Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zebua, Rahmaeni
"ABSTRAK
UNCAC Tahun 2003 menawarkan non-conviction based asset forfeiture untuk diberlakukan di setiap negara sebagai alternatif perampasan terhadap hasil tindak pidana. Perampasan aset tanpa penghukuman terhadap pelaku memberikan terobosan terhadap kelemahan pengaturan KUHP yang masil berorientasi terhadap pelaku. Model perampasan ini berlaku untuk setiap hasil kejahatan meskipun telah bercampur dengan dana yang sah dan dikuasai oleh pihak lain. Saham menjadi kualifikasi aset tersebut. Kepastian hukum terhadap saham tersebut perlu untuk dianalisa jika atasnya diterapkan non-conviction based asset forfeiture. Ketidakmampuan pelaku untuk hadir dan membuktikan bahwa aset yang dimilikinya merupakan hasil perolahan dana yang sah. Namun, kendala terhadap saham sendiri tidak dapat disamakan dengan perampasan harta lainnya. Kepemilikan saham serta penguasaan oleh pihak ketiga menjadi salah satu kendala untuk dapat menelusuri saham sebagai aset tercemar. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menghadirkan undang-undang yang lebih komprehensif dibandingkan pengaturan yang ada saat ini. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan, konsep dan kasus. Non-conviction based asset di Indonesia masih diatur berdasarkan gugatan perdata dan Perma No. 1 Tahun 2013. Tahapan-tahapan perampasan aset berdasarkan 2 peraturan tersebut masih memiliki kendala yang dapat merugikan negara dalam hal perampasan saham. Sistem hukum di Indonesia masih belum memberikan perlindungan dan kepastian hukum terhadap perampasan aset khususnya terhadap saham.

ABSTRACT
forfeiture as an alternative to seizure proceed of crime. Non conviction based asset forfeiture provide a breakthrough against susceptibility Criminal Code that its in personam oriented. This forfeiture model is applied to each proceed crime eventhough derivied from or obtained directly or indirectly, through commison of an offence. Thus, its applying to asset as stock of corporate. The certainty of law of stock as an asset of corporate must has analized when non conviction based asset forfeiture applied. The ability of offender to present and prove the asset is not derived from aset legally tainted. Nevertheless, the obstacles to seizure the stock of corporate is distinguish than others proceed of crime. The ownership of beneficial owner and corporate control of stock is one of the obstacles to track the proceed of crime. The aim of this paper is to encourage goverment to apply statute of asset recovery. The method is juridicial normative with statute, cases and concept approach. Non conviction based asset forfeiture according to civil procedure and Perma No. 1 Tahun 2013. Stages of asset forfeiture according its rules has any weaknesses to seizure the stock of corporate as a proceed of crime. Indonesia systems of law has not been able to give a protection and certainty of law to forfeit the stock. "
2018
T51482
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Denny Wijaya
"ABSTRAK
Permasalahan korupsi tidak lepas dari kerugian keuangan negara yang diakibatkannya. Salah satu upaya hukum untuk memberantas korupsi adalah dengan merampas aset hasil korupsi melalui Perampasan Aset Tanpa Pemidanaan atau Non-Conviction Based Asset Forfeiture (NCB). Namun untuk dapat menerapkan konsep ini perlu untuk diketahui terlebih dahulu mekanisme perampasan aset hasil korupsi yang ditetapkan sebagai aset tercemar sehingga dapat dirampas melalui NCB dan juga konsep NCB ini masih menjadi masalah terkait dengan kemungkinannya untuk dapat diterapkan dalam hukum di Indonesia. Untuk itu, dengan menggunakan metode penelitian yang bersifat normatif dan dengan menggunakan analisis kualitatif penulis akan menjawab permasalahan yang ada terkait dapatkah perampasan aset NCB ini menjadi instrumen hukum yang mampu memaksimalkan pengembalian kerugian keuangan negara dari tindak pidana korupsi. Di akhir, penelitian ini menemukan bahwa perampasan aset NCB adalah konsep terbaik yang dapat digunakan untuk memaksimalkan pengembalian kerugian keruangan negara dari tindak pidana korupsi.

