Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
Mafili Pramudita
"Terbitnya Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) pada tahun 2021 kembali merevisi Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh), salah satunya adalah mengenai perlakuan PPh atas biaya imbalan natura dan/atau kenikmatan. Penelitian ini membahas mengenai adanya perbedaan klausul dalam UU PPh hasil revisi UU HPP dengan peraturan turunannya mengenai pengaturan perlakuan PPh atas biaya natura dan/atau kenikmatan, dengan tujuan menganalisis keselarasan kebijakan pengaturan PPh atas biaya imbalan dan/atau kenikmatan dalam UU PPh hasil revisi UU HPP dengan peraturan turunannya ditinjau melalui asas preferensi berupa
lex superior derogat legi inferiori. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif, dengan teknik pengumpulan data berupa studi literatur dan wawancara mendalam. Hasil dari penelitian ini mengungkapkan bahwa asas preferensi lex superior derogat legi inferiori belum dapat diimplementasikan secara pasti, karena masih terdapatnya perbedaan interpretasi baik dari otoritas pajak, maupun dari akademisi dan praktisi, dengan akademisi dan salah satu praktisi yang berpendapat bahwa peraturan tersebut bersifat tidak selaras, namun DJP dan salah satu praktisi berpendapat bahwa peraturan tersebut sudah bersifat selaras. Oleh karena itu, disarankan agar otoritas pajak memberikan sosialisasi secara lebih konkret mengenai perlakuan PPh atas biaya natura dan/atau kenikmatan, dengan memberikan contoh kasus dalam sosialisasinya, sedangkan untuk wajib pajak disarankan agar dapat menyertakan dokumentasi dan pembuktian yang menyatakan bahwa biaya natura dan atau kenikmatan memang berhubungan dengan komponen 3M, sehingga potensi sengketa dapat diminimalisir.
The enactment of the Harmonization of Tax Regulations Act in 2021 revised the Income Tax Law, including the treatment of income tax on the expenses of fringe benefits and/or benefits in a form of pleasure. This study discusses the differences in clauses between the revised Income Tax Law on the Harmonization of Tax Regulation and its derivative regulations regarding the treatment of income tax on the expenses of fringe benefits and/or benefits in a form of pleasure, aiming to analyze the alignment of income tax policy on both of the regulations from the preference principle of lex superior derogat legi inferiori. The research used a qualitative method, with data collection techniques including literature studies and in-depth interviews. The result of this study reveal that the preference principle of lex superior derogat legi inferiori cannot yet be definitively implemented, as there are still differences in interpretation persist between tax authorities, academics, and practitioners. The tax academics and one of the practitioners stated that the regulations did not align, while the tax authorities and one of the other practitioners stated that the regulations did align. Therefore, it is recommended for tax authorities to provide more concrete socialization regarding the treatment of income tax on the expenses of fringe benefits and/or benefits in a form of pleasure, including giving some case as some examples, while the taxpayers are recommended to include the documentation and proof stating that the cost are indeed related to the 3M components, so that the potential disputes can be minimized. "
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Tarisa Khairunnisa
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis interpretasi hukum terhadap imbalan dalam bentuk kenikmatan yang mengalami perubahan melalui Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dalam klaster pajak penghasilan, dengan penekanan pada aspek kepastian hukum. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah paradigma post-positivist. Teknik pengumpulan data yang digunakan meliputi studi pustaka dan wawancara mendalam. Hasil penelitian ini mengungkapkan kesimpulan berdasarkan 6 (enam) dimensi kepastian hukum, yaitu (1) dimensi materi/objek hukum belum mampu memberikan kepastian hukum yang memadai; (2) dimensi subjek hukum memberikan kepastian hukum yang memadai, (3) dimensi pendefinisian belum memberikan kepastian hukum, (4) dimensi perluasan/penyempitan juga belum memberikan kepastian hukum, (5) dimensi ruang lingkup belum memberikan kepastian hukum, dan (6) dimensi penggunaan bahasa hukum masih belum mampu memberikan kepastian hukum. Berdasarkan temuan penelitian ini, terlihat bahwa kebijakan pajak penghasilan terbaru terkait imbalan kenikmatan belum mampu memberikan kepastian hukum, sehingga berpotensi menimbulkan sengketa pajak dalam implementasinya. Oleh karena itu, disarankan agar muatan undang-undang lebih diperjelas dan disempurnakan melalui regulasi perpajakan yang berkaitan dengan imbalan kenikmatan, guna memberikan kepastian hukum yang lebih baik. Dengan meningkatkan kejelasan hukum, para pengambil kebijakan dapat menciptakan lingkungan perpajakan yang stabil dan dapat diprediksi, yang menguntungkan baik bagi para wajib pajak maupun administrasi perpajakan. Memperkuat kerangka hukum akan mengurangi potensi sengketa yang berlarut-larut dan berkontribusi pada pembangunan sistem perpajakan yang adil dan efektif.
