Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nainggolan, P. Partogi
"Menyebarnya wabah penyakit Covid-19 ke seluruh dunia secara cepat dan tidak mampu dicegah, telah menimbulkan pertanyaan mengenai efektivitas para pemimpin dalam mengimplementasikan kebijakan nasional untuk mengatasinya. Pendekatan yang selama ini mereka andalkan dalam menjalankan hubungan internasional, yaitu unilateralisme dan bilateralisme, secara realistis dinilai tidak mampu lagi dan dapat diandalkan untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi dunia, termasuk pandemi. Sementara, pendekatan multilateralisme yang sebelumnya tidak menjadi pilihan dan surut dari perhatian kini dilirik dan dibicarakan kembali potensinya yang efektif dalam mengatasi permasalahan global yang dihadapi umat manusia, dalam hal ini, merebaknya pandemi yang berasal dari virus Covid-19. Esai ini mengkaji pentingnya penggunaan kembali pendekatan multilateralisme dalam
memecahkan masalah hubungan internasional, khususnya ancaman keamanan yang bersifat non-tradisional yang berasal dari penyebaran dan kontaminasi
pandemi tersebut. Data dikumpulkan dari studi kepustakaan dengan pemanfaatan
sumber referensi daring yang beragam. Analisis dilakukan secara kualitatif, dengan
perbandingan kasus di berbagai negara dan kawasan. Temuan memperlihatkan upaya mengatasi penyebaran pandemi Covid-19 dapat dilakukan oleh para
pemimpin dunia dengan solusi alternatif multilateralisme sehingga dunia dapat lebih
sukses dalam mengatasinya."
Lengkap +
Jakarta: Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI, 2020
320 PAR 2:3 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Peringatan 50 tahun konferensi Asia-Afrika dimasudkan sebagai penanda era baru kerjasama komprehensif menuju menuju masa depan yang sejahtera dan damai. Selain konsolidasi, peringatan ini juga memiliki andil besar dalam memperbarui komitmen bersama diantara negara-negera Asia-Afrika untuk saling berkerjasama..."
DIPLU 6:1 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Hutabarat, Leonard
"The Asia-Europe meeting (ASEM) officially established in 1996 an inter-regional forum that consist of ten members of the Association of Southeast Adian Nations (ASEAN),China, Japan and South Korea as well as twenty five member states of the European Union (EU) and the European commision (EC). Is ASEM an exercise in building a region or is it an institution for creating a regime ? ASEM is more than a summit.It is also more that just a process.Though it is far from developing into a formal organization, it has acquired a certain structure.This article explains the wider Asia-Europe relationship .ASEM has contributed to multi -level governance in international politics through encouraging inter-regional cooperation,promoting regional identity-building and enhancing multi lateralism. ASEM process has also enhanced the role of the EU in encouraging multi dimensinal dialoque and cooperation building a regime, and emphasizing cross-cultural comprehension and mutual respect. It might be too early to have a definitive judgment about the success and failure of ASEM after a decade of its existence,this article puts in perspective some of the modest contributions that ASEM has brought about conceptually in the debate on multi -level governance, and more concretely to the level of interactions between Asia and Europa"
Lengkap +
2006
JKWE-II-3-2006-44
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Irdita Saraswati
"Proses liberalisasi perdagangan dunia sebelumnya hanya diatur secara multilateral melalui World Trade Organization WTO , tetapi sejak proliferasi free trade agreement FTA tahun 1980-an, muncul perdebatan antara building blocks dan stumbling blocks dalam melihat kaitan FTA dengan usaha liberalisasi perdagangan multilateral. Tinjauan literatur ini bertujuan untuk memetakan persebaran perdebatan tersebut di berbagai kawasan dan fenomena kesepakatan perdagangan yang ada. Berdasarkan teknik pengorganisasian taksonomi, tinjauan literatur ini membagi pembahasan ke dalam beberapa kawasan dan fenomena yakni Amerika Utara, Amerika Latin, Eropa, Asia Timur, Asia-Pasifik, Afrika, Mega-FTA, dan komparasi lintas kawasan. Selain taksonomi, tinjauan literatur ini juga menggunakan teknik pengorganisasian tipologi untuk membagi literatur berdasarkan argumentasi building blocks dan stumbling blocks. Dari hasil tinjauan literatur, ditemukan beberapa tema utama yang memengaruhi relasi antara regionalisme dengan multilateralisme perdagangan, yakni pergeseran ke bilateralisme cross-regional, pengaruh kerja sama regional utama kawasan, dan pengaruh eksternal. Kemudian, ditemukan pula beberapa kesenjangan literatur umum dari tiap kawasan yang dapat menjadi potensi penelitian lanjutan, yakni peran kelompok epistemik, peran aliansi bisnis transnasional, dan dinamika politik intra-regional yang memengaruhi relasi regionalisme perdagangan di kawasan tersebut dengan usaha multilateralisme perdagangan.

