Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Huda Bachtiar
Abstrak :
Pendangkalan pelabuhan akibat sedimentasi akan mempengaruhi pola operasi pelabuhan tersebut dan mengganggu navigasi kapal untuk bermanuver masuk ke dalam pelabuhan. Permasalahan tersebut akhirnya akan meningkatkan biaya operasi pelabuhan dan mengurangi profit margin. Tulisan ini membahas penanggulangan sedimentasi akibat pengaruh muara sungai di Pelabuhan Tanjung Mas Semarang. Analisis karakteristik sedimentasi dilakukan dengan menggunakan model angkutan sedimen sebagai alat bantu. Model angkutan sedimen divalidasi dengan data hasil pengukuran berupa data elevasi pasang surut selama satu bulan dan data arus selama lima belas hari. Hasil simulasi model yang diverifikasi dengan data lapangan dijadikan sebagai dasar identifikasi karakteristik pola sedimentasi. Hasil simulasi model angkutan sedimen di pelabuhan menunjukan bahwa sedimentasi dipengaruhi oleh muara sungai di sebelah barat dan timur Pelabuhan dengan konsentrasi sedimen tersuspensi maksimum 0,15 kg/m3. Penanggulangan sedimentasi dengan pengerukan berkala, sedimen dibuang di area dumping dan dari hasil simulasi menunjukan area dumping eksisting merupakan area ideal karena sedimen tidak berpotensi kembali ke dalam area pelabuhan. Dengan difungsikanya kembali pemecah gelombang di Pelabuhan Tanjung Mas akan dapat secara efektif mengurangi sedimentasi di kolam pelabuhan, sehingga difungsikanya kembali pemecah gelombang dapat menjadi solusi dalam penanggulangan sedimentasi di kolam pelabuhan.
Bandung: Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2020
627 JTHID 11:2 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sulastriyono
Abstrak :
Pada awalnya, tanah timbul di muara sungai Progo terjadi karena proses alam yaitu akibat banjir yang membawa lumpur dan pasir yang mengendap kemudian muncul di pinggiran dan di tengah aliran muara sungai. Pada tahap berikutnya, dengan dilakukannya pembangunan tanggul pengaman banjir dan krep di sepanjang sisi timur muara sungai Progo mengakibatkan bentuk dan luas tanah timbul semakin bertambah (tahun 1985= 48 Ha. dan tahun 1996= 229,5360 Ha). Keberadaan tanah timbul di muara sungai, Progo sebagai tanah komunal desa (tanah desa) memberikan harapan yang baik bagi para petani dan aparat pemerintah desa Poncosari. Bagi para petani, keberadaan tanah timbul secara ekonomis potensial untuk usaha pertanian dan penambangan pasir. Di lain pihak, bagi aparat pemerintah desa Poncosari, keberadaan tanah timbul sebagai tanah komunal desa (tanah desa) merupakan salah satu asset/ kekayaan desa. Upaya penertiban penguasan tanah timbul oleh aparat pemerintah desa Poncosari didukung oleh para pejabat BPN kabupaten Bantul dengan Proyek Peningkatan Penguasaan hak Atas Tanah (PPPHT) yang dituangkan dalam keputusan desa nomor 4 tahun 1992. Upaya penertiban penguasaan tanah timbul tersebut mendapatkan reaksi atau tanggapan dari para petani penggarap sehingga mengakibatkan permasalahan yaitu konflik atau sengketa antara para petani penggarap dengan aparat pemerintah desa Poncosari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa upaya penertiban penguasaan tanah timbul yang dilakukan oleh aparat pemerintah desa Poncosari menyebabkan konflik atau sengketa antara para petani penggarap dan aparat pemerintah desa Poncosari dan berdampak negatif bagi kehidupan para petani. Masing-masing pihak menggunakan caranya sendiri-sendiri dalam upaya menyelesaikan sengketanya. Konflik atau sengketa tersebut disebabkan oleh: Pertama, perbedaan persepsi kedua belah pihak mengenai penguasaan tanah timbul. Secara historis faktual, para petani penggarap telah terbukti sebagai pemegang hak garap atas tanah timbul yang berlangsung secara turun temurun tanpa ada gangguan dari pihak lain, konsekuensinya mereka tidak mau ditarik retribusi baik oleh aparat pemerintah desa atau negara. Di lain pihak, aparat pemerintah desa Poncosari sebagai pemegang kekuasaan desa merasa berhak merealisir hak ulayat desa untuk mengatur dan menertibkan penguasaan tanah komunal desa yang berupa tanah timbul dengan konsekuensi bahwa para petani yang menerima lahan wajib membayar retribusi kepada aparat pemerintah desa guna mendukung pembangunan desa. Kedua, para petani penggarap tanah timbul dan aparat pemerintah desa Poncosari masing-masing mempunyai kepentingan yang berbeda dalam mempertahankan status sebagai pemegang hak tanah timbul. Ketiga, para petani dan aparat pemerintah desa Poncosari mempunyai persepsi yang berbeda mengenai aturan yang seharusnya berlaku dalam melaksanakan hak penguasaan tanah timbul. Kehidupan para petani di desa Poncosari yang teratur merupakan suatu lapangan sosial yang semi-otonom (semi-autonomous social field). Di lain pihak, lingkungan kerja para aparat pemerintah desa Poncosari juga merupakan salah satu wujud lapangan sosial yang semi otonom (semi-autonomous social field). Kedua lapangan sosial yang semi-otonom tersebut mampu menciptakan aturan-aturan sendiri dan dan ditaati.nya, tetapi keduanya juga dapat menggunakan aturan-aturan tertulis yang dibuat oleh negara yang berujud perundang-undangan. Dalam hal ini, kedua belah pihak tetap rentan terhadap kekuatan dari luar yang lebih besar. Bagi kedua belah pihak, penguasaan aturan-aturan tersebut tergantung kepada kepentingannya, dalam arti mereka akan menggunakan aturan yang lebih menguntungkannya. Konflik atau sengketa penguasaan tanah timbul di desa Poncosari berdampak negatif bagi kehidupan para petani karena konflik atau sengketa 'penguasaan tanah timbul di desa Poncosari antara lain megakibatkan terganggunya keserasian hubungan sosial dalam kehidupan sehari-hari, terutama di dusun Sambeng II. Berbagai strategi untuk menyelesaikan konflik atau sengketa telah dilakukan oleh para pihak yang bersengketa. Di satu pihak, para petani melakukan koalisi secara vertikal dengan para tokoh-tokoh politik, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) serta koalisi secara horizontal dengan membentuk Kelompok Petani Penggarap Tanah Timbul Pinggir Kali (KETALI). Di lain pihak, aparat pemerintah desa Poncosari juga melakukan koalisi secara vertikal dengan para pejabat atasannya seperti camat, aparat keamanan bupati dan gubernur.