The objective of this research is to comprehensively analyze the legal interpretation of benefits in the form of perks, which have undergone modifications as a result of the enactment of the Harmonization of Tax Regulation Act in the income tax cluster, with a specific focus on establishing the extent of legal certainty. Employing a post-positivist paradigm, the study employs a combination of literature review and in-depth interviews as data collection techniques. The research findings shed light on the six dimensions of legal certainty. Firstly, the material/legal object dimension fails to provide the required level of legal certainty. Secondly, while the legal subject dimension achieves a satisfactory level of legal certainty, shortcomings are observed in other dimensions. Thirdly, the definition dimension lacks the necessary legal certainty. Fourthly, both the expansion/narrowing dimension and the scope dimension exhibit inadequacies in ensuring legal certainty. Lastly, the utilization of legal language dimension falls short in establishing legal certainty. Based on these research outcomes, it becomes apparent that the latest income tax policy concerning perks fails to guarantee legal certainty, which in turn may lead to tax disputes during implementation. Consequently, it is strongly recommended to clarify and enhance tax regulations pertaining to perks to ensure a higher level of legal certainty. By fostering improved legal clarity, policymakers can cultivate a stable and predictable tax environment that benefits both taxpayers and tax authorities. Strengthening the legal framework will reduce the likelihood of protracted disputes and contribute to the development of an equitable and effective tax system."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Fatqur Hidayat
"Studi ini mencoba mengevaluasi dampak transisi dari bantuan pangan natura ke e-voucher terhadap rasio pemenuhan kebutuhan kalori harian. Kami membahas transisi program bantuan pangan di Indonesia, yaitu dari Program Beras Sejahtera (Rastra) dalam bentuk natura menjadi Program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) sebagai program e-voucher.
Data utama pada penelitian ini adalah hasil survei Badan Pusat Statistik yaitu Susenas 2017 untuk Program Rastra dan Susenas 2019 untuk BPNT. Untuk mengestimasi dampak dari kedua program, penelitian ini menerapkan metode mahalanobis distance matching (MDM) dengan algoritma Kernel matching serta dilengkapi dengan exact-matching dan regression adjustment. Pengukuran estimasi dampak dilakukan di tingkat nasional dan regional.
Hasil estimasi di tingkat nasional menunjukkan bahwa program Rastra dan BPNT dapat meningkatkan rasio pemenuhan kebutuhan kalori harian masing-masing sebesar 2,4% dan 4,8%. Sementara itu, di tingkat daerah, dampak Program BPNT jauh lebih tinggi dibandingkan Program Rastra di hampir semua regional kecuali Mama-Papa yang dampaknya sangat kecil dan tidak signifikan.
