Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Adanya kuman patogen di daerah nasofaring merupakan faktor risiko untuk pnemonia. Menurut badan kesehatan sedunia (WHO), di komunitas, untuk melakukan uji resistensi terhadap berbagai antimikroba, sebaiknya spesimen diambil dengan apus nasofaring. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola bakteri yang ada di nasofaring balita penderita pnemonia dan resistensi kuman terhadap kotrimoksasol. Penelitian ini dilaksanakan di 4 Puskesmas di Kecamatan Majalaya, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Indonesia. Semua anak dengan batuk dan /atau kesulitan bernafas dan diklasifikasikan sebagai pnemonia tidak berat menurut pedoman WHO, diikut sertakan pada penelitian. Apus nasofaring (sesuai pedoman CDC/WHO manual) dilakukan oleh dokter yang terlatih dan spesimen ditempatkan ke dalam media Amies transport, dan disimpan dalam termos, sebelum kemudian dibawa ke laboratorium untuk pemeriksaan selanjutnya, pada hari yang sama. Selama 9 bulan terdapat 698 anak dengan gejala klinis pnemonia tidak berat, yang diikut sertakan dalam penelitian. Sebanyak 25,4% (177/698) spesimen menunjukkan hasil isolat positif, 120 (67,8%) positif untuk S pneumoniae, masing-masing 21 untuk S epidermidis dan alpha streptococcus, 6 untuk Hafnia alvei, 5 untuk S aureus, 2 (1,13%) untuk B catarrhalis dan masing-masing 1 (0,6%) untuk H influenzae dan Klebsiella. Hasil uji resistensi S pneumonia terhadap kotrimoksasol menunjukkan 48,2% resisten penuh dan 32,7% resisten intermediate. Hasil ini hampir sama dengan penelitian lain di Asia. Tampaknya H influenzae tidak merupakan masalah, akan tetapi penelitian lebih lanjut perlu dilakukan. (Med J Indones 2002; 11: 164-8)

Pathogens in nasopharynx is a significant risk factor for pneumonia. According to WHO, isolates to be tested for antimicrobial resistance in the community should be obtained from nasopharyngeal (NP) swabs. The aim of this study is to know the bacterial patterns of the nasoparynx and cotrimoxazole resistance in under five-year old children with community acquired pneumonia. The study was carried out in 4 primary health clinic (Puskesmas) in Majalaya sub-district, Bandung, West Java, Indonesia. All underfive children with cough and/or difficult breathing and classified as having non-severe pneumonia (WHO guidelines) were included in the study. Nasopharyngeal swabs (CDC/WHO manual) were collected by the field doctor. The swabs were placed in Amies transport medium and stored in a sterile jar, before taken to the laboratory for further examination, in the same day. During this nine month study, 698 children with clinical signs of non-severe pneumonia were enrolled. About 25.4% (177/698) of the nasopharyngeal specimens yielded bacterial isolates; i.e. 120 (67.8%) were positive for S pneumoniae, 21 for S epidermidis and alpha streptococcus, 6 for Hafnia alvei, 5 for S aureus, 2 for B catarrhalis, and 1(0.6%) for H influenzae and Klebsiella, respectively. The antimicrobial resistance test to cotrimoxazole showed that 48.2% of S pneumoniae strain had full resistance and 32.7% showed intermediate resistance to cotrimoxazole. This result is almost similar to the other studies from Asian countries. It seems that H influenzae is not a problem in the study area, however, a further study is needed. (Med J Indones 2002; 11: 164-8)"
Medical Journal of Indonesia, 11 (3) July September 2002: 164-168, 2002
MJIN-11-3-JulSep2002-164
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Hamka Rauf
"Pendahuluan: Pemeriksaan baku emas swab nasoorofaring dengan metode Reverse transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR) merupakan prosedur diagnostik yang dilakukan pada pasien dengan suspek COVID-19. Metode lain yang digunakan yaitu dengan pemeriksaan serologi yang mulai terbentuk dalam beberapa hari hingga minggu.