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wulansari Khairunisa
Abstrak :
Penelitian ini membahas tentang perubahan alur sungai di Muara Sungai Rokan dari tahun 1988 hingga tahun 2012. Perubahan yang dilihat adalah perubahan secara horizontal (dua dimensi). Tujuan penelitan ini yaitu untuk mengetahui dimana saja terjadi perubahan alur sungai di Muara Sungai Rokan dan faktor penyebabnya. Metode yang digunakan yaitu mengoverlay alur sungai tahun 1988 dengan alur sungai tahun 2012 yang didapat dari Citra Landsat tahun 1988 dan 2012 hingga menghasilkan Peta Perubahan Alur Sungai dan mengetahui daerah erosi dan daerah deposisi. Perubahan alur sungai khususnya di muara sungai dipengaruhi oleh faktor dari darat dan faktor dari laut. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu rekayasa alur sungai dan perubahan penggunaan tanah di DAS Rokan yang merupakan faktor dari darat dan Gelombang Bono (Tidal Bore) yang merupakan faktor dari laut. Hasil penelitian ini yaitu, perubahan terjadi di sepanjang alur sungai di daerah penelitian yaitu pada alur sungai tipe meandering, straight, beting dan delta sungai. Gelomban Bono berperan dalam mengikis tebing sungai dan membawa kembali material yang dibawa oleh arus sungai ke arah hulu. Sedangkan perubahan penggunaan tanah di DAS Rokan berperan dalam meningkatkan erosi dan debit air sungai sehingga menyebabkan bertambahnya sedimentasi di muara sungai. ......This study discusses the channel changes in the estuary of Rokan River from 1988 through 2012. The changes that we discussed are horizontal changes (two dimensional). The research purpose is to find out where channel changes have occurred in the Rokan River channel estuary and determine the factors that cause the changes. The method used is an overlay of the river channel in 1988 with the river channel in 2012 obtained from Landsat imagery 1988 and 2012 to produce River Channel Changes Map and determine erosion and deposition areas. The river channel changes, especially in estuaries are influenced by two factors, factor form the land and the sea. The variables used are the modified of river channel and landuse changes in Rokan watershed which are factors from the land and Gelombang Bono (Tidal Bore) which is a factor from the sea. The Results of this study are channel changes occur along the river channel in the study area that is on the type meandering and straight river channel, shoals and river delta. Gelombang Bono plays a role in eroding river banks and brings back material carried by the river flow upstream. While landuse changes in Rokan watershed plays a role in improving erosion and river water discharge causing increased sedimentation in estuaries.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2013
S47528
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nico Joko Kristianto
Abstrak :
ABSTRAK
Pasang surut di suatu perairan dapat mempengaruhi komposisi, kelimpahan, keanekaragaman, kemerataan dan dominansi Bacillariophyceae. Menurut beberapa penelitian, kemungkinan Bacillariophyceae pada saat pasang memiliki struktur komunitas yang tinggi dibandingkan saat surut. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian tentang komposisi, kelimpahan, keanekaragaman, keragaman dan dominansi Bacillariophyceae saat pasang dan surut menggunakan metode sub sampel. Sampel Bacillariophyceae diambil pada saat pasang dan surut di Muara Sungai Cibanten. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Bacillariophyceae yang ditemukan terdiri dari 11 marga yaitu Bacteriastrum, Chaetoceros, Coscinodiscus, Ditylum, Navicula, Nitszchia, Odontella, Pleurosigma, Rhizosolenia, Skeletonema dan Thalassiothrix. Secara keseluruhan, nilai kelimpahan tertinggi dari setiap marga terdapat pada saat pasang. Kesuburan perairan tersebut tergolong sedang dengan kestabilan marga Bacillariophyceae saat pasang lebih baik dibandingkan saat surut.
ABSTRACT
Pasang surut di suatu perairan dapat mempengaruhi komposisi, kelimpahan, keanekaragaman, kemerataan dan dominansi Bacillariophyceae. Menurut beberapa penelitian, kemungkinan Bacillariophyceae pada saat pasang memiliki struktur komunitas yang tinggi dibandingkan saat surut. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian tentang komposisi, kelimpahan, keanekaragaman, keragaman dan dominansi Bacillariophyceae saat pasang dan surut menggunakan metode sub sampel. Sampel Bacillariophyceae diambil pada saat pasang dan surut di Muara Sungai Cibanten. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Bacillariophyceae yang ditemukan terdiri dari 11 marga yaitu Bacteriastrum, Chaetoceros, Coscinodiscus, Ditylum, Navicula, Nitszchia, Odontella, Pleurosigma, Rhizosolenia, Skeletonema dan Thalassiothrix. Secara keseluruhan, nilai kelimpahan tertinggi dari setiap marga terdapat pada saat pasang. Kesuburan perairan tersebut tergolong sedang dengan kestabilan marga Bacillariophyceae saat pasang lebih baik dibandingkan saat surut.
