Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jain, Sarah S. Lochlann
Oxford: Princeton University Press, 2006
346.730 3 JAI i (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Nurjannah Irawan
Abstrak :
Penelitian ini membahas mengenai perbandingan dua putusan yaitu Putusan Pengadilan Agama Purworejo Nomor 1377/Pdt.G/2019/Pa.Pwr dan Putusan Pengadilan Agama Klaten Nomor 1884/Pdt.G/2018/Pa.Klt terkait pemberian wasiat wajibah kepada ahli waris non-muslim atas harta yang ditinggalkan pewaris. Majelis hakim Pengadilan Agama Klaten memberikan pertimbangan dalam putusannya bahwa ahli waris non- muslim dapat diberikan wasit wajibah. hal tersebut berbeda dengan majelis hakim Pengadilan Agama Purworejo yang dalam pertimbangannya tidak memberikan wasiat wajibah kepada ahli waris non-muslim. Permasalahan di dalam penelitian ini adalah mengenai dasar dari pemberian wasiat wajibah bagi ahli waris non-muslim dan mengenai pertimbangan hukum dari kedua majelis hakim di masing-masing putusan terkait pemberian wasiat wajibah bagi ahli waris non-muslim. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum yuridis empiris untuk mengidentifikasi dasar pemberian wasiat wajibah kepada ahli waris non-muslim di Indonesia yang belum diatur dengan jelas secara hukum tertulis melalui pendekatan studi perbandingan. Hasil analisis penelitian ini adalah bahwa wasiat wajibah dapat diberikan kepada siapa saja dan tidak terkait dengan agama. Terdapat perbedaan pertimbangan, yaitu Majelis Hakim Pengadilan Agama Klaten memandang bahwa memberikan wasiat wajibah kepada ahli waris non-muslim merupakan bentuk pemenuhan unsur keadilan, sedangkan Majelis Hakim Pengadilan Agama Purworejo memandang bahwa ahli waris yang berbeda agama dengan pewaris tidak berhak mewarisi harta dari pewaris sehingga tidak patut mendapat wasiat wajibah. Pemberian wasiat wajibah kepada ahli waris non-muslim harus mempertimbangkan apakah memberikan manfaat atau kemudharatan.
This research discusses about the comparison of giving obligatory bequest to the heirs of a non-moeslem over the testators treasures based on the verdict of the religious court of Purworejo number 1377/Rev. G/2019/Pa.Pwr and the verdict of the religious court of Klaten number 1884/Pdt.G/2018/Pa.Klt. The panel of judges in the religious court of Klaten give consideration in its decision that the heirs of a non-moeslem can be given the obligatory bequest. It is different with the panel of judges decision of the Religious Court of Purworejo which does not give obligatory bequest to the heirs of the non-moeslems. The problems in this research is on the basis of giving obligatory bequest to the heirs of a non-moeslem and about legal consideration of both judges in each verdict related to the provision of giving obligatory bequest to the heirs of a non moeslem. To answer these problems, empirical legal research methods used to identify the basis of giving obligatory bequest to the heirs of a non-moeslem in Indonesia that have not been clearly regulated by law, through a comparative study. The results of the analysis of this study are that mandatory testaments can be given to anyone and not related to religion. There are different considerations, the panel of judges in the Religious Court of Klaten considers that giving an obligatory testament to non-Muslim heirs is a form of justice, while the panel of judges in the Religious Court of Purworejo considers that the heirs which religious differences with an heir do not have the right to inherit the property from the heirs so that it is inappropriate get the obligatory bequest. Giving an obligatory bequest to the heirs of a non-moeslem should be consider whether it provides benefits or harm.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadhifa Marsaa
Abstrak :
