Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sianturi, Dede Murry Anto
"emerintah menerapkan pembatasan terhadap kepemilikan tanah di Indonesia. Pembatasan tersebut dikenakan kepada Warga Negara Asing yang berkaitan dengan hak atas tanah yang dapat dimiliki. Untuk dapat menghindari pembatasan itu, Warga Negara Asing biasanya meminjam nama Warga Negara Indonesia untuk melakukan perbuatan hukum atas tanah. Pinjam nama ini biasa dituangkan dalam suatu perjanjian dengan nama perjanjian nominee. Untuk lebih menguatkan perjanjian nominee, maka dilibatkanlah Notaris dalam pembuatannya. Berdasarkan ketentuan pada buku III KUHPerdata, perjanjian nominee dimungkinkan sepanjang memenuhi syarat-syarat sahnya suatu perjanjian. Berhubung pengaturan mengenai perjanjian nominee ini belum ada di Indonesia, perjanjian jenis ini cenderung digunakan dengan maksud untuk menyeludupkan hukum. Yang menjadi pertanyaan kemudian bagaimanakah keberadaan perjanjian nominee ini ditinjau dari peraturan-peraturan yang berlaku di Indonesia, serta bagaimana pertanggung-jawaban Notaris yang terkait dalam pembuatan perjanjian nominee. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, bersifat deskriptif analitis dan data yang digunakan merupakan data sekunder. Perjanjian nominee yang dibuat oleh Notaris, selain melanggar ketentuan yang mengatur diri Notaris itu sendiri (UUJN dan Kode Etik Notaris) juga sangat mungkin melanggar ketentuan hukum lainnya yang berlaku di Indonesia (ketentuan hukum pertanahan, ketentuan hukum perdata, ketentuan hukum pidana dan ketentuan hukum administrasi), sehingga Notaris dapat dijatuhi sanksi sesuai dengan ketentuan-ketentuan tersebut.

The government applies restrictions on land ownership in Indonesia. These restrictions are imposed to foreign nationals regarding interest in land that can be owned. To avoid such restrictions, foreign nationals are normally borrowing the names of an Indonesian citizen to carry out legal acts on land. These names borrow are normally poured into an agreement termed as the Nominee agreement. To further affirm the Nominee agreement, a Notary would be involved on its arrangements. Based upon the provisions in the Book III of the Indonesian Civil Code, the Nominee agreement is allowed as long as it complies with the legal requirements of an agreement. Since no regulation over this Nominee agreements have yet been issued in Indonesia, at many times this kind of agreement tend to be used with intent to deviate the law. The question afterwards is on how then this Nominee agreement should be viewed from any other applied regulations in Indonesia, and how is the accountability of the Notary in regards to the arrangement of the Nominee agreement. This research is a normative juridical research, are analytically descriptive and the data being used is a secondary data. The Nominee agreement of which commissioned by Notaries, besides violating the rules which govern the Notary itself (UUJN and Notary Ethics Code) are also very likely to violates other legal provisions applied in Indonesia (land law provisions, civil law provisions, criminal law provisions and administrative law provisions), thereby the Notary could be sanctioned according to those provisions.

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52395
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Victoria Natalie
"Pemerintah menerapkan pembatasan terhadap kepemilikan tanah di Indonesia. Pemerintah melarang badan hukum memiliki hak milik atas tanah, kecuali badan hukum yang dinyatakan oleh peraturan pemerintah. Dalam transaksi yang berkaitan dengan pertanahan, seringkali dijumpai badan hukum (yang tidak ditunjuk pemerintah) yang mengupayakan untuk dapat memperoleh tanah dengan status hak milik dengan mekanisme perjanjian pinjam nama. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum doktrinal berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari hasil penelitian kepustakaan dan data primer. Kasus pada putusan Mahkamah Agung Nomor 2305 K/Pdt/2020 menyatakan bahwa pemilik sebenarnya dari tanah dan bangunan objek sengketa adalah pihak Gapensi yang merupakan badan hukum berbentuk Perkumpulan. Majelis Hakim tidak mempertimbangkan perjanjian nominee yang dibuat dengan Akta Notaris No 7 antara Gapensi dengan Gito Suwiryo sebagai upaya penyelundupan hukum tetapi menjadikannya dasar bahwa tanah dan bangunan objek sengketa tersebut sebenarnya adalah milik Gapensi. Disisi lain perjanjian nominee tersebut apabila diuraikan berdasarkan syarat-syarat sah suatu perjanjian, maka perjanjian tersebut tidak memenuhi syarat “suatu sebab yang halal”. Hal ini karena perjanjian nominee tersebut melanggar Pasal 21 ayat (2) jo Pasal 1 ayat (1) PP No 38 Tahun 1963 dan Pasal 26 ayat (2) UUPA, sehingga seharusnya perjanjian nominee tersebut menjadi batal demi hukum karena melanggar hukum. Akan tetapi dalam putusan, Majelis Hakim mengakui keabsahan perjanjian nominee yang dibuat dihadapan notaris.

The government imposes restrictions on land ownership in Indonesia. The government prohibits legal entities from having ownership rights to land, except for legal entities declared by government regulations. In land-related transactions, legal entities (which are not appointed by the government) are often found who try to obtain land with ownership status using a nominee agreement mechanism. This research uses a doctrinal legal research method based on secondary data obtained from the results of library research and primary data. The case in the Supreme Court decision Number 2305 K/Pdt/2020 states that the actual owner of the land and buildings subject to dispute is Gapensi which is a legal entity in the form of an association. The Panel of Judges did not consider the nominee agreement made with Notarial Deed Number 7 between Gapensi and Gito Suwiryo as an attempt to smuggle the law but used it as the basis that the land and building objects in dispute actually belonged to Gapensi. On the other hand, if the nominee agreement is described based on the legal terms of an agreement, then the agreement does not fulfill the requirement of "a lawful cause". This is because the nominee agreement violates Article 21 paragraph (2) in conjunction with Article 1 (1) PP No. 38 of 1963 and Article 26 (2) UUPA, so the nominee agreement should be null and void because it violates the law. However, in the decision, the Panel of Judges acknowledged the validity of the nominee agreement made before a notary."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library