Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Suwarsih Warnaen
"Studi ini saya lakukan untuk mempelajari bekerjanya stereotip etnik di dalam bangsa Indonesia, bangsa multietnik, yang sedang berkembang. Komposisi etnik bangsa Indonesia telah banyak dibahas secara panjang lebar oleh para ahli antropologi (antara lain Koentjaraningrat, 1969, 1971, 1975; Kennedy, 1974; Bruner, 1972) tetapi tentang bagaimana semua golongan etnik yang terkandung di dalamnya itu memandang diri mereka masing-masing maupun golongan etnik lain, belum pernah dijadikan subjek analisa sistematik dari suatu penelitian ilmiah. Studi tentang stereotip etnik telah mendapatkan perhatian yang cukup besar sejak konsep stereotip etnik untuk pertama kali diperkenalkan dan didemonstrasikan oleh D. Katz dan K. Braly (1933). Dengan makin meningkatnya saling ketergantungan secara fungsional antara golongan-golongan etnik di seluruh dunia, maka studi tentang stereotip etnik makin bertambah penting artinya (Gilbert, 1951). Stereotip bisa mempunyai landasan faktual, bisa juga tidak. Namun, dapat dipastikan bahwa persepsi dari para warga golongan etnik tertentu mengenai para warga golongan etnik lain, merupakan salah satu faktor penting yang akan menentukan relasi fungsional antara semua golongan etnik itu (Lippman, 1922). Kenyataan tersebut telah didemonstrasikan dengan jelas oleh Gardner dan rekan-rekan {1973). Penelitian-penelitian tentang stereotip yang ada, kebanyakan diarahkan kepada mempelajari hubungan antar bangsa, bukan menpelajari hubungan di dalam satu bangsa. Beberapa kekecualian antara lain adalah studi mengenai persepsi sosial dari orang-orang Kanada keturunan Inggris dan orang-orang Kanada keturunan Prancis (Taylor, Simard and Aboud, 1972; Kirby and Gardner, 1973). Juga studi tentang identifikasi etnik pada anak-anak Filipina (Jamias, Pablo dan Taylor, 1971)."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1979
D420
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Triana Wulandari
"Dalam masyarakat multietnik, hubungan antar etnik merupakan permasalahan yang sering dihadapi oleh individu-individu yang terlibat dalam masyarakat tersebut. Seringkali hubungan antar etnik membawa berbagai konsekuensi, yang tidak saja positip tetapi juga negatip. Dalam masyarakat Kenten, dimana keragaman etnisitas mewarnai kehidupannya, hubungan-hubungan antar individu yang berlatarbelakang kultur berbeda-beda ternyata tidak selamanya menimbulkan konsekuensi-konsekuensi negatip. Masing-masing individu yang berbeda kultur tersebut, disamping masih mempertahankan identitas budayanya, juga melakukan hubungan-hubungan sosial yang saling mengisi dan melengkapi, dimana individu-individu saling belajar dan berkomunikasi secara akomodatif.
Perbedaan-perbedaan yang ada terakomodasi melalui serangkaian tindakan warga masyarakat dengan melakukan aktivitas-aktivitas sosial, seperti lomba adu ayam, arisan, kegiatan kematian, pengajian, doa bersama, dan lain sebagainya. Dalam berbagai aktivitas tersebut, warga masyarakat memberikan apresiasi secara partisipatif, dengan meminimalkan perbedaan-perbedaan yang ada, dan secara langsung ataupun tidak langsung telah memungkinkan terjadinya proses pembauran. Pembauran dapat berlangsung secara alami dalam lingkungan masyarakat Kenten, manakala antar warga berusaha mengurangi sikap prasangka dan diskriminatif terhadap etnis lain yang berbeda. Dalam banyak kasus, suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa sikap-sikap stereotipik dan berbagai persepsi negatit masih mewarnai interaksi sosial yang terjadi. Akan tetapi pada umumnya sikap stereotipe berkembang atau tumbuh karena pengalaman-pengalaman individual, yang seringkali sangat sulit untuk dijadikan patokan atau pedoman bagi warga lainnya.
Persepsi ataupun pengetahuan yang kurang proporsional yang dimiliki sebagian kecil masyarakat Kenten, misalnya etnis Palembang yang pemalas, etnis Minang yang suka main curang, etnis Cina yang kikir, ataupun etnis Jawa dan Sunda yang suka bermanis muka, dalam kehidupan sehari-harinya ternyata tidak ditampakkan secara berlebihan sehingga pembauran antar warga dapat berlangsung dengan alami. Hal ini sebagaimana ditunjukkan oleh warga yang banyak melakukan perkawinan dengan etnik yang berbeda. Dalam perkawinan antar etnik, masing-masing individu mengikuti kesepakatan bersama yang dilakukan oleh pihak keluarga mempelai wanita ataupun pria.
Disisi lain konflik-konflik yang sering muncul, sebagai akibat perbedaan-perbedaan kultur yang ada, lebih banyak diselesaikan secara kekeluragaan. Dalam banyak kasus konflik-konflik yang muncul dinilai oleh sebagian masyarakat Kenten sebagai kekurangpahaman individu di dalam menterjemahkan setiap pesan dan tindakan yang dilakukan oleh individu yang lain. Karena itu konflik yang ada dapat dengan mudah diselesaikan, walaupun seringkali konflik muncul dengan permasalahan yang relatif sama dan kualitas yang relatif sama pula. Misalnya konflik antar agama, dimana seringkali emosi seseorang dengan mudah diaktifkan, penyelesaiannnya relatif lebih sulit dan membutuhkan waktu yang lama. Siasanya peran tokoh agama menjadi sentral, dan musyawarah atau negosiasi yang berulang-ulang dilakukan untuk memperoleh persepsi yang sama. Dengan kata lain, penyelesaian konflik yang bersumber dari agama membutuhkan kerja keras para warga masyarakat untuk bisa menerima perbedaan-perbedaan nilai yang terkadung dalam masing-masing agama yang dianut. Pengalaman para warga masyarakat selama ini dalam memecahkan setiap konflik yang bersumber dari agama, tampaknya dijadikan modal oleh warga masyarakat dalam menyelesaikan konflik-konflik yang terjadi. Dengan demikian konflik-konflik yang muncul dapat terselesaikan secara baik, dan ini meneguhkan tesis bahwa konflik bersumber agama bagi masyarakat Kenten bukanlah faktor yang dapat mengurangi solidaritas sosial yang dibangun selama ini."
2001
T9705
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library