Wasiat wajibah pada pernikahan antar-umat berbeda agama menjadi persoalan yang cukup pelik dan secara nyata terjadi di Indonesia. Padahal Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan telah mengatur bahwa pernikahan adalah sah apabila dilakukan menurut agama masing-masing mempelai. Adapun nyatanya, pernikahan beda agama tetap terjadi dengan dilandaskan oleh Pasal 35 UU Administrasi Kependudukan bahwa pernikahan beda agama dapat dicatatkan melalui penetapan pengadilan. Pencatatan ini kemudian menjadi pertanyaan apakah dicatatkan berarti mengesahkan pernikahan beda agama. Sebab, wasiat wajibah yang merupakan salah satu sarana pemberian harta peninggalan apabila seseorang terhalang waris, melalui yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung Nomor 16K/Ag/2010 memberikan wasiat wajibah pada pasangan beda agama. Hal ini seolah menjadi kontradiktif dengan aturan pernikahan yang sah menurut UU Perkawinan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keabsahan pelaksanaan pencatatan perkawinan beda agama atas perintah putusan pengadilan. Serta untuk mengetahui pelaksanaan wasiat wajibah pada pasangan beda agama di Indonesia. Penelitian ini berbentuk yuridis normatif, dengan metode penilitian kualitatif dengan dukungan data primer berupa putusan-putusan pengadilan. Dari hasil penelitian, ditemukan bahwa pencatatan pernikahan beda agama yang didasarkan atas penetapan pengadilan tidak menjadikan pernikahan tersebut sah. Oleh karena itu, berkaitan dengan ini wasiat wajibah tidak seharusnya diberikan kepada pasangan beda agama dengan status pemberiannya sebagai istri. Sebab dari awal tidak terjadi pernikahan yang sah, sehingga tidak terpenuhi sebab-sebab mewarisi pula yang seharusnya menjadi syarat pemberian wasiat wajibah. ......Obligatory wills on interfaith marriages are quite complicated and have been happening in Indonesia.  Even though Law Number 1 of 1974 on Marriage has regulated that marriage is legal if it is carried out according to the religion of each bride and groom. In fact, interfaith marriages still occur based on Article 35 of the Population Administration Law that interfaith marriages can be registered through a court order.  This registration then becomes a question whether being registered means legalizing interfaith marriages.  This is because the obligatory wills, which is a means of giving inheritance if someone is prevented from inheriting, through the jurisprudence of the Supreme Court Decision No. 16K/Ag/2010 provides an obligatory wills for interfaith couples.  This seems to be contradictory to legal marriage rules according to the Marriage Law.  The purpose of this study was to determine the validity of the implementation of the registration of interfaith marriages by order of a court decision.  As well as to find out the implementation of the obligatory wills on interfaith couples in Indonesia. This research is in the form of normative juridical, with qualitative research methods supported by primary data in the form of court decisions. From the results of the study, it was found that the registration of interfaith marriages based on court decisions does not make the marriage valid.  Therefore, in this regard, the obligatory wills should not be given to interfaith couples with the status of giving it as wife.  Because from the start there was no legal marriage, so the reasons for inheriting were not fulfilled which should have been a condition for granting an obligatory wills.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dabita Isyara
Abstrak :
Nama : Dabita IsyaraNPM : 1406536000Program Studi : Ilmu HukumJudul : Pengangkatan Cucu Sebagai Anak Ditinjau dari Hukum Islam Studi Kasus Putusan Nomor 33/Pdt.P/2010/Pa.Dmk dan Nomor 81/Pdt.P/2012/Pa.Bkt Pengangkatan anak adalah konsep yang dikenal dalam Hukum Islam serta dalam peraturan perundang-undangan. Hanya saja, terdapat hal-hal yang diatur lebih rinci terhadap pengangkatan anak dalam hukum Islam. Pengangkatan anak yang dapat dilakukan dalam keluarga sendiri, seperti kakek yang mengangkat cucu. Kemudian, berdasarkan hukum Islam, anak angkat tersebut berhak mendapatkan wasiat wajibah. Skripsi ini akan membahas mengenai pengangkatan anak khususnya dalam hukum Islam serta mengenai wasiat yang akan diterimanya dengan menganalisis putusan. Metode penelitian yang penulis gunakan berbentuk yuridis ndash;normatif dengan menggunakan bahan pustaka sebagai bahan utama yang ditunjang dengan melakukan wawancara dengan beberapa narasumber seperti ketua pengadilan agama dan ulama, dengan tipe penelitian deskriptif-analitis. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terhadap putusan Nomor 33/Pdt.P/2010/Pa.Dmk dan Nomor 81/Pdt.P/2012/Pa.Bkt terdapat beberapa hal yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Selain itu, ditemukan persamaan konsep dalam pengangkatan anak berdasarkan peraturan perundang-undangan yakni keduanya tidak memutuskan nasab antara anak angkat dengan orangtua kandung, tetapi dalam hukum Islam, wajib diberikan wasiat wajibah. Sementara pengangkatan cucu sebagai anak dapat menimbulkan kerancuan terhadap harta peninggalan kakek atau neneknya karena sebagai anak angkat dia akan mendapatkan wasiat wajibah, namun sejatinya cucu bukan merupakan ahli waris sehingga seharusnya dia tidak mendapat harta peninggalan dari kakek atau neneknya kecuali jika ayah atau ibunya meninggal terlebih dahulu. Kata kunci: Pengangkatan anak, wasiat wajibah, cucu
