Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yulia Miftahul Janna
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini bertujuan untuk mengevaluasi waktu respon terapi vorikonazol topikal yang dikombinasikan dengan injeksi vorikonazol intrastromal, dan natamisin topikal pada keratitis Fusarium kelinci. Penelitian ini adalah penelitian uji klinis terandomisasi dengan dua kelompok terapi yaitu injeksi tunggal vorikonazol intrastroma dikombinasi dengan vorikonazol topikal dibandingkan dengan natamisin topikal terapi tunggal. Terapi berlangsung selama 21 hari dengan evaluasi klinis pada minggu pertama, kedua, ketiga serta pemeriksaan mikologi awal dan akhir terapi.Hasil penelitian menggambarkan tidak terdapat perbedaan bermakna antara natamisin dan vorikonazol dalam waktu memperbaiki gambaran klinis ataupun pada hasil pemeriksaan mikologi. Peneliti menyarankan untuk penelitian lanjutan dengan menambahkan jumlah injeksi vorikonazol intrastroma.
ABSTRACT
This thesis aims to evaluate the response time topical and intrastromal injection of voriconazole versus topical natamycin Fusarium keratitis in rabbit. This study has two treatment groups, single intrastroma voriconazole injection combined with topical voriconazole compared with a single topical natamycin therapy. The therapy lasted for 21 days with clinical evaluation in the first, second, third week along with pre and post therapy mycological examination. There are no significant differences between natamycin and voriconazole in time to improve the clinical picture or on mycological examination. The authors suggest for follow up studies by adding the number of intrastromal voriconazole injection, keratitis Fusarium, voriconazole, natamycinintrastroma voriconazole injections
2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tessa Humaira Anindya
Abstrak :
Latar Belakang: Infeksi kornea yang disebabkan oleh jamur dapat menyebabkan kerusakan yang lebih berat dibandingkan infeksi bakteri dikarenakan kemampuan jamur untuk menembus kornea hingga ke bilik mata depan atau sklera. Antijamur tetes yang tersedia secara komersil hanya natamisin yang memiliki penetrasi rendah. Vorikonazol sebagai alternatif anti jamur dapat digunakan secara intrastromal untuk mempertahankan kadar pada kornea. Penggunaan injeksi intrastromal vorikonazol secara tunggal maupun serial banyak dilaporkan dalam bentuk laporan kasus dan terdapat variasi dalam hal dosis dan frekuensi serta teknik pemberian. Tujuan: Mengetahui perbandingan efektivitas pemberian kombinasi vorikonazol topikal 1% dan intrastromal 0.05% secara tunggal dan serial dibandingkan dengan natamisin topikal 5% sebagai terapi keratitis jamur yang disebabkan oleh jamur Fusarium sp pada kelinci. Metodologi: Penelitian ini merupakan uji eksperimental tersamar dengan randomisasi terhadap kelompok hewan coba kelinci New Zealand White (NZW) dengan desain empat kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari 3 kelinci. Kelompok pertama mendapat terapi kombinasi tetes vorikonazol 1% tiap jam dan injeksi intrastromal vorikonazol 0.05% yang diberikan 1 kali pada hari 1. Kelompok ke-dua mendapatkan terapi kombinasi tetes vorikonazol 1% tiap jam dan injeksi intrastromal vorikonazol 0.05% yang diberikan 2 kali pada hari 1 dan 7. Kelompok ke-tiga mendapatkan terapi kombinasi tetes vorikonazol 1% tiap jam dan injeksi intrastromal vorikonazol 0.05% yang diberikan 3 kali pada hari 1, 7 dan 14. Kelompok ke-empat mendapatkan monoterapi tetes natamisin 5% tiap jam. Hasil: Hasil penelitian ini menunjukan perbaikan secara klinis berdasarkan luas defek, luas infiltrat, kedalaman keratitis dan tinggi hipopion pada semua kelompok yang mendapatkan terapi injeksi vorikonazol maupun natamisin. Pada akhir terapi masih didapatkan hifa jamur positif secara kualitatif pada 1 kelinci yang mendapatkan injeksi intrastromal 1 kali dan 1 kelinci dengan terapi natamisin. Kesimpulan: Kombinasi vorikonazol topikal dan injeksi vorikonazol intrastromal secara serial menunjukan perbaikan klinis setara dengan natamisin topikal. Dalam hal daya eliminasi jamur kombinasi vorikonazol topikal dan injeksi vorikonazol intrastromal secara serial menunjukan hasil lebih baik dibandingkan terapi natamisin topikal dan injeksi tunggal.
