Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 21 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pattikawa, Geordie Raphael Abraham
"Di Indonesia, tingkat keberhasilan pengobatan tuberkulosis hanya mencapai 84% dan kemungkinan terjadinya kekambuhan berada pada 2%. Namun demikian, masih sangat sedikit penelitian yang memelajari hubungan antara ketidak teraturan obat anti tuberkulosis dengan hasil uji sputum BTA pada pasien TB kambuh. Pengambilan data dilakukan di Rumah Sakit Umum Persahabatan dengan menggunakan metode cross sectional. Target populasi dari penelitian ini adalah pasien yang terdiagnosis TB kambuh pada tahun 2018.
Dari 40 subjek penelitian, didapati subjek laki-laki berjumlah 19 (47,5%) dan perempuan berjumlah 21 (52,5%). Berdasarkan usia, jumlah kasus kambuh terbanyak dapat ditemui di rentang usia 36-55 dan 46-55 dengan jumlah 10 (25%). Didapati 24 (60%) subjek memiliki riwayat pengobatan yang tidak teratur dan hasil BTA tertinggi adalah negatif dengan jumlah subjek 13 (35%).
Dari hasil analisis chi square, didapatkan p=0,00883 dengan OR 6,43 (IK95% 1,495-27,646) dan dari hasil analisis Mann Whitney, didapatkan p=0,014 dengan rerata peringkat 15,06 dan 24,13 untuk riwayat pengobatan yang teratur dan tidak teratur. Ada hubungan antara riwayat pengobatan tuberkulosis dengan hasil jumlah BTA dengan nilai OR 6,43 dengan IK95% 1,495-27,646, dan tren hasil jumlah BTA yang cenderung naik lebih tinggi pada riwayat pengobatan yang tidak teratur.

In Indonesia, the success rate of tuberculosis treatment is only at 84% while the probability of a relapse case to occur is 2%. However, studies regarding the relation of previous tuberculosis regiments with AFB sputum smear are very limited. Datas are collected from RSUP Persahabatan by using cross-sectional method. Subjects of this experiment are patient that has been diagnosed with relapse tuberculosis in the year 2018. From 40 subjects, the ratio between male and female is 47,5% and 52,5% respectively.
Most subjects are on the age range of 36-45 and 46-55 (10 subjects each). Among those 40 subjects, 24 (60%) has been found to have irregular precious TB regiments while 13 has negative results of AFB sputum smear. Upon bivariate analysis with chi square, it is found that patients with irregular previous TB regiments are 6,43 times more likely (p=0,00883 OR 6,43 CI95% 1,495-27,646) to have a positive AFB sputum smear than those with regular previous TB regiments.
Upon using Mann Whitney analysis, it is found that average rank of irregular treatment and regular treatment is 24,13 and 15,06 respectively. There is a relation of previous TB regiments with results of AFB sputum smear with OR 6,43 CI95% 1,495-27,646 and a positive trend of AFB sputum smear on patients with irregular previous TB treatment.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indrianti
"ABSTRAK Pendahuluan :Pengobatan TB telah diketahui berhubungan dengan berbagai macam efek samping obat (ESO). Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi kejadian ESO dan kejadian putus berobat pada pasienTB paru kategori 1di RS. Islam Cempaka Putih Jakarta periode Januari 2016 - Desember 2017.
Metode : Menggunakan metode analitik observasional dengan desain cross sectional berdasarkan rekam medis pasien TB kategori 1 yang berobat di poliklinik paru RS.Islam Cempaka Putih Jakata periode Januari 2016-Desember 2017.
Hasil :Dari 162pasien ditemukan 69 pasien dengan riwayat mengalami ESO. Pasien putus berobat didominasi oleh pasien laki-laki, usia produktif, pendidikan tamat SLTA, tidak mempunyai penyakit penyerta, karyawan swasta dan gizi kurus. Jenis ESO berat memiliki risiko 1,56 kali lebih besar untuk menyebabkan putus berobat dibandingkan ESO ringan (RP=1,564, 95%IK=1,000-2,445). Penyakit penyerta merupakan faktor risiko terjadinya ESO (p=0,000, RP=0,199, 95%IK=0,088-0,451). Status gizi juga dapat mempengaruhi pasien putus berobat (p=0,022).
