Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Budi Santosa
Abstrak :
Pajak Bumi dan Bangunan di Indonesia merupakan suatu pajak properti yang merupakan pajak objektif , yaitu pengenaannya didasarkan pada nilai objek pajak. Penetapan nilai ini dilakukan oleh fiskus berdasarkan data-data dan teknik tertentu yang tidak dapat terlepas dari unsur subjektif penilai, sehingga sering terjadi nilai yang ditetapkan oleh fiskus tidak sesuai dengan harga pasar yang sebenarnya. Penetapan yang terlalu tinggi dapat menimbulkan rasa ketidakadilan bagi wajib pajak, dan sebaliknya penetapan yang terlalu rendah dapat menyebabkan berkurangnya penerimaan pajak. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis penetapan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), sehingga diketahui apakah penetapan tersebut telah sama dengan harga pasar wajar, overassessment atau underassessment. Selain itu juga untuk menguji secara empiris apakah penetapan NJOP tersebut sudah mencerminkan aspek keadilan baik keadilan vertikal maupun horizontal. Penelitian dilakukan di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Bogor (KPPBB Bogor) dengan membandingkan antara NJOP yang ditetapkan oleh KPPBB Bogor dengan Nilai Jual (Harga Pasar Wajar) yang data-datanya diperoleh dari Laporan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) di wilayah Bogor. Dari hasil analisis statistika yang sederhana ternyata bahwa penetapan NJOP di wilayah Bogor cenderung masih underassessment, sehingga penerimaan PBB masih mempunyai potensi untuk ditingkatkan. Berdasarkan ukuran Coefficient of Dispersion (COD) dan Coefficient of Variation (COV), diketahui bahwa terjadi adanya ketidakseragaman rasio penilaian atau gejala ketidakadilan horisontal. Dari hasil analisis regresi diketahui bahwa di beberapa wilayah telah terjadi ketidakadilan vertikal baik dengan pola regresif maupun progresif. Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi KPPBB Bogor untuk melakukan penelitian lebih lanjut yang dapat digunakan baik untuk penerimaan pajak maupun untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dengan menciptakan keadilan yang lebih baik.
2001
T7453
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sukiptiyah
Abstrak :
Dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah daerah khususnya Pemerintah Kabupaten/Kota dituntut untuk dapat menyediakan pelayanan publik yang bermutu. Dengan demikian ketersediaan sumber keuangan yang memadai mutlak harus ada. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebagai salah satu sumber penerimaan keuangan daerah yang potensial, perlu dikelola dengan baik, agar tidak timbul praktek penghindaran pembayaran BPHTB yang dapat mengakibatkan hilangnya penerimaan keuangan pemerintah daerah dari pos bagi hasil pajak. Penelitian ini dilakukan di Pemerintah Kota Bogor. Hipotesa (1) Lemahnya "Law Enforcement", kurangnya upaya penyidiKan dan lemahnya administrasi BPHTB menyebabkan praktek penghindaran pembayaran BPHTB dari yang seharusnya menjadi relatif besar, dan (2) Adanya praktek penghindaran pembayaran BPHTB menyebabkan berkurangnya pendapatan Pemerintah Kota Bogor secara signifikan. Sementara itu tujuan penelitian adalah : (i) mengetahui besar hilangnya pendapatan daerah dari pos penerimaan BPHTB akibut Adanya praktek manipulasi Nilai Perolehan Objek Pajak-Akta Jual Bali (NPOP-AJB) dan (ii) mendapatkan informasi tentang faktor utama yang menyebabkan penghindaran pembayaran BPHTB dan mencari solusinya. Metode analisa yang digunakan adalah analisa deskriptiif-kuantitatif. Dimana untuk membuktikan hipotesis pertama, maka untuk: mendapatkan informasi faktor-faktor yang menjadi penyebab praktek penghindaran pembayaran