Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
Debby Indriani
"Media telah menjadi salah satu agen yang paling berpengaruh dalam proses perkembangan anak. Dengan 1,86 miliar pengguna di seluruh dunia, sebagai salah satu media sosial yang cukup populer, YouTube telah menyuguhkan berbagai hiburan bagi segala usia, tidak terkecuali bagi anak-anak. Penelitian ini mengkaji bagaimana CoComelon Nursery Rhymes and Kids Songs sebagai channel dengan pelanggan terbanyak nomor tiga di YouTube (2022) menggambarkan keragaman gender dan ras, serta pengaruhnya terhadap perkembangan konsep diri anak. Oleh karena itu, tiga sampel video musik diangkat untuk diamati dan dianalisis menggunakan kerangka multimodal yang dikembangkan oleh Kress dan Van Leeuwen. Hasilnya kemudian dikaitkan dengan teori kultivasi oleh George Gerbner dan teori pembelajaran sosial oleh Bandura untuk melihat bagaimana penggambaran media pada akhirnya dapat mempengaruhi cara anak-anak dalam membuat perepsi atas diri mereka sendiri dan orang lain. Studi kualitatif ini menunjukkan bahwa terlepas dari melodi dan visualnya yang penuh warna, CoComelon menawarkan sesuatu yang lebih dari sekadar hiburan. Dengan menampilkan beberapa tokoh non-kulit putih sebagai karakter utama dan melawan stereotipe-stereotipe gender di masyarakat, CoComelon berusaha untuk menampilkan dunia yang berbeda, dan anak-anak dapat mulai menganggapnya sebagai suatu realitas sosial. Dengan demikian, paparan jangka panjang terhadap media ini juga dapat menyebabkan anak-anak meniru apa yang mereka lihat di layar.
Media has always been an influential agent for children’s development. With approximately 1.86 billion users worldwide, as a popular social media platform, YouTube has served its audience with a wide range of entertainment, applicable to all ages, not to mention the younger audience. This study examined how CoComelon Nursery Rhymes and Kids Songs as the third most-subscribed channel on YouTube (2022), portrays gender and racial diversity and how it influences children’s self-concept development. Therefore, three sample music videos were taken to be observed and analyzed using a multimodal framework developed by Kress and Van Leeuwen. The results were then associated with the cultivation theory by George Gerbner and social learning theory by Bandura to see how media’s portrayal can eventually affect children’s way of perceiving themselves and others. This qualitative study found that despite the melody and its colorful visuals, CoComelon offered something more than mere entertainment. By featuring several non-White figures as the main characters and contesting typical gender roles, it attempted to represent the world to which the younger audiences are exposed and start thinking of it as a social reality. Thus, long-term exposure to it may also result in children imitating what they see on screen."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Nisa Hanum
"Makalah ini membahas pola komposisional dalam buku cerita bergambar bilingual sebagai bentuk usulan kerangka membaca buku cerita bergambar bilingual. Studi kasus ini melakukan analisis wacana multimodal terhadap lima buku cerita bilingual Indonesia-Inggris. Pendekatan multimodal digunakan untuk memahami elemen visual dan teks bilingual dalam buku cerita bergambar. Analisis dilakukan dengan melihat pola fitur tata letak, bingkai, fokus, dan nilai informasi dari teks verbal dan visual. Studi ini menunjukkan beberapa temuan. Pertama, pola tata letak teks visual dalam buku cerita bilingual cenderung disusun terintegrasi di atas latar berwarna sehingga memudahkan pembaca mengenali teks verbal. Kedua, teks visual dan verbal cenderung dibuat tanpa bingkai dengan konteks digambarkan secara penuh sehingga pembaca merasa dekat dengan cerita. Ketiga, susunan fokus cenderung dibuat terpolarisasi pada dua kutub secara vertikal dengan menempatkan teks verbal di atas teks visual. Keempat, pengorganisasian teks verbal dalam buku cerita condong diletakkan pada posisi bernilai sedang untuk menyampaikan informasi umum dan familier bagi pembaca. Berdasarkan temuan tersebut, pembaca diharapkan dapat membangun interaksi dalam kegiatan membaca buku bersama dengan memanfaatkan pola-pola tersebut. Temuan ini juga dapat menjadi pertimbangan bagi pembaca dalam memilih buku bilingual sesuai tingkat literasi. Adapun susunan bahasa dalam buku bilingual perlu mendapat perhatian khusus bagi pembaca untuk menetapkan kembali tujuan membaca buku cerita bilingual, yakni sebagai bahan pendukung kegiatan belajar bahasa asing atau sebagai bahan bacaan rekreasi.