This study tries to evaluate the impact of the transition from in-kind food assistance to e-vouchers on the ratio of meeting daily calorie needs. We discussed the transition of food assistance programs in Indonesia, namely from the Rice Welfare Program (Rastra) as an in-kind transfer to the Non-Cash Food Assistance Program (BPNT) as an e-voucher program.The main data in this research are the survey data by the Indonesian Central Statistics Agency, namely the 2017 Susenas for the Rastra Program and the 2019 Susenas for BPNT. To estimate the impact of the two programs, this study applies the mahalanobis distance matching (MDM) method with the Kernel matching algorithm and is equipped with exact-matching and regression adjustment. Measurement of the estimated impact is carried out at the national and regional levels.The estimation results at the national level show that the Rastra and BPNT programs can increase the ratio of meeting daily calorie needs by 2.4% and 4.8%, respectively. Meanwhile, at the regional level, the impact of the BPNT Program is much higher than the Rastra Program in almost all regions except for the Mama-Papa where the impact is very small and insignificant."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Nadila Puan Fauziah
"Pandemi Covid-19 membuat penerimaan negara melalui pajak mengalami kontraksi. Hal tersebut membuat pemerintah berupaya melakukan optimalisasi penerimaan pajak melalui reformasi perpajakan dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Salah satu poin perubahannya adalah pemajakan natura dan kenikmatan dari sisi penerimanya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Strength, Weakness, Opportunity, dan Threat melalui analisis SWOT, serta upaya-upaya yang dilakukan pemerintah dalam implementasi kebijakan pemajakan natura dan kenikmatan yang berlaku pada saat penelitian ini dilakukan. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif melalui teknik pengumpulan data berupa wawancara dan library research. Berdasarkan identifikasi analisis SWOT, isu utama yang menghambat implementasi pemajakan natura dan kenikmatan adalah isu yang berkaitan dengan asas ease of administration. Isu ini mencangkup masalah kepastian aturan, efisiensi, dan kemudahan. Menanggapi isu tersebut pemerintah saat ini sedang berupaya membuat aturan yang jelas dan mudah dimengerti. DJP menyadari penuh bahwa isu yang berkaitan dengan ease of administration akan menyelimuti implementasi pemajakan natura dan kenikmatan. Hal ini merupakan pengorbanan yang dilakukan untuk menciptakan sistem perpajakan yang adil dan dapat meningkatkan pendapatan negara. Dengan demikian pemerintah harus membuat aturan yang jelas dan bertumpu pada keadilan pemungutan pajak. Hal ini dapat dilakukan dengan aturan yang terarah menarget wajib pajak berpenghasilan tinggi sehingga keadilan dan penerimaan pajak dapat meningkat.
The Covid-19 pandemic has contracted state revenue through taxes. This makes the government seek to optimize tax revenue through tax reform in the Law on Harmonization of Tax Regulations. One of the points of change is the taxation of nature and the enjoyment of the recipient. The purpose of this study was to determine Strength, Weakness, Opportunity and Threat through SWOT analysis, as well as the efforts made by the government in implementing fringe benefits tax policies that were in effect at the time this research was conducted. This research was conducted using a qualitative approach through data collection techniques in the form of interviews and library research. Based on the identification of the SWOT analysis, the main issues that impede the implementation of fringe benefits taxation are issues related to the principle of ease of administration. This issue covers the problem of regulatory certainty, efficiency, and convenience. Responding to this issue, the government is currently trying to make rules that are clear and easy to understand. DGT is fully aware that issues related to ease of administration will envelop the implementation of fringe benefits taxation. This is a sacrifice made to create a fair tax system and can increase state revenues. Thus the government must make clear rules and rely on the fairness of tax collection. This can be done with regulations that are directed at targeting high-income taxpayers so that equity and tax revenues can increase."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
A. Muhammad Achsan Abufarhah
"Perubahan ketentuan perpajakan atas natura dan/atau kenikmatan sesuai yang diatur dalam Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan yang kemudian dijelaskan lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 66 Tahun 2023 masih menuai pro dan kontra di masyarakat. Peraturan ini diterbitkan dengan tujuan untuk lebih memberikan kepastian hukum dan keadilan perlakuan pajak penghasilan atas imbalan kerja berupa natura atau kenikmatan. Berdasarkan permasalahan tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menganalisa apakah perubahan ketentuan perpajakan tersebut memenuhi tujuan dari peraturan tersebut baik dari aspek keadilan maupun kepastian hukum, selain itu juga dilakukan penilaian aspek efisiensi dan kenyamanan bagi wajib pajak dengan menggunakan The Four Maxims yang dikemukakan oleh Adam Smith sebagai dasar penilaian. Data primer kualitatif berupa wawancara dengan pihak praktisi yang berasal dari pihak KPP Pratama Jakarta Setiabudi Dua, pihak konsultan pajak, dan pihak wajib pajak dilakukan untuk menilai terkait kesesuaian kebijakan perpajakan dalam peraturan tersebut dengan asas pemungutan pajak The Four Maxims yang dikemukakan oleh Adam Smith yaitu asas equality, asas certainty, asas convenience of payment, dan asas efficiency. Hasil analisis data menunjukkan bahwa perubahan kebijakan perpajakan atas natura/kenikmatan yang dinilai berdasarkan asas pemungutan pajak The Four Maxims telah memenuhi asas equality, asas certainty, dan asas efficiency namun belum meningkatkan penerapan asas convenience of payment
