Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andri Pramesyanti
Abstrak :
Virus dengue merupakan virus RNA positif rantai tunggal yang memiliki bentuk antigenik yang kompleks diantara Famili Flaviviridae. Virus dengue merupakan penyebab demam berdarah yang telah banyak menyebabkan kematian di daerah tropik seperti di Indonesia, Thailand, Amerika Tengah dan Amerika Latin. Faktor virus merupakan salah satu penyebab terjadinya keparahan dengue. Dengue tipe 3 merupakan tipe yang dominan di Indonesia dan memiliki keterkaitan dengan kasus serangan dengue yang lebih berat. Sekuens lengkap nukleotida genom virus dengue tipe 3 masih sangat terbatas. Data yang cukup banyak diperlukan untuk lebih memahami penyakit ini terutama pada virus dengue tipe 3. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan sekuens lengkap genom RNA genom virus dengue tipe 3 strain 00331/94 Thailand. Penelitian merupakan bagian dari penelitian kloning sekuens utuh nukleotida genom virus dengue tipe 3. Genom strain CO331/94 diamplifikasi langsung dari plasma penderita DHF dengan PCR. Produk PCR disekuensing untuk mendapatkan sekuens lengkap, kemudian dibandingkan dengan virus dengue tipe 3 yang lain (C0360/94, CH53489, H87, 80-2/Guangxi) untuk melihat perbedaan nukleotida dan asam amino diantara virus dengue tipe 3. Strain CO331/94 terdiri dari 10.707 nukleotida. Pengelompokan nukleotida berdasar protein yang dibuatnya dibagi menjadi C, PreM, M, E (struktural) dan NSI, NS2A, NS2B1 NS3, NS4A, NS413, NS5 (non-struktural). Dari perbandingan nukleotida dan asam amino didapat perbedaan dibeberapa daerah genom maupun asam amino sepanjang nukleotida. Kodon AUG pertama strain CO331/94 Thailand berada di posisi nukleotida ke 95. Penelitian ini penting karena dapat menjadi data awal penelitian dengue selanjutnya. Penelitian-penelitian mengenai genom dan ekspresi protein serta fungsi-fungsinya dapat diperkirakan dengan bantuan komputer. Diharapkan perbandingan hasil penelitian dari virus dengue tipe 3 ini dapat digunakan untuk memandu arah penelitian selanjutnya dan memberikan kontribusi untuk memecahkan permasalahan penyakit dengue pada umumnya.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2003
T11294
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pendrianto
Abstrak :
Insiden dan mortalitas dari colorectal cancer (CRC) terus meningkat. Beberapa metode skrining CRC umumnya bersifat invasif dan tidak nyaman. Single Nucleotide Polymorphism (SNP) dapat dimanfaatkan sebagai marker untuk skrining CRC dengan tingkat invasif yang rendah. Penelitian ini bertujuan untuk memvalidasi asosiasi antara SNP ?X? dengan kerentanan terhadap CRC sporadik. Desain penelitian menggunakan studi potong lintang. Jumlah sampel dan daya uji pada kelompok CRC sporadik dan kontrol ditentukan dengan menggunakan Epi Info versi 3.5.1. DNA genomik diperoleh dari sampel darah kedua kelompok, kemudian dilakukan PCR dan sequencing untuk melacak genotip SNP "X" dengan ukuran amplikon 979 pb. Hasil analisis statistik menunjukkan nilai PValue genotip TT terhadap Non TT sebesar 0,025 (P<0,05), dengan Odds Ratio (OR) 0,193<0,420<0,911. Setelah dikoreksi dengan binary logistic regression, didapatkan P-Value sebesar 0,047 dengan OR 0,188<0,431<0,988). P-Value genotip GT terhadap Non GT 0,890 dengan OR 0,561<0,963<1,652. P-Value genotip GG terhadap Non GG 0,076 dengan OR 0,949<1,628<2,793. Hasil menunjukkan adanya asosiasi antara genotip TT pada SNP ?X? dengan menurunnya kerentanan terhadap CRC sporadik. Studi lanjutan pada populasi lainnya di wilayah Indonesia perlu dilakukan untuk pemetaan pola variasi genetik di SNP ?X?, dan untuk mengetahui pengaruhnya di gen-gen terdekat yang berkorelasi terhadap CRC sporadik.
