Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 41 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yayan Hidayat
Abstrak :
Pengakuan bentuk Pemerintahan Nagari pada masa reformasi ternyata menempatkan nagari pada situasi yang dilematis, harus berperan sebagai bagian dari birokrasi negara dan disisi lain sebagai traditional governance memiliki tanggung jawab untuk menjalankan kewenangan berdasarkan hak asal-usul. Agenda revitalisasi nagari pada masa reformasi harus menghadapi berbagai macam tantangan yakni tantangan regulasi yang tumpang tindih dan berubah-ubah serta modernisasi kelembagaan nagari. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan dilema institusional nagari dalam struktur birokrasi negara pada masa reformasi. Nagari Pariangan menjadi lokasi studi ini karena berdasarkan tambo (kitab) sejarah Minangkabau, Nagari Pariangan adalah nagari tertua di Sumatera Barat dan memudahkan peneliti untuk mengidentifikasi traditional governance yang berkembang dan eksis dalam kelembagaan nagari. Teori historical institusionalism dan traditional governance digunakan sebagai alat analisis untuk mengidentifikasi bentuk-bentuk pemerintahan nagari serta memeriksa hubungan sebab-akibat dari situasi dilematis yang dihadapi oleh nagari pada masa reformasi. Temuan dalam penelitian ini adalah nagari secara institusi tersubordinasi di bawah Pemerintahan Kabupaten dan harus menerima berbagai intervensi pemerintah yang menempatkannya sebagai bagian dari birokrasi negara. Subordinasi struktur Nagari Pariangan di bawah Pemerintahan Kabupaten Tanah Datar telah menghilangkan hakikat otonomi yang didasarkan pada kewenangan berdasarkan hak asal-usul. ......Recognition of the form of Nagari Government during the reformation period turned out to be placing Nagari in a dilemmatic situation, having to act as part of the state bureaucracy and on the other hand as a traditional government that has the responsibility to exercise authority based on rights. The Nagari revitalization agenda during the reform period had to face various emerging challenges, namely the challenges of overlapping and regulatory changes and the modernization of Nagari institutions. This study aims to describe the institutional dilemma of nagari in the structure of the state bureaucracy during the reform period. Nagari Pariangan became the location of this research because based on the tamboo (book) of Minangkabau history, Nagari Pariangan is the oldest nagari in West Sumatra and makes it easier for researchers to identify the traditional government that develops and exists within the nagari institution. The theory of historical institutionalism and traditional governance is used as an analytical tool to identify forms of nagari governance and examine the causal relationship of the dilemmatic situation faced by the nagari during the reformation period. The findings in this study are that the nagari institutionally under the district government and must accept various government interventions that place them as part of the state bureaucracy. The subordination of the Nagari Pariangan structure under the Tanah Datar Regency Government has eliminated the nature of autonomy based on authority based on origin rights
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S8351
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
T. M. Ikhsan Sabri
Abstrak :
ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai implementasi Dana Nagari Desa Di Nagari Sungai Tarab, Kecamatan Sungai tarab, Kabupaten Tanah Datar serta faktorfaktor yang mempengaruhi pelaksanaan Dana Nagari/Desa di Sungai Tarab. Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivist melalui teknik pengumpulan data wawancara dan studi dokumen. Teori yang digunakan dalam analisisi penelitian ini adalah teori implementasi, model Van Meter dan Van Horn terkait faktor yang mempengaruhi implementasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan Dana Nagari telah berjalan sesuai dengan aturan kebijakan yang dikeluarkan dilihat dari kegiatan yang telah terdanai oleh Dana Nagari/Desa. Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan Dana Nagari di Sungai Tarab terdiri dari standar dan sasaran, sumberdaya, kerjasama antar pelaksana di Nagari, Karakteristik pemerintah Nagari Sungai Tarab, Kondisi sosial, ekonomi dan politik, terakhir sikap pelaksana dalam menanggapi kebijakan Dana Nagari/Desa.Skripsi ini membahas mengenai implementasi Dana Nagari Desa Di Nagari Sungai Tarab, Kecamatan Sungai tarab, Kabupaten Tanah Datar serta faktorfaktor yang mempengaruhi pelaksanaan Dana Nagari/Desa di Sungai Tarab. Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivist melalui teknik pengumpulan data wawancara dan studi dokumen. Teori yang digunakan dalam analisisi penelitian ini adalah teori implementasi, model Van Meter dan Van Horn terkait faktor yang mempengaruhi implementasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan Dana Nagari telah berjalan sesuai dengan aturan kebijakan yang dikeluarkan dilihat dari kegiatan yang telah terdanai oleh Dana Nagari/Desa. Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan Dana Nagari di Sungai Tarab terdiri dari standar dan sasaran, sumberdaya, kerjasama antar pelaksana di Nagari, Karakteristik pemerintah Nagari Sungai Tarab, Kondisi sosial, ekonomi dan politik, terakhir sikap pelaksana dalam menanggapi kebijakan Dana Nagari/Desa.