Kesimpulan : Jenis ESO berat dan status gizi pasien dapat mempengaruhi terjadinya putus berobat pada pasien TB kategori 1, dan penyakit penyerta dapat meningkatkan risiko terjadinya ESO.

ABSTRACT
Background: Treatment of TB has been known to be associated with various types of adverse drug reactions (ADRs). The aim of this study was to evaluate ADR and drop out in TB patients category 1 at Cempaka Putih Islamic Hospital, Jakarta.
Method: An observational analytic method with cross sectional design was conducted, which was based on medical record of TB patients category 1 who were treated at the Lung polyclinic Cempaka Putih Islamic Hospital in Jakarta between January 2016-December 2017.
Results: Of the 162 study subjects there were 69 patients had history of ADR. The rate of drop out was higher among male patient, productive age, senior high school graduated, does not have comorbidities, private employee and underweight. Major ADR had 1,56 risk higher than minorADR to drop out (PR=1,564, 95%CI=1,000-2,445). Comorbid disease was risk factor to ADR event (p=0,000, PR=0,199, 95%CI=0,088-0,451). Nutritional status of patients was also risk factor to drop out (p=0,022).
Conclusion: Major ADR and nutritional status was risk factor to drop out in TB patients category 1, also comorbid diseases could increase the risk of ESO events.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fatiya Nur Afida
"Penyakit tuberkulosis merupakan salah satu infeksi penyebab kematian tertinggi di dunia. Pada tahun 2022, Tuberkulosis anak di Indonesia ini mengalami peningkatan hingga 58% dari tahun sebelumnya. Tuberkulosis pada anak merupakan masalah kesehatan yang sangat penting karena bayi dan anak di bawah 2 tahun memiliki risiko morbiditas dan mortalitas tertinggi karena lebih sering mengembangkan penyakit tuberkulosis yang mengancam jiwa. Tujuan dari tugas khusus ini yaitu mengetahui gambaran pengobatan dan memberikan edukasi melalui leaflet mengenai tuberkulosis pada anak. Metode yang dilakukan yaitu menganalisis data kunjungan pengobatan pasien Tuberkulosis anak di Puskesmas Kecamatan Cengkareng dan kemudian mengklasifikasikan berdasarkan statusnya. Berdasarkan hasil analisa data kunjungan pengobatan pasien TB-SO anak dari Maret 2022 hingga Mei 2023 dengan total 37 pasien, didapatkan jumlah pasien sembuh 35,14%; pasien rujuk 2,70%; pasien lost to follow up 2,70%; dan pasien yang masih aktif pengobatan 59,46%.