Background: Fungal corneal infections can cause more damage than bacterial infections due to the fungus's ability to penetrate the cornea to the anterior chamber or sclera. Natamycin is the only commercially available antifungal drops which has low penetration. Voriconazole as an antifungal alternative can be used intrastromally to maintain corneal concentration. The use of single or serial intrastromal voriconazole injections is widely reported in the form of case reports and there are variations in terms of dosage and frequency and administration techniques. Objective: Comparing the effectiveness of topical voriconazole 1% combined with intrastromal 0.05% single and serial compared to 5% topical natamycin as fungal keratitis therapy caused by Fusarium sp in rabbits. Methods: This research is an experimental test by randomizing a group of New Zealand White (NZW) rabbit animals with a four-group design. Each group consists of 3 rabbits. The first group received combination therapy of voriconazole drops 1% every hour and intrastromal injection of 0.05% voriconazole given once on day 1. The second group received combination therapy of voriconazole drops 1% per hour and intrastromal injection of voriconazole 0.05% given 2 times on day 1 and 7. The third group received combination therapy of voriconazole drops 1% every hour and intrastromal injection of 0.05% voriconazole given 3 times on days 1, 7 and 14. The fourth group received monotherapy with 5% natamycin drops hourly. Results: The results of this study showed clinical improvement based on corneal defect size, infiltrate size, keratitis depth and height of hypopyon in all groups receiving voriconazole and natamycin injection therapy. At the end of the therapy, fungal hyphae were found in 1 rabbit who received 1 times intrastromal injection and 1 rabbit with natamycin therapy. Conclusion: The combination of topical voriconazole and serial intrastromal injection shows clinical improvement equivalent to topical natamycin. In terms of the fungal elimination, topical voriconazole and serial intrastromal injection is superior than topical natamisin therapy and single injection.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Sasanti Wulandari
Abstrak :
Tujuan: Membandingkan efek terapi kombinasi Natamisin 5% dan Natrium diklofenak 0,1% dengan Natamisin 5% tunggal pada pengobatan keratomikosis A. fumigates dalam hal daya bunuh obat terhadap jamur serta respons inflamasi. Subyek dan metode: Penelitian ini bersifat eksperimental, dilakukan secara acak dengan metode tersamar dan menggunakan kelinci sebagai hewan percobaan. Kelompok I adalah kelompok yang diobati dengan tetes mata natamisin 5% dan mulai hari ke-9 diberi tetes mata Natrium diklofenak 0,1% (Nata-NaD). Kelompok II adalah kelompok yang diobati dengan tetes mata natamisin 5% dan mulai hari ke-9 diberi tetes mata BSS (Na-BSS). Parameter yang dinilai adalah daya bunuh obat terhadap jamur yang dinilai secara klinis melalui luas ulkus dan secara mikologi melalui hasil kultur Agar Sabouraud Dekstrosa. Parameter respon inflamasi dinilai secara klinis melalui panjang infiltrat dan hipopion, secara histopatologi melalui sebukan sel radang. Hasil: Penilaian klinis serta histopatologi menunjukkan peran Na-diklofenak 0,1% dalam meningkatkan daya bunuh Natamisin 5% terhadap A. fumigates (p=0,206). Hasil pemeriksaan kultur kornea bagian dalam menunjukkan perbedaan bermakna antar kelompok (p=0,05). Penilaian respon inflamasi menunjukkan suatu kecenderungan hasil lebih baik pada kelompok kombinasi Natamisin 5% dengan Nadiklofenak 0,1% (p=1,000). Kesimpulan: Na-diklofenak 0,1% bermanfaat meningkatkan daya bunuh Natamisin 5% terhadap jamur A. fumigates dan menekan respons inflamasi pada keratomikosis.
OBJECTIVES To determine the efficacy of topical 0,1% Na-diclofenac as a combination with 5% Natamycin in reducing inflammation and improving killing action against A. fumigatus. SUBJECT AND METHODS The study is randomized, single-blinded experimental trial. Twenty rabbits were included and divided into two groups and both assigned to topical 5% Natamycin. On the 9`, day, the 1S` group received 0,1% Na-diclofenac additionally (subject group) and the other received topical Basal Saline Solution ( placebo group). Outcome measure including ulcer size, mycology test using Dextrose Sabouraud Agar (DSA), infiltrate width, hypopion, and histopathology examination. RESULTS There is an improvement of Natamycin killing action against A. fumigatus in subject group (p=0,206). Culture test demonstrated statistically significant difference (1=0,05). Inflammation is more reduced in subject group but not statistically significant (p=1,000). CONCLUSION Topical 0,1% Na-diclofenac tend to improve Natamycin killing action against A. fumigatus and reducing inflammation responses, however, not statistically significant.
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library