ABSTRACT
This thesis discusses about implementation of the Rural Fund in Sungai Tarab Village, Sungai Tarab District, Tanah Datar Regency and the factors that affect the implementation of the Rural Fund in Sungai Tarab. This research uses a postpositivist approach through indepth interview and document study as the data collecting techniques. The theory which are used to analyze in this research is the theory of implementation, the model of Van Meter and Van Horn related factors affecting implementation. The results of this research show that the implementation of the rural fund has been run in accordance with the rules and policies issued by the views from the activities that have been funded by the Rural Fund. Factors affecting the implementation of the Rural Fund in Sungai Tarab consist of standards and targets, resources, cooperation among implementers in Nagari, Nagari Sungai Tarab Characteristics of government, social conditions, economic and political, lastly, the attitudes of policy implementers respond Rural Fund.
2017
S65787
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatmariza
Abstrak :
Kebijakan Kembali ke Nagari di Sumatera Barat merupakan respon lokal terhadap reformasi di Indonesia setelah rezim otoritarian Soeharto (1966-1998). Kebijakan Kembali ke Nagari ini dalam aspek tertentu dapat dipandang sebagai legitimasi dan strukturisasi peran perempuan Minangkabau di ranah publik, terlepas dari dominannya laki-laki sepanjang proses perumusan kebijakan, dan penguatan adat yang membebani perempuan. Legitimasi ini secara struktural telah memperluas wilayah peran perempuan Minangkabau yang dahulunya hanya di wilayah domestik (kaum) menjadi wilayah publik (Nagari). Adat Minangkabau menetapkan bahwa perempuan mempunyai peran sentral di dalam kaumnya dengan kedudukan sebagai Bundo Kanduang. Peran sentral perempuan Minangkabau di dalam kaum tersebut dengan kembali ke nagari secara implicit juga mendapatkan penguatan kembali. Posisi penting Bundo Kanduang dalam struktur masyarakat minangkabau ini idealnya dapat menjadi modal dasar bagi perempuan Minang untuk masuk ke ranah publik. Sehubungan dengan itu Kembali ke Nagari dapat diartikan sebagai terbukanya ruang baru bagi peran dan partisipasi perempuan Minangkabau di Nagari terutama dalam bidang politik dan pemerintahan, di samping bidang-bidang lainnya seperti ekonomi, sosial dan budaya. Terbukanya ruang sosial baru bagi partisipasi dan reposisi perempuan di ranah nagari (publik) dalam realitasnya tidaklah mudah untuk diisi dan dimanfaatkan oleh perempuan Nagari. Selain karena faktor-faktor internal seperti: kapasitas perempuan, tokoh-tokoh perempuan, kesadaran perempuan. organisasi perempuan, keberhasilan perempuan dalam mengakses posisi-posisi strategis di nagari juga sangat tergantung kepada kultur dan keterbukaan elit laki-laki di nagari baik niniak mamak, alim ulama maupun cadiak pandai (elit adat, elit agama, cendikiawan) yang dalam cukup banyak kasus masih bias gender. ...... The policy of returning to Nagari (Kembali ke Nagari) in West Sumatera is a responsive local policy to reform in Indonesia in post-Soeharto`s authoritarian regime (1966-1998). This policy of Kembali ke Nagari in a certain aspect can be viewed to justify and to re-structure the role of Minangkabau women in public domain vis-à-vis the dominant roles of Minangkabau men in making decisions/policies and in reinforcing cultural values to village communities. The policy of Kembali ke Nagari has extended the roles of Minangkabau women as Bundo Kanduang (the clan`s chief), to Nagari leader (Wali Nagar/ sub-district leader) and other public roles. In other words, the policy of Kembali ke Nagari is a new opportunity to Minangkabau women to participate in politics, government and economy in the local level. But it is not easy for woman to participate and reposition in public area so that the openness of structure has not been utilized by Nagari organization and success of woman in assessing the strategic position in Nagari, is also depends on the culture and openness of elite man in Nagari such as the leader of tribe, the man of religion and experts who have the gender bias perspectiveness.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
D1514
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bartoven Vivit Nurdin
