Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 46 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Bhratara karya Aksara, 1981
515.42 MEC t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sjafrizal
Abstrak :
Studi ini ingin melihat perkembangan perjanjian kerja sama perekonomian di kawasan yang paling tinggi pertumbuhan perekonomiannya di dunia, yaitu kawasan Asia Pasifik. Terdapat hal yang menarik dari perjanjian kerja sama APEC ini, yaitu di satu sisi negara-negara ekonomi maju menginginkan bentuk kerja sama ini tercantum dalam sebuah traktat yang mengikat anggota-anggotanya sedangkan pada sisi negara-negara sedang berkembang menginginkan kerja sama yang lepas dan tidak mengikat. Studi yang dilakukan berusaha melihat kemungkinan terbentuknya pasar yang menyatu di kawasan Asia Pasifik ini berdasarkan dorongan internal (yaitu kondisi pasar keuangan negara-negara anggotanya apakah telah menyatu dengan pasar global) dan dorongan eksternal (yaitu kondisi perekonomian negara anggota dalam menghadapi gejolak perekonomian global). Dalam melihat dorongan internal dipergunakan dua buah pendekatan yaitu pendekatan Feldstein dan Horioka yang melihat besaran penyatuan pasar keuangan suatu negara berdasarkan korelasi antara tabungan domestik dan investasi domestik, dan pendekatan Sachs yang melihat besaran penyatuan pasar keuangan suatu negara berdasarkan korelasi antara investasi dan neraca pembayaran. Sedangkan dorongan eksternal yang dipergunakan adalah dilihat melalui penghitungan dampak terms of trade, dampak permintaan global, dampak tingkat suku bunga, dan tambahan debt service serta dengan melihat kinerja perekonomian atas dampak tersebut. Hasil pengujian memperlihatkan bahwa negara-negara yang paling siap dalam menghadapi penyatuan pasar di kawasan Asia Pasifik adalah negara-negara industri baru dan negara industri maju. Kesimpulan ini ternyata tidak jauh berbeda dari hipotesa dan perkiraan yang ada selama ini. Bagi Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya strategi yang paling baik adalah dengan mempersiapkan diri lebih baik lagi terutama dalam hal penciptaan iklim yang kondusif bagi perkembangan industri dan usaha di negaranya.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1996
S19051
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kwon, Tae-hwan
Soul : Soul Taehakkyo Chulpanbu , 2001
KOR 305.519 KWO s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, 2010
346.016 68 IND i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Rochmiatun
Abstrak :
Hingga pertengahan abad XX terdapat perbedaan kategori ulama (ulama birokrat/ulama penghulu dan ulama non-penghulu/ulama bebas) di Palembang. Hal ini bermula dari proses birokratisasi agama, ketika sistem kekuasaan merasa berkewajiban untuk memberikan pelayanan keagamaan atau ketika kekuasaan melihat agama harus dikendalikan. Sementara itu, sejak dekade kedua abad XX banyak terjadi konflik antara ulama-ulama bebas maupun ulama birokrat Palembang yakni antara ulama bebas yang berorientasi Islam tradisionalis dan ulama bebas yang berorientasi Islam modernis. Di sisi lain, bersamaan dengan bangkitnya gerakan Islam modernis di Palembang, pada awal abad XX, berdatangan juga para ulama tradisionais lainnya yang bermukim di Mekkah. Ulama-ulama yang berfaham Islam tradisionalis ini diantaranya mulai melakukan upaya gerakan pembaharuan dalam bidang pendidikan Islam yakni dengan mendirikan lembaga berupa "Madrasah". Upaya pendirian lembaga pendidikan dengan sistem madrasah ini menunjukkan bahwa adanya unsur "pembaharuan" yang kemudian menegaskan perbedaannya dengan sistem pendidikan Islam tradisional. Kajian ini mengungkap kontinuitas tradisi keilmuan dalam bentuk penulisan karya-karya keagamaan serta pengajaran agama yang dilakukan oleh ulama bebas dan ulama birokrat setelah Kesultanan Palembang dihapus, serta peran ulama bebas dan ulama birokrat di Karesidenan Palembang di tengah wacana adanya gerakan pembaharuan Islam dan gerakan nasionalisme. Dalam perubahan-perubahan yang terjadi pada masyarakat Palembang, ulama bebas dapat dikatakan sebagai agent of change yakni tokoh yang mampu membawa perubahan sosial sebab terbukti mempunyai kemampuan yang enabling bagi lingkungannya. Sedangkan ulama birokrat dipandang tidak mempunyai kemampuan untuk melakukan perubahan-perubahan dalam masyarakat atau tidak berperan sebagai agent of change, hal ini disebabkan ulama birokrat dibatasi oleh salah satu perannya yakni sebagai pejabat pemerintah kolonial yang harus loyal terhadap aturan-aturan.