BPHTB digali melalui survei/kuisioner terhadap warga/rumah tangga yang pada tahun 1999/2000 pernah melakukan transaksi jual bell tanah dan bangunan. Responden dikelompokkan berdasarkan besarnya Nilai Jual Obyek Pajak-Pajak Bumi & Bangunan. Pengisian kuisioner dilakukan dengan cara mengirim formulir/isian kuisioner ke alamat responden melalui pos surat dan atau dengan cara mendatangi langsung responden. Sedangkan untuk mcmbuktikan hipotesis kedua, maka untuk mengetahui besarnya BPHTB yang hilang atau yang seharusnya diterima oleh Pemerintah Kota Bogor, adalah (i) menghitung potensi penerimaan BPHTB, (ii) realisasi penerimaan BPHTB menggunakan angka dari Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan dan (iii) potensi penerimaan BPHTB dikurangi realisasi penerimaan BPHTB merupakan besarnya kehilangan penerimaan keuangan dari pos penerimaan BPHTB akibat praktek manipulasi NPOP-AJB. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa praktek penghindaran BPHTB telah terjadi di Pemerintah Kota Bogor. Adanya praktek penghindaran BPHTB, Pemerintah Kota Bogor kehilangan penerimaan keuangan dari pos bagi hasil pajak sebesar Rp. 2.122.695.000,- atau sekitar 31,68% dari yang telah diterima sekarang. Praktek panghindaran BPHTB ini terjadi karena : (i) Adanya perbedaan yang cukup besar antara NPOP harga pasar dengan NJOP-PBB, yang ditunjukkan oleh nilai rata-rata rasio antara NPOP harga pasar terhadap NJOP-PBB sebesar 2,36, (ii) Kecilnya probability (a) manipulasi NPOP-AJB dapat diketahui oleh pejabat Kantor Pelayanan Pajak dan Bangunan, yang dibuktikan bahwa 92% responden tidak takut melakukan manipulasi NPOP-AJB, dimana 24% responden beralasan karena lemahnya administrasi perpajakan, dan 28% beralasan kemungkinan untuk terlacak sangat kecil, sisanya 48% responden beralasan seandainya ketahuan sanksinya masih bisa dinego/damai, (iii) Kurangnya upaya penyidikan terhadap praktek penghindaran pajak dan lemahnya "Law Inforcement", dimana balum diterapkannya sanksi yang tegas bagi wajib pajak yang melakukan pelanggaran. (iv) Peraturan Pemerintah No. 4811994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan Pengalihan hak atas Tanah dan Bangunan, dan (v) Biaya administrasi pembuatan akta jual beli tanah/bangunan tarifnya didasarkan pada persentase NPOP.AJB. BPHTB merupakan sumber penerimaan keuangan daerah yang potensial untuk tahun-tahun mendatang. Hasil survei menunjukkan bahwa nilai rata-rata rasio antara NPOP harga pasar (hasil survei) terhadap NPOP-AJB sebesar 1,86 dan rata-rata persentase NPOP dilaporkan hanya 59,45% artinya jika Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan mampu mengupayakan maka potensi/kapasitas BPHTB Pemerintah Kota Bogor adalah jauh lebih besar dari realisasi yang ada sekarang. Sejauh ini efisiensi dan efektivitas pengelolaan BPHTB sudah sangat baik, yang ditunjukkan oleh tingkat efisiensi sebesar 0,16 dan tingkat efektivitas sebesar 167,50%. Sementara itu effortnya baru mencapai 75,94%, hal ini menunjukkan bahwa target yang ditetapkan jauh lebih kecil dari kapasitas pajak. Langkah proaktif yang dapat dilakukan Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan untuk mengantisipasi/memperkecil praktek penghindaran BPHTB adalah : (i) merevisi NJOP-PBB agar perbedaan NJOP-PBB dengan NPOP sesuai harga pasar tidak terlalu besar; (ii) merevisi besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOP-TKP) sampai batas terkecil yang masih diperbolehkan dalam Undang-undang dan (iii) Perlunya upaya penyidikan terhadap adanya isue praktek penghindaran pajak dengan lebih intensif.
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T7459
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library