The incidence and mortality of colorectal cancer (CRC) increase rapidly. Some CRC screening methods are invasive and generally uncomfortable. Single Nucleotide Polymorphism (SNP) can be utilized as a marker for CRC screening with low level of invasiveness. This study aimed to validate the association between SNP "X" with susceptibility to sporadic CRC. This study is a crosssectional study. Number of samples and power in CRC and control groups were determined using Epi Info v3.5.1. Genomic DNA were obtained from whole blood samples, and followed by PCR (979 bp amplicon) and direct sequencing to determine the genotype pattern. Statistical analysis showed that P-Value of genotype TT vs Non TT is 0.025 (P<0.05), with Odds Ratio (OR) 0.193<0.420<0.911. P-Value after adjustment using binary logistic regression was 0.047 with OR 0.188<0.431<0.988. P-Value of genotype GT vs Non GT was 0.890 with OR 0.561<0.963<1.652. P-Value of genotype GG vs Non GG was 0.076 with OR 0.949<1.628<2.793. There was a significant association between TT genotype at the SNP "X" with decreased susceptibility to sporadic CRC. Further study will be needed to identify genetic variation patterns in the SNP "X" in other populations in Indonesia region, and to investigate its effect to the nearest genes and its correlation to sporadic CRC.
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T31562
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fincham, John R. S.
Oxford: Blackwell Scientific Publications, 1994
574.873 FIN g
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Clara Jikesya
Abstrak :
Salah satu faktor yang menyebabkan hiperbilirubinemia tak terkonjugasi adalah mutasi pada gen UGT1A1 yang menyandikan enzim UDP-glukuronosiltransferase, berupa single nucleotide polymorphism dari asam amino glisin menjadi asam amino arginin di posisi kodon 71 Gly71Arg , sehingga terjadi penurunan fungsi enzim tersebut sebagai pengatalisis bilirubin tak terkonjugasi menjadi bilirubin terkonjugasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil polimorfisme Gly71Arg gen UGT1A1 pasien neonatus RSUD M. Yunus-Bengkulu dengan hiperbilirubinemia tak terkonjugasi, khususnya yang berberat badan lahir normal. Sampel berupa darah dari 20 neonatus di RSUD M. Yunus Bengkulu yang telah diperiksa kadar bilirubinnya dengan Bilistick, diekstraksi untuk mendapatkan DNA genomiknya, kemudian dianalisis dengan metode PCR-RFLP menggunakan enzim AvaII. Terdapat 8 sampel DNA yang terdigesti 40 menunjukkan bahwa DNA tersebut normal dan membawa alel glisin, sedangkan tidak terdapat DNA yang tidak terdigesti, yaitu yang mengalami mutasi dengan membawa alel arginin. Namun terdapat 12 sampel DNA heterozigot 60 yang menunjukkan adanya alel glisin dan arginin bersamaan di dalam DNA tersebut. Dengan demikian, mutasi Gly71Arg pada ekson 1 gen UGT1A1 hanya memiliki sedikit pengaruh pada peningkatan kadar hiperbilirubinemia tak terkonjugasi pada neonatus di Bengkulu.
One of many factors that causes unconjugated hyperbilirubinemia is the existence of mutations in the UGT1A1 gene that encode the UDP glukuronosiltransferase enzyme, where a single nucleotide polymorphism that causes the amino acid glycine to change into amino acid arginine at codon position 71 Gly71Arg , decreases the enzyme from functioning properly as a catalyzer of unconjugated bilirubin into a conjugated bilirubin. This study is aimed to determine the profile of polymorphism Gly71Arg in the UGT1A1 gene of neonatal patients RSUD M. Yunus Bengkulu with unconjugated hyperbilirubinemia, especially with normal birth weight. Samples of blood from 20 newborns in RSUD M. Yunus Bengkulu which had been checked its bilirubin concentration with Bilistick, were extracted to obtain the genomic DNA, then analyzed by PCR RFLP method using the AvaII enzyme. The digested DNA with total of 8 samples 40 indicated that the DNA are normal and carrying the allele glycine, while there is no the undigested DNA which showed the mutation with the allele arginine. But there are 12 heterozygous DNA samples 60 that showed allele glycine and arginine together in the DNA. Therefore, Gly71Arg mutation in exon 1 of UGT1A1 gene has a little effect of the unconjugated hyperbilirubinemia enhancement in neonatal in Bengkulu.