ABSTRACT
The problem of corruption is inseparable from its impact on state financial losses. One legal effort to eradicate corruption is to seize assets resulting from corruption through Non-Conviction Based Asset Forfeiture (NCB). However, to be able to apply this concept it is necessary to know in advance the mechanism of appropriation of assets resulting from corruption which is determined as a tainted asset so that it can be seized through the NCB and also the NCB concept is still a problem related to its possibility to be applied in law in Indonesia. For this reason, by using normative research methods and by using qualitative analysis the author will answer the existing problems related to whether the seizure of NCB assets is a legal instrument that is able to maximize the return of state financial losses from corruption. In the end, this research found that NCB's asset seizure is the best concept that can be used to maximize the return of state spatial losses from corruption."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Bagus Gede Krishna Siwananda
"Penelitian ini menganalisis perbandingan konsep perampasan aset yang diatur dalam hukum positif di Indonesia dengan konsep perampasan aset menurut Rancangan Undang-Undang Tentang Perampasan Aset Terkait Dengan Tindak Pidana, serta urgensi instrumen perampasan aset tanpa pemidanaan atau Non-Conviction Based Asset Forfeiture di Indonesia dengan melakukan studi kasus terhadap tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan oleh Pinangki Sirna Malasari. Penelitian ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Perampasan Aset merupakan upaya paksa negara yang didasarkan atas putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap guna pengambilan kekuasaan dan/atau kepemilikan suatu aset tindak pidana tanpa penghukuman kepada pelakunya. Rezim Perampasan Aset di Indonesia masih menekankan pemidanaan terhadap pelaku kejahatan sebelum dapat merampas aset hasil kejahatan dari pelakunya, di mana pendekatan seperti ini disebut perampasan aset secara in personam. Perampasan aset secara in personam terbukti seringkali menemui kendala, sehingga Jaksa tidak dapat secara cepat merampas aset tindak pidana. Salah satu kasus yang terbukti menimbulkan kerugian keuangan negara adalah kasus mantan Jaksa Pinangki Sirna Malasari dalam Putusan Nomor 38/Pid.Sus-TPK/2020/PN Jkt.Pst. Aset hasil kejahatan yang berhasil dirampas dari Pinangki Sirna Malasari tidak sebanding dengan jumlah aset yang berhasil ia peroleh dari tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Indonesia memerlukan pendekatan perampasan aset secara Non-Conviction Based Asset Forfeiture melalui pengesahan RUU Tentang Perampasan Aset Terkait Dengan Tindak Pidana menjadi Undang-Undang. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa RUU tersebut terbukti efektif jika digunakan sebagai dasar hukum dalam merampas aset hasil kejahatan dari Pinangki Sirna Malasari.

This research analyzes the comparison of the concept of asset confiscation regulated in positive law in Indonesia with the concept of asset confiscation according to the Draft Law on Confiscation of Assets Related to Criminal Acts, as well as the urgency of the instrument of asset confiscation without punishment or Non-Conviction Based Asset Forfeiture in Indonesia by conducting a study case regarding criminal acts of corruption and criminal acts of money laundering committed by Pinangki Sirna Malasari. This research was prepared using doctrinal research methods. Asset confiscation is a state coercive measure based on a court decision that has permanent legal force to take power and/or ownership of a criminal asset without punishing the perpetrator. The Asset Confiscation regime in Indonesia still emphasizes punishing criminals before they can confiscate the assets resulting from crime from the perpetrators, where this approach is called in personam asset confiscation. It has been proven that confiscation of assets in personam often encounters obstacles, so that prosecutors cannot quickly confiscate criminal assets. One of the cases proven to have caused state financial losses was the case of former Prosecutor Pinangki Sirna Malasari in Decision Number 38/Pid.Sus-TPK/2020/PN Jkt.Pst. The criminal assets that were confiscated from Pinangki Sirna Malasari were not comparable to the amount of assets he managed to obtain from criminal acts of corruption and money laundering. The results of this research indicate that Indonesia needs a Non-Conviction Based Asset Forfeiture approach to confiscation of assets through the ratification of the Bill Concerning Confiscation of Assets Related to Criminal Acts into law. This research also shows that the bill has proven effective if used as a legal basis for confiscating assets resulting from crime from Pinangki Sirna Malasari."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joshua Joseph Eliazer Sumanti
"ABSTRAK
Upaya pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi sebagai bagian integral dari pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi telah menjadi suatu keharusan disamping menjatuhkan pidana terhadap pelakunya. Pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi yang saat ini diterapkan melalui pemidanaan pengadilan tidak efektif dan efisien ketika aparat penegak hukum dihadapkan pada situasi-situasi sulit akibat pelaku tindak pidana korupsi yang melarikan diri dari proses hukum dengan membawa serta aset hasil tindak pidana korupsinya ke luar yurisdiksi Indonesia. Diperlukan suatu mekanisme alternatif dalam rangka melaksanakan perampasan aset hasil tindak pidana korupsi yang tidak bergantung pada putusan pemidanaan. Mekanisme ini perlu diimplementasikan sebagai bagian dari kebijakan hukum pidana di Indonesia dibarengi penguatan dan sinergitas pelaksanaan kerja sama internasional, mengingat begitu banyak jumlah nilai aset hasil tindak pidana korupsi yang dialihkan dan disimpan di negara-negara luar.

ABSTRACT
The effort to return the proceeds of corruption crime as an integral part of the prevention and eradication corruption crime has been an obligation beside to punish the offender itself. The return of the proceeds of crime nowadays through the conviction based asset forfeiture has not been effective and efficient because the law enforcement officers face a difficult circumstances when the offender fled the jurisdictions taking with him the proceeds of corruption crime. It needed an alternative mechanism to confiscate the proceeds of corruption crime which is not dependent on the sentencing conviction as known as the non-conviction based asset forfeiture mechanism. This mechanism should be implemented as an comprehensive part of the criminal law policy in Indonesia side by side with the strengthen effort of international cooperation with foreign jurisdiction as a consequences which should be consider that there too many the value of proceeds of corruption crime removed to foreign jurisdictions."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T38763
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library