Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sutrimo
"ABSTRAK
Pemerintahan Orde Baru yang berlangsung sekitar 32 tahun telah berhasil menciptakan stabilitas politik dan keamanail sehingga memungkinkan bangsa Indonesia dapat membangun bidang ekonomi guna peningkatan kesejahteraan, setidaknya selama era Pembangunan Jangka Panjang (PJP) I. Namun demikian apa yang dilakukan pemerintahan Orde Baru ini disamping adanya pujian juga mengundang sejumlah kritik.
Keberhasilan pemerintahan Orde Baru dalam membangun, khususnya dalam menciptakan stabilitas politik dan keamanan, tidak lepas dari peran pembinaan Orsospol - Partai Persatuan Pembangunan, Golongan Karya dan Partai Demokrasi Indonesia - yang selama PJP I tampak efektif. Akan tetapi pada akhir PJP I dan memasuki PJP II, pembinaan terhadap Orsospol menunjukkan kecenderungan (trend) menurun, yang ditandai oleh banyaknya aksi unjuk rasa selaku refleksi rasa ketidakpuasan masyarakat. Masalah itulah yang menjadi pokok kajian tesis ini.
Tujuan penelitian ialah : (1) Menelusuri faktor-faktor penyebab pembinaan Orsospol yang sangat efektif pada kurun waktu Pelita I s/d IV, tetapi efektifitas itu menurun mulai akhir Pelita V dan seterusnya; (2) Mencoba melakukan konstruksi suatu model alternatif pembinaan Orsospol yang diharapkan dapat mengakomodir tuntutan perkembangan kemajuan serta dinamika masyarakat dan dengan memperhatikan kecenderungan perubahan lingkungan strategis.
Analisis masalah menggunakan pendekatan Konsepsi Ketahanan Nasional, dengan desain penelitian deskriptif kualitatif, dimana korelasi antara variabel efektivitas pembinaan Orsospol dan variabel kemajuan pembangunan dibandingkan dengan menggunakan metode SWOT (strength ? weakness - opportunity - threat). Rentang waktu penelitian dibatasi antara sejak lahirnya Orde Baru (1966) sampai Pemilu 1997.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa :
(1) Faktor-faktor yang menjadikan pembinaan terhadap Orsospol yang dilakukan selama PJP I dirasakan efektif adalah : (a) bangsa Indonesia menaruh perhatian besar untuk membasmi komunisme pasca pengkhianatan G30S PKI; (b) berkonsentrasi pada pembangunan ekonomi; (c) adanya dukungan dunia internasional dalam upaya memberantas kemiskinan dan komunisme; (d) dwifungsi ABRI yang memperhatikan kepentingan rakyat dengan pendekatan keamanan; (e) kepemimpinan nasional yang masih berwibawa dan disegani.
(2) Faktor-faktor yang menjadikan kurang efektif adalah : (a) tingkat kemajuan pendidikan dan kesadaran politik masyarakat yang semakin tinggi; (b) adanya perubahan struktur sosial dan munculnya masyarakat sipil (madani); (c) beberapa ketentuan perundang-undangan dirasakan tidak cocok lagi dengan perkembangan dinamika masyatakat; (d) pengaruh perkembangan gelombang demokratisasi internasional; (e) ketidakadilan distribusi ekonomi; (f) pelanggaran terhadap norma Pancasila dan UUD 1945.
(3) Model pembinaan yang dapat mengakomodir tuntutan masyarakat adalah pembinaan yang tetap mempertahankan Pancasila dan UUD 1945 dengan memperhatikan perkembangan kemajuan masyarakat, memberikan ruang gerak bagi pemberdayaan masyarakat sipil dan tetap menjamin persatuan dan kesatuan bangsa.
Terlepas dari berbagai kritikan terhadap kebijakan pembinaan orsospol di zaman Orde Baru, namun keberhasilannya dalam membina stabilisasi politik selama lebih 3 dekade telah mencatat rekor waktu terpanjang dalam sejarah Indonesia. Oleh karena itu, penelitian tentang Orde Baru yang ditulis pada era Orde Reformasi ini sekaligus dapat dipandang sebagai upaya untuk menghimpun berbagai fenomena kehidupan sosial politik pada zamannya, yang mungkin takkan terulang kembali di masa datang, agar tidak tercecer dalam catatan sejarah perjalanan bangsa yang tercinta ini.

ABSTRACT
The Guidance of Social Political Organization in Indonesia during the New Order within the National Resilience Perspective
For the last 32 years the new order government was in power, political stability and security were successfully achieved allowing economic development to grow for the sake of national prosperity, at least during the first long-term development plan (25 years). Although, the new order government received praises for their accomplishments, it also received criticisms.
