Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nadila Erningtiyas
Abstrak :
Penelitian ini membahas proses nasionalisasi NV Overzeese Gas en Elektricities Maatschappij (NV OGEM) di Jakarta 1954-1965. Proses nasionalisasi NV OGEM terjadi karena meningkatnya semangat bangsa Indonesia untuk membangun sistem ekonomi nasional. Nasionalisme ekonomi Indonesia semakin meningkat berkaitan dengan kasus Irian Barat pasca Konferensi Meja Bundar (KMB) yang penyelesaiannya ditunda-tunda oleh Belanda. Sistem ekonomi nasional yang ingin diwujudkan terhalang oleh dominasi perusahaan-perusahaan Belanda di Indonesia. Karenanya, pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan untuk menasionalisasi perusahaan-perusahaan tersebut, termasuk NV OGEM yang berpusat di Jakarta. Karya penelitian ini berbeda dengan karya-karya sebelumnya karena dalam penelitian-penelitian mengenai proses nasionalisasi yang telah dilakukan hanya menjelaskan dampak negatif dari nasionalisasi dengan hanya memaparkan sedikit dampak positif dari nasionalisasi bagi masyarakat Indonesia. Dari hasil penelitian ini dapat dijelaskan bahwa proses nasionalisasi NV OGEM khususnya di Jakarta tidak berjalan mulus sesuai dengan apa yang diharapkan, namun pada akhirnya berdampak positif bagi masyarakat Indonesia. Setelah proses nasionalisasi, NV OGEM berubah menjadi BPU-PLN di bawah Kementrian Pekerjaan Umum dan Tenaga. Akhirnya, untuk mempermudah birokrasi, BPU-PLN dipecah menjadi dua perusahaan yaitu Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan Perusahaan Gas Negara (PGN). Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah yang sumbernya didapat melalui studi literatur berupa arsip, buku, majalah, artikel jurnal, dan laporan perusahaan.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Alif Bahtiar Pamulaan
Abstrak :
Studi ini bertujuan untuk menjelaskan dinamika perusahaan perkebunan kelapa sawit Oud Wassenaar, N.V. Oliepalmen Mij yang secara spasial kini berada di dua kabupaten berbeda yaitu Kabupaten Musi Banyuasin dan Kabupaten Banyuasin. Skup temporal yang diambil yaitu antara tahun 1957-1977, sehingga penelitian akan diawali dengan pembahasan nasionalisasi dan diakhiri dengan pembahasan mengenai new planting (penanaman baru) serta re-planting (penanaman ulang) yang merupakan awal kembali bangkitnya perusahaan perkebunan kelapa sawit Belanda di bawah kendali perusahaan milik negara sekaligus menandai dimulainya babak baru perkebunan kelapa sawit Sumatera Selatan. Dalam penelitian ini memiliki sebuah kesimpulan dan hasil penelitian bahwa, peristiwa nasionalisasi yang dianggap sebagai babak baru pengelolaan perusahaan Belanda di bawah kendali negara pada kenyataannya tidak cukup menjadi legitimasi perkebunan kelapa sawit Oud Wassenaar, N.V. Oliepalmen Mij untuk masuk ke dalam rencana pembangunan hingga akhir dekade 1960-an. Selain faktor fundamental seperti ketidaksiapan modal dan minimnya tenaga ahli di perkebunan kelapa sawit. Faktor lain seperti ketidaksediaan pasar dan kecilnya keuntungan yang akan didapat, mengakibatkan rendahnya intensitas politik pemerintah maupun elit lain dalam bisnis ini. Apa yang dikenal dengan hyper-nationalism dan militerism, baru muncul memasuki dekade 1970-an ketika berbagai peristiwa internasional mampu mempengaruhi prospek kelapa sawit di pasaran dunia. ......This study aims to explain the dynamics of the oil palm plantation company Oud Wassenaar, N.V. Mij ​​Oliepalmen which is now spatially located in two regencies, namely Musi Banyuasin Regency and Banyuasin Regency. The temporal scope taken is between 1957-1977, so the research will begin with a discussion of nationalization and end with a discussion of new planting (penanaman baru) and replanting (penanaman ulang) which is the revival of Dutch oil palm plantation companies under the control of state-owned companies. as well as the start of a new chapter of oil palm plantations in South Sumatra. In this study, it has a conclusion and research results that, the nationalization event which is considered a new chapter in the management of Dutch companies under state control is in fact not enough to legitimize oil palm plantations Oud Wassenaar, N.V. Oliepalmen Mij to enter into the development plan until the late 1960s. In addition to fundamental factors such as unprepared capital and the lack of experts in oil palm plantations. Other factors such as the unavailability of the market and the small profits to be obtained, resulted in the low political intensity of the government and other elites in this business. What is known as hyper-nationalism and militarism, only emerged in the 1970s when various international events affected the prospects for palm oil in the world market.