Abstrak :
ABSTRACT
This dissertation is about nagari reconstruction in a Malalo community seen from contestation and power relation perspectives. Specifically, it is about the people of Malalo Singkarak, West Sumatra who perceive, interpret, and respond to reality in which they live, and their manifestations in the reconstruction of nagari in the momentum of regional autonomy policy. It focuses on the people strategies created and developed inwardly and outwardly their Malalo?s social organization in forms of accommodation as well as resistance, and involves various interests of the parts. Back to nagari means back to their imagined identity, adat and Islam. The adat and religious leaders considered that adat and Islam had been marginalized and ignored during village government era. In the era, they did not have power and authority to run local government and make decision along with the degradation of their charisma in the community. But, in nagari era they have had golden opportunity to get back their power, influence and authority in making local government policy. This dissertation has gotten significant influences from previous main researches such as Scott (1985), Abu-Lughod (1990), and Tsing (1999). I have been much influenced by Scott?s symbolic obedience and resistance, accommodation and resistance in the same time in temts of various interests. ?One is inside and outside the state in the same time", Tsing said. Abu-Lughod has influencd me in her resistance arena concept. l applied qualitative approach (Hammersley and Atkinson 1983) in this case study. Data collecting was conducted through in-depth interviews and participation- observations. This dissertation shows that reconstructing process involves contestation, negotiation, and compromises indicated through the local leaders? strategies - accommodating or resisting - in confronting with various situations among themselves as well as with State. The local elites are adat leaders, as well as religious or local government leaders at the same time. It was sometimes hard to make separate those three one to each other. The local elites are the linkage between local people and the State. On one hand they have developed political issues through manipulating adat and religious doctrines, but on the other hand they need state rhetoric to establish their authorities But, the elites are not solid, homogeneous groups without frictions or conflicts. Accommodation and resistance have occurred at the crossing area of the local elites themselves, and between them and the State. In this research nagarf is read as one that contested to, struggled for, debated on, and utilized with political interests. Some of the old features of the adat have been left away but some new things came up through negotiation process between the local people and the States interests. lt is therefore nagari is not a static, but dynamic construct in facing with concrete situations of interests. lt is the process of negotiation and bargaining, interpretation and re-interpretation, and giving meaning that is called contestation in this dissertation. My approach in this dissertation is close to Tsin (1999), Scott (1985), and Abu-Lughod (1990). lt is relevant with Scott?s symbolic obedience and resistance concepts. The different from Scott?s is that the...
2006
D788
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zuhairansyah Arifin
Depok: Rajawali Press, 2023
297.4 ZUH d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Tengku Rika Valentina
Abstrak :
Abstract. Analyzing the root of conflict in the practice of decentralization and transfer of authority from the State to Nagari, it turns out that Nagari has been ?framed? by the State (provincial and district government) to perform its tasks regardless of the original culture and characteristics of the local community as is stated in Law No. 32 of 2004 concerning the Local Government. Nagari in West Sumatera is still a matter to be discussed, with elaborative variables of social stratification and model of kinship and the notably diverse political system (kelarasan koto piliang and bodi chaniago) enriching Nagari with analysis of its democratic transition history, model of participation and model of intervention by the State along the time.