Abstract Name Dabita IsyaraStudent Number 1406536000Program LawTitle The Adoption of Grandchildren as A Child Based on Islamic Law Case Study Verdict number 33 Pdt.P 2010 Pa.Dmk and number 81 Pdt.P 2012 Pa.Bkt . Child adoption is a concept that is known in the Islamic law and also in the legislation. However, there are a number of things that are regulated more specifically in terms of child adoption in Islamic law. Child adoption that can be done in one 39 s own family, such as a grandfather that adopts his grandson. According to Islamic law, the child that is being adopted has a right to get a Obligatory Will. This paper will discuss about child adoption especially in Islamic law and also the will that will be received by him her through analyzing the verdict. The method of this research that is used will be in a form of jurisdictive normative using literatures as the primary source that is supported by interviews with a number of respondents such as the head of religious court and islamic scholar with the descriptive analytical research type. The results of this study indicate that the verdict number 33 Pdt.P 2010 Pa.Dmk and number 81 Pdt.P 2012 Pa.Bkt have some things that are not in accordance with the legislation. In addition, it is found that the concept similarity in the adoption of children based on legislation that both do not decide the blood relation between adopted child with biological parents, but in Islamic law, the adopted child must be given an Obligatory Will. While in the case of grandson adoption can create a confusion concerning the will left by the grandfather or the grandmother because as an adopted child he or she will get Obligatory Will, but clearly a grandson or a granddaughter is not an heir so he or she is not supposed to get the grandfather rsquo s or the grandmother rsquo s legacy unless if the father or the mother is already dead. Keyword Adoption, Obligatory Will, Grandchild
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Waluyo
Abstrak :
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap orang sehingga dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Rumah Sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan, meskipun dengan dana terbatas dituntut tetap survive dan siap melayani masyarakat umum dan peserta Askes. Untuk menjaga kelangsungan pelayanan Rumah Sakit menyesuaikan tarif yang harus dibayar oleh pasien. Tarif pasien Askes lebih rendah dari tarif pasien umum. Data RS Persahabatan menunjukkan bahwa pendapatan sesuai tarif umum tahun 2001 meningkat cukup bermakna sebesar 52% dari tahun 2000, pendapatan terbesar dari Rawat Inap yang meningkat 39%. Meskipun pendapatan Rawat Inap meningkat, namun terdapat kesenjangan dimana pendapatan yang diterima (sesuai tarif Askes) hanya 32%. Hal ini terjadi akibat tarif pasien Askes lebih rendah dari tarif pasien umum. Akibat kesenjangan tersebut Rumah Sakit menanggung subsidi cukup besar, sehingga dapat mengganggu likuiditas dan terjadi deficit anggaran Rumah Sakit. Untuk itu perlu dikaji lebih lanjut perhitungan pendapatan berdasarkan tarif Askes. Hal inilah yang melatarbelakangi penelitian ini. Penelitian ini bertujuan mendapatkan gambaran seberapa besar kesenjangan pendapatan dan besarnya subsidi sesuai hasil perhitungan kembali serta distribusinya pada Unit Instalasi Rawat inap, akibat perbedaan tarif Askes dengan tarif umum dan bagaimana kebijakan penetapan tarif dimana yang akan datang. Penelitian ini bersifat kualitatif dengan cara observasi dan evaluasi dengan melakukan estimasi perhitungan data sekunder dan diskusi/wawancara. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan (1) terdapat perbedaan hasil (output) antara perhitungan pendapatan dan subsidi oleh rumah sakit, dengan hasil perhitungan yang dilakukan pada penelitian ini, dimana kesenjangan menurut Rumah Sakit sebesar 68%, sedangkan menurut hasil perhitungan kembali sebesar 54%; (2) terdapat pasien Askes yang menggunakan kelas perawatan melebihi haknya tanpa membayar selisih tarif secara penuh, akibatnya Rumah Sakit menanggung biaya bagi pasien tersebut, dan seharusnya Rumah Sakit membukukannya sebagai beban pasien bukan Subsidi Askes; (3) subsidi bagi pasien Askes terjadi secara progresif yaitu makin tinggi golongan PNS dan Penerima Pensiun makin besar subsidi yang dinikmati; atau subsidi Rumah Sakit saat ini dinikmati oleh siapapun yang dirawat, baik pasien miskin maupun mampu; (4) kelemahan pembukuan terdapat pada sistem akuntansi, dimana rekening (account) yang ada belum menjangkau jenis tindakan yang jumlahnya banyak (comprehensive), seperti tindakan pelayanan pasien Askes belum seluruhnya dibukukan dalam akuntansi Rumah Sakit; (5) Pola tarif RS Perjam sampai saat ini belum ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Saran yang dapat diberikan adalah agar Rumah Sakit dapat mengembangkan jenis pelayanan luar paket, karena tarifnya mendekati tarif Rumah Sakit. Secara aktif memberikan masukan kepada PT. Askes agar dilakukan peninjauan kembali tarif paket. Pengolahan dan pencatatan transaksi keuangan agar dilakukan secara terintegrasi antara Bagian Keuangan dan Bagian Akuntansi sehingga laporan keuangan dapat diuji kelayakannya dan wajar. Selanjutnya perlu dilakukan percepatan penagihan (klaim) biaya pelayanan kepada PT. Askes, karena akan membantu likuiditas Rumah Sakit. Depkes perlu segera menetapkan Pola Tarif Rumah Sakit Perjam dan mengupayakan penambahan premi peserta Askes.
Analysis of Service Subsidies to Obligatory Participating Patients in PT. (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia at the In-Patient Installation Unit of Persahabatan Hospital Jakarta Year 2001 Health development aims to improve individual awareness, willingness and ability to lead a healthy-life in order achieve an optimum status of health. Hospital as the facility of health care service is required, although in limited funds, to survive and get ready to serve general public and members of Askes. To keep it survive, the hospital should adjust the rate to be paid by patients. Well, the rate charged on the Askes-member patients is usually lower than that on general patients. Data collected from the Persahabatan Hospital of common rate-based income in 2001 show that the income raised significantly on to 52% from that in the previous year (2000), and the largest income is drawn from In-Patient service, raised 39%. Although In-Patient Income raised, less difference still occurred since the income (according to the rate of Askes) is only 32%. This is because lower rate of Askes-member patients than that of general patient. Such a thing makes the Hospital bear relatively larger subsidies and thus troubles its liquidity and leads to budget-deficit. Therefore, further review of the income needs an Askes-based estimation. It is this which underlies the research. This research aims at revealing the picture of difference between income and amount of subsidies according to its re-estimation and distribution at the In-Patient Installation Unit due to the different rate of Askes from that of general patient and considering rate policies in the future. This research is qualitative in manner carried out through observation and evaluation by reviewing secondary data estimates and discussion/interview. From results of research, one may come to the following conclusions that (1) difference of output exists between income and subsidy estimates by the hospital party and that in this research; 68% in the former and 54% in the latter, respectively (2) Askes patients using service facilities extend their rights without paying any full different rate. It becomes, therefore, a subsidy charged on the Hospital whereas the hospital should, otherwise, impose this charge on the patients rather than Askes subsidies, (3) Subsidy for Askes patients occurs progressively, viz., the higher level of Civil Servant and Pension receiver, the greater the subsidy he or she enjoys and that it draws a conclusion that hospital subsidy are currently received by any patient, be poor or able