuk kepentingan menambah fasilitas kamar hunian sesuai keinginan narapidana. Akibat adanya penambahan fasilitas-fasilitas pada kamar hunian pada narapidana tertentu akan berakibat adanya kecemburuan sosial di kalangan narapidana, pemborosan anggaran karena umumnya penambahan fasilitas berupa alat-alat elektronik yang menggunakan listrik, dan yang terpenting adalah narapidana tersebut umumnya tidak tersentuhk program pembinaan.
Dalam penelitian ini ada dua pertanyaan penelitian yang hendak dijawab yaitu bagaimana kebijakan pemenuhan fasilitas kamar hunian bagi narapidana di Rumah Tahanan negara dan Lembaga Pemasyarakatan di Jakarta seria kendala-kendala yang dihadapi dalam kebijakan pemenuhan fasilitas kamar hunian tersebut. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif, teknik pengumpulan data dilakukan..dengan wawancara terhadap informan penelitian dengan menggunakan pedoman wawancara. Wiforiiai penelitian terdiri dari informan petugas dan informan. Lokasi penelitian adalah lima Unit Pelaksana Teknis (UPT) di DKI Jakarta, yaitu Lapas Klas I Cipinang, Lapas Klas IIA Narkotika Jakarta, Lapas Klas IIA Salemba, Rutan Klas I Jakarta Pusat dan Rutan Klas IIA Pondok Bambu Jakarta Timur.
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa kebijakan pemenuhan fasilitas kamar hunian bagi narapidana pada lima (5) lokasi penelitian belum terlaksana dengan baik. Hal ini disebabkan perbedaan persepsi dan cara pandang terhadap aturan yang ada yang berbeda-beda sehingga penerapannya pada masing-masing lapas/rutanpun berbeda. Kebijakan pemenuhan fasilitas kamar hunian bagi narapidana di lapas/rutan masih mementingkan unsur keamanan dan keiertiban. Penyimpangan terhadap pemenuhan fasilitas kamar hunian narapidana adalah adanya fasilitas-fasilitas tambahan yang tidak sesuai aturan seperti TV, AC, Kompor Listrik hingga pencurian listrik untuk kepentingan fasilitas lainnya. sementara dalam rangka mensiasati kondisi kelebihan daya tampung (over kapasitas) pada masing-masing l!okasi penelitian dilakukan alih fungsi atau pemanfataan ruang yang bukan kamar hunian menjadi kamar hunian bagi narapidana. Sementara faktor kendala dalam kebijakan pemenuhan fasilitas kamar hunian bagi narapidana terdiri dari empat faktor utama yaitu kendala komunikasi, kendala sumber daya, kendala sikap implementator dan kendala struktur birokrasi

Diverse backgrounds inmate's life, whether it is the case background, tribe / ethnicity, religion and the other is a real factor of the exisience of correctional institulions as minatur community.There alsa have various needs and interests of prisoners in order to survive as long in prison. In order to convict it will maintain relationships with officers and rules that apply in the prison so that both workers and able io accommodate the rulés or attenuated by the interests of prisoners, including facilities to add interest as you wish inmate occupancy rooms. Due to the exiztence of additional facilities in room occupancy on a particular inmate will result in the social jealously among the inmates, waste budget because generally in the form of additional facilities for electrical appliances that use electricity, and most importantly the inmates were mostly uniouched by development programs.
In this research, there are two research questions to be answered is how the Juifiliment of the policy room occupancy facility for inmates at the Detention Center and state correctional institutions in Jakarta and the constraints faced in julfilling the policy facilities such occupancy rooms, The method used is qualitative method of data collection techniques againts the informant interview conducted with the study using the interview guide Informants consisted of officers and informants informants. Location of the study are five Technical Executive Unit (UPT) in Jakarta, namely Class I Cipinang Prison, Jakarta Narcotic Prison Class HA, Class 14 Salemba prison, Central Jakarta Rutan Class I and Class ITA Rutan Pondok Bambu, East Jakarta.
Based on this research found that the policy of fulfiliment of room occupancy facility for inmates at five (3) the location of the research has not been performing well. This is due to differences in perception and outlook of the existing rules are different so that its application in each prison / rutanpun different. Compliance policies occupancy room facilities for inmates in the prison / detention center is still concerned with the elements of security and order. Deviation toward the Julfiilment facility inmate occupancy room is the presence of additional facilities that are not in accordance with regulations such as TV, air conditioning, Electric Stove to theft of electricity for the benefit of other facilities, while in order to anticipate the conditions of excess capacity fover capaciiy) at each study site conducted over the function or utilization of space that is not a room occupancy room occupancy for the inmates. While the constraint factor in fulfilling the policy for inmate occupancy room facilities consist of four main factors namely the communication constraints, resource constraints, barriers and constraints implementer attitudes bureaucratic structure.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2010
T33545
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Leo Tri Utomo
"Terminal Operasi 3 Pelabuhan Tanjung Priok merupakan pelabuhan tempat pengiriman ekspor dan impor peti kemas yang berada tepat di Ibukota Jakarta dengan panjang dermaga sepanjang 1030 m terdiri dari 5 dermaga dengan luas lapangan penumpukan 122922 m2 dan waktu kerja selama 365 hari/tahun dengan waktu operasi 24 jam/hari.
Tujuan penelitian ini untuk menganalisis kelayakan dermaga pada Terminal Operasi 3 Ocean Going Division Pelabuhan Tanjung Priok dengan menggunakan metode Berth Occupancy Ratio BOR atau tingkat pemakaian dermaga berdasarkan data arus kunjungan kapal dan peti kemas disetiap bulan pada tahun 2014, 2015, dan 2016. Evaluasi dilakukan untuk memproyeksikan pertumbuhan arus kapal dan peti kemas pada tahun 2017 sampai 2034 dengan menggunakan metode regresi linier.
Hasil analisis menunjukan bahwa pada tahun 2014 sampai pada tahun 2031 nilai BOR masih dibawah 65 seperti yang disarankan oleh UNCTAD berarti bahwa penggunaan dermaga masih layak. Namun pada bulan April tahun 2032 nilai BOR sudah melebihi 65, yang berarti penggunaan dermaga sudah cukup padat. Untuk mengurangi kepadatan tersebut dapat dilakukan dengan meningkatkan produktifitas bongkar muat dari 20 TEU rsquo;s/jam ke tingkat yang lebih tinggi.

