Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rondonuwu, Cherry Alisa Lidya
"ABSTRAK
Kejang pada neonatus merupakan gejala yang paling sering ditemukan dari gangguan neurologis pada periode neonatus. Kejang pada neonatus dapat terjadi sebagai akibat dari etiologi yang beragam dan ini sering menandakan adanya kerusakan atau malfungsi dari sistem saraf pusat yang belum berkembang sempurna. Penelitian bertujuan untuk mengetahui profil dan luaran kejang pada neonatus serta faktor-faktor yang memengaruhinya. Studi retrospektif dari data sekunder rekam medis Unit Perinatologi RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada periode Januari 2015 sampai Juni 2019. Semua neonatus di RSCM dengan usia kronologis ≤ 28 hari pada neonatus aterm atau ≤ 44 minggu sejak konsepsi pada neonatus prematur, dengan riwayat kejang atau mengalami kejang minimal satu kali selama perawatan, diikutkan dalam penelitian ini. Subjek dieksklusi bila terdapat kecurigaan kelainan bawaan dan rekam medis tidak lengkap. Pencatatan terhadap subjek meliputi riwayat antenatal, gejala klinis, hasil EEG dan neuroimaging, serta luaran. Studi dilakukan terhadap 108 subjek dan didapatkan jenis kelamin lelaki sebesar 59,3%, usia gestasi aterm sebesar 55,6%, serta berat lahir normal sebesar 52,8%. Kematian terjadi pada 38 (35,2%) subjek. Insidens kejang pada neonatus di Unit Perinatologi RSCM sebesar 3,3%. Karakteristik neonatus yang mengalami kejang adalah jenis kelamin lelaki, aterm, persalinan dengan bedah kaisar, riwayat resusitasi aktif, dan respons dengan pemberian obat anti kejang tunggal. Luaran meninggal pada penelitian ini sebesar 35,2% dengan faktor-faktor yang memengaruhinya yaitu usia gestasi, berat lahir, frekuensi kejang, dan penyakit penyerta sepsis.

ABSTRACT
Neonatal seizures are the most common manifestation of neurological disorders in the newborn period. Neonatal seizures may arise as a result of diverse etiologies and these events frequently signify serious damage or malfunction of the immature developing central nervous system. The study is aimed to determine neonatal seizures profile and factors that influence its outcome. This was a retrospective cohort study from secondary medical record data at Neonatology Unit of Cipto Mangunkusumo General Hospital (CMGH) between January 2015-Juni 2019. All neonates in CMGH with a chronological age of ≤ 28 days in a term infant or ≤ 44 weeks from conception in a preterm infant, with seizure or history of seizure were included in the study. Subjects were excluded if they were suspected of having congenital disorders or incomplete medical records. Data collected from the subjects include antenatal history, clinical symptoms, EEG findings, neuroimaging results, and outcome at discharge. A total of 108 subjects were included in the study and among neonates with seizures, 59,3% were male, 55,6% were born term, and 52,8 % had normal birth weight. Death occurred in 38 cases (35,2%). Incidens of neonatal seizure in Neonatology Unit of CMGH was 3,3%. Neonates who developed seizure characterized by male gender, term birth, delivered by section cesarean, history of active resuscitation, and respons to single antiepileptic drug. The mortality rate in this study was 35,2% with gestational age, birth weight, frequency of seizure, and sepsis being the factors that influence the outcome."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Gisda Irwanti
"Latar belakang. Kejang merupakan gejala disfungsi neurologis yang paling sering terjadi pada masa neonatus.Kegagalan mengatasi kejang pada tahap akut berkaitan dengan luaran perkembangan susunan saraf pusat dan kognitif yang buruk. Fenobarbital masih merupakan pilihan obat antikejang lini pertama untuk pengobatan kejang neonatus dan telah digunakan selama beberapa dekade, meskipun bukti ilmiah menunjukkan fenobarbital tidak cukup efektif dalam mengatasi kejang pada periode neonatus yaitu tidak lebih dari 50%. Studi mengenai respons terapi fenobarbital pada kejang neonatus dan  faktor risiko  yang memengaruhi masih sangat terbatas dan belum diketahui secara jelas
Metode. Penelitian ini adalah penelitian kohort retrospektif. Penelitian dilakukan dengan penelusuran rekam medis RSCM dengan diagnosis kejang neonatus yang mendapatkan terapi fenobarbital, sejak tanggal 1 Januari 2016 - 31 Desember 2020. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui respons terapi fenobarbital pada kejang neonatus dan faktor-faktor risiko yang memengaruhinya. Faktor risiko yang diteliti adalah prematuritas, ensefalopati hipoksik iskemik (EHI), hipoglikemia, hiponatremia, hipokalsemia, infeksi susunan saraf pusat (SSP), perdarahan intrakranial dan jumlah tipe kejang. Analisis bivariat dan regresi multipel logistik dilakukan untuk menilai faktor risiko terhadap tidak responnya terapi fenobarbital.
