Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Abstrak :
Karsinoma nasofaring (KNF) di Indonesia merupakan tumor ganas kepala dan leher terbanyak dan berada di peringkat ke empat dari seluruh keganasan pada tubuh manusia setelah tumor ganas serviks, tumor payudara dan tumor kulit. Kemajuan ilnmu pengetahuan dan teknologi dalam menegakkan diagnosis keganasan pada umumnya dan karsinoma nasofaring khususnya adalah dengan pemeriksaan histopatologik atau sitologik. Pemeriksaan penunjang lainnya, antara lain pemeriksaan radio diagnostik seperti Tomografi komputer (CT Scan), Pencitraan Resonansi Magnetik (MRI), pemeriksaan serologi, imunohistokimia dan patologi molekuler. Karsinoma nasofaring adalah suatu tumor yang berasal dari sel-sel epitel yang melapisi daerah nasofaring. Karsinoma nasofaring pertama-tama diperkenalkan oleh Regaud dan Schmineke pada tahun 1921. Karsinoma nasofaring adalah suatu tumor ganas yang relatif jarang ditemukan pada beberapa tempat seperti Amerika Utara dan Eropa dengan insidens penyakit 1 per 100.000 penduduk. Penyakit ini lebih sating terdapat di Asia Tenggara termasuk Cina, Hong Kong, Singapura, Malaysia dan Taiwan dengan insidens antara 10 - 53 kasus per 100.000 penduduk. Di daerah India Timur Laut, insidens pada daerah endemis antara 25 sampai 50 kasus per 100.000 penduduk. Penelitian terhadap penyakit karsinoma nasofaring ini mendapat banyak perhatian. Hal ini disebabkan oleh adanya interaksi yang cukup kompleks dari etiologi penyakit seperti faktor genetika, virus (Epstein-Barr) dan faktor lingkungan (nitrosamin di dalam ikan asin). Pada tahun 1985 Ho menyatakan sebuah hipotesis bahwa sebagai etiologi dari karsinoma nasofaring adalah infeksi dari virus Epstein-Barr. Virus Epstein-Barr (EBV) adalah virus yang dapat menginfeksi lebih dari 90% populasi manusia di seluruh dunia. Virus Epstein-Barr merupakan salah satu penyebab dari infeksi mononukieosis. Karsinoma nasofaring adalah neoplasma epitel nasofaring yang sangat konsisten dengan infeksi EBV. Infeksi primer pada umumnya terjadi pada anak-anak dan bersifat asimptomatik. Infeksi primer dapat menyebabkan virus persisten dimana virus memasuki periode laten di dalam Iimfosit B. Periode laten dapat mengalami reaktivasi spontan ke periode litik, yaitu terjadi replikasi DNA EBV, dilanjutkan dengan pembentukan virion baru dalam jumlah besar, sehingga sel pejamu menjadi lisis dan virion dilepaskan ke sirkulasi. Sel yang terinfeksi EBV mengekspresikan antigen virus yang spesifik . EBV mempunyai potensi onkogenik untuk mengubah sel yang terinfeksi menjadi sel gangs seperti KNF, retikulosis polimorfik dan limfoma Burkitt. Virus Epstein-Barr memegang peranan penting dalam terjadinya keganasan, tetapi virus ini bukan satu-satunya penyebab dari timbulnya karsinoma nasofaring. Transmisi dari virus Epstein-Barr membutuhkan kontak yang erat dengan saliva sesenrang yang terinfeksi dengan virus ini. Banyak orang sehat dapat membawa dan menyebarkan virus secara intermiten di dalam kehidupannya, sehingga transmisi virus ini pada sebagian manusia tidak mungkin untuk dicegah.

Abstrak :
For practitioners at all stages of experience, diseases of the parathyroid glands are not easily deciphered. There are many subtleties to its pathology and diagnosis. Today, the wealth of new information from molecular medicine makes it very challenging for the individual practitioner to have a complete picture of these entities. Diseases of the parathyroid glands addresses these issues by offering a concise, user-friendly text that provides state-of-the-art background on mineral physiology and its regulation and couples this to a variety of clinical topics of parathyroid gland pathology. Introductory chapters cover calcium regulation and parathyroid gland physiology, drawing upon many of the new aspects of glandular control mechanisms beyond the classical ones associated with calcium alone. The majority of the text covers clinical problems. Although most chapters address problems in adult medicine, three separate chapters are devoted to pediatric problems of hyper- and hypoparathyroidsm and parathormone resistance states. In addition, there are several chapters on less common but equally challenging problems such as parathyroid cancer, calciphylaxis, cystic lesions of the glands, and ectopic glandular disease. The final chapters detail the techniques of parathyroid gland imaging and surgical treatment.

Abstrak :
Laser technology is constantly evolving and progressing. The use of laser therapy is vastly expanding and for this reason a medical book of this magnitude is necessary. Lasers and light therapy includes an up-to-date comprehensive look at lasers and light therapy not only in the field of cutaneous Laser surgery, but in other medical specialties as well.

Abstrak :
Imaging is crucial in the multidisciplinary approach to head and neck cancer management. The rapid technological development of recent years makes it necessary for all members of the multidisciplinary team to understand the potential applications, limitations, and advantages of existing and evolving imaging technologies. It is equally important that the radiologist has sufficient clinical background knowledge to understand the clinical significance of imaging findings. This book provides an overview of the findings obtained using different imaging techniques during the evaluation of head and neck neoplasms, both before and after therapy. All anatomic areas in the head and neck are covered, and the impact of imaging on patient management is discussed in detail. The authors are recognized experts in the field, and numerous high-quality images are included. This second edition provides information on the latest imaging developments in this area, including the application of PET-CT and diffusion-weighted magnetic resonance imaging.