Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Moh. Hud
"Telah dilakukan penelitian stabilita obat tetes mata sulfacetamid natrium dengan cara pemanasan dan pendiaman pada temperatur kamar.
Dalam penelitian tersebut dibuat larutan sulfacetamid natrium dengan konsentrasi 10% sediaan yang telah jadi dibagi atas lima kelompok yaitu satu kelompok diperiksa dengan pendiaman dan emapt kelompok lainya dengan cara pemanasan.
pemerikasaan menggunakan metode spektofotometri dari Murray P Gruber dan Robert W Klein. Prinsipnya adalah pembentukan senyawa dianzonium yang dilakukan dengan NERD membentuk warna merah ungu.
Dari Hasil percobaan ditapatkan bariwá larutan sulfacetamianatniuin aalam waktu delapan bulan masill memenuhin syarat. Hasil penelitian staoilita lengan cara pemanasan dan pendiaman tiaak memoerikan; suatu korélasi, karena banyak faktor yang mempengaruhi urnpama temperatur, oksien dan sebagainya."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1982
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nellia Roza
"ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian terhadap kestabilan beberapa sediaan tetes mata Kloramfenikol. Pada penelitian ini sediaan disimpan pada beberapa temperatur yaitu 4°C (temperatur dingin), 20°C (temperatur AC), 29°C (dianggap sama dengan temperatur kamar) dan pada beberapa temperatur yang dinaikkan yaitu 40°C, 50°C, 600C. Untuk mengetahui pengaruh EDTA terhadap adanya pengawet pada sediaan dengan dapar boraks-borat (pH ± 7) dan penambahan Fenilmerkuri nitrat/Timerosal sendiri atau dikombinasi dengan EDTA. Sebelum penetapan kadar dengan Spektrofotometer pada \270 nm dengan pelarut metanol, sediaan di pisahkan dan hasil uraiannya dengan Kromatografi Lapisan Tipis. Kloroform, metanol, asam asetat (180:16:4) digunakan sebagal eluen dan sebagai adsorben digunakan Silika Gel F 254. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sediaan dengan pengawet tanpa EDTA dapat disimpan sebulan lebih lama dibandingkan dengan sediaan yang dikombinasi dengan EDTA."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Befya Rahma Wulandari
"Xilitol merupakan senyawa gula alkohol yang memiliki lima rantai karbon yang banyak digunakan sebagai pengganti gula dalam bidang industri farmasi dan makanan. Xilitol secara alami terdapat di alam, namun dengan kadar yang sedikit. Produksi xilitol yang memerlukan banyaknya proses pemurnian serta penggunaan tekanan dan temperatur tinggi mengakibatkan tingginya biaya produksi. Fermentasi dengan menggunakan khamir Debaryomyces hansenii yang merubah xilosa menjadi xilitol dianggap lebih ekonomis karena menggunakan bahan baku yang lebih murah. Mutagenesis Debaryomyces hansenii dengan radiasi UV diharapkan menghasilkan kadar xilitol yang lebih tinggi. Hal ini, karena peningkatan akivitas enzim XR dan penurunan aktivitas enzim XDH. Mutagenesis radiasi UV dengan jarak 10 cm dengan lama penyinaran 20 menit dapat menghasilkan galur mutan yang diinginkan. Hal ini, berdasarkan skrining galur mutan dengan melihat pertumbuhan isolat pada media xilosa dan xilitol.

Xylitol is an alcohol sugar compound that have five carbon chain widely used as a sugar subtitution in pharmacy and food industries. Xylitol actually provided by nature but in very small quantities. Need a lot of refinery processes using pressure and high temperature in xylitol production that caused high cost production. Fermentation processed that use khamir Debaryomyces hansenii changed xylose to xylitol economically cheaper because using a low cost raw material. Debaryomyces hansenii mutagenesis using UV radiation would generate higher level of xylitol. This is due to the enhancement of XR enzime activites and the reduction of XDH enzime activities. With 10cm distance and 20 minutes irradiation of UV mutagenesis radiation can produce an expected mutant strain. These is based on the mutant strain screening which seen the growth of isolates in xylose and xylitol media.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Nur Tsuraya
"Latar Belakang: C. albicans rongga mulut adalah flora normal yang dapat berubah
menjadi patogen sehingga menyebabkan kandidiasis oral. Ekstrak etanol temulawak
dengan kandungan utama xanthorrhizol dilaporkan dapat menginhibisi dan
mengeradikasi biofilm C. albicans pada konsentrasi 15%, serta menurunkan aktifitas
enzim fosfolipase dan proteinase C. albicans. Selanjutnya, ekstrak etanol temulawak
diformulasikan dan dikembangkan menjadi bentuk sediaan obat tetes mikroemulsi.