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S68523
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ramadhanti
Abstrak :
Ectonucleotide pyrophosphatase/phosphodiesterase1 (ENPP1) merupakan protein yang memiliki peran sebagai modulator mineralisasi pyrophosphate (PPi) yang merupakan struktur anorganik yang dapat menghambat proses minerlisasi tulang karena pembetukannya berlawanan dengan pembentukan hiroksiapatit. Ketidakseimbangan dalam mineralisasi tulang akan menghambat proses remodeling tulang dan berakibat pada penurunan Bone Mineral Density (BMD). Osteoporosis merupakan penyakit kerangka sistemik yang ditandai dengan kepadatan mineral tulang yang kurang dari 2,5 dan diukur oleh dual-emission x-ray absorptiometry (DXA). Selain berpengaruh pada osteoporosis, ENPP1 juga dicurigai memiliki pengaruh terhadap regulasi zat-zat yang memodulasi terjadinya Penyakit Neurodegeneratif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis distribusi polimorfisme gen ENPP1 K121Q rs1044498 pada penyakit Osteoporosis dan keterkaitannya dengan penyakit Neurodegenertif. ENPP1 K121q rs1044498, ddH2O, dan MyTaq dicampur pada DNA template (sampel osteoporosis dan non-osteoporosis), kemudian dianalisis menggunakan teknik PCRRFLP menggunaan AVAII sebagai enzim restriksi dan dielektroforesis untuk melihat hasilnya. Selanjutnya dianalisis menggunakan uji Pearson Chi - Square dan Continuity Correction. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan dalam distribusi frekuensi polimorfisme genotipe ENPP1 K121Q antara osteoporosis dan nonosteoporosis. Kesimpulannya, polimorfisme gen K121Q berkaitan dengan penurunan BMD dan merupakan faktor predisposisi osteoporosis. ......Ectonucleotide pyrophosphatase / phosphodiesterase1 (ENPP1) is a protein that has a role as a modulator of pyrophosphate mineralization (PPi), which is an inorganic structure that can inhibit the bone mineralization process because its formation opposite to hydroxyapatite. Imbalances in bone mineralization will inhibit the bone remodeling process and resulting decrease in Bone Mineral Density (BMD). Osteoporosis is a systemic skeletal disease with a bone mineral density less than 2.5 and measured by dual-emission x-ray absorptiometry (DXA). Besides the effect on osteoporosis, ENPP1 is also suspected of having an influence on the regulation of substances that modulate the incidence of neurodegenerative diseases. The purpose of this study is to analyze the polymorphism distribution of the ENPP1 K121Q (rs1044498) gene in osteoporosis and its association with neurodegenerative diseases. ENPP1 K121Q (rs1044498), ddH2O, and MyTaq are mixed on the DNA template (osteoporosis and non-osteoporosis samples), then analyzed using the PCR-RFLP technique using AVAII as a restriction enzyme and electrophoresis to see the results. Then analyzed using the Pearson Chi - Square test and Continuity Correction. The results showed that there was a significant difference in the frequency distribution of the ENPP1 K121Q genotype polymorphism between osteoporosis and non-osteoporosis. In conclusion, ENPP! K121Q gene polymorphism is associated with decreased BMD and is a predisposing factor for osteoporosis.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatimah Defina
Abstrak :
Latar belakang: Polimorfisme genetik dari reseptor P2Y12 dikatakan dapat mempengaruhi aktivasi reseptor P2Y12 atau menghambat aktivasi trombosit. Beberapa polimorfisme nukleotida tunggal dalam gen P2Y12 ditemukan dapat menyebabkan variabilitas antarindividu dalam agregasi platelet. Telah diidentifikasi lima polimorfisme dari gen P2Y12 yaitu T744C, C34T, G52T, ins801A, dan C139T. Salah satunya, polimorfisme C34T adalah salah satu dari polimorfisme yang dikatakan ada kaitannya dengan peningkatan agregasi platelet yang dapat menunjukkan kemungkinan untuk terjadinya modifikasi respon terapi clopidogrel. Namun hingga saat ini belum ada penelitian yang menilai hubungan langsung antara polimorfisme reseptor P2Y12 dengan TIMI-flow beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya, termasuk fungsi penghambatan platelet pada pasien IMA-EST yang menjalani IKPP. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara polimorfisme nukleotida tunggal pada reseptor P2Y12 dengan TIMI flow beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya, termasuk penghambatan fungsi platelet. Metode: Studi potong lintang pada 167 pasien IMA-EST yang menjalani IKPP. dilakukan pemeriksaan polimorfisme C34T reseptor P2Y12 dengan metode Taqman dan pemeriksaan fungsi penghambatan platelet yang diukur dengan VerifyNow P2Y12. Hasil: Dari 167 subjek penelitian, studi polimorfisme mengungkapkan proporsi pasien dengan heterozygous mutan sebanyak 34.1%, dan 1.8% pasien merupakan homozygous mutan. Sisanya adalah homozygous wildtype ditemukan sebanyak 64.1%. 25.7% pasien tergolong non-responder terhadap clopidogrel. Secara keseluruhan tidak terdapat hubungan secara langsung antara polimorfisme C34T dengan TIMI flow < 3, namun terdapat hubungan antara polimorfisme C34T dengan penurunan fungsi penghambatan platelet (OR 2.17, p = 0.046). Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan secara langsung antara polimorfisme C34T dengan TIMI flow, namun pasien dengan polimorfisme C34T pada reseptor P2Y12 memiliki risiko untuk mengalami penurunan penghambatan fungsi platelet. ......Background: Genetic polymorphism of P2Y12 receptors is said to have affect of P2Y12 receptor activation or inhibit platelet activation. Several single nucleotide polymorphisms in the P2Y12 gene were found to cause variability between individuals in platelet aggregation. Five polymorphisms have been identified from the P2Y12 gene, namely T744C, C34T, G52T, ins801A, and C139T. One of them, C34T is one of the polymorphisms that is said to be related to increased platelet aggregation which can indicate the possibility for modification of the response of clopidogrel therapy. But until now there has been no research that assesses the direct relationship between P2Y12 receptor polymorphisms and TIMI-flow along with the factors that influence it, including the function of platelet inhibition in STEMI patients undergoing PPCI Objective: This study aims to determine the relationship between single nucleotide polymorphisms at P2Y12 receptors with TIMI flow along with the faktors that influenced it, including inhibition of platelet function. Methods: A cross-sectional study of 167 STEMI patients who underwent PPCI. C34T polymorphism of P2Y12 receptor was evaluated by the Taqman method and the inhibition of platelet function was measured by VerifyNow P2Y12. Results: Among 167 subjects, the heterozygous mutants group were 34.1%, and 1.8% of patients were homozygous mutants. The rest 64.1% was homozygous wildtype. 25.7% of patients were classified as non-responders to clopidogrel. Overall there was no direct relationship between C34T polymorphisms and TIMI flow <3, but there was a relationship between C34T polymorphisms and decreased platelet inhibitory function (OR 2.17, p = 0.046). Conclusion: There is no direct relationship between C34T polymorphisms and TIMI flow, but patients with C34T polymorphisms of P2Y12 receptors have a risk of decreasing platelet function inhibition.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Respon wanita usia reproduksi bervariasi terhadap stimulasi FSH eksogen. Salah satu penyebab variasi tersebut adalah perbedaan genotip akibat adanya polimorfisme pada ekson 10 gen reseptor FSH. Untuk mengetahui lebih lanjut apakah daerah promotor inti gen reseptor FSH juga polimorfik dan apakah polimorfisme tersebut mempengaruhi aktivitas promotor, dilakukan skrining polimorfisme promotor gen reseptor FSH pada 262 wanita yang mengikuti program IVF/ICSI, diikuti uji fungsional untuk mengetahui pengaruh polimorfisme terhadap aktivitas promotor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daerah promotor inti gen reseptor FSH polimorfik. Ditemukan lima SNPs pada posisi –29, –37, –114, –123 dan –138 di samping ditemukannya variasi jumlah basa adenin. Polimorfisme pada posisi –123 menurunkan aktivitas promotor secara bermakna, sebaliknya polimorfisme pada posisi –37 dan –138 meningkatkan aktivitas promotor secara bermakna, sedangkan polimorfisme pada posisi –29, –114 dan pemendekan basa adenin tidak mempengaruhi aktivitas promotor secara bermakna. Perbedaan aktivitas promotor akibat polimorfisme ini pada akhirnya sangat memungkinkan merubah sensitivitas ovarium terhadap FSH. (Med J Indones 2004; 13: 205-14)