2011
J-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Alfian
Abstrak :
Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang peranan nagari dalam memberdayakan masyarakat dan faktor-faktor yang menjadi kendala terhadap upaya pemberdayakan tersebut. Penelitian ini dipandang panting mengingat transisi dari desa ke nagari merupakan suatu bentuk perubahan sosial di masyarakat. Dalam proses perubahan tersebut sangat dibutuhkan peran agen perubah (dalam hal ini nagari), karena pada dasamya masyarakat masih memiliki berbagai keterbatasan dalam mengikuti perubahan tersebut. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif yang diperoleh melalui wawancara mendalam (indepth interview) semi terstruktur dengan para informan di lapangan. Sementara itu pemilihan informan dilakukan secara purposive sampling, dengan lingkup informan mencakup wali nagarilaparat nagari, masyarakat, tokoh-tokoh masyarakat dan aparat pemerintah kabupaten. Dari hasil temuan lapangan diketahui bahwa di lokasi penelitian Situjuah Batua, organisasi nagari telah berkembang balk dan berjalan cukup efektif. Peluang yang ada dengan diberikannya otonomi yang cukup luas kepada nagari dalam mengurus masyarakatnya dapat dimanfaatkan ke dalam tindakan nyata terutama dalam memberdayakan masyarakatnya. Peran sebagai pemberdaya telah terlihat sejak awal proses Kembali ke Nagari, proses pembangunan di nagari, proses pembuatan produk hukum nagari dan dalam mewujudkan berbagai program yang bertujuan meningkatkan pendapatan masyarakat yang kalau disimpulkan upaya pemberdayaan masyarakat tersebut tercakup dalam tiga bidang yaitu pemberdayaan di bidang politik, hukum dan ekonomi sebagaimana batasan permasalahan penelitian ini. Kondisi ini bisa tercipta karena ditunjang oleh kapasitas dan karakter kemmimpinan yang dimiliki oleh wall nagari sehingga mampu menjalankan peran sebagai salah seorang agen perubah. Disamping itu kondisi sosial budaya masyarakat yang masih homogen dimana ikatan dan nilai-nilai social seperti kebersamaan, gotong royong dan lain sebagainya, masih me[ekat kuat di masyarakatnya temyata bisa dimanfaatkan menjadi suatu potensi sosial (social capital), sehingga ikut mendorong beijalannya proses pemberdayaan masyarakat nagari tersebut secara bertahap. Akan tetapi sebaliknya, temyata organisasi Nagari Sarilamak belum berkembang secara baik. Hal ini dapat dibuktikan dengan belum efektifnya peran yang dijalankan nagari dalam memberdayakan masyarakat, temyata hanya ditemui di beberapa item kegiatan saja. Memang dalam tahap awal pada proses Kembali ke Nagari, peran sebagai pemberdaya sempat mengemuka. Akan tetapi da[am penyelenggaraan berbagai kegiatan nagari seianjutnya, peran pemberdaya tersebut justru cenderung hilang. Dengan kata lain peruhahan yang terjadi di sarilamak baru sekedar berganti istilah dari desa ke nagari. Salah satu penyebab terjadinya hal ini adalah karena tidak mampunya wali nagari bertindak sebagai agen perubah karena tidak ditunjang oleh kapasitas dan kemampuan serta kualitas kepemimpinan yang memadai. Masalah ini kian dipersulit dengan kondisi sosial budaya masyarakat yang cenderung heterogen. Heterogenitas masyarakat Sarilamak ternyata memberi kesulitan tersendiri karena masih kuatnya beriaku nilai-nilai tradisional dalam kehidupan masyarakat, sehingga kaum pendatang hams mau menerima internalisasi nilai budaya lokal yang belum tentu sesuai dengan budaya asli mereka seperti yang terjadi di Jorong Purwajaya yang dihuni mayoritas suku Jawa. Akibat adanya heterogenitas ini masyarakat