This paper discusses the design of compositional meanings in bilingual picture books. It aims to offer a framework for reading bilingual picture books. Employing a case study, this study was conducted by using a multimodal discourse analysis drawing on five Indonesian - English picture books. The multimodal analytical approach involved the compositional meaning of the visual elements and dual texts in bilingual picture books. The analysis was carried out by examining the patterns of layout, frames, focus, and information values of verbiage and image in the books. This study highlights several findings. First, the layout design of verbiage and image tends to be arranged integrated over a coloured background making it easier for the reader to recognize the verbal text. Secondly, the image and verbiage tends to be frameless with contextualised background so as to allow readers to feel intimate with the story. The focus arrangements tend to be polarized vertically by placing the verbiage above the image. Finally, the organization of verbiage in bilingual picture books tends to be placed in a moderate value position conveying general and familiar information for readers. These findings suggest the expected reader to build interaction in joint-reading activities with those patterns of design. Readers however can choose their own bilingual picture books based on their level of literacy. The composition of languages in bilingual picture books require certain recognition from readers to redefine the purpose of reading bilingual books such as a supporting material for foreign language learning or as reading-for-pleasure material."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Elsa Verina
"Sebuah iklan memainkan peran penting dalam bisnis untuk mencapai pasar targetnya dan membuat pembeli potensial membeli produknya. Namun, dibutuhkan berbagai pendekatan untuk menyampaikan pesan di balik suatu produk. Procter & Gamble (P&G) mengambil pendekatan yang berbeda dalam membuat iklan yang membahas isu rasisme terhadap orang kulit hitam. Iklan yang dirilis pada tahun 2017 dengan judul "The Talk" merupakan iklan advokasi yang menunjukkan sikap perusahaan terhadap isu-isu tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menguji bagaimana P&G menggambarkan diskriminasi rasial dan kekerasan terhadap orang kulit hitam dengan mengungkapkan strategi yang disebut "the talk". Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini menggunakan tindakan ilokusi oleh Searle (1979) untuk menemukan tindakan ilokusi dominan yang diucapkan oleh ibu-ibu kulit hitam di dalam iklan. Penelitian ini juga menganalisis komponen visual dengan menggunakan analisis wacana multimodal dari Kress dan van Leeuwen (2006), dengan tujuan memahami bagaimana mereka menggambarkan perjuangan orang kulit hitam dari satu era ke era lainnya. Penelitian ini menemukan bahwa tindakan ilokusi yang dominan adalah ketegasan karena dalam percakapannya, para ibu berusaha mengingatkan anak-anak mereka tentang apa yang benar dan salah dalam hidup. Penggunaan analisis wacana multimodal dalam penelitian ini, terutama analisis visual, mengkonfirmasi bahwa isu-isu diskriminasi rasial dan kekerasan memiliki dampak besar pada para ibu karena mereka merasa cemas tentang keselamatan dan kesejahteraan emosional anak-anak mereka.