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Alim Bathoro
Abstrak :
Reformasi bidang pertambangan memberikan perubahan arah dalam kepemilikan perusahaan pertambangan asing di Indonesia, yang dikenal dengan nasionalisasi. Karena perusahaan-perusahaan milik asing tersebar di berbagai daerah maka nasionalisasi berimplikasi dalam hubungan pusat dan daerah, terutama kepentingan para elit. Untuk itu, penelitian ini mengajukan pertanyaan bagaimana pola hubungan penguasa dan pengusaha. Bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi pola hubungan penguasa dan pengusaha. Penelitian ini menggunakan teori elite capture Bardhan, Diyya Dutta, dan teori ekonomi politik Caporaso, sebagai teori utama. Teori politik lokal Vedi R. Hadiz, dan teori konflik Ralf Dahrendorf dan teori konsensus Maswadi Rauf sebagai teori pendukung. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan menganalisis data-data yang ada wawancara mendalam terhadap 5 orang informan, Gubernur Gatot Pujo Nugroho, Anggota DPR RI Chairuman Harahap, Harry Azhar Aziz, H. Refrizal, Anggota DPRD Sumut H. Muhammad Nuh. Temuan penelitian ini menemukan bahwa elite capture dalam nasionalisasi PT Inalum tersebut, telah mengakibatkan negara dalam hal ini Pemprov Sumatera Utara tidak netral, karena Gubernur Gatot Pujo Nugroho sebagai alat pengusaha Luhut Pandjaitan. Sementara di tingkat pusat, negara bersifat netral. Namun demikian, dalam kebijakan yang lain, penguasa juga melakukan capture. Sehingga penguasa dalam hal ini Presiden SBY merupakan latent elite capture. Implikasi teoritis dari penelitian ini menguatkan teori elite capture, dalam konteks relasi kekuasaan elite dengan pengusaha. Sedangkan teori Caporaso, menguatkan pendekatan ekonomi politik berbasiskan kekuasaan. ......The reformation of the mining field has shifted nationalization, or specifically, the ownership of foreign mining companies in Indonesia. Due to the nationwide spread of foreign companies, they play a significant role in the centralregional government relationship, especially in the interest of the power elite. Therefore, this study aims to explain the relationship pattern between the power elite and entrepreneurs, as well as the factors that surround and influence it. This study uses Bardhan’s and Diyya Dutta’s elit capture thory and Caporaso’s political economy theory as the main theories. In addition, Vedi R. Hadiz’s local politics theory, Ralf Dahrendorf’s conflict theory, and Maswadi Rauf’s consensus theory acts as the supporting theory. Using a qualitative method, this study analyzes the data obtained through in-depth interview with five informants consisting of Governor Gatot Pujo Nugroho, three people from the People’s Representative Council (Chairuman Harahap, Harry Azhar Aziz, and H. Refrizal), and H. Muhammad Nuh from the Regional Representatives Council. The principal findings of this study shows that the elite capture in the nationalization of Inalum has led to the bias of the North Sumateran government because Governor Gatot Pujo Nugroho became Luhut Pandjaitan’s tool. Although the central government still maintained its neutrality, there are policies used by the authorities, in this case, President Susilo Bambang Yudhoyono, to commit elite capture. The theoretical implication of this research substantiates the elite capture theory in the context of a relationship between power elite and entrepreneurs. On the other hand, Caporaso’s theory supports the power-based political economy approach.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library