Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 113 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arry Djaelani
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S22197
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Erwin Zein
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1977
S5973
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Murniati Soesilohadi
Jakarta: Universitas Indonesia, 1984
S21577
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panjaitan, Petrus Irwan, 1958-
Jakarta : IHC, 2008
365.6 PAN p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ivana Rahman
"Stigma yang diperoleh sebagai akibat dari sistem peradilan pidana, ternyata tidak hanya berdampak negatif terhadap narapidana sendiri tetapi juga memberikan dampak yang lebih luas yaitu terhadap keluarga narapidana. Perlu adanya suatu upaya untuk mengurangi bahkan menghilangkan stigma yang ada pada narapidana, sehingga tidak memberikan dampak negatif kepada keluarga maupun dirinya sendiri. Teori labeling digunakan sebagai dasar dari stigma, yaitu adanya suatu kelompok yang membuat peraturan kemudian terjadi penyimpangan, sehingga orang tersebut mendapat cap sebagai pelanggar. Adanya dampak yang lebih luas terhadap keluarga narapidana, maka muncul permasalahan dalam penelitian yaitu dampak apa yang diterima oleh keluarga dan bagaimana upaya untuk mengurangi dampak buruk stigma narapidana terhadap keluarganya. Penelitian ini berbentuk deskriptif analistis.
Metode yang digunakan ialah metode kepustakaan yang bersifat normatif yuridis. Peneliti menggunakan data sekunder dengan alat pengumpul data berupa studi kepustakaan dan data primer melalui wawancara menggunakan pedoman wawancara terhadap narapidana, keluarga narapidana dan masyarakat. Penelitian ini sampai pada kesimpulan bahwa pihak keluarga tidak hanya kehilangan seorang anggotanya yang menjadi narapidana, tetapi juga mereka merasakan dampak dari cap buruk yang diberikan kepada narapidana berupa tekanan secara psikologis seperti adanya rasa malu. Terlebih lagi ketika kejahatan yang dilakukan adalah perkosaan, karena tidak hanya dipandang sebagai perbuatan jahat dengan kekerasan, tetapi juga adanya unsur moral di dalamnya. Dengan adanya permasalahan yang lebih luas mengenai akibat pemidanaan, maka diperlukan suatu usaha untuk mengatasinya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan resosialisasi narapidana, seperti asimilasi, pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas. Upaya resosialisasi tersebut diharapkan dapat membantu menunjukkan bahwa narapidana telah menjadi baik dan menyadari kesalahannya, dengan itu maka stigma buruk sebagai orang yang jahat dapat berkurang. Restorative justive sebagai suatu paradigma baru dalam penyelesain perkara pidana, diharapkan juga dapat membantu untuk mengurangi atau bahkan dapat menghilangkan stigma.

Stigma obtained as a result of the criminal justice system, was not only has negative impact in the inmates (prisoner) themselves but also result in broader impact on family of prisoner himself. it requires an attempt to reduce or even eliminate the stigma that exist in the prisoner, so that no negative impact to the family and himself. theory of labeling is used as the basis of the stigma that is the existence of a group of people that established rules and then there is a violation, so that the person is labeled as a violator. existence of wider impact on families of prisoner, then a problem arise in the research, namely what impact are received by the family and what effort to reduce the adverse impact of prisoner stigma to his family. This research is descriptive analytical.
The method used is a normative juridical literature. researcher uses secondary data with the data collection tools in the form of library research and primary data through interviews using interview guideline to prisoner, prisoner families and communities. this research come to a conclusion that the family does not only loss a family member who becomes a prisoner, but also the feel the effect of bad labeling given to prisoner in the form of psychological pressure such as a embarrassment. Moreover, when the crime committed was rape, because rape is not only viewed as act of evil with violence, but also there is a moral element in it. With the existence of a broader problem regarding the conviction consequence, it would required an effort to overcome them. One of efforts that can be done is to conduct resocialization of prisoner, such as assimilation, parole and taking leaves before the release. The resocialization effort is expected to help demonstrating that the prisoner has been better and realized his wrongdoing, with that then the bad stigma as an evil person can be reduced. Restorative justice as a new paradigm in the settlement of criminal cases, can also help to reduce or even eliminate the stigma.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T30841
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Chaerudin
"Untuk mengimbangi kejahatan yang semakin berkembang, pidana penjara masih dipandang mampu untuk menanggulangi dan mengendalikan berbagai jenis kejahatan. Dari 587 jenis tindak pidana kejahatan yang diatur di dalam KUHP, 575 di antaranya diancam dengan pidana penjara, baik yang dirumuskan secara tunggal, maupun yang dirumuskan secara alternatif dengan jenis pidana lain. Demikian pula dalam Rancangan Undang-undang KHUP yang baru, pidana penjara masih dicanangkan sebagai salah sate jenis pidana pokok. lstilah "penjara" menunjuk pada (i) bentuk atau jenis pidana dengan maksud agar terpidana men jadi jera (unsur preventif), dan (ii) lembaga atau institusi yang ditandai dengan penggunaan perangkat keras "bangunan penjara" sebagai tempat untuk mengisolir terpidana dari masyarakat umum.
Meskipun bentuk pidana penjara banyak digunakan, akan tetapi dalam pelaks.anaannya banyak menyimpan persoalan yang cukup remit. Adanya krisis yang dialami oleh narapidana di dalam penjara merupakan gejala yang dapat diamati secara langsung, yang diawali dari tindakan mengisolir terpidana yang berakibat hilangnya kemerdekaan, hilangnya kesempatan untuk memenuhi kebutuhan biologic, hilangnya rasa aman, dan sejumlah penderitaan selama berada di d'alam penjara (pains of imprisonment).