An advertisement plays a significant role in the business in order to reach its target market and make their potential buyers purchase the products. However, it needs various approaches to communicate the message behind a product. Procter & Gamble (P&G) takes a different approach to making an advert that speaks out on the issues of racism against black people. The ad released in 2017 called The Talk is an advocacy advertisement, showing the company's stance toward the issues. This study aims to examine how P&G portrays the racial discrimination and violence against black people by revealing the strategy called “the talk.” To achieve the aim, this study uses illocutionary acts by Searle (1979) to find the dominant illocutionary act uttered by black mothers. This research additionally analyzes the visual components employing Kress and van Leeuwen’s (2006) multimodal discourse analysis, aiming to understand how they depict the struggles of black people from one era to another. This study finds that assertiveness is the dominant illocutionary act since in their talk, the mothers try to remind their children about what is right and wrong in life. The use of multimodal discourse analysis in this study, especially the visual analysis, confirms that the issues of racial discrimination and violence have huge impacts on the mothers as they feel anxious about their children’s safety and emotional well-being. "
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Zahrah Hisaanah Adhwa
"Dalam beberapa tahun terakhir, permintaan produk perawatan pria tumbuh cukup signifikan. Fenomena ini menarik banyak investor yang mendorong industri periklanan untuk membuat iklan baru dan inovatif yang menarik perhatian publik dan menjual produk dengan lebih baik. Pantene sebagai merek besar yang berspesialisasi dalam produk perawatan rambut juga telah membuat beberapa iklan progresif terkait dengan isu gender terkini. Dalam penelitian ini, peneliti bertujuan untuk menyelidiki bagaimana gagasan tentang gender diekspresikan melalui aspek multimodal yang digunakan dalam iklan Pantene Australia dan Indonesia menggunakan teori Halliday Systemic Functional Linguistics (1994), Kress and van Leeuwen Visual Grammar (2006), dan Anstey and Bull's multimodal semiotic system (2010). Data yang digunakan adalah dari iklan Pantene Australia “DareToDoXtra” dan Pantene Indonesia “Miracles Hair Supplement Baru” yang dikumpulkan dari YouTube. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pantene Australia dan Indonesia sama-sama mengindikasikan upaya untuk mempromosikan ide fluiditas gender melalui iklan mereka. Namun, analisis lebih lanjut pada aspek multimodal mengungkapkan adanya beberapa pendekatan bahasa berbasis gender yang umumnya dikaitkan dengan ideologi feminitas. Karena sifatnya yang kontradiktif, kehadiran pendekatan bahasa berbasis gender dalam bentuk apapun akan mengurangi makna utama dari pesan fluiditas gender yang ingin disampaikan oleh kedua iklan tersebut.
In recent years, the demand for male grooming products have been growing quite significantly. This phenomenon attracts a large number of investors prompting the advertising industry to create fresh and innovative advertisements that draw public attention and sell products better. Pantene as a global brand that specializes in hair care products has also made several progressive ads in association with current gender issues. In this research, the researcher aims to investigate how ideas about gender are expressed through the multimodal aspects being employed in Pantene Australia and Indonesia ads by means of Halliday Systemic Functional Linguistics (1994), Kress and van Leeuwen's Visual Grammar (2006), and Anstey and Bull's multimodal semiotic system theory (2010). The data used are from Pantene Australia “DareToDoXtra” ad and Pantene Indonesia “Miracles Hair Supplement Baru” collected from YouTube. The results suggest that Pantene Australia and Indonesia both indicate an attempt to promote the idea of gender fluidity through their ads. However, further analysis on its multimodal aspects reveals the presence of numerous gender-based approaches typically linked with the prevalent ideologies of femininity. Due to its contradictory nature, the presence of a gendered language in any form, negates/diminishes the focal message of gender fluidity that both ads try to convey."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, 2023
S-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Indira Faisa Afgani
"Dewasa ini, platform musik banyak digunakan oleh para penyanyi dan penulis lagu untuk menyampaikan kritik mereka terhadap isu-isu sosial di masyarakat. Dalam beberapa tahun terakhir, dua musisi wanita Dove Cameron dan Taylor Swift menggunakan lagu mereka yang berjudul Breakfast and The Man untuk mengekspresikan kritik dan menantang toxic masculinity. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan strategi yang digunakan kedua lagu dan bagaimana kedua penyanyi mempersepsikan isu toxic masculinity. Untuk melakukan penelitian, makalah ini menggunakan pendekatan Multimodal Discourse Analysis (MDA) untuk menganalisis semiotika sosial dalam lirik dan video musik kedua lagu. Penelitian ini menggunakan lyrics analysis oleh David Machin dan Grammar of Image Analysis oleh Gunther Kress Theo van Leeuwen. Penelitian ini menemukan bahwa kedua lagu ini memang menantang isu toxic masculinity di masyarakat. Namun, kedua musisi menggunakan strategi berbeda untuk menantang isu tersebut. Temuan menunjukkan bahwa Breakfast (2022) karya Cameron menantang toxic masculinity dengan menentangnya. Sementara itu, The Man (2020) karya Swift menantang toxic masculinity dengan cara mendukung ide tersebut. Hal ini menyebabkan perbedaan dalam cara kedua penyanyi tersebut dalam memandang toxic masculinity.
