Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Liliek Sofitri
"Indonesia menghadapi risiko yang signifikan terhadap perubahan iklim, yang dampaknya dapat dikurangi dengan partisipasi aktor negara dan aktor bukan negara baik skala nasional, internasional, regional dan lokal. Upaya menanggulangi perubahan iklim membutuhkan sumber daya yang signifikan yang perlu dipersiapkan dengan cermat.

Penelitian ini bertujuan untuk (i) menganalisis bagaimana aliran pendanaan iklim menggunakan pendekatan Social Network Analysis (SNA); (ii) menjelaskan urgensi rekonstruksi kebijakan pendanaan perubahan iklim; (iii) mengembangkan desain model kebijakan pendanaan perubahan iklim. Paradigma yang digunakan adalah konstruktivisme dengan pendekatan multi metode, menggunakan tools SNA dan modelling System Dynamics (SD). SD digunakan untuk menentukan proporsi kebijakan fiskal pembiayaan dan kebijakan non fiskal hingga 2030. Informan  terdiri dari aktor, pejabat pemerintah, profesional, aktor perbankan, dan individu.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa beban APBN sangat tinggi mencapai 92% hingga 2030 untuk membiayai kegiatan perubahan iklim, ada urgensi untuk mendesak share pendanaan dari negara maju, diperlukan layer pembagian peran dan tanggung. Fakta empiris menunjukan aliran dana iklim sejak 2007-2017 didominasi oleh sektor publik dan masih menjadi tantangan bagi keterlibatan sektor swasta. Pendapatan pajak mendominasi dan sebagai sumber pendanaan terbesar untuk membiayai kegiatan mitigasi dan adaptasi iklim selama periode penelitian. Model desain kebijakan pendanaan perubahan iklim terdiri dari kluster kebijakan pendanaan fiskal dan kluster kebijakan pendanaan non fiskal.
Penelitian ini memberikan rekomendasi bahwa harus ada keseimbangan kebijakan pendanaan antara kebijakan pendanaan fiskal dan kebijakan pendanaan non fiskal, shifting burden dari APBN perlu dilakukan sehingga tidak membebani APBN terutama dari sektor swasta dan secara berkelanjutan memperjuangkan kontribusi pendanaan dari negara yang memberikan share kenaikan emisi tinggi. Penelitian juga mengusulkan desain model kebijakan pendanaan perubahan iklim meliputi mitigasi dan adaptasi, serta kerangka kerja Allocative Efficiency untuk perubahan iklim pada belanja publik.

Indonesia presents significant risks to the climate change by increased variability and intensity of rainfall and to sea level rise. The impact of climate change can be reduced by participating state actor and non state actor both national and international efforts to reduce GHG emissions and by investing in adaptation to climate change to protect against loss and damage to the country's natural resources. Reducing emissions and building resilience will require  significant financial resources which needs to be  prepared carefully. The research aims  to (i) analyse how is the climate finance flow using Social network Analysis (SNA) approach; (ii) analyse the urgency of climate finance policy reconstruction; (iii) develop design model of climate finance policy using System Dynamics approach. The research using constructivism paradigm with multi methode method using Social Network Analysis and System Dynamics Model to determine the  proportion of financing fiscal policy and non fiscal policy up to 2030 as well as construct the climate finance policy. Informan consist of actors, governemnt officials, professional, banking actor, and individual.
The result shows that there is urgent to reconstruct the climate finance policy in Indonesia due to high burdern of APBN reached 92% until 2030 for financing climate change activities in Indonesia. It is also proven that with empirical evidence that the flow of climate fund since 2007 until 2017 dominated by public sectors and still challenges for private sectors involvement. Tax revenue is found as the most funding resources to finance the climate activities of mitigation and adaptation during period of research. Design model of climate finance policy consist of cluster fiscal policy and non fiscal policy.
The research provide recommendation due to the externalites of climate change and as global public goods there should be balanced of climate finance policy between climate fiscal policy and non fiscal policy, shifting burden from APBN need to be conducted especially financing form private sector and fighting continously on the contribution from countries that share high emission increases. The research also propose the model of climate finance policy framework and  framework of climate allocative efficiency in public spending."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
D2716
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Patricia Citra Pramesthi
"Dalam rangka mengendalikan angka prevalensi tembakau, Indonesia dan Filipina menerapkan kebijakan fiskal (cukai tembakau, pajak rokok, Earmarked tax dari cukai dan pajak rokok, serta PPN pada produk tembakau) dan non-fiskal (peringatan kesehatan bergambar, kawasan tanpa rokok, pembatasan penjualan, dan promosi produk tembakau) sesuai dengan anjuran dari WHO melalui FCTC. Meskipun begitu, Indonesia belum berhasil menurunkan angka prevalensi merokok, yang mana kondisi ini berbanding terbalik dengan situasi di Filipina. Penelitian ini memiliki tujuan untuk menganalisis implementasi kebijakan di kedua negara dan mengidentifikasi pelajaran yang dapat diambil oleh Indonesia. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan paradigma post-positivisme dan jenis penelitian deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi kebijakan di Indonesia belum mampu menurunkan angka prevalensi merokok seperti yang terjadi di Filipina karena adanya perbedaan antara kepentingan yang memengaruhi (latar belakang kebijakan) yang bertolak belakang dengan implementasi kebijakan, tidak adanya pembatasan interaksi dengan industri tembakau sebagai strategi pihak yang terlibat, serta tingkat kepatuhan yang masih rendah. Oleh karena itu, Pemerintah Indonesia perlu melakukan beberapa hal seperti penyelarasan latar belakang dengan implementasi kebijakan, melakukan pembatasan interaksi dengan industri tembakau sebagai strategi aktor yang terlibat, penguatan pengawasan terhadap implementasi kebijakan, membuat kebijakan yang lebih teknis dan mudah diakses oleh masyarakat, menerapkan sanksi yang tegas dan adil, dan mengalokasikan anggaran secara khusus untuk pengendalian tembakau. Hal ini diperlukan agar kebijakan fiskal dan non-fiskal di Indonesia dapat berjalan secara optimal seperti di Filipina.

fiscal policies (tobacco excise, cigarette taxes, earmarked taxes from tobacco excise and cigarette taxes, and VAT on tobacco products) and non-fiscal policies (health warnings with images, smoke-free zones, restrictions on sales, and tobacco product promotion) in accordance with WHO recommendations through the FCTC. However, Indonesia has not succeeded in reducing smoking prevalence rates, a situation that contrasts with the situation in the Philippines. This study aims to analyze the implementation of policies in both countries and identify lessons that Indonesia can learn. The approach used in this study is quantitative with a post-positivism paradigm and a descriptive research type. The results indicate that the implementation of policies in Indonesia has not been able to reduce smoking prevalence rates as in the Philippines due to differences in the interests influencing (policy background) which contradict the policy implementation, the lack of restrictions on interactions with the tobacco industry as a strategy for the involved parties, and the still low compliance levels. Therefore, the Indonesian government needs to take several actions, such as aligning the background with policy implementation, limiting interactions with the tobacco industry as a strategy for involved actors. Additionally, strengthening oversight of policy implementation through the establishment of a special committee, increasing the budget, and providing information and reports on the use of allocated funds to the public is needed. Furthermore, the Indonesian government also needs to create more technical and accessible policies for the public, apply firm and fair sanctions, and allocate a specific budget for tobacco control. This is necessary so that fiscal and non-fiscal policies in Indonesia can be implemented optimally, as in the Philippines.
"
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library