Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rahmatika Febrianti
Abstrak :
Penelitian ini mengeksplorasi mengapa Perancis membatasi freedom to manifest religion perempuan minoritas Muslim dengan burqa dan niqab pada 2010, padahal itu bertentangan dengan norma-norma Hak Asasi Manusia internasional, dapat melanggengkan subordinasi minoritas Muslim, serta dapat menghalangi penggunanya untuk keluar ke ranah publik. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus dengan cara analisis interpretif, menggunakan konsep freedom to manifest religion dan asimilasi sebagai kerangka pikir utama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembatasan freedom to manifest religion dimungkinkan karena kebebasan ini tidak bersifat absolut. Perancis menjustifikasi burqa dan niqab tidak sesuai dengan nilai Liberté, karena tidak menghargai hak perempuan dan lekat dengan fundamentalisme agama yang dapat menghambat proses asimilasi. Larangan ini mencerminkan kembalinya negara koersif dalam politik internasional kontemporer, dengan Perancis yang menegaskan kembali kesatuan identitasnya di tengah kemunduran ekonomi, imigrasi massal, dan globalisasi.
This research explores why France restricts the freedom to manifest religion of Muslim minority women by banning the burqa and niqab in 2010, despite its contradiction with international norms of human rights, its potential to perpetuate the subordination of Muslim minority, and its possibility to curb the wearer to be in public sphere. This is a case study research with interpretive method of analysis, using the concept of freedom to manifest religion and assimilation as the main framework of thinking. The research shows that the restriction is possible due to the non-absolutist nature of freedom to manifest religion. France justifies burqa and niqab incompatible with the value of Liberté, for they are oppressing women?s rights and related to religious fundamentalism which will hinder the assimilation process. The ban reflects ?the return of coercive state? in contemporary international politics, with France recalling its indivisible identity in the midst of economic downturn, mass immigration, and globalization.
Depok: Universitas Indonesia, 2015
S60471
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Qurrota A`yunin
Abstrak :
Penelitian ini menjelaskan bagaimana perkembangan teknologi telah menyediakan ruang kontestasi bagi nilai-nilai dan praktik-praktik pendisiplinan tubuh. Bartky (1990) mendefinisikan pendisiplinan tubuh sebagai konstruksi atas standar tubuh dan subjek perempuan yang ideal dengan memproduksi tubuh dengan gerakan dan penampilan yang dianggap feminin. Dengan menggunakan konsep teoretis komodifikasi kesalehan, dalam artian menambahkan nama merk Islami (semacam modal kesalehan baru) untuk menjelaskan pemasaran komoditas (Shirazi, 2016), penelitian ini berargumen bahwa dengan menggunakan platform sosial media Instagram (IG), perempuan-perempuan niqabis yang berprofesi sebagai selebriti dan memiliki usaha busana muslim telah memodifikasi nilai-nilai kesalehan mengenai ketubuhan perempuan dalam konteks Islam. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yang akan fokus pada data berupa teks yaitu foto dan caption dalam postingan platform sosial media instagram (IG). Penelitian ini bertujuan untuk menunjukkan bagaimana kelompok perempuan niqabis melakukan praktikpraktik komodifikasi nilai kesalehan perempuan yang dimaknai secara tunggal dan kaku sehingga dapat membentuk pendisiplinan tubuh perempuan muslim. Penelitian ini membahas bagaimana ideologi pendisiplinan tubuh perempuan melalui penggunaan niqab pada dasarnya merupakan salah satu bentuk performativitas yang masih diperdebatkan dalam konteks Islam di Indonesia. Perempuan kelompok niqabis pada dasarnya memanipulasi kesalehan perempuan dalam konteks Islam yang sebenarnya ramah dan bersifat tidak kompulsif mengenai aturan ketubuhan perempuan. Manipulasi kesalehan tersebut bermuatan pendisiplinan tubuh perempuan muslim yang disesuaikan dengan misi ekonomi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konstruksi femininitas terbangun melalui interpretasi kesalehan niqabis di Instagram yang mendisiplinkan tubuh perempuan muslim dengan cara berpakaian lebih tertutup. Hal itu dinilai sebagai norma kehormatan bagi perempuan muslim di mana cadar atau niqab digunakan sebagai sarana atau ‘ornamented surface’ dalam perwujudan norma tersebut. Penelitian ini juga mengelaborasi bahwa niqabis dalam Instagram memanfaatkan nilai kesalehan tersebut untuk membangun