Operation Terminal 3 is a container port which is dedicated for export and import shipping. Located in Jakarta the capital city of Indonesia, the port now stretches over a distance of 1.030 meters. It consists of 5 docks with stacking area 122.922 square meters, the port operation hours is 24 hours aday, 7 days per week.
The purpose of this research to analyze the feasibility of length dock at Operation Terminal 3 ndash Ocean Going Division, Tanjung Priok Port, using Berth Occupancy Ratio BOR method and the rate of pier usage based on the container shipping growth data in 2014, 2015 and 2016. This evaluation is to project the growth of ship and container flow in 2017 until 2034 by using Linier Regression method.
The results of the analysis shows that in the year of 2014 until 2031 the BOR value is still under 65 as recommended by the UNCTAD means that the use of the dock is still feasible. However, in April 2032 the BOR value has exceeded 65 , which means the usage of the pier has already exceed its capacity. Berth utility Reducing the trafic can be done by increasing the productivity of loading unloading from 20 TEU's hour to a higher level.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S68284
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Niswatus Sholihah
"ABSTRACT
Bed Occupancy Rate BOR merupakan salah satu outputkoordinasi perawatan untuk mencapai outcome efisiensi dalam rumah sakit.Bed Occupancy Rate BOR di Instalasi Rawat Inap Kelas 3 RS Kanker Dharmais mengalami penurunan setelah terjadi penambahan tempat tidur di kelas 1 pada tahun 2016. Namn penurunan tersebut tidak diikuti dengan penurunan jumlah pasien rawat inap dan jumlah hari perawatan. Tujuan dari penelitian ini adalah diketahuinya variabel- variabel input kerangka kinerja rumah sakit yang menyebabkan Bed Occupancy Rate BOR di Instalasi Rawat Inap Kelas 3 RS Kanker Dharmais dibawah standar 60-85 . Penelitian ini dilakukan selama bulan Mei ndash; Juli 2017, menggunakan penelitian kualitatif dengan metode analisis depkriptif yang melibatkan wawancara mendalam terhadap 6 informan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel- variabel input kinerja rumah sakit yang berpengaruh signifikan dalam pencapaian Bed Occupancy Rate BOR adalah varaibel kepemimpinan dan sumber daya. Variabel kepemimpinan yang menyebabkan penurunan Bed Occupancy Rate BOR karenaketidakefektifan pembagian struktur organisasi Instalasi Rawat Inap menjadi 2 bagian, kualifikasi kepala Instalasi tidak sesuai dengan Pedoman Pelayanan Instalasi Rawat Inap, dan Pemimpin kurang melakukan komunikasi efektif, Variabel input kinerja rumah sakit lainnya tidak berpengaruh signifikan terhadap penurunan Bed Occupancy Rate BOR di Instalasi Rawat Inap Kelas 3 RS Kanker Dharmais. Diharapkan dengan diketahuinya faktor- faktor tersebut, bisa menjadi evaluasi untuk mencapai efisiensi dalam rumah sakit.

ABSTRACT
Bed Occupancy Rate BOR is one of the outputs of coordination of care to achieve the outcome of hospital efficiency. Bed Occupancy Rate BOR at the Inpatient Installation Class 3 Dharmais Cancer Hospital decreased after the addition of a first class bed in 2016. Decrease of Bed Occupancy Rate BOR number was not equally means the drop of patients number and inpatient day. So the purpose of this research is to know the variable of input of hospital performance framework causing Bed Occupancy Rate BOR at Inpatient Installation Class 3 Dharmais Cancer Hospital under 60 85 standard. This research was conducted in May to July 2017, using qualitative method with depth interview of 6 informants. The results showed that the variable of hospital performance input which have significant effect on the achievement of Bed Occupancy Rate BOR is the leadership and resource variables Leadership variable causing the decrease of Bed Occupancy Rate BOR due to the ineffective division of organizational structure Inpatient Installation into 2 parts , The qualification of the head of the Installation is not in accordance with the Inpatient Installation Service Guideline, and the Leader lacks effective communication. Other hospital performance input variables have no significant effect on the decrease of Bed Occupancy Rate BOR in the Inpatient Installation Class 3 Dharmais Cancer Hospital. Expected by knowing these factors, it could be an evaluation to achieve hospital efficiency. "
2017
S70020
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>