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ramadhansyah Hermawan
Abstrak :
Plastik merupakan bahan stabilitas tinggi hasil polimerisasi monomer dengan tingkat penggunaan yang tinggi. Sampah plastik berbahaya bagi lingkungan karena partikel penyusunnya memiliki ketahanan dan kestabilan tinggi sehingga proses degradasinya berlangsung lama. Di lingkungan perairan, plastik akan mengalami degradasi atau penguraian menjadi partikel kecil yang disebut mikroplastik (<5 mm). Partikel mikroplastik berpotensi termakan oleh berbagai biota perairan sehingga membahayakan siklus rantai makanan melalui proses biomagnifikasi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik mikroplastik (bentuk, ukuran, dan jenis polimer) pada air, sedimen dan ikan belanak Mugil cephalus (Linnaeus, 1758) pada organ dan jaringan (daging, insang, saluran pencernaan) di Muara Sungai Blanakan, Subang, Jawa Barat. Metode penelitian ini diawali dengan pengambilan sampel dengan  air  diambil sebanyak 50 L lalu disaring menggunakan plankton net hingga tertampung volume air 1000 mL, sampel sedimen diambil menggunakan Vanveen grab hingga tertampung pada jar 500 mL dan sampel ikan belanak diambil 10 ekor menggunakan bubu. Ekstraksi sampel sedimen dilakukan dengan pemberian larutan NaCl jenuh dengan perbandingan 1 (sedimen): 2 (NaCl jenuh), kemudian diberi larutan H2O2 30% + FeSO4 0,05 M  dengan perbandingan 1:1 untuk sampel air dan sedimen. Ekstraksi sampel ikan dilakukan dengan mengambil jaringan dan organ yang digunakan, ditimbang dan dan diberi larutan KOH 10% sebanyak 50 mL. Sampel air, sedimen dan ikan disaring menggunakan kertas saring Whatman dan diidentifikasi mikroplastik menggunakan mikroskop olympus CX22LED. Analisis polimer mikroplastik dilakukan dengan metode Raman Spectroscopy. Uji statistik seperti uji kruskal-walis, one way anova, dan uji regresi spearman dan pearson digunakan untuk menganalisis data yang diperoleh. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata total kelimpahan mikroplastik pada air 710 ± 183,34  partikel meter-3, sedimen 879,63 ± 205,13 partikel Kg-1 dan ikan belanak 210,8 ± 108,80 partikel individu-1. Nilai kelimpahan mikroplastik ikan belanak jika diurutkan dari yang tertinggi hingga terkecil adalah daging, saluran pencernaan, dan insang. Secara keseluruhan, bentuk dan ukuran mikroplastik yang paling banyak ditemukan adalah fiber dan <300 µm. Polimer mikroplastik yang dominan adalah PET, PP, dan PVC. Berdasarkan hasil uji beda nyata kelimpahan mikroplastik antar organ dan jaringan ikan belanak menunjukan tidak memiliki perbedaannya yang signifikan. Hasil uji korelasi Spearman menunjukan adanya korelasi antara kelimpahan mikroplastik di air dan sedimen Muara Sungai Blanakan terhadap kelimpahan mikroplastik di ikan belanak. ......Plastik is a high-stability material resulting from the polymerization of monomers, with a high level of usage. In aquatic environments, plastic undergoes photo-oxidative degradation by UV radiation from the sun and chemical processes, leading to the breakdown of plastic waste into small particles known as microplastics (<5 mm). Microplastic particles have the potential to be ingested by various aquatic organisms, posing a risk to the food chain through biomagnification. This study aims to analyze the characteristics of microplastics in water, sediment, and the flathead grey mullet (Mugil cephalus) in different organs and tissues (muscle, gills, digestive tract) in the Blanakan River Estuary, Subang, West Java, based on their shape, size, and polymer types. Water samples were collected in a volume of 50 L, filtered using a plankton net to obtain a final volume of 1000 mL. Sediment samples were collected using a Vanveen grab and stored in 500 mL jars, while flathead grey mullet samples were collected using bubu (10 individuals). Sediment sample extraction was performed using a saturated NaCl solution with a ratio of 1 (sediment) to 2 (saturated NaCl solution), followed