Women of reproductive ages are varies in their responses to exogenous FSH stimulations. The difference of FSHR genotype due to the polymorphisms in exon 10 is one of its significant factors. To know further whether the core promoter of FSHR is also polymorphic and to know whether those polymorphisms influence the promoter activity, we did polymorphism screening of FSHR promoter to 262 women undergoing IVF/ICSI, followed by functional study to know the impact of polymorphisms to the promoter activity. This study indicated that the core promoter of human FSHR is polymorphic. We found five SNPs at positions –29, –37, –114, –123 and –138 in addition to the variety number of adenines. Polymorphism at position –123 significantly decreased the promoter activity, in contrast, polymorphism at position –37 and –138 significantly increased the promoter activity, whereas polymorphism at position –29, –114 and short adenines stretch did not significantly influence the promoter activity. The differences of the promoter activities due to polymorphisms might change the ovarian sensitivity to FSH. (Med J Indones 2004; 13: 205-14)
Medical Journal of Indonesia, 13 (4) October December 2004: 205-214, 2004
MJIN-13-4-OctDec2004-205
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Diana Lyrawati
Abstrak :
ABSTRAK
Ruang Lingkup dan Cara Penelitian : Adenine Nucleotide Translocator (ANT) adalah protein integral membran-dalam mitokondria yang berperan dalam pertukaran ATP dan ADP antara kawasan ekstra dan intramitokondria. ANT2, salah satu isoform yang disandi pada kromosom X, berperan pada penyediaan ATP glikolisis untuk jaiur metabolisme mitokondria dan replikasi DNA mitokondria. Variasi sekuens DNA pada suatu gen dapat mempengaruhi ekspresi dan fungsi protein yang disandi oleh gen yang bersangkutan, oleh karena itu mungkin berasosiasi dengan keadaan patologis tertentu. Dalam penelitian untuk program magister ini dilakukan studi untuk mempelajari adanya varian polimorfik ANT2. Penelitian ini dilakukan untuk menjawab beberapa pertanyaan, antara lain: (1) apakah terdapat variasi pada sekuens gen ANT2 manusia (2) kalau terdapat variasi, apakah variasi sekuens tersebut cukup bermakna untuk mengubah konformasi protein ANT2 (3) apakah varian sekuens yang ditemukan pada gen ANT2 merupakan polimorfisme yang umum ditemukan pada populasi individu normal (4) apakah ada perbedaan distribusi dari berbagai varian ANT2 pada bermacam populasi dunia (5) apakah variasi sekuens ANT2 berhubungan dengan manifestasi mutasi pada DNA mitokondria. Hasil dan Kesimpulan : (1) Hasil analisis sekuens daerah penyandi (ekson 1, 2, 3 dan 4) pada 4 individu dan sekuens yang telah dipublikasi menunjukkan adanya variasi ANT2 pada ekson 2 (332G>T) dan 3 (699C>T). Sementara itu analisis pada daerah yang tidak menyandi asam amino menunjukkan pada ekson 1 terdapat insersi GC pada nukleotida ke-20 dan substitusi, insersi, dan delesi pada ekson 4 (1021C>T,1022, 1075, 1123 berupa delesi A, C, C, dan pada 1127 berupa insersi T) yang tidak menyandi asam amino. (2) Dari studi prediksi struktur protein salah satu polimorfisme yaitu G332T mengakibatkan perbedaan asam amino yang bermakna (RI 1 1L) dan mengubah pola hidrofobisitas protein tersebut. (3) Untuk mengetahui apakah varian R11IL merupakan suatu polimorfisme, telah dikembangkan metode PCR-RFLP menggunakan enzim Hhal yang dapat mendeteksi varian R111L secara cepat dan sekaligus banyak. (4) Dengan menggunakan metode tersebut diketahui bahwa kedua varian ANT2 (11IR dan 111L) ditemukan pada populasi normal Kaukasia, Cina dan