The new order government's success in ensuring political stability and security was also due to the guidance provided by the existing social-political organizations; the United Development Party (PPP), the Functional Group (Golkar) and the Indonesian Democratic Party (PDT). At the long-term development plan appeared effective. However, by the end of the first long-term development plan era, there were signs of a downward trend. This was indicated by the increasing number of protests and demonstrations reflecting the public's dissatisfaction. Therefore, it is this issue that has become the primary study of this thesis.
The objectives of this study are: (1) To discover the factors that caused the guidance given by these social-political organizations to be less effective by the end of the 5th five year development plan period; (2) To construct an alternative guidance model that is expected to accommodate all the demands of the people and the dynamics of the society without neglecting the trend of the change of strategic environment.
The analysis will use the approach of National Resilience Concepts along with the descriptive quality design. The correlation between the social-political organization's (SPO) guidance effectiveness variable and the development advancement variable are compared with the SWOT (strength-weakness-opportunity-threat) method. The time frame of this study begins at the start of the new order government (1966) up to the general elections of May 1997.
The results of this study are:
(1) The factors attributed to the effectiveness of the SPO's guidance during the first long-term development plan are: (a) The Indonesian people placed all of their attention on the eradication of communism after the failed coup attempt by the Indonesian Communist Party, PKI; (b) Full concentration on economic development; (c) The existence of international support in an effort to eradicate poverty and communism; (d) The implementation of ABRI's dual function doctrine in hopes to serve the public's interest through the assurance of security approach; (e) Good governance and strong national leadership.
(2) The factors contributing to the decline in effectiveness are: (a) The rise in the level of education and the increase of the public's political awareness; (b) The change of social structure and civil society; (c) Regulations and laws that are regarded incompatible with the advancement in social dynamics; (d) Influence of international issue of democratization; (e) Injustices in the distribution of national wealth; (f) Violations against the norms of the Pancasila state ideology and the 1945 Constitution.
(3) An alternate guidance model that will accommodate the public's demand is the adaptation and implementation of the Pancasila state ideology and the 1945 Constitution. While developments in society, noting to allow movements that will enable the empowerment of a civil society and assure national unity at the same time.
Despite criticisms of the policies undertaken by the SPOs during the new order period, its success in maintaining political stability for approximately three decades, is a record in Indonesia's history. Therefore, this study on the New Order during the present Reform Era is a means to understand the phenomenon of the social-political life during that time. Thus, to ensure that mistakes made in the past do not repeat themselves and to not forget the endeavors made in this nation's journey.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bayu Setiawan
"Ada banyak jenis badan intelijen di Indonesia yang mempunyai tujuan utama untuk mencegah negara dari berbagai ancarnan yang dapat mernbahayakan negara dan bangsa. Mereka hares menyelidiki fenomena ancaman sebelum ancaman tersebut mengancam keamanan nasional. Badan-badan intelijen tersebut adalah Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Intelijen Strategis TNI (BATS), Badan Intelijen Kepolisian (BIK), Badan Intelijen Imigrasi (BIM1), Badan intelijen Bea Cukai (BIBC), dan Badan Intelijen Kejaksaan Agung (BIKA). Masing-masing badan intelijen tersebut hams melakukan tugas untuk menjaga keamanan nasional dari berbagai ancaman sesuai dengan fungsinya. Di antara badan-badan intelijen ini, BIN merupakan koordinator bagi semua badan intelijen di Indonesia. Akan tetapi, aktifitas mereka tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Hal ini disebabkan tidak adanya peraturan yang mengatur kewenangan mereka untuk menyelidiki suatu kasus, khususnya orang yang menjadi saksi.
Di satu pihak, badan-badan intelijen tersebut tidak dapat menyelidiki fenomena dari orang yang dituduh sebagai penjahat Dalam melaksanakan penyelidikan, badan-badan tersebut perlu menahan orang tersebut yang dalam hal itu bertentangan dengan hak asasi manusia. Sementara penahanan yang dilakukan oleh badan-badan intelijen sangat berbeda dengan kewenangan untuk menahan yang dilakukan oleh polisi. Badan-badan intelijen tersebut perlu menahan seseorang untuk menyelidiki sejauh mans orang tersebut mempunyai hubungan dengan organisasi terorisme. Hal ini berarti bahwa badan-badan intelijen tersebut mencoba untuk menganalisis bahwa orang tersebut mempunyai jaringan komunikasi dengan anggotaangotanya di organisasi terorisme dalarn usaha mencegah orang tersebut dekat dengan jaringan mereka dan menyusun aktifitas teror. Sementara, polisi menahan orang untuk menyelidiki apakan orang tersebut bersalah dan rnengirinmya ke penjara.
