Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lily Indriani Octovia
Abstrak :
Latar belakang: luka bakar berat dapat disertai dengan trauma inhalasi, yang akan memicu respons lokal dan sistemik, sehingga menyebabkan berbagai komplikasi, termasuk systemic inflammatory response syndrome (SIRS) dan sepsis. Berbagai kondisi ini menyebabkan hipermetabolime dan hiperkatabolisme, yang membutuhkan tatalaksana nutrisi adekuat untuk membantu proses penyembuhan pasien. Berbagai kelompok ahli telah memberikan rekomendasi tatalaksana nutrisi pada luka bakar berat dan sakit kritis. Namun, akibat keterbatasan sarana dan prasarana, tidak semua rekomendasi dapat dilaksanakan, sehingga tatalaksana nutrisi diberikan secara optimal. Metode: serial kasus ini terdiri atas empat pasien luka bakar berat, yang disebabkan oleh api, dan disertai trauma inhalasi, yang menyebabkan berbagai komplikasi, sepsis, multiple organ dysfunction syndrome (MODS) dan multiple organ failure (MOF). Tatalaksana nutrisi diberikan secara bertahap sesuai dengan keadaan pasien. Pemberian nutrisi diawali dengan nutrisi enteral dini (NED) dalam waktu 2448 jam setelah luka bakar, sebesar 10 kkal/kg BB, menggunakan drip intermiten. Selanjutnya, nutrisi diberikan sebesar 2025 kkal/kg BB pada fase akut dan 2530 kkal/kg BB/hari pada fase anabolik. Setelah pasien keluar dari intensive care unit (ICU), target kebutuhan energi menggunakan persamaan Xie, dengan protein 1,52,0 g/kg BB/hari, lemak 2530%, dan karbohidrat (KH) 5565%. Mikronutrien diberikan berupa multivitamin antioksidan, vitamin B, asam folat, dan vitamin D. Pasien dalam serial kasus ini juga mendapatkan nutrisi spesifik glutamin sebesar 0,3 g/kg BB/hari, selama 510 hari. Hasil: tiga pasien mengalami perbaikan klinis, kapasitas fungsional, dan laboratorium. Pasien selamat dan dipulangkan untuk rawat jalan. Masa rawat pasien yang selamat berturut-turut 33 hari, 70 hari, dan 43 hari. Seorang pasien mengalami perburukan dan MOF, hingga meninggal dunia setelah dirawat selama 23 hari di ICU. Kesimpulan: tatalaksana nutrisi optimal dapat menunjang penyembuhan luka serta menurunkan angka morbiditas dan mortalitas pasien luka bakar berat dengan trauma inhalasi dan sepsis. ......;Background: severe burn trauma combined with inhalation injury initiates local and systemic response, resulting in various complications such as systemic inflammatory response syndrome (SIRS) and sepsis. These conditions stimulate hypercatabolic process, leading to the increase of nutrition requirement. Adequate nutritional support is necessary in order to control both inflammatory and metabolic response, and also to improve healing process. To date, nutritional recommendations specific for severe burn trauma and critical illness have been established. However, many problems including patient?s condition and lack of resources exist, so optimal nutritional support that fits our settings was delivered. Method: this serial case focused on four severely burned patients caused by flame. Subjects with inhalation trauma and complications such as sepsis, multiple organ dysfunction syndrome (MODS), and multiple organ failure (MOF) were included in this study. Nutritional support was delivered according to clinical conditions, patient?s tolerance, and laboratory findings. Early enteral nutrition was initiated within 2448 hours post burns, starting from 10 kcal/kg BW/day with intermittent gravity drip method. Nutrition was gradually increased in order to reach the target of energy for critically ill patients, which is 2025 kcal/kg BW/day in acute phase or 2530 kcal/kg BW/day in anabolic recovery phase. Xie Equation was used to calculate target of total energy for burned patient. Protein requirement was 1.52.0 g/kg BW/day. Lipid and carbohydrate given were 2530% and 5565% from calorie intake, respectively. Micronutrient supplementation including antioxidants, vitamin B, folic acid, and vitamin D was also provided. Glutamin as specific nutrient was delivered by 0.3 g/kg BW/day in 510 days. Results: improvement of clinical condition, functional capacity, and laboratory parameters was observed in three patients, who could be discharged from hospital and asked to come back for outpatient care. Their lengths of stay were 33 days, 70 days, and 43 days, respectively. However, one patient experienced worsening of condition and died after 22 days of care in Intensive Care Unit (ICU). Conclusions: optimal nutritional support for severely burned patients with inhalation trauma and sepsis is necessary in order to improve healing process, as well as decrease morbidity and mortality.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Maya Sari
Abstrak :