Indonesia (Java), akan tetapi dengan distribusi yang berbeda masing-masing 59%:41%, 61%:39% dan 78%:22%. Dari data tersebut nampaknya mutasi yang menimbulkan polimorfisme ini terjadi sebelum migrasi populasi ke berbagai belahan dunia. Perbedaan distribusi yang nyata pada salah satu etnik mungkin disebabkan oleh adanya genetic drift. (5) PCR-RFLP juga dilakukan pada beberapa anggota suatu keluarga dengan Leber's Hereditary Optic Neuropalhy dari Jambi yang disebabkan oleh mutasi pada mtDNA (11778G>A; R340H pada subunit ND4 dari kompleks I rantai respirasi). Manifestasi klinik yang berbeda pada berbagai anggota keluarga yang membawa mutasi mtDNA ini mungkin disebabkan oleh adanya faktor pengubah ekspresi di DNA inti (nuclear modifier), kemungkinan pada kromosom X. Salah satu kandidat nuclear modifier adalah ANT2, akan tetapi dari studi ini nampaknya varian R111L tidak mempengaruhi manifestasi klinik mutasi homoplasmi I 1778G>A.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuliana
Abstrak :
Salah satu strategi eliminasi infeksi Soil transmitted Helminth (STH) adalah pemberian antelmintik seperti albendazol secara massal. Tetapi penggunaan antelmintik secara luas dalam jangka waktu lama dikhawatirkan dapat menyebabkan terjadinya terjadi penurunan efikasi obat. Salah satu faktor yang bisa menyebabkan penurunan efikasinya adalah single nucleotide polymorphism (SNP) kodon 200 gen beta tubulin cacing. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui susunan basa kodon 200 pada A. lumbricoides dan T. trichiura yang bisa menyebabkan adanya perbedaan efikasi albendazol. DNA dari telur dan jaringan cacing diisolasi, diamplifikasi dengan PCR kemudian dilakukan proses sekuensing. Setelah itu pada hasil sekuensing dilakukan alignment dengan sekuens referensi untuk mengetahui susunan basa pada kodon 200 gen beta tubulin. Hasilnya pada dua cacing A. lumbricoides dan satu cacing T. trichiura didapatkan susunan basa TTC pada kodon 200.
One of the Soil transmitted Helminth (STH) infection elimination strategy is mass administration of anthelmintic such as albendazol. But the anthelmintic widespread use in a long term can cause decrease in efficacy. One of the factor that can cause decrease in efficacy is single nucleotide polymorphism (SNP) codon 200 beta tubulin gene of the worm. This study aimed to determine codon 200 in A. lumbricoides and T. trichiura that can cause a difference in albendazol efficacy. DNA from worm eggs and tissue were isolated, amplificated by PCR and sequenced. Sequencing result were also aligned with the reference sequence to get the bases in codon 200 beta tubulin gene. The bases on codon 200 beta tubulin gene from two A. lumbricoides and one T. trichiura is TTC.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Witri Ardini
Abstrak :
Prediabetes adalah kondisi peningkatan kadar glukosa darah dari normal, tetapi belum memenuhi kriteria diagnosis diabetes mellitus (DM). Prediabetes menjadi hal yang penting berdasarkan fakta bahwa sebagian besar kasus prediabetes akan berkembang menjadi DM, dan di sisi lain, dengan diagnosis dini dan intervensi yang tepat, dapat pula mengalami regresi menjadi normoglikemia. Intervensi gizi, merupakan salah satu pilar intervensi yang dapat dilakukan untuk mencegah progresivitas prediabetes menjadi diabetes. Adanya faktor polimorfisme genetik menyebabkan penerapan rekomendasi diet yang umum tidak menunjukkan hasil yang memuaskan pada sebagian orang. Penelitian bertujuan untuk mengembangkan rekomendasi diet spesifik untuk pencegahan progresivitas prediabetes menjadi diabetes berdasarkan analisis terhadap 8 single nucleotide polymorphisms (SNPs) yang terkait dengan resistensi insulin, komposisi tubuh, dan preferensi makanan. Penelitian dilakukan di Tangerang Selatan terhadap 193 subjek prediabetes sebagai kasus dan 376 subjek normoglikemia sebagai kontrol. Pengambilan data dilakukan pada Oktober 2019 hingga Juni 2021. Wawancara dilakukan untuk memperoleh data demografi dan faktor risiko; tingkat aktivitas fisik diukur