Tuberculosis is one of the highest causes of death in the world. In 2022, pediatric tuberculosis in Indonesia increased by 58% from the previous year. Tuberculosis in children is a very important health problem because infants and children under 2 years have the highest risk of morbidity and mortality because they more often develop life-threatening tuberculosis. The aim of this special assignment is to understand the description of treatment and provide education through leaflets regarding tuberculosis in children. The method used was analyzing data on treatment visits for pediatric tuberculosis patients at the Cengkareng District Health Center and then classifying them based on their status. Based on the results of data analysis of treatment visits for pediatric tuberculosis patients from March 2022 to May 2023 with a total of 37 patients, it was found that the number of patients recovered was 35.14%; referred patients 2.70%; patients lost to follow up 2.70%; and patients who were still on active treatment were 59.46%."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mela Milani
"Indonesia menempati posisi kedua pada tahun 2016 dengan jumlah kasus tuberkulosis TB terbanyak di dunia sebanyak 1,02 juta kasus. Hal tersebut menyebabkan adanya peningkatan penggunaan obat anti tuberkulosis OAT. Oleh karena itu penggunaan OAT perlu dipantau. Penggunaan OAT harus digunakan secara benar agar tidak terjadi resistensi. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan OAT pada pasien TB. Desain penelitian ini adalah cross sectional dengan pengambilan data secara retrospektif dari resep dan rekam medis pasien TB selama tahun 2017. Studi dilakukan secara kuantitatif dengan metode Anatomical Therapeutic Chemical/Defined Daily Dose ATC/DDD dan kesesuaian obat dengan Formularium Nasional. Data kuantitas dihitung dalam nilai DDD, DDD/1000 pasien/hari dan DDD/1000 penduduk/hari. Sampel adalah data resep yang mengandung OAT dan rekam medis pasien TB rawat jalan usia dewasa 18 tahun di RSUD Jagakarsa tahun 2017 sebanyak 640 resep. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa 53 pasien TB adalah laki-laki, 26,40 berusia 18 sampai 24 tahun, dan 52 mengikuti program BPJS, 94,40 pasien TB menderita penyakit TB Paru. Berdasarkan hasil penelitian secara kuantitatif, total penggunaan obat anti tuberkulosis adalah sebanyak 24.313,75 DDD; 1,38 DDD/1000 pasien/hari; 0,752 DDD/1000 penduduk/hari. Kuantitas penggunaan OAT yang dinyatakan dalam DDD, DDD/1000 pasien/hari dan DDD/1000 penduduk/hari paling tinggi, yaitu isoniazid 10498,75 DDD; 0,596 DDD/1000 pasien/hari; 0,325 DDD/1000 penduduk/hari. Persentase kesesuaian penggunaan OAT dengan Formularium Nasional pada tahun 2017 adalah 100. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan obat anti tuberkulosis di RSUD Jagakarsa tahun 2017 telah sesuai dengan daftar obat pada Formularium Nasional, sehingga kesesuaian pengobatan diharapkan dapat tercapai.

Indonesia was in the second position in 2016 which had the biggest number oftuberculosis TB cases. It was 1.02 million cases. There is an increasing of antituberculosis drugs ATD usage. Therefore, anti tuberculosis drugs ATD usage needsto be monitored which was must be used rationally to prevent resistency. This researchaimed to evaluate the use of anti tuberculosis drugs in TB patients. The study design tobe used was cross sectional study with retrospective data retrieval method from patient rsquo sprescription and medical records of TB patients during 2017. The study was carried outquantitatively with the method of Anatomical Therapeutic Chemical Defined DailyDose ATC DDD and drug suitability with National Formulary. Quantity data wasmeasured based on DDD, DDD 1000 patiennts hari and DDD 1000 inhabitants day. The sample was patients prescription who used anti tuberculosis drugs and medicalrecords of adult outpatients TB ge 18 years old in RSUD Jagakarsa at 2017 with 640prescriptions. Based on research analysis that 53 of TB patients were male, 26.40 were 18 to 24 years old, and following the BPJS program were 52, and 94.40 of TBpatients suffered from pulmonary TB. Based on quantitative research result, the totaluse of anti tuberculosis drugs was 24.313,75 DDD 1,38 DDD 1000 patients 0,752DDD 1000 inhabitants day. The highest quantity of anti tuberculosis drug usage basedon DDD, DDD 1000 patients day and DDD 1000 inhabitants day was isoniazid 10498,75 DDD 0,596 DDD 1000 patients day 0,325 DDD 1000 inhabitants day. Thepercentage of appropriate anti tuberculosis drugs usage with National Formulary in2017 was 100. Based on the results of the study, it can be concluded that the use ofanti tuberculosis drugs at RSUD Jagakarsa in 2017 has been in accordance with the listsof drugs on the National Formulary, thus the use of drugs is expected to be achieved.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Debora Widjaya
"Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang menjadi salah satu penyebab kematian secara global. Salah satu tantangan utama dalam menghadapi TB adalah kepatuhan minum obat. Peran tenaga kesehatan, terutama perawat, sebagai tenaga kesehatan dalam membantu pasien untuk minum obat secara teratur sangatlah penting. Adanya aspek caring perawat dalam merawat pasien TB dapat mempengaruhi tingkat kepatuhan pasien dalam minum obat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan persepsi pasien TB terhadap perilaku caring perawat dengan kepatuhan minum obat anti-tuberkulosis (OAT) di Puskesmas Jakarta Timur. Desain penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan cross-sectional jenis analitik korelatif dilakukan pada 73 pasien TB yang diperoleh dengan teknik quota sampling.