Pendahuluan: Acute kidney injury AKI merupakan komplikasi gagal organ pada sepsis yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas di ICU.Hasil dan pembahasan: Pemenuhan nutrisi pada pasien sepsis dengan AKI sangat tergantung pada keadaan klinis pasien dan terapi AKI. Pada serial kasus ini terdapat satu pasien sepsis dengan AKI klasifikasi AKIN 2 dan 3 pasien dengan AKI klasifikasi AKIN 3. Kebutuhan nutrisi pada pasien sepsis dengan AKI klasifikasi AKIN 2 maupun sepsis dengan AKI AKIN 3 selama perawatan di ICU diberikan dengan target energi 30 kkal/kg BB/hari dan protein 1,5 g/kg BB/hari. Perburukan fungsi ginjal pada pasien sepsis dengan AKI tidak disebabkan oleh pemberian nutrisi tinggi protein melainkan disebabkan oleh keadaan sepsis yang tidak teratasi. Terapi renal replacement therapy RRT dibutuhkan pada pasien sepsis dengan AKI klasifikasi AKIN 2 dan AKIN 3 agar nutrisi dapat diberikan secara optimal untuk menunjang perbaikan klinis. Terapi nutrisi optimal pada pasien sepsis dengan AKI dapat mempertahankan lean body mass, memperbaiki sistem imun, dan memperbaiki fungsi metabolik.Kesimpulan: Terapi nutrisi yang adekuat dengan energi 30 kkal/kg BB/hari dan protein 1,5 g/kg BB/hari pada pasien sepsis dengan AKI dapat menunjang perbaikan klinis. ......Introduction Acute kidney injury AKI is an organ failure complication in sepsis that increased morbidity and mortality in ICU.Results and discussion Nutrition in sepsis with AKI patients are dependent on clinical condition and AKI treatment. In this serial case displayed one case septic AKI classification AKIN 2 and three cases septic AKI classification AKIN 3. Nutritional requirements for sepsis with AKI classification AKIN 2 and AKI classification AKIN 3 in ICU setting were targetted at 30 kkal kg body weight day and protein 1,5 g kg body weight day. Worsening renal function in sepsis with AKI are not caused by high protein intake but caused by unresolved infection. Renal replacement therapy is required in sepsis with AKI classification AKIN 2 and AKIN 3 to maintain adequate nutritional therapy for better clinical outcomes. The optimal nutritional therapy in sepsis with AKI aimed to maintain lean body mass, improved immune function, and metabolism.Conclusion Adequate nutritional therapy with energy 30 kkal kg body weight day and protein 1,5 g kg body weight day in sepsis with AKI can bolster better clinical outcomes.
Jakarta: Fakultas Kedokteran, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Mutiara Nurul Huda
Abstrak :
Latar belakang: Sepsis adalah penyebab kematian utama pada bayi dan anak. Tunjangan nutrisi enteral (NE) dalam 48 jam pertama direkomendasikan untuk memenuhi kebutuhan metabolik yang meningkat, sedangkan tunjangan nutrisi parenteral (NP) diberikan apabila terdapat intoleransi atau kontraindikasi terhadap NE. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara tunjangan nutrisi dalam 72 jam pertama dengan mortalitas dan lama rawat sepsis pada anak. Metode: Studi kohort retrospektif dilakukan menggunakan data rekam medis pasien anak yang dirawat di RSCM tahun 2014-2019 dengan diagnosis sepsis menurut kriteria konsensus sepsis anak internasional. Pasien dikelompokkan berdasarkan tipe tunjangan nutrisi (NE, NP, atau kombinasi) yang diberikan dalam 72 jam pertama perawatan. Analisis bivariat menggunakan uji Chi-square dan uji Mann Whitney dilakukan untuk membandingkan kejadian kematian dan lama rawat antara kelompok NP dengan kelompok NE dan kombinasi (NE+NP). Hasil: Terdapat 134 pasien yang diinklusikan dengan median usia 12 bulan dan sebagian besar (59,7%) diberikan NP saja dalam 72 jam pertama. Fokus infeksi terbanyak adalah paru-paru (59%) dan saluran cerna (36,6%). Sebanyak 96 (71,6%) pasien meninggal dengan rerata lama rawat secara keseluruhan adalah 4 hari. Pemberian NP saja dalam 72 jam pertama (n=63; p=0,018; RR 1,78; IK 95% 1,06-3,00) dan NP pada hari ketiga (n=77; p=0,006; RR 1,79; IK 95% 1,12-2,85) berhubungan dengan mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan NE dan kombinasi. Tidak ditemukan hubungan antara tunjangan nutrisi 72 jam pertama dengan lama rawat (p=0,945). Kesimpulan: Pada pasien sepsis anak, tunjangan nutrisi dalam 72 jam pertama (parenteral saja dibandingkan enteral/kombinasi) berhubungan dengan mortalitas, namun tidak berhubungan dengan lama rawat. ......Background: Sepsis is the leading cause of death in pediatric population. Enteral nutrition (EN) in the first 48 hours is recommended to meet the increased metabolic demands, whereas parenteral nutrition (PN) is given if intolerance or contraindications to EN was present. This study aims to determine the relationship between nutritional support in the first 72 hours with mortality and length of stay (LOS) in pediatric sepsis. Methods: A retrospective cohort study was conducted using medical record data of pediatric patients admitted to RSCM in 2014-2019 with sepsis according to International Pediatric Sepsis Consensus criteria. Patients were classified into groups based on the type of nutrition (PN, EN, or combination) given in the first 72 hours of treatment. Bivariate analysis using Chi-square test and Mann Whitney test is conducted to compare mortality and average LOS between PN group and EN/EN+PN group. Results: In total, 134 patients were included with a median age of 12 months and the majority (59.7%) receiving PN alone in the first 72 hours. The most common site of infection were lungs (59%) and gastrointestinal tract (36.6%). Overall, mortality rate was 71.6% and median LOS was 4 days. PN within the first 72 hours (n=63; p=0.018; RR 1.78; 95%CI 1.06-3.00) and PN on the third day (n=77; p=0.006; RR 1.79; 95%CI 1.12- 2.85) was associated with higher mortality compared to EN/EN+PN. There was no significant difference in hospital LOS between PN and EN/EN+PN group (p=0.945). Conclusion: In pediatric sepsis, nutritional support in the first 72 hours (PN vs EN/EN+PN) is associated with mortality, but has no effect on LOS.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library