Previously, world trade liberalization efforts were managed multilaterally through World Trade Organization WTO, but after the proliferation of free trade agreement FTA in the 1980s, a debate emerged between the building blocks and stumbling blocks argumentations in viewing the relation of FTA with multilateral trade liberalization effort. This literature review aims to map this debate in various regions and FTA phenomenon. Based on taxonomy technique, this literature review classifies its discussion into few regions and phenomenon, which are North America, Latin America, Europe, East Asia, Asia Pacific, Africa, Mega-FTA, and cross-regional comparation. Besides taxonomy, this literature review also uses typology technique to classify the literature based on building blocks and stumbling blocks argumentation. Based on the literature review, several main themes that influence the relation between trade regionalism and multilateralism can be found, such as the switch to cross-regional bilateralism, the influence of the region`s main regional cooperation, and external influence. Then, this literature review also finds some literature gaps from each regions which could be potential for further research, which are the role of epistemic community, the role of transnational business alliance, and intra-regional political dynamics that influence the relation of a region rsquo;s trade regionalism with trade multilateralism effort."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Emilia Kurniasari
"Dalam beberapa dekade terakhir, multilateralisme menghadapi tantangan karena berbagai krisis global, unilateralisme negara-negara Barat, dan tidak efektifnya institusi multilateral yang ada. Di tengah tantangan tersebut, Tiongkok justru semakin mendorong multilateralisme. Keaktifan multilateral Tiongkok yang semakin meningkat awalnya dipandang sebagai bentuk integrasi dan dukungan Tiongkok multilateral global yang dominan saat ini, namun ada pula pandangan bahwa partisipasi multilateral Tiongkok merupakan ancaman karena karakteristiknya yang berbeda. Dalam mendorong multilateralisme, Tiongkok sering kali menyerukan reformasi tata kelola global dengan berbagai narasinya, salah satunya dengan wacana mewujudkan community of shared future for mankind (人类命运共同体 renlei mingyun gongtong ti). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana Tiongkok memaknai multilateralisme melalui pendirian AIIB. Data primer dalam penelitian ini adalah 25 pidato tentang multilateralisme dan AIIB oleh otoritas Tiongkok dari tahun 2013 hingga 2021. Dengan menggunakan metode Analisis Wacana Kritis dari Norman Fairclough, penelitian ini menyimpulkan bahwa pada dasarnya konsep multilateralisme Tiongkok tidak berbeda dengan konsep multilateralisme yang dipahami secara umum. Tiongkok menggambarkan AIIB setara dengan MDB yang sudah ada. Tiongkok hanya tidak dapat melepaskan “karakteristik Tiongkok”-nya yang disebut “multilateralisme sejati”, yaitu multilateralisme yang berbasis pada konsultasi dan tidak melindungi kepentingan kelompok tertentu. Menurut Tiongkok, multilateralisme merupakan bagian dari tujuan besar untuk membangun tatanan global yang disebut community of shared future for mankind dan dapat diwujudkan melalui pembangunan.

In recent decades, multilateralism has faced challenges due to various global crises, the unilateralism of Western countries, and the ineffectiveness of existing multilateral institutions. In the midst of these challenges, China encourages multilateralism. China's increasing multilateral activity was initially considered as China’s integration and support towards the current dominant multilateral global order, but there was also another view that China's multilateral participation was a threat because of its different characteristics. In promoting multilateralism, China has often been calling for global governance reform with various narratives, one of which is by creating a community of a shared future for mankind (人类命运共同体 renlei mingyun gongtong ti. This study aims to understand the process that shaped China's view of multilateralism through the establishment of the AIIB. The primary data in this study are 25 speeches about multilateralism and AIIB by the Chinese authorities from 2013 to 2021. By employing the Critical Discourse Analysis method from Norman Fairclough, this study concludes that essentially the Chinese concept of multilateralism is no different from the concept of multilateralism that is generally understood. China simply cannot give up its “Chinese characteristics” which is called “real multilateralism”, means multilateralism which is based on consultation and does not safeguard interests of particular groups. According to China, multilateralism is part of the great goal of building a global order called the community of shared future for mankind and can be realized through development."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Feline Cloramidine
"Penelitian ini menganalisis hubungan antara rivalitas geopolitik AS-Cina dan pengaruhnya terhadap proses formulasi norma siber global PBB (UN GGE dan UN OEWG) tepatnya setelah tahun 2017-2021. Sejak awal Cina mendapatkan kemerdekaannya di tahun 1949 hingga saat ini, hubungan yang terjalin antara AS dengan Cina selalu diwarnai oleh konflik dan kompetisi, termasuk dalam domain siber. AS berkeinginan untuk mempertahankan posisi hegemoninya (status quo) dengan mengajukan pendekatan multi-stakeholder dalam tata kelola domain siber. Sementara Cina berkeinginan untuk menghapus hegemoni AS dengan cara mengubah pendekatan tata kelola domain siber menjadi pendekatan multilateral. Tulisan ini menggunakan metode kualitatif dengan analisis dari data-data primer layaknya sumber utama dan hasil wawancara bersama narasumber ahli, juga data-data sekunder dari penelitian-penelitian terdahulu. Selanjutnya, berdasarkan variabel-variabel teori konstruktivisme dalam keamanan siber, tesis ini menemukan bahwa: 1) status AS dan Cina sebagai great power merupakan salah satu faktor utama yang menghambat terbentuknya norma siber hingga saat ini; dan 2) kecenderungan negara-negara dalam mengembangkan kapabilitas sibernya, yang berpotensi terhadap perkembangan insiden siber di antara negara-negara membuat pengaruh dari norma siber yang sudah ada menjadi berkurang.

This study analyzes the relationship between the US-China geopolitical rivalry and its influence on the formulation process of the UN global cyber norms (UN GGE and UN OEWG) in 2017-2021. Since the beginning of China's independence in 1949 until now, the relationship between the US and China has always been colored by conflict and competition, including in the cyber domain. The US wants to maintain its hegemonic position (status quo) by proposing a multi-stakeholder approach in cyber governance. Meanwhile, China wants to abolish US hegemony by changing the cyber governance approach to a multilateral approach. This paper uses a qualitative method with analysis from primary data such as primary sources and the results of interviews with expert sources, as well as secondary data from previous studies. Furthermore, based on the variables of constructivism theory in cybersecurity, this thesis finds that: 1) the status of the US and China as great powers is one of the main factors that hinder the formation of cyber norms until now; and 2) the tendency of countries to develop their cyber capabilities, which has the potential to affect the development of cyber incidents among countries to reduce the influence of existing cyber norms.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library