Di pihak lain, aktifitas organisasi terorisme terlalu samar karena mereka mempunyai jaringan maya bahwa mereka dapat menyusun setiap ak-tifitasnya secara online. Karena terorisme terrnasuk dalarn kejahatan non-tradisional, adalah sukar untuk mengenaii aktifitas mereka tanpa ada penyelidikan yang teliti. Akan tetapi, penyelidikan yang dibuat oleh Badanbadan Intelijen cenderung dituduh melanggar hak asasi manusia, seperti penahanan, memaksa orang untuk mengaku, mengancam, dan lain-lain upaya untuk mengumpulkan inforrnasi keberadaan organisasi mereka.
Temuan dari penelitian menunjukkan bahwa peraturan yang menjadi dasar dari aktifitas Badan Intelijen tersebut diperlukan. Selain itu, perlu untuk memperbaiki semua struktur badan intelijen yang kini ada Selama ini, snaktur badan intelijen cenderung menunjukkan kewenangan mereka sendiri. Contoh, Badan Intelijen Kepolisian dan Badan Intelijen Stratejik TNT. Struktur ideal hams tidak berfokus pada sektor yang khusus tetapi harus mencakup seluruh sektor. Lebih lanjut, struktur tersebut harus menunjukkan kewenangan tertinggi dan aktifitas intelijen untuk mengawasi tiap-tiap aktifitas dari semua aktifitas intelijen. Struktur ini harus ada dalam peraturan yang akan dibuat. Di masa mendatang, peraturan ini dapat menjadi perlindungan yuridis untuk aktifitas badan-badan intelijen di Indonesia dalam usaha pemberantasan kejahatan terorisme.

Many kind of intelligent agencies in Indonesia have main goal in prevent state from many kind of threats which can endanger the state and the nations. They should investigate phenomena of threats before it become threats for national safely. The agencies are Badan Intelijen Negara (BIN, State Intelligent Agency), Badan Intelijen Strategis TNT (BALS, Strategic Intelligent Agency Indonesian Armed Forces), Badan Intelijen Kepolisian (BIK, Police Intelligent Agency), Badan Intelijen Irnigrasi (BIMI, Immigration Intelligent Agency), Badan Intelijen Bea Cukai (BIBC, Custom Intelligent Agency), and Badan Intelijen Kejaksaan Agung (BIKA, Supreme Persecutory Intelligent Agency), Each agency should do the task to maintain national safety from many kind of threats according to their functions. Among these agencies, BIN is a coordinator for all intelligent agencies in Indonesia However, their activity could not be accomplished as it should. It is because there is no regulation to manage their authority to investigate the case, especially person who become witness.
In one hand, the agencies could not investigate the phenomena from person who have been alleged a criminal. In doing investigation, the agencies need to arrest those person and it against the human right, of course_ Actually, arresting which done by the intelligent agencies is quite different to arrest done by the police. The agencies need to arrest person to investigate that how far this person has relations to the terrorism organization. It means that the agencies try to analysis that the person has network to communicate to their members in terrorism organization in order to prevent the person close to their network and arrange the activity of terror. Meanwhile, the police arrest person to investigate whether this person is guilty and put them into detention.
On the other hand, the activity of terrorism organization is too vague because they have a virtual network that they can arrange every single activity by online. As terrorism is included in non-traditional crime, it is difficult to identify their activity without any precise investigation. However, the investigation which is made by the Intelligent Agencies tend to be alleged against human rights, such as arresting, pushing someone to confess, threatening, and so on in order to gather information of their existence. There are no regulation for the Intelligent Agencies to develop their authority for gathering information. They need regulation which can give them authority to do what they need to do.
The finding of the observation show that the regulation which become based of the activity of the Intelligent Agencies is needed. Besides that, it is needed to be fix all the structures of the Intelligent Agencies which now available. For long time, the structures of the Intelligent Agencies tended to show their own authority. For example, Police Intelligent Agency and Strategic Intelligent Agency of Indonesian Armed Forces. The ideal structures should be no to focus on specific sector but should cover all sector. Furthermore, the structures should show the highest authority of intelligent activity to control each activity from all the intelligent activity. This structure should be in the regulation that will be made. In the future, this regulation can be a legal protection for the activity of the intelligent agency in Indonesia in order to war against terrorism.
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T20238
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library