ternyata cenderung apatis dengan berbagai program kegiatan yang ada di nagari. Persoalan kian bertambah bila dikaitkan dengan perangkat regulasi pemerintah kabupaten yang temyata tidak menciptakan suasana yang kondusif dan malah disadari atau tidak, menimbulkan suatu pola ketergantungan. Hal ini dapat dilihat dari kebijakan pemberian subsidi kepada nagari, reposisi dan pergesaran fungsi camat maupun upaya pembinaan yang harusnya dijalankan belum dilakukan secara optimal. Terlepas dari semua itu, upaya pemberdayaan tetap hams dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan (ongoing process). Karena untuk menciptakan suatu masyarakat yang berdaya tidak dapat dilakukan hanya dalam waktu sekejap, akan tetapi tetap harus ada langkah-langkah nyata untuk mewujudkannnya. Untuk menyikapi kandisi dan permasalahan yang terjadi menyangkut peranan yang idealnya dilaksanakan oleh nagari maka diperlukan berbagai pembenahan. Pembenahan hams dilakukan terhadap kondisi internal nagari terutama peningkatan kapasitas dan kemampuan wali nagarilaparat nagari agar mampu menjalan peran mendasar sebagai agen perubah. Kemudian perbaikan juga ditujukan kepada masyarakat agar mampu mengerti dan menyadari tentang apa yang menjadi permasalahan dan kebutuhan mereka serta potensi yang dimiliki. Selain itu juga diperlukan kebijakan-kebijakan dari pemerintah yang lebih atas (terutama pemerintah kabupaten) yang mendukung terwujudnya pemberdayaan bagi masyarakat nagari.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T195
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Midawati
Abstrak :
Dalam banyak tulisan tentang Revolusi Hijau selalu dikatakan bahwa Revolusi Hijau telah memarginalisasi perempuan dari pertanian terutama di Jawa. Tulisan ini bermaksud bahwa di daerah tertentu tidak terjadi peminggiran perempuan dari pertanian. Sebagai contoh di Nagari Batuhampar di Sumatera Barat terjadi peningkatan peran perempuan di pertanian pada masa Revolusi Hijau. Untuk melihat peran perempuan di pertanian pada masa Revolusi Hijau menurut Palmer bisa dilihat dalam beberapa hal: 1. Kelas-kelas sosial perempuan. 2. Intensitas kerja untuk penanaman pada kondisi yang telah ada sebelumnya. 3. Persaratan teknis yang objektif dari metoda yang baru (tanaman yang baru) 4. Pembagian kerja secara seksual 5. Bentuk-bentuk mekanisasi yang diperkenalkannya. Penulisan ini mengaitkan sistem kekerabatan matrilinial yang dianut masyarakat dan budaya merantau. Berdasarkan kerangka pemikiran itu penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa perempuan di Batuhampar tidak tersingkir pada masa Revolusi Hijau bahkan terjadi peningkatan peranan mereka baik dari segi intensitas kerja maupun dalam pendapatan. Penelitian ini, selain menggunakan data kuantitatif juga menggunakan wawancara naratif untuk memperoleh "life history" dari petani itu sendiri, yaitu bagaimana pengalaman, kegembiraan yang mereka rasakan pada saat bekerja.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2001
T4301
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Sabran
Abstrak :