Dalam pengembangan bentuk sediaan obat, maka diperlukan penetapan formulasi dan
uji stabilitas biologis, fisik, dan kimia. Tujuan: Menetapkan formulasi dan
mengevaluasi stabilitas fisik dan kimia obat tetes mikroemulsi ekstrak etanol
temulawak Metode: Ekstrak etanol temulawak 15% diformulasikan menjadi sediaan
obat tetes mikroemulsi. Kemudian stabilitas fisik dan kimia dievaluasi 2-4 minggu
pada 3 suhu penyimpanan yang berbeda yaitu 4±2oC; 28±2oC; dan 40±2oC. Selanjutnya
stabilitas fisik berupa organoleptis, homogenitas, pH, viskositas, dan tipe aliran
dievaluasi. Pada stabilitas kimia dievaluasi perubahan kadar xanthorrhizol setelah 2
dan 4 minggu, menggunakan metode GC-MS. Hasil: Formulasi obat tetes mikroemulsi
mengandung ekstrak etanol temulawak 15% memiliki organoleptik; larutan kuning
kecoklatan, rasa pahit, dan berbau khas jamu, homogenitas; terjadi pemisahan antara
komponen minyak dan air, pH berkisar 6,3-6,9, dan tipe alir pseudoplastis pada 2-4
minggu dengan 3 suhu penyimpanan. Viskositas menurun seiring dengan peningkatan
suhu penyimpanan. Kadar xanthorrhizol menurun setelah 2-4 minggu pada ketiga suhu
penyimpanan. Kesimpulan: Adanya pemisahan komponen minyak dan air serta
penurunan kadar zat aktif dalam kurun 2-4 minggu mendasari kesimpulan bahwa
formulasi obat tetes ekstrak etanol temulawak 15% tidak stabil secara fisik dan kimia
setelah disimpan selama 2 dan 4 minggu sehingga masih diperlukan reformulasi.

Introduction: C. albicans is a normal flora in oral cavity that can be pathogenic that
causing oral candidiasis. Curcuma xanthorrhiza ethanoic extract has a main
component, xanthorrhizol that was reported to be able to inhibit and eradicate C.
albicans biofilms at a 15% concentration and reduce the activity of phospholipase and
proteinase enzymes of C. albicans. Furthermore, curcuma xanthorrhiza ethanoic extract
is formulated and developed into microemulsion oromucosal drops. In the development
of the drug, it is necessary to determine the formulation and test the stability in
biological, physical, and chemical. Objective: Determining the formulation and
evaluating the physical and chemical stability of microemulsion oromucosal drops
containing 15% curcuma xanthorrhiza ethanoic extract. Methods: Curcuma
xanthorrhiza ethanoic extract is formulated into microemulsion oromucosal drops
containing 15% curcuma xanthorrhiza ethanoic extract. Then, the physical and
chemical stability are evaluated for 2-4 weeks in 3 different temperature, that is 4 ±
2oC; 28 ± 2oC; and 40 ± 2oC. Furthermore, the physical stability in the form of
organoleptic, homogeneity, pH, viscosity, and flowing type are evaluated. Chemical
stability is evaluated the xanthorrhizol level using the GC-MS method. Results:
Microemulsio oromucosal drops containing 15% curcuma xanthorrhiza ethanoic
extract have organoleptic; brownish-yellow solution, bitter taste, and smells like herb,
homogeneity; there is a separation between the oil and water phase, pH ranges from
6,3-6,9, and flowing type are pseudoplastic. The viscosity value decreases with the
increasing of storage temperature. Xanthorrhizol level are decreasing after 2-4 weeks
of storage in the 3 different temperature. Conclusion: The separation between the oil
and water phase and degradation of xanthorrhizol level after stored 2-4 weeks are the
underlying conclusion that formulation of oromucosal drops containing curcuma
xanthorrhiza ethanoic extract are not stabile in physical and chemical after stored for 2
and 4 weeks so that the drugs need to be reformulated.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Fakhirah Irham
"Pendahuluan: Candida albicans merupakan flora normal rongga mulut yang dapat berubah menjadi flora pathogen. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) merupakan tanaman berkhasiat obat yang mengandung Xanthorrhizol. Ekstrak etanol temulawak secara in vitro dilaporkan dapat menghambat dan mengeradikasi biofilm C. albicans sehingga dapat diformulasikan untuk dikembangkan mejadi bentuk sediaan obat tetes topikal oromukosa. Uji toksisitas merupakan salah satu uji biokompatibilitas yang penting dalam proses pengembangan obat baru.