Nowadays, music platforms are widely used by singers and songwriters to convey their criticism of social issues in society. In recent years, the two female musicians Dove Cameron and Taylor Swift used their songs entitled Breakfast and The Man to express their criticism and challenge toxic masculinity. Therefore, this paper aims to analyze the different strategies used in the two songs and how the two singers perceive the issue of toxic masculinity. To conduct the research, this paper uses the Multimodal Discourse Analysis (MDA) approach to analyze the social semiotics in the lyrics and music videos of the two songs. The study used David Machin's Lyric Analysis and Gunther Kress and Theo van Leeuwen's Grammar of Image Analysis. This research has found that the two songs indeed challenge the issue of toxic masculinity in society. However, the two musicians used different strategies to challenge the issue. The findings show that Cameron’s Breakfast (2022) challenges toxic masculinity by defying it. Meanwhile, Swift’s The Man (2020) challenges toxic masculinity by submitting to it. This leads to a disparity in the way the two singers perceive toxic masculinity. "
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Andrea Maheswari Erli Putri
"Pada tahun 2020, Sephora meluncurkan kampanye The Unlimited Power of Beauty dalam tiga bentuk: film pendek, serial dokumenter, dan iklan cetak. Alih-alih menantang standar kecantikan tradisional, Sephora berupaya memberdayakan penonton melalui pola pikir bahwa setiap orang memiliki kekuatan kecantikan batin yang tidak terbatas. Berpandu studi sebelumnya tentang femvertising dan postfeminisme, menggunakan teori tata bahasa visual Kress dan van Leeuwen dan kerangka analisis wacana kritis Norman Fairclough, film pendek dan video dokumenter dianalisis untuk melihat bagaimana elemen visual dan auditori mereka disatukan untuk membentuk makna di dalam konteks feminisme interseksional. Meskipun elemen multimodal diimplementasikan secara koheren dengan teori tata bahasa visual dan sangat terhubung dengan setiap urutan, kampanye tersebut gagal untuk menyorot masalah feminisme interseksional dan malah memunculkan masalah sensibilitas postfeminisme. Hasil ini menunjukkan bahwa feminisme yang ditampilkan dalam kampanye ini adalah bentuk terapi individualisme yang didukung oleh neoliberalisme.
In 2020, Sephora launched The Unlimited Power of Beauty campaign in three forms: a short movie, a documentary series (docuseries), and printed advertisements. Instead of challenging traditional beauty standards, Sephora seeks to empower the audience through the mindset that everyone has the unlimited power of inner beauty. Guided by previous studies about femvertising and postfeminism, using Kress and van Leeuwen’s visual grammar theory and Norman Fairclough’s critical discourse analysis framework, the short movie and docuseries videos were analysed to see how their visual and auditory elements are put together to form a meaning within the context of intersectional feminism. Although the multimodal elements are implemented coherently to the visual grammar theory and strongly connected to each sequence, the campaign failed to address any intersectional feminism issues and instead posit an issue of postfeminism sensibility. This result suggests that the feminism shown in this campaign is a self-therapy endorsed by neoliberalism."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Asyifa Yuditya
"Perilisan Lagu “Plastic Is Fantastic” (2021) karya Oli London, yang berbicara tentang fantasinya tentang operasi plastik, telah mendapat banyak kritik. Salah satu alasannya adalah karena video musiknya dirilis selama Pride Month, bulan ketika komunitas LGBTQ mengadvokasi hak-hak mereka untuk kesetaraan gender, diikuti oleh video dan tweet Oli London yang menyatakan transisi pasca operasinya ke "non-biner" dan "Korean". ”. Untuk menggali lebih dalam pernyataan ini, penelitian ini menggabungkan teori tiga dimensi Fairclough (2003) sebagai kerangka dan analisis semiotik Machin (2010) untuk menganalisis lirik lagu, visual, dan latar belakang sosial budayanya, sehingga berkontribusi pada studi Analisis Wacana Multimodal. Penelitian ini bermaksud untuk menyelidiki konstruksi gender dan identitas dalam lagu “Plastic Is Fantastic”, sistem kekuasaan yang mendasari, dan bagaimana sistem kekuasaan menumbangkan gender dan identitas Korea. Penelitian menunjukkan bahwa lirik dan visual berhubungan dengan identitas Korea karena penggunaan bahasa Korea dalam lirik dan penampilan serta perilaku androgini pemain di sepanjang video. Praktik-praktik ini menimbulkan masalah, terutama ketika aktivitas media sosial terkait operasi plastiknya dihebohkan oleh media massa karena ia secara konsisten menyamakan dan mengeksploitasi status transnya dengan kelompok minoritas lain, seperti orang Korea, LGBTQ, dan kelompok transrasial. Dengan demikian, subversi gender dan identitas hadir sejak produksi identitasnya dikomodifikasi.