brand islami, yang secara tidak disadari juga mengandung propaganda pengaturan tubuh perempuan muslim. Kesimpulan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa perempuan muslim dihadapkan pada kategorisasi terbatas mengenai ketubuhannya. Niqab menjadi faktor pembentukan norma gender feminine yang dilekatkan pada tubuh perempuan muslim di Indonesia sebagai standar ideal kesalehan perempuan dalam konteks Islam. Selain itu, terdapat proses komodifikasi pada nilai-nilai yang dikonstruksi melalui media sosial Instagram. Proses tersebut tidak hanya melibatkan niqab dan pesan kesalehan saja melainkan juga tubuh perempuan yang dijadikan sebagai komoditas untuk mendongkrak penjualan produk busana muslim. Pada akhirnya, nilai-nilai kesalehan dalam sebuah iklan busana muslim yang sebenarnya tidak mendisiplinkan tubuh perempuan muslim tampak sebagai kesalehan tunggal dan dipaksakan. Kesalehan dalam konteks Islam yang ramah dan memberikan beragam pilihan dalam hal ketubuhan perempuan muslim, dalam hal ini, dipersempit dalam interpretasi yang kaku dan dialih-fungsikan sebagai media periklanan pada platform media sosial Instagram yang secara jelas bersifat komersil dan dapat menggiring pada praktik konservatisme dan bahkan ekstrimisme beragama. ...... This research elaborates how technological developments have provided a space for contestation of the values and practices of disciplinary bodies. Bartky (1990) defines body discipline as a construction of the ideal female body and subject standards by producing bodies with movements and appearances that are considered feminine. By using the theoretical concept of piety commodification, in the sense of adding an Islamic brand name (a kind of new piety capital) to explain commodity marketing (Shirazi, 2016), this study argues that by using the Instagram social media platform (IG), niqabis women who work as celebrities and own Muslim fashion businesses have modified piety values regarding the female body in an Islamic context. This study uses a qualitative approach, which will focus on data in the form of text, which are photos and captions in posts on the Instagram social media platform (IG). This study aims at showing how groups of niqabis women carry out the practices of commodifying the values of female piety which are interpreted singly and rigidly so that they can form discipline in the body of Muslim women. This research discusses how the ideology of disciplining women's bodies through the use of the niqab is basically a form of performativity that is still being debated in the context of Islam in Indonesia. Niqabis women group basically manipulate women's piety in an Islamic context which is actually friendly and is not compulsive about the rules of the female body. This piety manipulation involves disciplining Muslim women's bodies according to the economic mission. The results showed that the construction of femininity was built through the interpretation of piety of niqabis on Instagram which disciplines Muslim women's bodies by dressing more closed. It is considered as a norm of honor for Muslim women where the veil or niqab is used as a means or an “ornamented surface” in the embodiment of the norm. This research also elaborates that the niqabis on Instagram utilizes these piety values to build an Islamic brand, which unconsciously also contains propaganda for regulating the body of Muslim women. The conclusion in this study shows that Muslim women are faced with a limited categorization of their bodies. The niqab is a factor in the formation of feminine gender norms that are embedded in the body of Muslim women in Indonesia as the ideal standard of female piety in the context of Islam. In addition, there is a process of commodification of values constructed through Instagram social media. This process does not only involve the niqab and messages of piety but also women's bodies which are used as commodities to boost sales of Muslim clothing products. In the end, the values of piety in a Muslim fashion advertisement that actually do not discipline the Muslim woman's body appear to be single piety and are forced. Piety in an Islamic context that is friendly and provides various choices in terms of the body of Muslim women, in this case, is narrowed down in a rigid interpretation and is converted as an advertising medium on the Instagram social media platform which is clearly commercial in nature and can lead to conservatism and even practices of religious extremism.
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library