dengan kuesioner IPAQ; data asupan nutrien didapat dengan menggunakan FFQ semikuantitatif dan 24 hours food recall sebanyak 3 kali lalu dianalisis menggunakan Nutrisurvey. Skor Dietary Inflammatory Index (DII) dihitung berdasarkan 29 parameter nutrien. Kadar insulin, leptin, dan adiponektin diukur menggunakan ELISA, DNA diekstraksi dari darah vena dan polimorfisme genetik ditentukan dengan pemeriksaan genotyping. Analisis data untuk menentukan adanya asosiasi dan interaksi antar variabel yang diteliti menggunakan aplikasi Rstudio. Rekomendasi diet spesifik disusun berdasarkan hasil interaksi varian genetik dan asupan nutrien yang ditemukan bermakna. Genotip C/C pada GCKR rs780094 dan genotip G/G pada LEPR rs1137101 merupakan faktor protektif terhadap prediabetes dengan nilai odds berturut-turut adalah 0,48 (IK95% 0,3-0,75, p=0,00097) dan 0,53(IK95% 0,36-0,76, p=0,0014). Analisis interaksi mendapatkan bahwa kecukupan kalori, proporsi karbohidrat, proporsi lemak, proporsi PUFA, proporsi SAFA, kecukupan MUFA, asupan serat, serta skor DII memodulasi varian genetik yang diteliti sehingga berpengaruh terhadap risiko prediabetes, komposisi tubuh, resistensi insulin dan disharmoni adipokin. Atas dasar ini, telah dikembangkan rekomendasi diet spesifik untuk genotip berisiko tinggi pada 8 SNPs yang terkait dengan resistensi insulin, komposisi tubuh, dan preferensi makanan. ......Prediabetes is when the blood glucose level is higher than normal but does not meet the diagnostic criteria for diabetes mellitus (DM). Prediabetes is crucial because most cases of prediabetes will develop into DM; on the other hand, with early diagnosis and appropriate intervention, it can also regress into normoglycemia. Nutrition intervention is one of the pillars of intervention to prevent the progression of prediabetes to diabetes. The existence of genetic polymorphism factors causes the implementation of general dietary recommendations to be unsuccessful for some people. This study aims to develop specific dietary recommendations for preventing the progression of prediabetes to diabetes based on an analysis of 8 single nucleotide polymorphisms (SNPs) associated with insulin resistance, body composition, and food preferences. The study was conducted in South Tangerang on 193 prediabetic subjects as cases and 376 normoglycemic subjects as controls. Data collection was carried out from October 2019 to June 2021. Interviews were conducted to obtain demographic and risk factor data; physical activity level was measured by IPAQ questionnaire; data on nutrient intake was obtained using a semi-quantitative FFQ and 24-hour food recall three times and then analyzed using Nutrisurvey. The Dietary Inflammatory Index (DII) score is calculated using 29 nutrient parameters. Insulin, leptin, and adiponectin levels were measured using ELISA, DNA extracted from venous blood and genetic polymorphisms were determined by genotyping examination. Data analysis to determine the existence of associations and interactions between the variables studied using the Rstudio application. Specific dietary recommendations were prepared based on the results of the interaction of genetic variants and nutrient intake, which were found to be significant. C/C genotype on GCKR rs780094 and G/G genotype on LEPR rs1137101 are protective factors against prediabetes with odds values of 0.48 (95% CI 0.3-0.75, p=0.00097) and 0.53(95% CI 0.36-0.76, p=0.0014). The interaction analysis found that the adequacy of calories, the proportion of carbohydrates, the proportion of fat, the proportion of PUFA, the proportion of SAFA, the adequacy of MUFA, fiber intake, and the DII score modulated the genetic variants studied so that they affected the risk of prediabetes, body composition, insulin resistance, and adipokine disharmony. On this basis, specific dietary recommendations for high-risk genotypes at 8 SNPs related to insulin resistance, body composition, and food preferences have been developed.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>