Hasil penelitian ini menunjukkan tidak ada hubungan antara persepsi pasien TB terhadap perilaku caring perawat dengan kepatuhan minum OAT di Puskesmas Jakarta Timur (p value = 0,744; 95% CI). Persepsi pasien yang tinggi maupun rendah terhadap perilaku caring perawat memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi. Bagaimanapun juga, perilaku caring perawat tetap harus dipertahankan untuk membangun profesionalitas sebagai perawat sehingga pasien TB dapat memahami informasi yang disampaikan perawat mengenai pentingnya kepatuhan minum obat.

Tuberculosis (TB) is one of communicable disease that causes death among people around the world. The role of nurses as health workers in helping patients to take medication regularly is crucial. The existence of aspects of caring for nurses in caring for patients with tuberculosis can affect the level of care for patients taking medication. Adhere to TB medication is still a challenge in Indonesia.
The study aims to determine the relationship between TB patients' perceptions of nurse caring behavior and anti-TB drug compliance in Puskesmas Jakarta Timur. The design of this study uses a quantitative method with a correlative analytic cross-sectional approach. This research was carried out on 73 patients who were obtained by using a quota sampling technique.
The results of this study reveal that there is no relationship between TB patients' perceptions of nurse caring behavior and anti-TB drug adherence in Puskesmas Jakarta Timur (p value = 744; 95% CI). High and low patient perceptions of nurse caring behavior have a high level of compliance. Regardless, nurse caring behavior should be maintained to build professionalism as nurses so that TB patients can understand the information conveyed by nurses about the importance of taking medication.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fahrul Rizal
"Medication error merupakan hal yang bertentangan dengan pelayanan kefarmasian di rumah sakit yang berpusat pada pasien, salah satunya pada tahap peresepan Obat Anti Tuberkulosis (OAT). Peresepan OAT belum disesuaikan dengan perubahan berat badan yang diatur pada standar Kementerian Kesehatan sehingga terjadi resistensi obat. Ketidakpatuhan pasien dalam mengonsumsi OAT juga dapat memperparah resistensi obat sehingga apoteker berperan dalam melakukan audit klinis untuk mengoptimalkan pengobatan pasien Tuberkulosis Resisten Obat (TB – RO) di Rumah Sakit Universitas Indonesia melalui proses pengisian data audit klinis yang merujuk pada hasil kunjungan terakhir pasien ke rumah sakit pada bulan Maret – April 2023 yang bersumber dari Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS). Berdasarkan proses tersebut, dihasilkan rekomendasi peningkatan mutu pelayanan kefarmasian untuk pasien TB – RO dengan menyesuaikan dosis OAT berdasarkan berat badan, menyesuaikan jumlah item dengan paduan pengobatan TB jangka panjang dan jangka pendek, dan memberikan usulan tindak lanjut terhadap efek samping OAT yang belum diresepkan obat lain.