Tujuan: Menetapkan nilai LD50 dan kategori toksisitas obat tetes ekstrak etanol temulawak. Serta efek yang ditimbulkannya pada berat badan, aktivitas fisik, dan makroskopis organ dalan hewan uji.
Metode: 15 ml (16.650 mg)/kg BB obat tetes ekstrak etanol temulawak diberikan pada 5 hewan uji. Selanjutnya hewan uji diamati selama 14 hari untuk observasi tanda-tanda toksisitas dan kematian hewan uji. Jika terdapat kematian minimal pada dua hewan uji, maka diberikan dosis 7,5 ml/kg berat badan. Pada akhir pengamatan, hewan uji dikorbankan untuk pemeriksaan makroskopis organ dalam hewan uji.
Hasil: Tidak ditemukan kematian hewan uji hingga akhir periode observasi. Seluruh hewan uji mengalami penurunan berat badan pada hari ke 2-5, kurang aktif selama 4 hari, dan dua hewan uji mengalami diare pada hari ke 2 dan 3. Pada pemeriksaan makroskopis tidak ditemukan kelainan pada organ usus, hati, paru-paru, jantung, limpa, dan ginjal.
Kesimpulan: LD50 Obat tetes etanol temulawak lebih dari 16.650 mg/kg BB dengan kategori relatif aman, tidak menimbulkan perubahan aktifitas, gejala klinis dan berat badan yang menetap serta tidak ditemukan perubahan makroskopis organ dalam hewan uji.

Introduction: Candida albicans is a normal flora of the oral cavity which can be transformed into pathogenic flora. Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Is a medicinal plant containing Xanthorrhizol. Curcuma xanthorrhiza ethanolic extract is reported to inhibit and eradicate C. albicans biofilm so that it can be formulated to be developed into oral dosage form for oromucosal drops. The toxicity test is an important biocompatibility test in the process of developing new drugs.
Objective: To determine the LD50 value and the toxicity category of oromucosal drop containing Curcuma xanthorrhiza ethanolic extract, The effect on body weight, physical activity, and macroscopic organs in test animals.
Methods: 15 ml (16,650 mg)/kg BW of oromucosal drop containing Curcuma xanthorrhiza ethanolic extract were given to 5 test animals. Furthermore, the test animals were observed for 14 days to observe signs of toxicity and death of the tested animals. If there is death in at least two tests, a dose of 7.5 ml/kg BW is given. At the end of the observation, the test animal was sacrificed for macroscopic examination of the organs in the test animal.
Results: There were no deaths of test animals until the end of the observation period. Test animals experienced weight loss on day 2-5, were less active for 4 days, and all tested animals experienced diarrhea on days 2 and 3. On macroscopic examination, there were no abnormalities in the intestinal organs, liver, lungs, heart, spleen, and kidneys.
Conclusion: LD50 oromucosal drop containing Curcuma xanthorrhiza ethanolic extract more than 16.650 mg/kg BW are categorized as relatively safe, changes in activity, clinical symptoms, and body weight are not permanent, and there is no macroscopic change in the organs of the tested animals.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Ismal Saleh
"Kegiatan Praktek Kerja Profesi (PKP) di Apotek bertujuan untuk memperoleh pengalaman praktis dan pemahaman tentang peran dan tanggung jawab apoteker dalam pengelolaan apotek. Selain itu, kegiatan PKP juga memfasilitasi mahasiswa dalam memahami permasalahan kefarmasian di apotek secara langsung. Kegiatan PKP dilaksanakan di Apotek Kimia Farma No. 50, terdiri dari rangkaian kegiatan berupa penjelasan materi, diskusi, praktik lapangan, dan pelaksanaan tugas khusus. Tugas khusus yang diberikan selama PKP berjudul Pembuatan Poster sebagai Media Promosi dan Edukasi Mengenai Penggunaan Obat Tetes Mata yang Benar.