Tujuan: Untuk mengetahui hubungan antara hasil swab nasoorofaring dan uji serologi terhadap luaran pasien COVID-19 dalam evaluasi masa rawat 14 hari
Metode: Analisis observasional kohort retrospektif terhadap pasien COVID-19 yang dirawat di RS Rujukan Respirasi Nasional Persahabatan, Jakarta, Indonesia secara total sampling diperoleh dari bulan Maret 2020 sampai Mei 2020. Kami meninjau rekam medis 132 pasien dengan diagnosis probable case dan confirmed case COVID-19 yang memenuhi kriteria inklusi.
Hasil: Sebanyak 132 pasien yang termasuk dalam penelitian ini, didominasi oleh laki-laki sebanyak 51,5% dengan usia rerata 50,23 tahun. Derajat pneumonia berturut-turut yaitu derajat ringan, sedang, dan berat (17,4%, 57,6%, dan 25,0%). Proporsi pasien dengan komorbid sebanyak 71,2%. Proporsi penggunaan alat bantu napas terbanyak yaitu penggunaan kanula hidung (69,7%) diikuti berturut-turut oleh Ventilator, non rebreathing mask dan high flow nasal cannule (13,6%, 9,1% dan 7,6%).. Proporsi kematian sebesar 18,3%, dengan proporsi kematian pada confirmed case sebanyak 21,3% dan probable case sebanyak 19,3%. Tingkat kematian pada confirmed case berkorelasi terhadap jenis kelamin laki-laki (p =0,009), derajat pneumonia berat (p=0,000), penggunaan alat bantu napas bukan kanula hidung (p=0,000) dan komorbid (p=0,021). Tingkat kematian pada probable case berkorelasi dengan derajat pneumonia berat (p=0,000), penggunaan alat bantu napas bukan kanula hidung (p=0,000).
Kesimpulan: Kombinasi penggunaan swab nasoorofaring dan hasil uji serologi dapat memprediksi luaran pasien COVID-19 dalam evaluasi masa rawat 14 hari. Derajat pneumonia berat dan penggunaan alat bantu napas bukan kanula hidung merupakan prediktor buruk terhadap luaran pasien COVID-19.

Introduction: Reverse transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR) to detect SARS- CoV-2 is a gold standard method in a patient with suspected COVID-19 and achievable by means of nasopharyngeal and oropharyngeal swab. Serological test is another method to detect the antibody which is produced in a several days or week.
Aims: To determine the association between nasooropharyngeal swab and serological test to predict the mortality of COVID-19 patient after 14-days admission.
Methods: We performed an observational retrospective cohort analysis of COVID-19 patients treated at National Respiratory Referral Hospital Persahabatan Jakarta, Indonesia. Subjects by means of total sampling were COVID-19 patients between March to May 2020. We reviewed the medical records of 132 patients categorized as probable and confirmed cases whom met the inclusion criteria. Their 14-days course of the treatment were observed.
Results: We included 132 patients, which dominated by males (51.5%) with mean age of
50.23 years old. Cases were mild pneumonia, moderate pneumonia, and severe pneumonia (17.4%, 57.6%, and 25.0%, respectively). Most patients presented with comorbidities (71,2%). Most patients required oxygen supplementation by nasal cannula (69.7%), followed by mechanical ventilator, non-rebreathing mask, and high flow nasal cannula (13.6%, 9.1%, and 7.6%, respectively). Patient deaths were 18.3%, including 21.3% among confirmed cases and 19.3% among probable cases. Mortality among confirmed case were correlated with male sex (p=0.009), severe pneumonia (p=0.000), supplemental oxygen delivery requiring device other than nasal cannula (p=0.000), and comorbidities (p=0.021). Mortality among probable cases were correlated with severe pneumonia (p=0.000), and supplemental oxygen delivery requiring device other than nasal cannula (p=0.000).
Conclusions: Combination of nasooropharyngeal swab and serological test results predicted the 14-days outcomes of COVID-19 patients. Severe pneumonia and supplemental oxygen delivery requiring device other than nasal cannula were predictors of poor COVID-19 outcomes as observed from our study.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T57651
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library