Until the mid-twentieth century, the categories of ulama were differentiated into two types: bureaucratic ulama/ulama penghulu (headman ulama) and independent ulama in Palembang. These differences have resulted from the process of bureaucraticization of religion, when the power system feels obliged to provide religious services or when the power considers that religion must be strongly controlled. On the one hand, since the second decade of the twentieth century, the conflicts between independent Muslim ulama with their orientation on traditionalist perspectives and those with modernist perspectives took place. On the other hand, along with the rise of the Modernist movement in Palembang, in the early twentieth century, the other traditionalist scholars who lived in Mecca also took part in these movements. Scholars with traditionalist Islam perspectives partly initiated their efforts of renewal movement in the field of Islamic education by establishing the institution in the form of 'Madrasah'. This effort of establishment of educational institutions with the madrasah system demonstrates the element 'renewal' which then confirms the difference with the traditional Islamic educational system. This study reveals the continuity of the tradition of knowledge in the form of writing works of religious matters as well as religious instructions conducted by independent scholars and bureaucratic ulama after the Palembang Sultanate had been removed, and the role of independent ulamas and bureaucraticic ulamas at the residency of Palembang in the middle of the discourse of Islamic reform movements and the nationalist movements. In the changes that occur in people of Palembang, the independent scholars can be regarded as the agent of change who is capable of bringing about social changes because it has proved to have the enabling capabilities for the environment. Meanwhile, the bureaucratic clerics are considered not to have the ability to make changes in the society, or they do not act as agent of change due to the fact that bureaucratic ulama are constrained by one of their role as the colonial government officials who should be loyal to the rules.
Depok: Universitas Indonesia, 2016
D2157
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amoga Lelo Octaviano
Abstrak :
Fotografi panggung merupakan pemotretan terhadap segenap aktivitas yang terjadi dalam pementasan seni pertunjukan yang memiliki berbagai karakteristik dan keunikan seperti tercermin dalam pola gerak (movement) tertentu, penggunaan kostum dan setting, serta penggunaan tata cahay yang beragam. Secara khusus hasil pemotretan fotografi panggung dapat dihadirkan sebagai karya seni fotografi melalui pemilihan efek tematis tertentu dan pendekatan kreatif-estetik. Bermuara atas pengalaman memotret 'melukis dengan cahaya' serta ungkapan perasaan estetik akan fotografi gerak (movement photography). Berbekal kecanggihan apparatus fotografi digital, perangkat keras maupun perangkat lunak, banyak memberi pilihan kemudahan dan kebebasan berolah-kreasi menuangkan perasaan estetiknya. Namun tentu saja kepekaan estetik menjadi yang utama terkait bahasa ungkap fotografi yang terklasifikasi sebagai fotografi seni maupun fotografi ekspresi. Oleh karenanya, yang menjadi pijakan dasar atas bahasa ungkap ini adalah kesadaran estetik terhadap elemen-elemen unsur seni dan memadukannya dengan kemampuan teknis pemotretan. Pemilihan fokus pemotretan pada gerakan aktor sebagai pola dasar kreasi, diwujudkan sebagai karya seni fotografi panggung atas pertimbangan estetik ide kreatif (ideasional) dan kemampuan teknis pemotretan (teknikal). Teknik pemotretan yang digunakan melalui berbagai pertimbangan yang berorientasi pada kemungkinan-kemungkinan impelmentasi praktis, sehingga dihasilkan tematis karya foto tercipta, yakni freezed, blurred, dan multiple-images sebagai karya fotografi seni.