Hasil. Jumlah subjek pada penelitian ini sebanyak 120 subjek neonatus. Respons terapi fenobarbital pada 3 hari pertama yaitu sebesar 72,5% dan sebesar 27,5% tidak respons. Sedangkan respons terapi pada 7 hari total pengamatan sebesar 63,3% dan sebesar 36,7% tidak respons. Berdasarkan statistik faktor risiko yang memengaruhi tidak responsnya terapi fenobarbital adalah EHI [p = 0,033; RR 1,938 ( IK 1,055 - 3,564), hipoglikemia [p= 0,03; RR 2,108 (IK 1,200 - 3,703)], perdarahan intrakranial [p = 0,013; RR 2,197 (IK 1,260 - 3,820)] dan jumlah tipe kejang [p<0,001; RR 7,292 (3,643 - 14,594)]. Jumlah tipe kejang merupakan faktor risiko yang paling signifikan [p = 0,001; RR 2,961 (IK 1,573 - 5,572)].
Kesimpulan. Respons terapi fenobarbital pada kejang neonatus di studi ini cukup tinggi yaitu sebesar  72,5% pada 3 hari pertama dan 63,3% pada total pengamatan 7 hari. Faktor risiko yang paling signifikan meningkatkan risiko tidak responsnya terapi fenobarbital pada kejang neonatus adalah jumlah tipe kejang. Jumlah tipe kejang > 1 meningkatkan risiko tidak respons terhadap terapi fenobarbital 2,9 kali dibandingkan dengan subjek dengan 1 tipe kejang.

Background. Seizure is the most common symptom of neurological dysfunction in neonates. Failure in the management of its acute stage is associated with poor neurodevelopmental and cognitive outcomes. Phenobarbital is the first-line anticonvulsant and drug of choice for treating neonatal seizures and has been used for decades, despite scientific evidence shows that phenobarbital is less effective to treat neonatal seizures, approximately no more than 50%. Studies on the response to phenobarbital therapy in neonatal seizures and its associated risk factors are still very limited and unclear.
Methods. This is a retrospective cohort study, using medical records review at Cipto Mangunkusumo hospital, from January 1, 2016 - December 31, 2020. This study aims to determine the response to phenobarbital therapy in neonatal seizures and the risk factors that influence it. The evaluated risk factors were prematurity, hypoxic ischemic encephalopathy (HIE), hypoglycemia, hyponatremia, hypocalcemia, central nervous system infections, intracranial hemorrhage and number of seizure types.
Result. A total of 120 neonates were included. The response to phenobarbital therapy in neonatal seizures is 72.5% in the first 3 days and 63.3%, in the total 7 days of observation. Hypoxic ischemic encephalopathy (HIE) shows to be one of the risk factors that significantly influence negative response [p = 0,033; RR 1,938 (95%CI 1,055 - 3,564), followed by hypoglycemia [p= 0,03; RR 2,108 (95%CI 1,200 - 3,703)], intracranial bleeding [p = 0,013; RR 2,197 (95%CI 1,260 - 3,820)] dan number of seizure types [p<0,001; RR 7,292 (95%CI 3,643 - 14,594)]. Number of seizure types more than one types was the most significant risk factor [p = 0,001; RR 2,961 (95%CI 1,573 - 5,572)].
Conclusion. This study shows 72.5% neonatal seizures responded to phenobarbital in the first 3 days and 63.3% on the 7th day. The most significant risk factors of not responding to phenobarbital therapy is the number of seizure type. Seizure type > 1 increased the risk of not responding to phenobarbital therapy 2,961 times compared with subjects with just 1 seizure type.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library