patients, (4) weak book-keeping entries occur in the accounting system in which the existing account does not yet record comprehensively such as Askes-patient care service. Rate schemes for Public-Owned Hospital have not been determined by the Minister for Health. A suggestion that may be proposed is to get the Hospital develop services included in the fist of external package, since rate of the Askes approaches that of the Hospital. Another suggestion is to provide active input to PT. Askes in order to have rate of package reviewed. Financial data processing and account should be integrated between Finance Department and Accounting Department and therefore financial statement is allowable to test its reasonable feasibility. Further, claim for service costs should be accelerated to PT. Askes for it would help the hospital liquidity. The Department of Health should really determine the Rate Schemes for Public-Owned Hospital and exert to increase premium for Askes-members.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T9914
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dicky Hardianto
Abstrak :
Dampak dari krisis berkepanjangan di Indonesia adalah jumlah penduduk miskin diperkirakan meningkat 40% dari total jumlah penduduk. Jumlah penduduk penyandang masalah sosial cenderung makin bertambah jika pertumbuhan ekonomi masih sekitar 3-4% dan laju pertumbuhan penduduk 1,5 sampai dengan 2,5% setiap tahun. Pada tahun 2002 dilaporkan bahwa sekitar 37,4 juta keluarga di seluruh Indonesia tergolong miskin dan 12,4 juta diantaranya tergolong fakir miskin. Dalam situasi sekarang kemampuan negara untuk menanggulangi kemiskinan khususnya melalui APBN sangat terbatas. Pemerintah harus jeli melihat potensi dana-dana masyarakat yang belum tergarap dengan baik. Diantaranya adalah zakat. Zakat adalah kewajiban seorang muslim untuk menyisihkan sebagian pendapatannya untuk diberikan kepada orang yang sedang mengalami kesulitan. Sebagai negara yang mayoritas penduduknya muslim, potensi dana zakat di Indonesia sudah dapat diperkirakan sangat besar. Potensi dana zakat secara nasional diperkirakan mencapai Rp 4 triliun setiap tahun. Namun dana zakat yang berhasil dihimpun oleh Lembaga Pengelola Zakat Milik Pemerintah seperti BAZIS (Badan Amil Zakat Infak dan Shadaqah) yang terdapat di seluruh Indonesia dan tersebar di 27 Propinsi, 271 Kabupaten dan Kota, 3.550 Kecamatan, dan 48.101 Kelurahan dan Desa pada tahun 1997 hanya sebesar Rp 216,8 milyar. Menurut hasil penelitian di Jakarta pada tahun 2002 BAZIS DKI Jakarta baru menyerap 5 persen dari dana zakat yang terdapat di Jakarta. Jika berpatokan dari penerimaan zakat BAZIS DKI Jakarta sebesar Rp. 8.226.691.255,97 (sekitar 8,2 miliar rupiah), maka potensi zakat di Jakarta diperkirakan sedikitnya Rp. 164,53 miliar. Sedikitnya jumlah zakat yang disalurkan melalui BAZIS DKI Jakarta oleh masyarakat disebabkan masyarakat masih kurang percaya terhadap BAZIS DKI Jakarta. Karena itu BAZIS DKI Jakarta perlu mengembangkan strategi kebijakan yang dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat membayar zakat. Untuk itu diajukan empat pilihan strategi kebijakan yaitu: (1) Stretegi kebijakan meyakinkan muzakki (masyarakat wajib zakat) bahwa zakatnya sampai ke tangan mustahik (orang yang berhak menerima zakat); (2) Strategi kebijakan meningkatkan transparansi pengelolaan keuangan yang dapat dipercaya; (3) Strategi kebijakan meyakinkan muzakki bahwa pengelolaan zakatnya diawasi dan dikerjakan oleh orang-orang yang kredibel; dan (4) Strategi kebijakan membuat program-program penyaluran zakat yang terbukti efektif dapat meningkatkan taraf hidup mustahik. Untuk mengatahui strategi kebijakan mana yang paling tepat maka dianalisis dengan menggunakan AHP. Dalam analisis AHP, BAZIS DKI Jakarta memprioritaskan strategi kebijakan pembuatan program-program penyaluran zakat yang terbukti efektif dapat meningkatkan taraf hidup mustahik dengan nilai bobot (0,31). Untuk mengimplementasikan startegi kebijakan, BAZIS DKI Jakarta dihadapkan kepada empat kendala yaitu kendala SDM (Sumber Daya Manusia), sarana, anggaran dan peraturan. Untuk mengatahui kendala mana yang paling diprioitaskan untuk diatasi maka juga diggunakan AHP. Dalam analisis AHP BAZIS DKI Jakarta memprioritaskan mengatasi kendala SDM dengan nilai bobot terbesar (0,51).