Changes to taxation provisions on fringe benefits as regulated in the Law on Tax Harmonization, which are further explained in Minister of Finance Regulation Number 66 issued in 2023, are still reaping pros and cons in the community. This regulation was issued with the aim of providing greater legal certainty and equality in the treatment of income tax on fringe benefits given to employee. Based on these problems, this research aims to analyze whether the changes to the tax provisions fulfill the objectives of these regulations both from the aspects of equality and legal certainty, apart from that, an assessment of the aspects of efficiency and comfort for taxpayers is also carried out using The Four Maxims proposed by Adam Smith as basis for assessment. Qualitative primary data in the form of interviews with practitioners from KPP Pratama Jakarta Setiabudi Dua, tax consultants, and taxpayers were conducted to assess the suitability of tax policies in these regulations with the principles of tax collection The Four Maxims put forward by Adam Smith, namely the principles equality, certainty principle, convenience of payment principle, and efficiency principle. The results of data analysis show that changes in tax policy on fringe benefits assessed based on The Four Maxims tax collection principles have fulfilled the equality principle, certainty principle and efficiency principle but have not increased the application of the convenience of payment principle."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Reginald
"Laporan magang ini berisi evaluasi pelaporan surat pemberitahuan (SPT) tahunan orang pribadi ekspatrait yang dilakukan oleh KKP AB. Proses pelaporan SPT ini dimulai dari persiapan pengumpulan data dan informasi yang dibutuhkan, melakukan perhitungan yang diperlukan, dan pelaporan SPT tahunan. Evaluasi pelaporan SPT yang dilakukan KKP AB ini ditujukan untuk melihat apakah sudah ada kesesuaian dengan peraturan perpajakan yang berlaku di Indonesia. Berdasarkan evaluasi yang dilakukan, proses pelaporan SPT tahunan orang pribadi ekspatriat sudah efektif sesuai dengan peraturan yang berlaku hingga saat penulisan laporan ini dibuat. Selain evaluasi, laporan ini juga berisi refleksi diri penulis selama mengikuti kegiatan magang di KKP AB sehingga penulis dapat berkembang ke arah yang lebih baik lagi.
This internship report contains an evaluation of the expatriate's tax return (SPT) reporting carried out by KKP AB. The tax return reporting process starts from preparing to collect the required data and information, carrying out the necessary calculations, and reporting the annual SPT. The evaluation of tax return reporting carried out by KKP AB is aimed at seeing whether there is conformity with the tax regulations in force in Indonesia. Based on the evaluation carried out, the process of reporting expatriate annual personal tax returns has been effective in accordance with the regulations in force at the time of writing this report. Apart from evaluation, this report also contains the author's self-reflection while participating in internship activities at KKP AB so that the author can improve himself."
Depok: Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Elvan Wirasta
"Pemberian natura oleh wajib pajak yang dikenakan pajak bersifat final serta yang menggunakan norma penghitungan khusus yang menjadi objek pajak penghasilan bagi penerimanya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan pada praktiknya masih menimbulkan berbagai permasalahan baik bagi perusahaan maupun bagi aparat perpajakan. Data primer kualitatif berupa wawancara dengan pihak Dirjen Pajak, pihak Kantor Pajak Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga, serta dengan pihak konsultan pajak dan wajib pajak telah dilakukan untuk mengetahui efektivitas dari penerapan peraturan tersebut serta untuk mendapatkan solusi dari permasalahan yang muncul darinya.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa permasalahan seperti penjelasan yang kurang detail mengenai pengertian dan batasan pelaporan biaya pemberian natura pada peraturan perpajakan, kendala dalam penerapan aturan perpajakan terkait pemberian natura, atau kurangnya komponen pengawasan yang terdapat dalam Surat Pemberitahuan menunjukkan belum efektifnya penerapan peraturan perpajakan yang berlaku. Diperlukan perbaikan pada peraturan perpajakan mengenai pemberian natura oleh wajib pajak yang dikenakan pajak bersifat final serta yang menggunakan norma penghitungan khusus pada karyawan serta diperlukan kesadaran dari wajib pajak untuk melaporkan biaya tersebut sesuai dengan peraturan yang ada.