by the addition of a 30% H2O2 + 0.05 M FeSO4 solution in a 1:1 ratio for water and sediment samples. Fish sample extraction involved weighing and placing the tissues and organs in a glass beaker, followed by the addition of a 10% KOH solution in a volume of 50 mL. The water, sediment, and fish samples were then filtered using Whatman filter paper with the assistance of a vacuum pump, and placed in Petri dishes for microplastic identification using an Olympus CX22LED microscope. Polymer analysis of microplastics was performed using Raman Spectroscopy. Kruskal-Wallis and one-way ANOVA tests were used to determine significant differences in the abundance and composition of microplastics (size and shape) in water, sediment, flathead grey mullet, and their respective organs. Spearman and Pearson correlation tests were used to investigate the influence of water and sediment, as well as morphometric values, on microplastic accumulation in flathead grey mullet. The research findings showed an average total abundance of microplastics in water to be 710 ± 183,34 particles meter-3, in sediment to be 879,63 ± 205,13 particles kilogram-1, and in flathead grey mullet to be 210,8 ± 108,80 particles individual-1. When ranked in descending order, the abundance of microplastics in the three parts of the flathead grey mullet were as follows: flesh, digestive tract, and gills. Overall, the most commonly found forms and sizes of microplastics were microplastic fibers and those below 300 µm. The polymer analysis revealed that the microplastics found in the Blanakan River Estuary were dominated by PET (40%),  PP (40%), and PVC (20%). Based on the significant difference test for microplastic abundance among different parts of the flathead grey mullet, no significant differences were found. The Spearman correlation test indicated a correlation between the abundance of microplastics in water and sediment in the Blanakan River Estuary and the abundance of microplastics in flathead grey mullet.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akbar Naufal Burhanuddin Ramadhan
Abstrak :
Plastik merupakan salah satu barang yang memiliki tingkat penggunaan yang tinggi hingga mencapai skala produksi sebesar 300 juta ton pertahun. Limbah plastik di perairan membutuhkan waktu hingga ratusan tahun untuk terdegradasi karena karakteristiknya yang kuat, tahan lama, dan tahan terhadap suhu tinggi. Proses degradasi limbah plastik di perairan disebabkan oleh sinar UV yang menyebabkan terjadinya perubahan bentuk dan ukuran menjadi lebih kecil (mikroplastik) atau tercampur di dalam air (< 5mm). Ukuran yang kecil menyebabkan mikroplastik dapat dengan mudah termakan oleh biota perairan, seperti ikan atau melalui mangsanya yang lebih kecil. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis komposisi dan kelimpahan mikroplastik berdasarkan bentuk, ukuran, dan polimer pada air, sedimen, serta organ dan jaringan ikan kiper Scatophagus argus (Linnaeus, 1766) di muara Sungai Blanakan, Subang, Jawa Barat. Metode penelitian dilakukan dengan pengambilan sampel air sebanyak 50 L lalu disaring menggunakan plankton net hingga mendapatkan 1 L sampel air, pengambilan sedimen dilakukan menggunakan Van Veen grab lalu dimasukkan ke dalam jar HDPE 500 ml, dan pengambilan sampel ikan sebanyak 10 individu dilakukan menggunakan alat tangkap bubu. Sampel air ditambahkan larutan H2O2 30% dan FeSO4 0,05 M masing-masing sebanyak 25 ml. Sampel sedimen dicampurkan larutan NaCl dengan perbandingan sebesar 1 : 2 dan didiamkan. H2O2 30% dan FeSO4 0,05 M ditambahkan hingga sampel terendam. Sampel ikan dibedah untuk diambil bagian insang, saluran pencernaan, dan daging. Setiap bagian dihancurkan menggunakan larutan KOH 10% dengan perbandingan 1 : 10 dan didiamkan. Sampel air, sedimen, dan ikan dipipet sebanyak 40 ml dan disaring menggunakan kertas saring cellulose nitrate dengan bantuan vacuum pump lalu kertas saring ditempatkan di cawan petri. Sampel air, sedimen, dan ikan