Medication error is something that contradicts pharmaceutical care in a patient-centered hospital, one of which is at the stage of prescribing Anti-Tuberculosis Drugs (ATD). ATD prescribing has not been adjusted to changes in body weight as regulated in the Ministry of Health standards, resulting in drug resistance. Patient non-compliance in taking ATD can also exacerbate drug resistance so that pharmacists play a role in conducting clinical audits to optimize the treatment of Drug Resistant Tuberculosis (DR-TB) patients at the University of Indonesia Hospital through the process of filling in clinical audit data that refers to the results of the patient's last visit to the hospital in March - April 2023 sourced from the Hospital Management Information System (HMIS). Based on this process, recommendations were made to improve the quality of pharmaceutical care for patients with TB-DR by adjusting the dose of ATD based on body weight, adjusting the number of items with a combination of long-term and short-term TB treatment, and providing follow-up suggestions for ATD side effects that have not been prescribed other drugs."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas ndonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Saori Salma Adelia
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implementasi kebijakan penggunaan obat anti tuberkulosis (OAT) dalam upaya mencegah resistensi antibiotik di Puskesmas Kecamatan Cengkareng. Metode penelitian melibatkan survei terhadap petugas kesehatan, analisis dokumentasi kebijakan, dan pengkajian resep, serta observasi langsung terhadap proses pemberian obat. Hasil analisis menunjukkan bahwa implementasi kebijakan penggunaan OAT di Puskesmas Kecamatan Cengkareng sudah memenuhi standard dan upaya pencegahan resistensi OAT yang dilakukan sudah maksimal. Rekomendasi diberikan untuk meningkatkan pemahaman petugas kesehatan, memperbaiki sistem distribusi obat, dan memperkuat pemantauan pasien guna meningkatkan efektivitas kebijakan penggunaan OAT.

This study aims to analyze the implementation of policies on the use of anti-tuberculosis drugs (OAT) in an effort to prevent antibiotic resistance at the Cengkareng District Health Center. Research methods involve surveys of health workers, analysis of policy documentation, and review of prescriptions, as well as direct observation of the drug administration process. The results of the analysis show that the implementation of the OAT use policy at the Cengkareng District Health Center has met standards and efforts to prevent OAT resistance have been maximal. Recommendations are provided to increase understanding of health workers, improve drug distribution systems, and strengthen patient monitoring to increase the effectiveness of OAT use policies."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hingis Saputri Arinda
"Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan di banyak negara berkembang termasuk di Indonesia. Salah satu upaya untuk memutus mata rantai penyebaran penyakit tuberkulosis adalah dengan mengkonsumsi obat anti tuberkulosis (OAT) bagi penderita tuberkulosis. Ketidakpatuhan dalam meminum OAT merupakan masalah tersendiri. Banyak faktor risiko yang menyebabkan penderita tuberkulosis tidak patuh dalam meminum OAT. Salah satu faktor yang berperan adalah gangguan mental emosional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan gangguan mental emosional terhadap ketidakpatuhan minum OAT pada penderita tuberkulosis paru usia ≥15 tahun di Indonesia. Dalam penelitian ini digunakan data Riskesdas 2018 dengan desain studi cross sectional. Jumlah sampel sebanyak 1.340 responden sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Hasil penelitian ini menunjukkan prevalensi gangguan mental emosional pada penderita tuberkulosis paru usia ≥15 tahun sebesar 24,1%. Pada analisis bivariat didapatkan hubungan yang signifikan antara gangguan mental emosional dengan ketidakpatuhan minum OAT (P=0,028; PR=1,209; 95% CI:1,030-1,418). Hasil analisis multivariat menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara gangguan mental emosional dengan ketidakpatuhan minum OAT setelah dikontrol oleh variabel jenis kelamin dan tingkat pendidikan (P=0,101). Namun, penderita tuberkulosis yang mengalami gangguan mental emosional mempunyai risiko 1,188 kali lebih besar untuk tidak patuh dalam meminum obat anti tuberkulosis dibandingkan pasien yang tidak mengalami gangguan mental emosional setelah dikontrol oleh variabel jenis kelamin dan tingkat pendidikan (PR=1,188; 95% CI: 0,967-1,458).