Selain krisis di atas, efek negatif yang ditimbulkan dari penerapan pidana penjara turut pula menambah beban persoalan yang dihadapi, sehingga bermunculan kritik dari berbagai kalangan yang ditujukan pada persoalan efektivitas dari pidana penjara. Apakah pidana penjara mempunyai pengaruh preventif atau dapat mengurangi jumlahresidivis?
Meskipun penerapan pidana penjara di Indonesia telah bergeser ke arah sistem pemasyarakatan, namun persoalan dan ciri-ciri yang terdapat dalam sistem penjara masih tetap melekat. Di dalam penjara -yang telah diubah dengan lembaga pemasyarakatan akan di jumpai sekelompok narapidana atau "masyarakat narapidana" (inmate society) dengan tatacara atau aturan-aturan yang tumbuh berkembang dan dipatuhi oleh anggota-anggota dari kelompok tersebut."
Depok: Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ekirch, A. Roger
Oxford: Cloarendon Press, 1987
364.68 EKR b
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Runturambi, Arthur Josias Simon
"ABSTRAK
Kasus terorisme di lndonesia menjadi topik hangat mengingat korban dan kerugian ditimbulkan begitu besar. Kepala Badan Nasional Penanggutangan Terorisme (BNpT)
lndonesia mengatakan sudah 840-an teroris di lndonesia tertangkap dan 60 diantaranya ditembak mati di lokasi selama 13 tahun terakhir ini (Tempo, 9 Maret 2013). Muncul pertanyaan bagaimana perlakuan terhadap para pelaku kejahatan terorisme yang tertangkap
dan dihukum di Lembaga Pemasyarakatan? Sebagaimana diketahui narapidana teroris
tidak bisa disamakan dengan narapidana kriminal biasa, demikian pula pembinaannya. lsu pembinaan narapidana teroris di lembaga pemasyarakatan (Lapas) menjadisorotan
masyarakat saat ini. Berbagai upaya telah dilakukan secara intensif dan maksimal untuk menangani terorisme dan pelaku teroris melalui peradilan terorisme.Penegakan hukum menjadi tumpuan mengatasi persoalan terorisme melalui penerapan hukuman yang keras lewat putusan pengadilan, dan diharapkan ada efek jera terhadap tindakan teror. Tetapi kenyataan, pelaksanaan hukuman penjara di lembaga pemasyarakatan menimbulkan perdebatan mengenai efektifitas pelaksanaan hukuman penjara di Lapas, karena narapidana teroris dibedakan dari narapidana lain. Sementara itu bangunan Lapastertutup
tembok tinggi dan kawat berduri, sehingga menyulitkan masyarakat umum untuk ikut-serta
mengawasi secara la ngsu ng ha I yang terjadi di dala m Lapas.
Narapidana teroris tidak bisa dipandangsama dengan narapidana-narapidana lain seperti pelaku tindak pidana kriminal, korupsi atau narkoba. Narapidana teroris lahir dari rahim radikalisme dan terorisme (Hendropriyono, 2009:266). Narapidana-narapidana lain mungkin menyesali tindakan yang menyebabkan mereka harus menjalani hukuman penjara. Tetapi, tidak demikian halnya dengan narapidana teroris."
Depok: FISIP UI, 2014
MK-Pdf
UI - Publikasi  Universitas Indonesia Library
cover
Rachmad Mintarja
"Maraknya tindak pidana terorisme di dunia dan khususnya di Indonesia membutuhkan Cara penanganan tersendiri dalam pemberantasan tindak pidana tersebut. Pemerintah Indonesia telah membentuk Detasemen Khusus 88 Anti Teror untuk menangkap para pelaku tindak pidana terorisme dan mengeluarkan W Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Banyaknya pelaku tindak pidana terorisme yang tertangkap kemudian menjalani masa pidananya di Lembaga Pemasyarakatan menjadi dilema tersendiri bagi para petugas Lapas dalam memberikan program pembinaan bagi mereka.
Permasalahan yang diangkat dalam penulisan ini adalah bagaimana pelaksanaan pembinaan narapidana tindak pidana terorisme di Indonesia saat ini dan apa sajakah kendala yang dihadapi serta bagaimanakah model yang sebaiknya dilaksanakan dalam pembinaan narapidana tindak pidana terorisme di Indonesia.
Dan basil penelitian yang dilakukan didapatkan data bahwa pembinaan yang diberikan kepada para narapidana tindak pidana terorisme adalah diberlakukan secara umum seperti halnya narapidana kasus lain. Pembinaan terhadap para narapidana tindak pidana terorisme tidak berjalan optimal karena adanya kendala minimnya sarana dan prasarana yang ada, pasifnya narapidana itu sendiri serta rendahnya kualitas SDM petugas yang ada.
Dori analis terhadap hasil penelitian, disimpulkan bahwa : 1) pembinaan yang dilakukan terhadap narapidana tindak pidana terorisme tidak mencapai basil yang optimal karena diberlakukannya pembinaan yang sama seperti halnya terhadap narapidana kasus lain; 2) diperlukannya model khusus program pembinaan bagi narapidana tindak pidana terorisme.
Hasil penelitian menyarankan agar dibuat model khusus bagi pembinaan narapidana tindak pidana terorisme dengan menitikberatkan pads perubahan pemahaman atau ideologi mereka. Pembinaan tersebut hams lebih banyak melibatkan unsur Sinergi Segitiga Pemasyarakatan yaitu petugas, narapidana, dan masyarakat."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20504
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>