Pemberdayaan Kembali Nagari Mengacu UU No.22/1999, merupakan penerapan kembali nagari, sesuai dengan sistem pemerintahan nagari dan administrasi yang pernah berlaku. Pemerintahan nagari sesuai dengan norma-norma adat Minangkabau dan pemerintahan nagari mempunyai suatu wilayah kesatuan masyarakat hukum adat yang otonom merupakan kesatuan masyarakat hukum. Untuk mengatur dan mengurus kepentingan kehidupan masyarakat sendiri mempunyai pemerintahan sendiri, dan ditaati oleh penduduk berwibawa, legitimasi masyarakat. Pasal 18 UUD 1945 yang berbunyi `pembagian daerah Indonesia alas dasar besar kecil dengan susunan bentuk pemerintahan dengan memandang dan mengingati dasar bermusyawarah dalam sistem pemerintahan negara dan hak-hak asal-usul dalam daerah istimewa". UU No.5/1974 tentang pokok-pokok pemerintahan daerah telah membuat ruang tertib susunan struktur sosial masyarakat daerah, karena harus mengikuti prosedur yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat UU No.5/1979 pemerintahan desa yang tidak menghormati daerah istimewa yang ada di dalam Pasal 18 UUD 1945. Karena pemerintahan desa sudah tidak sesuai dengan aspirasi masyarakat, serta membuat kurang tertib susunan struktur sosial masyarakat dengan diberlakukan UU No.5/1979 tersebut. Temuan penelitian yaitu kepala desa mendapat beberapa kesulitan antara lain : (1) Pembatasan desa sulit untuk dibuat, (2) maka terjadinya disintegrasi sosial, karena rasa kenagarian mulai hilang akibat UU No.5/1979 atau yang dikehendaki oleh pemerintah pusat, (3) Penggunaan tanah ula et sulit dibagi kepala desa, (4) menjadi hubungan kekerabatan semakin renggang, (5) hilangnya harga diri penghulu, alim ulama, cerdik pandai di dalam masyarakat. Dalam uraian berikut akan dapat dikemukakan . (1) tingkat kepekaan kekerabatan, (2) bentuk toleransi dalam kekerabatan, (3) peranan sonioritas dalam kepemimpinan kekerabatan, (4) peranan ibu dalam rumah tangga untuk memperkuat kekerabatan, kesemua sistem kekerabatan diterapkan kembali sesuai norma-norma adat Minangkabau. Kedudukan dan fungsi Penghulu hendak dikembalikan sesuai dengan adat yang berlaku, karena penghulu menyelesaikan perkara per data dibidang tanah, ini, masatah fungsi penghulu untuk menyelesaikan Tanah nagari, tanah suku, tanah ulayat, tanah individu/milik, yang mengenai persoalannya adalah penghulu, dan tugas penghulu menurut adat. Jadi UU No.5/1979 tidak memberikan hak-hak otonom kepada pemerintah nagari, untuk itu sebaiknya dihapus saja. Dan di Pemberdayaan kembali nagari sesuai sistem pemerintahan, administrasi, serta kembalikan fungsi dan kedudukan penghulu menurut adat yang berlaku. Da/am mempertahankan negara kesatuan Republik Indonesia (1). Tanah ulayat Nagari, yaitu tanah yang secara turun temurun dipergunakan untuk kepentingan Nagari seperti untuk tempat ibadah, balai adat dan lainnya. (2). Tanah ulayat suku, yaitu tanah yang dikelola secara turun temurun oleh satu suku dan hanya suku tersebutlah yang dapat memperoleh dan mempergunakan tanah itu. (3). Tanah pusaka tinggi, yaitu tanah yang dimiliki suatu kaum. yang merupakan milik bersama (komunal) dari seluruh anggota kaum yang diperoleh secara turun temurun dan pengawasannya berada ditangan mamak kepada wads. (4). Tanah pusaka rendah yaitu tanah yang diperoleh oleh seseorang atau suatu parurk berdasarkan pembenan atau hibah maupun yang dipunyai oleh suatu keluarga berdasarkan pencahariannya, pembelian, taruko dan lain sebagainya yang telah diwariskan. (5). Tanah harta pencarian, yaitu tanah yang diperoleh dengan pembelian, taruko atau berdasarkan kepada hasil usahanya sendiri. dalam arti bukan didapatkan karena pewarisan atau be/um pernah diwariskan Dalam memperkuat integrasi nasional, pemderdayaan nagari adalah salah satu memperkuat Ketahanan Nasional dan integrasi nasional dalam mempertahankan persatuan dan kesatuan negara kesatuan Republik Indonesia.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2000
T11493
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>