The release of Oli London's Plastic Is Fantastic (2021), which talks about his fantasy of plastic surgery, has been met with considerable criticism. One of the reasons is that his music video was released during Pride Month, a month when the LGBTQ community advocates for their rights for gender equality, followed by other videos and tweets declaring his post-surgery transition to "non-binary" and “Korean”. To dig deeper into this assertion, this study combines Fairclough's (2003) three-dimensional theory as the framework and Machin's (2010) semiotic analysis to examine the song lyrics, visuals, and its socio-cultural background, thereby contributing to the Multimodal Discourse Analysis studies. This study intends to investigate the construction of gender and identity in Plastic Is Fantastic, the underlying power systems present, and how the power systems subvert gender and Korean identity. Research shows that the lyrics and visuals are connected with Korean identity due to the usage of Korean in the lyrics and the performer's androgynous appearance and behavior throughout the video. These practices produced problems, especially when his plastic surgery-related social media activity was stirred up by mass media as he consistently equates and exploits his trans status with other minority groups, such as Koreans, LGBTQ, and transracial people. Thus, the subversion of gender and identity is present since the identity production is being commodified."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Salshadilla Ametia
"Gelombang baru mengenai anti-Asian hate mulai meningkat ketika COVID-19 muncul di Amerika Serikat pada tahun 2020. Banyak orang Asia-Amerika harus hidup dalam ketakutan karena harus menghadapi serangan fisik dan verbal, vandalisme, dan diskriminasi. Akibatnya, beberapa seniman menunjukkan dukungan mereka dengan membuat karya seni dan memproduksi lagu. Salah satu contohnya adalah lagu Stop the Hatred (2021) oleh MC Jin dan Wyclef Jean. Studi ini mencari tahu bagaimana kritik seniman direpresentasikan dalam lirik lagu dan bagaimana video musik melengkapi lagu tersebut untuk menyampaikan gerakan Stop Asian Hate. Untuk menjawab pertanyaan penelitian, peneliti menggunakan Analisis Lirik (Lyrics Analysis) Machin (2010) dan Analisis Semiotik Visual (Visual Semiotic Analysis) Machin (2010) sebagai bagian dari pendekatan Analisis Wacana Multimodal. Hasil penemuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa para seniman berusaha membangun empati kepada lebih banyak penonton dan pendengar dengan melibatkan kelompok minoritas lainnya. Selain itu, hal ini juga berdampak pada perekonomian orang Asia-Amerika. Analisis semiotik visual dari video musik membantu memperjelas dan memberikan lebih banyak konteks pada lagu.
The new wave of anti-Asian hate started to rise when COVID-19 emerged in the United States in 2020. Many Asian Americans have to live in fear as they have to deal with physical and verbal attacks, vandalism, and discrimination. Consequently, several artists show their support by making artwork and producing songs. One example is the song Stop the Hatred (2021) by MC Jin and Wyclef Jean. This study finds out how the artists’ critique is represented in the song lyrics and how the music video complements the song to address the movement of Stop Asian Hate. To answer the research questions, the researcher uses Machin's Lyric Analysis (2010) and Machin’s Visual Semiotic Analysis (2010) as part of the Multimodal Discourse Analysis approaches. The findings of this study show that the artists try to build empathy to more audiences by involving other minority groups, and the impact of the hatred affects Asian Americans’ economy. The visual semiotic analysis of the music video helps to clarify and give more context to the song."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library