Tuberculosis is a health problem in many developing countries, including Indonesia. An effort to break the chain of the tuberculosis spreads is by taking anti-tuberculosis drugs for the tuberculosis patient. Non-adherence in taking anti-tuberculosis drugs is a problem itself. There are many risk factors that cause tuberculosis patients to be non-adherent in taking anti-tuberculosis drugs. One of the factors is mental emotional disorders. This study aims to determine the relationship between mental emotional disorders and non- adherence in taking anti-tuberculosis drugs with pulmonary tuberculosis patients aged ≥15 years in Indonesia. In this study, Riskesdas 2018 data is used with a cross-sectional study design. Total sample is 1.340 respondents according to inclusion and exclusion criteria. The results of this study indicate the prevalence of mental emotional disorders in patients with pulmonary tuberculosis aged ≥15 years is 24.1%. In bivariate analysis, there is a significant relationship between mental emotional disorders and non-adherence in taking anti-tuberculosis drugs (P=0.028; PR=1.209; 95% CI:1.030-1.418). The results of multivariate analysis showed that there is no significant relationship between mental emotional disorders and non-adherence in taking anti-tuberculosis drugs after being controlled by the variables of gender and education level (P=0,101). However, tuberculosis patients with mental emotional disorders had 1,188 times greater risk of not adhere taking anti-tuberculosis drugs than patients who did not experience mental emotional disorders after being controlled by the variables of gender and education level (PR=1.188; 95% CI: 0.967 -1.458)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reni
"Pada tahun 2015 Indonesia berada pada peringkat 2 dari 20 negara dengan penderita tuberkulosis terbanyak di bawah India. Pengobatan tuberkulosis cukup lama dan polifarmasi sehingga meningkatkan keluhan efek samping obat yang akan mempengaruhi kepatuhan dan kesuksesan pengobatan. Penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan efek samping obat anti tuberkulosis. Desain penelitian adalah kasus kontrol. Kasus adalah pasien yang mengalami efek samping obat dan kontrol adalah pasien yang tidak mengalami
efek samping obat antituberkulosis. Jumlah sampel 342 terdiri dari 171 kasus dan 171 kontrol. Akhir analisis multivariat membuktikan ada 4 faktor yang berhubungan dengan efek samping obat yaitu umur, jenis kelamin, BTA(+) dan riwayat pengobatan TB dengan peran yang berbeda terhadap efek samping ringan dan efek samping berat. Faktor yang berhubungan dengan kejadian efek samping ringan adalah usia ≥40 tahun (OR = 2.17, 95% CI: 1.60 ? 4.75), jenis kelamin perempuan (OR= 4.67, 95% CI: 1.26 ? 17.33); faktor yang berhubungan dengan kejadian efek samping berat adalah usia ≥40 tahun (OR = 3.22, 95% CI: 1.73 - 5.96), jenis kelamin perempuan (OR= 2.92 95% CI: 1.07 ? 7.97), BTA(+) (OR=0.59, 95% CI: 0.35 ? 0.98) dan riwayat pengobatan TB (OR= 3.19, 95% CI: 1.16
? 8.74).

Indonesia was ranked 2nd out of 20 countries with the highest tuberculosis patients in the world after India. Long term exposure to anti-tuberculosis medication and polypharmacy increase risk of adverse drug reaction and which might determine adherence and therefore theraphy succes. The aim of this study was to determine factors associated with anti-tuberculosis adverse drugs reactions.
A case control study was performed. Controls were defined as not having reported as side effect, receiving anti-TB during the same time that the case had appeared. A total of 342 patients (171 cases and 171 controls) were analyzed. At the end of multivariate model prooved 4 factors (age, gender, BTA+ and previous anti-Tb therapy) associated with adverse drug reaction in different role. In multivariable model, age especially those over 40 years (OR = 2.17, 95% CI: 1.60 - 4.75), gender (OR= 4.67, 95% CI: 1.26 - 17.33) were independently associated with mild-adverse drug reaction and age over 40 years (OR = 3.22, 95% CI: 1.73 ? 5.96), gender (OR= 2.92 95% CI: 1.07 - 7.97), BTA(+) (OR= 0.59, 95% CI: 0.35 - 0.98) and previous anti-Tb therapy (OR= 3.19, 95% CI: 1.16 - 8.74) were independently associated with severe-adverse drug reaction.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2016
T45717
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prasna Pramita
"Latar Belakang: Cutaneous Adverse Drug Reaction (CADR) dapat memengaruhi tatalaksana infeksi TB. Hal ini berdampak pada bukan hanya morbiditas dan mortalitas tapi juga resistensi kuman. Untuk itu, proporsi CADR dan faktor-faktor yang berhubungan pada penggunaan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) perlu ditentukan demi tatalaksana pasien yang komprehensif.