Profession Internship at Apotek aimed to obtain practical experience and better understanding about roles and responsibilities of pharmacist in pharmacy management. In addition, Profession Internship facilitated the student to understand pharmacy practice problems in pharmacy directly. Profession Internship implemented at Apotek Kimia Farma No. 50, activities consist of description of material, discussion, practical work, and special assignment. The special assignment given during PKP called Making a poster about use of eye drops as a medium of education and information.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Agnes Putri Ayu Rosalia
"Pendahuluan: Ekstrak temulawak telah dilaporkan memiliki efek inhibisi dan eradikasi in vitro terhadap C. albicans. Setiap obat dalam pengembangannya harus melalui uji standar stabilitas biologis, fisika, dan kimia. Salah satu uji kestabilan biologis obat adalah pengujian kontaminasi mikroba pada obat selama 4 minggu
Tujuan: Mengetahui kestabilan biologis obat tetes ekstrak etanol temulawak menggunakan TPC untuk menghitung, menganalisis dan membandingkan perubahan jumlah koloni dengan satuan Colony Forming Unit (CFU).
Metode: Obat tetes ekstrak etanol temulawak temulawak disimpan dalam 3 suhu (suhu rendah 4±2oC; suhu ruangan 28±2oC; dan suhu tinggi 40±2oC). Obat tetes ekstrak etanol temulawak diencerkan dengan serial dilution dan ditumbuhkan pada medium nonselektif Plate Count Agar (PCA) dengan metode Spread Plate. Pada setiap sampel pengujian dilakukan duplo. Media yang telah dikultur dengan obat tetes ekstrak etanol temulawak kemudian yang telah ditumbuhkan, diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37oC. Perhitungan koloni pada setiap agar dilakukan secara manual, kemudian dimasukkan ke dalam rumus penghitungan koloni sehingga didapatkan satuan CFU/mL. Pengujian baseline dan Pengulangan uji kontaminasi dilakukan setiap 2 minggu selama 1 bulan.
Hasil: Pada minggu kedua tidak terdapat kontaminasi mikroba pada obat tetes ekstrak etanol temulawak. Sedangkan pada minggu keempat, terlihat koloni sebanyak 5x10 CFU/mL yang terbentuk pada media dengan kultur obat tetes ekstrak etanol temulawak pada suhu tinggi (40±2oC).
Kesimpulan: Temperatur penyimpanan mempengaruhi kestabilan biologis obat tetes ekstrak etanol temulawak. Pada penelitian ini, sediaan obat tetes ekstrak etanol temulawak tetap stabil bebas kontaminasi mikroba setelah penyimpanan selama 4 minggu pada suhu rendah dan suhu ruang. Sedangkan pada penyimpanan selama 4 minggu pada suhu tinggi, terjadi kontaminasi minimal.

Introduction: Curcuma extract has been reported to have effect on inhibition and eradication in vitro of C. albicans. Every drug during its development must pass biological, physical and chemical stability. One of the biological stability tests of drugs is testing for microbial contamination of drugs in 4 weeks.
Objective: To know the biological stability of oromucosal drops containing Curcuma xanthorrhiza ethanoic extract drugs using TPC to count, analyze and compare changes in the number of colonies with Colony Forming Units (CFU).
Methods: Oromucosal drops containing Curcuma xanthorrhiza ethanoic extract is stored at 3 temperatures (low temperature 4 ± 2oC; room temperature 28 ± 2oC; and high temperature 40 ± 2oC). Oromucosal drops containing Curcuma xanthorrhiza ethanoic extract is diluted with serial dilution and plated on nonselective medium Plate Count Agar (PCA) using the spread plate method. Duplo testing was carried out for each sample. Medium that has been cultured with oromucosal drops containing Curcuma xanthorrhiza ethanoic extract then incubated for 48 hours at 37oC. Colony counting for each agar is done manually, then entered into the colony counting formula to obtain CFU/mL units. Baseline test and repeated contamination tests were carried out every 2 weeks for 1 month.
Results: In the second week, there is no microbial contamination in oromucosal drops containing Curcuma xanthorrhiza ethanoic extract. Then, in the fourth week, it can be count 5x10 CFU/mL that formed on medium that has been cultured with oromucosal drops containing Curcuma xanthorrhiza ethanoic extract which stored in high temperature (40±2oC).
Conclusion: Storage temperature affects the biological stability of oromucosal drops containing Curcuma xanthorrhiza ethanoic extract. In this research, oromucosal drops containing Curcuma xanthorrhiza ethanoic extract remained stable and free of microbial contamination after 4 weeks of storage at low and room temperature. Meanwhile in storage for 4 weeks at high temperature, there was minimal contamination.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library