Denpasar: Institut Seni Indonesia Denpasar, 2017
700 JSRD 21: 1 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Mandosir Saiba
Abstrak :
Dengan adanya perubahan paradigma dari sentralisasi kepada desentralisasi, melalui kebijakan otonomi daerah telah memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Untuk mengkaji apakah dalam implementasi otonomi daerah di kabupaten Manokwari suatu studi awal terhadap penataan kewenangan, kelembagaan dan kepegawaian yang dilakukan oleh pemerintah daerah kabupaten Manokwari, maka dikemukakan tiga permasalahan : pertama, bagaimana penataan kewenangan yang dilakukan oleh pemerintah daerah kabupaten Manokwari? kedua, bagaimana penataan kelembagaan yang dilakukan oleh pemerintah daerah kabupaten Manokwari? Dan ketiga, bagaimana pula penataan kepegawaian yang dilakukan oleh pemerintah daerah kabupaten Manokwari pada era otonomi daerah dewasa ini? Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif Sumber datanya adalah informan yang didukung oleh dokumen dan pustaka yang relevan dengan selling dan field penelitian. Instrumen penelitian meliputi peneliti sendiri dengan pedoman wawancara, dengan prosedur penelitian melalui wawancara dan diskusi secara mendalam. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam rangka penataan kewenangan, kelembagaan dan kepegawaian di kabupaten Manokwari, memerlukan suatu perhatian yang serius dari pemerintah daerah, karena sebagaimana di ketahui bahwa ketiga aspek tersebut merupakan satu mata rantai yang tidak dapat dipisah-pisahkan satu dengan yang lainnya. Artinya bahwa pegawai yang melaksanakan kewenangan dan menduduki kelembagan yang ada, paling tidak baik dari segi junnlah maupun kualifikasi dapat memenuhi kebutuhan sehingga pelayanan kepada masyarakat dapat berjalan dengan baik. Karena sebagaimana diketahui bahwa jumlah pegawai yang mendukung penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat di kabupaten Manokwari sebanyak 5.308 orang, dari segi jumlah dikatakan cukup banyak namun dari segi kualitas dirasaitan masih kurang, dan hal ini menjadi permasalahan bagi pemerintah daerah kabupaten Manokwari, oleh sebab itu perlu ada kebijkan dan strategi yang diambil oleh pemerintah daerah kabupaten Manokwari untuk meningkatkan kualitas aparaturnya, sehingga dapat melayani masyarakat dengan baik pada era otonomi daerah yang sedang berjalan dewasa ini.
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T22177
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhea Rizkie Liesya
Abstrak :
Terdapat dua bahasa isyarat di Indonesia, yaitu Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) dan Bahasa Isyarat Indonesia (Bisindo). SIBI telah diresmikan oleh pemerintah sebagai bahasa untuk Tuli di SLB-B pada tahun 2001. Padahal sebelumnya Tuli telah memiliki bahasa, yaitu bahasa isyarat yang berasal dari Tuli secara alami. Bahasa alami Tuli tersebut diresmikan oleh komunitas Tuli pada tahun 2008 dengan nama Bisindo. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan bagaimana identitas Tuli ditunjukkan dalam Bisindo. Penelitian ini menggunakan metode etnografi dengan melakukan observasi partisipan dan wawancara mendalam di komunitas Tuli dan lembaga lainnya yang berperan mengembangkan Bisindo. Hasil penelitian dalam skripsi ini menunjukan bahwa Tuli lebih memilih untuk menggunakan Bisindo daripada SIBI karena Bisindo merupakan Identitas bagi Tuli. Penelitian ini lalu menemukan bahwa Tuli menggunakan Bisindo sebagai alat dalam pergerakan sosial menuju kesetaraan Tuli di masyarakat.
There are two sign languages in Indonesia, namely the Indonesian Sign Language System (SIBI) and the Indonesian Sign Language (Bisindo). The SIBI was formalized by the government as the language for the Deaf in SLB-B in 2001. Even though Deaf already has language, which is sign language that comes from Deaf naturally. The Deaf natural language was formalized by the Deaf community in 2008 under the name Bisindo.This study aims to illustrate how Deaf's identity is shown in Bisindo.This study uses ethnographic methods by conducting participant observation and in-depth interviews in the Deaf community and other institutions that play a role in developing Bisindo.The results of this study indicate that Deaf prefers to use Bisindo rather than SIBI because Bisindo is the Identity for the Deaf.This research then found that Deaf uses Bisindo as a tool in social movements towards Deaf equality in society.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusuf Effendi
Abstrak :
Kemiskinan dan keterbelakangan adalah wajah buram umat Islam saat ini. Keburaman itu terpotret jelas dalam berbagai indeks yang lazim digunakan untuk mengukur kondisi suatu negara atau masyarakat. Lantas apa yang bisa dilakukan?
Jakarta: Noura Books, 2015
297.06 YUS k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>