Tujuan: Mengetahui gambaran kejadian CADR terkait pemberian OAT dalam bentuk proporsi, analisis peran faktor pejamu yang berkaitan dengan kejadian tersebut, dan OAT yang paling sering menimbulkan CADR. Metode: Desain penelitian ini adalah kohort retrospektif dengan menggunakan rekam medik pasien Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo selama 1 Januari 2014
hingga 30 Juni 2015. Sampel diperoleh dengan metode konsekutif yang diseleksi berdasarkan kriteria penelitian. Data kemudian dianalisis untuk menilai hubungan antara CADR dengan usia, jenis kelamin, status HIV, status gizi, dan riwayatmlkojuujhjh Adverse Drug Reaction (ADR). Hasil: Proporsi CADR pada pemberian OAT mencapai angka 5,5%. Dari kelima variabel independen, variabel usia (RR=6,510; IK95% 2,036-20,819 p=0,008) dan riwayat ADR (RR=5,174; IK95% 1,500-17,838; p=0,009) berpengaruh terhadap kejadian CADR. OAT yang paling sering menyebabkan kejadian CADR adalah
rifampisin. Analisis Cochran Mantel-Haenszel menunjukkan bahwa risiko relatif terjadinya CADR untuk faktor usia adalah 7,267 (IK95% 2,093-25,235 p <0,001) dan risiko relatif terjadinya CADR untuk faktor riwayat ADR adalah 5,880 (IK95% 1,552-22,273 p=0,003). Simpulan: Proporsi kejadian CADR setelah pemberian OAT adalah 5,5%. Variabel usia dan riwayat ADR bermakna secara statistik dan klinis terhadap kejadian CADR. Rifampisin adalah OAT tersering yang menimbulkan CADR.

Background: Cutaneous Adverse Drug Reaction (CADR) affected the therapy of TB, which impacted not only its morbidity and mortality but also its resistance. Therefore, the incidence of CADR and the factors associated during the
administration of Anti Tuberculosis Drugs (ATDs) needed to be determined in order to achieve comprehensive treatment.
Objective: To know CADR events on ATD administration by finding the incidence, analyzing the host factors associated with those events, and searching the most common ATD that caused CADR. Methods: This study used retrospective cohort by accessing medical record registered in Cipto Mangunkusumo Hospital from January 1st 2014 until June 30th 2015. Samples were collected consecutively, selected by certain criteria. The data were then analyzed to determine the association between CADR and age, sex, HIV infection, nutritional status, and history of Adverse Drug Reaction (ADR). Results: The incidence of CADR after the administration of ATD was 5.5%. Among the five variables, age (RR=6.510; 95%CI 2.036-20.819, p=0.008) and past history of ADR (RR=5.174; 95%CI 1.500-17.838; p=0.009) were statistically and clinically correlated to CADR. The most frequent drug that triggered CADR was rifampicin. Cochran Mantel-Haenszel showed that the relative risk of CADR according to age was 7,267 (IK95% 2,093-25,235 p <0,001), while the relative
risk according to the past history of ADR was 5,880 (IK95% 1,552-22,273 p=0,003). Conclusions: The incidence of CADR after ATDs administration was 5.5%. Age and past history of ADR were significantly associated with CADR. The most common ATD causing CADR was rifampicin.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>