kiper diamati pada kertas saring menggunakan mikroskop Olympus CX22 dan analisis polimer mikroplastik dilakukan dengan metode Raman Spectroscopy. Analisis statistik dilakukan menggunakan uji one way ANOVA, Kruskal wallis, dan Pearson. Hasil penelitian menunjukkan rerata kelimpahan mikroplastik pada sampel air sebesar 710 partikel/m3, sedimen sebesar 879,63 partikel/kg, dan ikan sebesar 74,77 partikel/individu. Kelimpahan mikroplastik dari yang tertinggi hingga terkecil pada ikan kiper terdapat di daging, saluran pencernaan, dan insang. Komposisi mikroplastik paling dominan berupa bentuk fiber dan ukuran < 300 µm. Polimer yang ditemukan bertipe PET, PP, dan PVC. Uji Kruskal wallis menunjukkan terdapat perbedaan secara nyata kelimpahan mikroplastik antar organ dan jaringan ikan. Uji Pearson menunjukkan adanya korelasi kelimpahan mikroplastik pada air dan sedimen terhadap kelimpahan mikroplastik di ikan. ......Plastic is one of the commodities with a high level of usage, reaching a production scale of 300 million tons per year. Plastic waste in water takes hundreds of years to degrade due to its strong, durable, and heat-resistant characteristics. The degradation process of plastic waste in water is caused by UV radiation, which leads to changes in shape and size, resulting in smaller particles (microplastics) or mixing with water (< 5mm). The small size of microplastics makes them easily ingestible by aquatic organisms, such as fish, or through their prey, which are smaller in size. This research aims to analyze the composition and abundance of microplastics based on their form, size, and polymer in water, sediments, as well as the organs and tissues of the Scatophagus argus(Linnaeus, 1766) fish in the estuary of the Blanakan River, Subang, West Java. The research method involved collecting 50 liters of water samples, which were then filtered using a plankton net to obtain a 1-liter water sample. Sediment samples were collected using a Van Veen grab and placed in a 500 ml HDPE jar, while fish samples were collected using a fish trap, with a total of 10 individuals. The water sample was treated with 25 ml of 30% H2O2 and 0.05 M FeSO4 solutions. The sample was mixed with a NaCl solution in a ratio of 1:2 and left to settle. H2O2 (30%) and FeSO4 (0.05 M) were added until the sample was fully submerged. The samples were dissected to obtain gill, digestive tract, and muscle tissue. Each part was crushed using a 10% KOH solution in a 1:10 ratio and left to settle. Water, sediment, and fish samples were pipetted (40 ml) and filtered using cellulose nitrate filter paper with the assistance of a vacuum pump, and the filter papers were placed in Petri dishes. The water, sediment, and fish samples were observed on the filter paper using an Olympus CX22 microscope, and the analysis of microplastic polymers was conducted using Raman Spectroscopy. Statistical analysis was performed using one-way ANOVA, Kruskal-Wallis, and Pearson tests. The results of the study showed that the average abundance of microplastics in water samples was 710 particles/m3, in sediments it was 879.63 particles/kg, and in fish it was 74.77 particles/individual. The highest abundance of microplastics in the kiper fish was found in the muscle tissue, followed by the digestive tract and gills. The dominant composition of microplastics was in the form of fibers and with a size of < 300 µm. The polymers found were PET, PP, and PVC. The Kruskal-Wallis test indicated a significant difference in microplastic abundance among the organs and tissues of fish. The Pearson test showed a correlation between the abundance of microplastics in water and sediments with the abundance of microplastics in fish.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia;Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Wayan Sumardana Eka Putra
Abstrak :
ABSTRAK