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T13203
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vivia Calista
Abstrak :
Tesis ini secara umum membahas mengenai akta perjanjian pengikatan jual beli yang dibuat oleh Notaris yang mana mengandung kepalsuan materiil atas akta tersebut. Peralihan hak atas tanah pada dasarnya dapat diperoleh melalui beberapa proses ataupun cara, yaitu pewarisan, wasiat, hibah ataupun jual beli. Jual beli dapat dilakukan dengan membuat akta di bawah tangan atau dapat juga dilakukan di hadapan pejabat berwenang yang daerah kerjanya meliputi daerah tempat tanah yang diperjualbelikan itu berada, serta terdapat pula ketentuan lain, yakni jika dalam praktiknya para pihak belum dapat memenuhi persyaratan jual beli baik berupa belum dilunasinya pembayaran atas harga yang telah disepakati maupun adanya pengurusan legalitas atas tanah yang masih dalam proses, maka di hadapan seorang Notaris para pihak dapat membuat perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) sebagai perjanjian pendahuluan, yang menjadi dasar kelak untuk pembuatan akta jual beli. Peran Notaris dalam pembuatan akta PPJB tersebut sungguh signifikan pentingnya, yakni memastikan kebenaran penghadap dan obyek yang diperjanjikan, agar kelak tidak terjadi sengketa di kemudian hari yang diakibatkan oleh terbitnya akta tersebut. Karena pada praktiknya banyak sekali sengketa yang diakibatkan oleh dikeluarkannya akta PPJB yang mengandung kepalsuan materiil, sebagaimana terdapat dalam kasus yang diangkat dalam penelitian ini, yaitu Putusan Majelis Pengawas Wilayah Notaris Nomor 13/PTS/MJ.PWN.Prov.DKIJakarta/X/2019. Untuk menjawab dan memaparkan persoalan yang ada, penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder, dan bersifat deskriptif analisis, yaitu penelitian hukum yang bertujuan untuk menggambarkan secara lengkap suatu keadaan mengenai pembuatan akta perjanjian pengikatan jual beli oleh Notaris kesesuaiannya dengan prinsip-prinsip jabatan Notaris dan kode etik Notaris. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa jika tanda tangan salah satu pihak adalah palsu, maka sejatinya dianggap tidak pernah diadakan perjanjian. Dengan demikian, perjanjian batal demi hukum karena tidak ada kesepakatan di antara para pihak, yang mana seharusnya perjanjian lahir atas dasar kesepakatan.
This thesis generally discusses the deed of a binding sale and purchase agreement made by a Notary which contains the falsity of the deed. The transfer of land rights basically can be obtained through a number of processes or procedures, namely inheritance, wills, grants or sell and purchase transactions. The sale and purchase transaction can be done by making a private deed or in the presence of a Notary which his/her working area covers the area where the traded land is located, as well as the other provision, specifically if in practice the parties have not been able to fulfill the sale and purchase requirements, either the payment of the agreed price has not been paid or the legality of the land is still in process, so in the presence of a Notary, the parties can enter into a binding sale and purchase agreement (PPJB) as a preliminary agreement, which will become the basis for making the sale and purchase deed. The role of the Notary in making the deed of PPJB is very important, which is to ensure the correctness of the subject and the agreed object, so in the future there will be no disputes caused by the issuance of the deed. Because in practice a lot of disputes are caused by the issuance of the deed of PPJB which contains material falsity, as in the case raised in this study, namely the Decision of the Notary Regional Supervisory Council Number 13/PTS/MJ.PWN.Prov.DKIJakarta/X/2019. To answer and explain the existing problems, this study is conducted using normative juridical study methods, namely study conducted by examining library material or secondary data, and is descriptive in nature, namely legal study that aims to describe in full the circumstances regarding the making of the deed of a binding sale and purchase agreement by a Notary in accordance with the principles of the Notary's position and the Notary's code of ethics. The results of this study indicate that if the signature of one of the parties contains a falsity, then it is assumed that an agreement has never been held. Thus, the agreement is null and void because there is no agreement between the parties, as should be based on an agreement.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library