Fringe benefit provition from taxpayers which are taxed by final income taxes and deemed profit taxes that become taxable income to the recipients as mentioned in Income Tax Regulation leads to various problems for both company and tax authority. Qualitative primary datas in interview form are compiled from government, Jakarta Kebayoran Baru Tiga tax office, tax consultant, and tax payer to understand the effectivity of the regulation and to find solutions for those problems.Data analysis results problems like the lack of explanation in law regulation about the definition and limitation of fringe benefit, problem in implementing the tax regulation about fringe benefit provision, or the lack of supervision component trough tax report (SPT) which shows that the tax regulations are not effective enough. It needs more adjustment to the income tax law for taxpayers which are taxed by final income taxes and deemed profit taxes about these fringe benefit provition and also willingness from company to report their taxes based on the regulation."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2016
S62338
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Bella Anastasia Pratiwi
"
ABSTRAKDalam memeriksa dan mengadili perkara lingkungan hidup, hakim terlebih dahulu harus memeahami asas-asas kebijakan lingkungan. Dalam Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 36 Tahun 2013 dimuat mengenai asas In dubio pro natura yang dimuat didalam pembahasan mengenai prinsip kehati-hatian Precautionary Principle . Asas In dubia pro natura sudah digunakan sebagai pertimbangan Hakim untuk menghukum PT. KALLISTA ALAM. Akan tetapi jika dilihat dalam dokumen-dokumen Internasional dan dalam penggunaannya di negara-negara yang telah lama menggunakan asas In dubio pro natura, terdapat ketidaksesuaian dengan penggunaan asas ini di Indonesia. Dalam Skripsi ini diperoleh suatu kesimpulan bahwa asas In dubia pro natura di Indonesua belum dipandang jauh sebagai suatu asas yang berbeda dengan prinsip kehati-hatian Precautionary Principle . Asas In dubio pro natura hanya dipandang sebagai pedoman untuk berpihak kepada lingkungan tetapi belum secara tegas didefinisikan lingkup penggunaannya, sehingga dapat terjadi ketidakasdilan, dan bahkan tujuan dari prinsip tersebut untuk berpihak kepada lingkungan dapat saja tidak terpenuhi Metode penulisan dalam skripsi ini adalah Yuridis Normatif. Oleh karena itu, didalam skripsi ini dimuat mengenai perbedaan asas In dubio pro natura dan prinsip kehati-hatian Precautionary Principle.
ABSTRACTIn examining and adjudicating environmental cases, judges must first understand the principles of environmental policy. In the Decree of Supreme Court Number 36 of 2013 contains the principle named In dubio pro natura which is contained in the discussion of the Precautionary Principle. Principle In dubia pro natura has been used as a judge consideration to punish PT. KALLISTA ALAM. However, when viewed in international documents and in their use in countries that have long used the principle of In dubio pro natura, there is a discrepancy with the use of this principle in Indonesia. In this thesis, it can be concluded that the principle of In dubia pro natura in Indonesia has not been considered as a different principle from Precautionary Principle. The principle of In dubio pro natura is only seen as a guideline for siding with the environment but has not explicitly defined the scope of its use and even the purpose of that principle may be unfulfilled. The method of writing in this thesis is Juridical Normative. Therefore, in this thesis is published about the difference of principle In dubio pro natura and Precautionary Principle Precautionary Principle."
2017
S68756
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Rahmatul Madina
"Banyaknya perusahaan yang menyediakan program kesejahteraan karyawan dalam konteks penelitian ini fringe benefits umumnya sebagai investasi pada karyawannya. Perusahaan memiliki kebijakan dalam menentukan bentuk dan jenis dari peneyediaan fringe benefits, sehingga variasi yang diciptakan membuat pemerintah Indonesia untuk mengambil langkah dalam mengatur pemajakannya. Penelitian ini membahas mengenai pemajakan atas fringe benefits di Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang atas Pajak Penghasilan sebagai pengecualian Objek Pajak, dengan mengambil lesson learn dari Australia yang memiliki kebijakan terpisah dari Pajak Penghasilan disebut dengan Fringe Benefits Tax. Metode penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif dan teknis analisis data kualitatif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa lesson learn yang dapat diambil dari kebijakan pajak di Australia adalah menciptakan metode valuasi secara sederhana sesuai dengan setiap jenis fringe benefits yang diberikan dengan mempertimbangkan faktor kondisi sosiologis Wajib Pajak di Indonesia dan mitigasi resiko. Langkah yang dapat diambil oleh pemerintah untuk mengatur pemajakan atas fringe benefits di Indonesia adalah dengan membuat sistem pembukuan secara individu yang terintegrasi melalui sistem pemerintahan seperti myGov di Australia dengan memasukan metode valuasi yang telah diciptakan sesuai dengan kondisi di Indonesia.
The number of companies that provide employee welfare programs in the context of this research, fringe benefits, are generally as investments in their employees. The company has a policy in determining the form and type of providing fringe benefits, so that the variations created have prompted the Indonesian government to take steps to regulate taxation. This research discusses the taxation of fringe benefits in Indonesia which is regulated in the Income Tax Law as an exception for tax objects, by taking lessons learned from Australia which has a separate policy from income tax called Fringe Benefits Tax. The methodology used in this research is a qualitative approach with qualitative data analysis techniques. The results of this research shows that lessons learned that can be taken from tax policy in Australia are to create a simple valuation method according to each type of fringe benefits provided by considering the sociological conditions of taxpayers in Indonesia and risk mitigation. Steps that the government can take to regulate the taxation of fringe benefits in Indonesia is to create an integrated individual bookkeeping system through a government system such as myGov in Australia by incorporating a valuation method that has been created according to conditions in Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Briliana Aiko Shiga
"Pada 2021, pemerintah Indonesia menetapkan Undang Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang mengatur beberapa perubahan kebijakan dalam bidang perpajakan, salah satunya kebijakan pajak atas natura. Natura yang kini dipotong oleh Pajak Penghasilan (PPh), dapat menimbulkan kompleksitas antara pemotongan PPN terhadap natura yang digunakan sebagai pemakaian sendiri dan pemberian cuma-cuma. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perubahan kebijakan pajak atas natura setelah diberlakukannya UU HPP, khususnya dampaknya terhadap pemakaian sendiri dan pemberian cuma-cuma dari natura yang sudah menjadi objek PPN. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data berupa studi lapangan melalui wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan kebijakan ini meningkatkan beban administrasi perusahaan, risiko perpindahan lapisan tarif pajak bagi karyawan, serta kompleksitas dalam menentukan objek pajak yang tepat antara natura, pemakaian sendiri, dan pemberian cuma-cuma. Penelitian ini memberikan rekomendasi kepada pemerintah agar dapat menekankan sosialisasi dan edukasi berkelanjutan kepada Wajib Pajak untuk meminimalkan kesalahan dalam pelaksanaan peraturan baru. Perusahaan juga diharapkan proaktif dalam memantau informasi perpajakan terbaru dan menjaga komunikasi dengan otoritas pajak guna memastikan kepatuhan dan kelancaran implementasi kebijakan baru ini.
In 2021, the Indonesian government enacted the Harmonization of Tax Regulations Law (HPP Law), which introduced several policy changes in taxation, including the taxation of benefits in kind. Benefits in kind, now subject to Income Tax (PPh), may lead to complexity regarding the application of VAT on benefits in kind used for personal consumption and gratuitous gifts. This study aims to analyze the changes in taxation policy on benefits in kind following the implementation of the HPP Law, particularly its impact on personal use and gratuitous gifts of benefits in kind already subject to VAT. This research employs a qualitative approach, collecting data through field studies involving in-depth interviews and literature reviews. The findings indicate that the policy change increases administrative burdens for companies, risks of tax bracket shifts for employees, and complexities in determining the correct tax objects among benefits in kind, personal use, and gratuitous gifts. The study recommends that the government emphasize continuous socialization and education for taxpayers to minimize errors in implementing the new regulations. Companies are also encouraged to proactively monitor the latest tax information and maintain communication with tax authorities to ensure compliance and smooth implementation of the new policy."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library