Analisis pergerakan sedimen meliputi mobilisasi sedimen di lingkungan air. Analisis ini memungkinkan untuk dapat membuat model, salah satunya berdasarkan total transportasi padatan tersuspensi yang dikembangkan secara luas untuk wilayah pesisir pantai, khususnya muara sungai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dinamika morfologi di muara Sungai Torasi sebagai batas perairan Merauke Papua berdasarkan penginderaan jauh dan simulasi hidrodinamika. Sebagian besar, tekstur sedimen yang ditemukan di sungai ini adalah lumpur dan pasir. Algoritma Budhiman (2004) digunakan untuk membuat gerakan sedimen berdasarkan model penginderaan jauh. Model hidrodinamika dibuat menggunakan Delft 3D-FlOW yang diverifikasi oleh data dari pengukuran lapangan seperti pasang surut, arus, dan material padatan tersuspensi. Data yang dikumpulkan dipilih dari beberapa periode, yaitu 2002, 2011 dan 2016. Keberadaan beberapa titik dasar dan karakteristiknya dari pemodelan hidrodinamika dapat menjelaskan pergerakan sedimen yang berakibat sedimentasi ataupun erosi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pergerakan sedimen dari penginderaan jauh dan pemodelan hidroinamika baik untuk arah dan nilai kosentrasinya relatif konsisten, hal ini menunjukkan bahwa dalam monitoring titik dasar di sekitar perairan Torasi penggunaan citra satelit dapat diterapkan selama periode tersebut. Meskipun dalam hasil model citra satelit dan model hidrodinamika terdapat perubahan kosentrasi di sekitar titik dasar yang mengindikasikan terjadinya fenomena alam, khususnya dominasi unsur oseanografi berupa tunggang pasut dan kecepatan arus yang tinggi. Menurut UNCLOS (1982) tentang Mulut Sungai, jelas menyatakan setiap perubahan yang dihasilkan dari proses alami tidak akan mengubah batas wilayah laut. Selanjutnya model yang dibuat diharapkan dapat dijadikan sebagai metode ilmiah dalam memantau titik-titik dasar berdasarkan material (gerakan sedimen) dalam hal mengelola batas laut dengan negara lain.
ABSTRACT
Sediment transport analysis covers the sediment mobilization in water environment. This analysis makes it possible to make a model, one of which is based on the total suspended solids transportation which is widely developed for coastal areas, especially river estuaries. This study aims to determine the morphological dynamics at the mouth of the Torasi River as the boundary of Merauke Papua waters based on remote sensing and hydrodynamic simulation. Most of the sediment texture found on this river is mud and sand. The Budhiman (2004) algorithm is used to make sediment movements based on the remote sensing model. The hydrodynamic model was created using Delft 3D-FlOW which was verified by data from field measurements such as tides, currents, and suspended solids. The data collected was chosen from several periods, namely 2002, 2011 and 2016. The existence of several basic points and their characteristics from hydrodynamic modeling can explain the movement of sediments resulting in sedimentation or erosion. The results showed that sediment movement from remote sensing and hydro-dynamic modeling for both direction and concentration values were relatively consistent, this indicates that in monitoring the base points around the waters of Torasi the use of satellite imagery could be applied during that period. Although in the results of satellite image models and hydrodynamic models there is a concentration change around the base point which indicates the occurrence of natural phenomena, especially the dominance of oceanographic elements in the form of tidal range and high current velocity. According to UNCLOS (1982) on the River Mouth, it is clear that any changes resulting from natural processes will not change the boundaries of the sea. Furthermore, the model created is expected to be used as a scientific method in monitoring basic points based on material (sediment movement) in terms of managing sea boundaries with other countries.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
T51940
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover