Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 21 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dewi Mega Victoria
"Dengan adanya tren kenaikan permohonan PKPU dan Kepailitan maka terdapat wacana Pemerintah Indonesia akan melakukan Moratorium PKPU/Kepailitan. Penelitian ini mencoba menjawab permasalahan pertama bagaimana pengaturan PKPU dan Kepailitan di Indonesia bagi sektor perbankan di masa Pandemi Covid - 19, kedua bagaimana pengaturan Moratorium PKPU dan Kepailitan di Singapura dan Inggris, dan ketiga bagaimana kebijakan yang ideal dalam mengatur Moratorium PKPU dan Kepailitan di Indonesia agar dapat mengakomodir kepentingan sektor perbankan. Penelitian ini merupakan bentuk penelitian hukum normatif dengan cara meneliti bahan pustaka dan wawancara sebagai sumber pendukung. Pendekatan penelitian ini ialah pendekatan perbandingan pengaturan moratorium di Inggris dan Singapura. Hasil dari penelitian ini; pertama, pada masa Pandemi Covid–19 tidak ada peraturan mengenai perubahan terkait mekanisme PKPU dan Kepailitan di Indonesia; kedua, Singapura telah mengeluarkan Covid-19 (Temporary Measures) Act 2020 (No.14 of 2020) sedangkan Inggris juga telah mengeluarkan Corporate Insolvency and Governance Act 2020, kedua negara ini mengatur kebijakan temporary measures yang mengubah sementara persyaratan pengajuan kepailitan di masa Pandemi Covid-19; ketiga, penerapan moratorium secara keseluruhan untuk kepailitan dan PKPU untuk mengatasi tingginya angka kepailitan dan PKPU di Indonesia bukan solusi yang tepat, namun dapat dilakukan kebijakan temporary measures dan juga perbaikan pada UU No. 37 tahun 2004 yang sifatnya long term. Penelitian ini menyarankan jika akan dilakukan Moratorium PKPU dan Kepailitan di Indonesia, sebaiknya Pemerintah perlu melakukan kajian terlebih dahulu dari berbagai sektor, pihak yang terlibat, dan para stakeholder khususnya pada industri perbankan, yang merupakan salah satu sektor penting dalam menunjang perekonomian negara, serta perlu adanya pengaturan temporary measures dan perbaikan dalam UU No. 37 tahun 2004.

Following the rising trend of suspension of debt payment obligation (PKPU) and bankruptcy’s petition thus there’s a discourse that Government of Indonesia would apply moratorium on PKPU and bankruptcy. This research tries to answer issues such as: first, how’s the regulation regarding PKPU and bankruptcy in Indonesia for banking industry. Second, how’s the regulation regarding PKPU and bankruptcy in Singapore and United Kingdom, and thirdly, how’s the ideal policy to regulate moratorium for PKPU and bankruptcy in Indonesia so in order to accomodate banking industry’s interest. The form of this research is a normative based legal research which conducted by examining library materials or secondary materials and interview as supporting sources. The approach of this research is a comparative approach which compares moratorium regulation in United Kingdom and Singapore. The results of this research are: first, during the Covid – 19 pandemic, there is no a regulation regarding adjustment to PKPU and bankruptcy’s mechanism in Indonesia, second, Singapore has passed Covid – 19 (Temporary Measures) Act 2020 (No. 14 of 2020) meanwhile United Kingdom has passed Corporate Insolvency and Governance Act 2020, both of this countries has regulated a policy about temporary measures which temporarily adjusted the conditions to make a petition of PKPU and bankruptcy during Covid – 19 Pandemic; third, the implementation of the overall moratorium for bankruptcy and PKPU to overcome the high number of bankruptcy and PKPU in Indonesia is not the right solution, but temporary measures can be implemented and also improvements to Law no. 37 of 2004 which is long term. This research suggests that if the PKPU and Bankruptcy Moratorium is to be carried out in Indonesia, the Government should first conduct a study from various sectors, parties and stakeholders must be involved, especially in the banking industry, which is one of the important sectors in supporting the country's economy, and the need for setting temporary measures and improvements in Law no. 37 year 2004."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI, 2017
340 ISH
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Luthvi Febryka Nola
"ABSTRAK
Pemerintah telah melakukan moratorium penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke sejumlah negara termasuk 19 negara Timur Tengah, dengan alasan perlindungan. Namun, kebijakan tersebut belum efektif karena sampai saat ini masih terdapat banyak pelanggaran akibat lemahnya aturan moratorium dalam UU No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia. Oleh sebab itu aturan moratorium perlu diperkuat sebagaimana diatur dalam draf RUU tentang Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri yang diajukan DPR. Dalam RUU diatur secara tegas bahwa moratorium merupakan kewenangan presiden yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden. Selain itu RUU juga mempertahankan fungsi BNP2TKI dalam memberikan saran dan pertimbangan terkait moratorium. Hanya saja ketentuan sanksi bagi pihak yang melanggar aturan tentang moratorium perlu diatur dan dipertegas."
Lengkap +
Jakarta: Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI, 2017
340 ISH 9:8 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fallissa Ananda Putri
"Kyoto Protocol merupakan instrument utama dalam mitigasi perubahan iklim dengan periode komitmen pengurangan emisi yang akan berakhir pada tahun 2012. Hingga saat ini, belum terdapat keputusan mengenai bentuk mitigasi perubahan iklim setelah berakhirnya periode komitmen pertama tersebut. Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD) merupakan konsep mitigasi perubahan iklim khusus kehutanan yang telah menjadi wacana sejak tahun 2005 dan berpotensi menjadi skema pengurangan emisi untuk periode komitmen kedua. Sebagai pemilik wilayah hutan yang relatif besar, Indonesia telah aktif dalam berbagai program REDD, dan pada tahun 2011 menandatangani letter of intent dengan Norwegia yang berujung pada moratorium hutan nasional. Sebagai skema yang belum baku dalam tataran hukum lingkungan internasional, Indonesia dan Norwegia tidak wajib untuk mengurangi emisi dalam bentuk REDD. Namun kegiatan moratorium hutan tetap dilaksanakan dan hal tersebut tidak menutup kemungkinan Indonesia dapat memiliki peran dalam negosiasi periode komitmen kedua.

Kyoto Protocol is the main instrument in the mitigation of climate change in the emissions reduction commitment period which ends in 2012. Up until today, there has not been any decision regarding the mitigation of climate change after the end of the first commitment period. Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD) is a concept of climate change mitigation that has the potential of becoming the emissions reduction scheme in the second commitment period. As the owner of a relatively large area of forest, Indonesia has been active in various programs of REDD, and in 2011 it has entered a letter of intent with Norway that resulted in the application of national forestry moratorium. As a scheme that has not been standardized in the scope of international environmental law, Indonesia and Norway do not have the obligation to reduce emissions through REDD. However, forestry moratorium is still conducted and such activity opens the possibility of Indonesia to have a big role in the negotiations of the second commitment period."
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S1325
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Prakoso Anto Nugroho
"ABSTRAK
Indonesia merupakan negara dengan kekayaan alam yang sangat berlimpah.
Diantaranya adalah bahan galian tambang. Bahan galian tambang di Indonesia
merupakan bahan galian tambang yang sangat baik dan diinginkan oleh negara?
negara lain sehingga mempunya nilai jual yang tinggi. Bahan galian tambang
seharusnya digunakan untuk kemakmuran rakyat, maka Pemerintah berusaha
mengakomodir pengusahaan tambang demi kemakmuran rakyat. Mulai dari rezim
kontrak sampai dengan rezim izin usaha pertambangan memilik beberapa kendala.
Juga dikaitkan dengan terbitnya moratorium kehutanan yang dianggap sebagai
solusi untuk ketertiban lingkungan di Indonesia yang ikut bersinggungan dengan
pengaturan mengenai pertambangan di Indonesia. Kepastian hukum yang juga
berkaitan dengan penanaman modal di Indonesia yang telah menggunakan
undang?undang baru yaitu Undang?Undang No.25 Tahun 2007 tentang
penanaman modal. Pentingnya kepastian hukum yang harus diakomodir oleh
peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah adalah untuk menjamin iklim
investasi pertambangan di Indonesia.

Abstrak
Indonesia is a country with a very rich natural resources. Among them are
minerals mines. Minerals mine in Indonesia are very good and desirable by other
countries that had high value offers. Minerals mine are supposed to be used for
the prosperity of the people, the Government sought to accommodate
entrepreneurial mine for the sake of the prosperity of the people. The start of
contract regime until the regime of mining business license has several
constraints, also associated with the publication of the moratorium on forestry is
considered to be the solution to order environment in Indonesia which intersect on
mining in Indonesia settings. Legal certainty is also associated with Investment in
Indonesia that has been using new laws i.e. law No. 25 of 2007 concerning
investment. The importance of legal certainty to be priority by regulations issued
by government is to assure the investment climate of mining in Indonesia"
Lengkap +
Universitas Indonesia, 2012
S43205
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Barkah Ilham Purnawan
"Penelitian ini bertujuan untuk mengukur efektivitas kebijakan moratorium kehutanan dalam mengurangi deforestasi di Indonesia dan mengukur dampaknya terhadap industri perkebunan kelapa sawit. Untuk tujuan ini, model regresi data panel digunakan dengan menggunakan data panel 14 provinsi di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Hasilnya mengungkapkan bahwa kebijakan moratorium kehutanan dapat mengurangi deforestasi dengan sedikit meningkatkan kawasan berhutan di Sumatera dan Kalimantan. Peningkatan temporal di kawasan hutan ini dihasilkan melalui industri perkebunan hutan yang akan lebih aktif dalam melakukan penanaman kembali pada area konsesi. Selain itu, kebijakan moratorium juga tampaknya mempengaruhi industri perkebunan hutan untuk secara intensif menggunakan input mereka untuk mempertahankan / meningkatkan output industri; oleh karena itu, industri perkebunan kelapa sawit akan lebih memilih untuk menghasilkan produk akhir yang memiliki nilai tambah tinggi dibandingkan produk yang memiliki nilai tambah yang rendah. Selain itu, kebijakan moratorium ini ternyata tidak terbukti memberikan dampak negatif yang signifikan pada industri perkebunan kelapa sawit.

This study examines the effectiveness of the Forest Moratorium Policy (FMP) in reducing deforestation in Indonesia and measures its impact on the palm oil industry. To this end, panel data regression model is employed with longitudinal data of 14 provinces in Sumatera and Kalimantan Islands. The results reveal that the FMP could reduce deforestation by slightly increasing a trend of forested area. This temporal increase in forested area is generated by the forest plantation industry that would be more active in replanting their concession area under the FMP. Moreover, the FMP also appear to influence the forest plantation industry to intensively utilize their inputs to maintain/increase their output; hence, they would prefer to produce final products that have the high value-added instead of low value-added, while the FMP would not give significant negative impact on the palm oil industry."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
T51998
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitrianus
"Penelitian ini menganalisis pengaruh kebijakan pengendalian penggunaan kawasan hutan terhadap luas IPPKH tambang mineral dan batubara di Indonesia pada periode 2008-2017. Kebijakan pengendalian penggunaan kawasan hutan yaitu kebijakan moratorium izin dan kebijakan kenaikan tarif PNBP PKH yang dianalisis melalui pendekatan model ARIMA dengan melakukan proyeksi data sebelum kebijakan yang diidentifikasi sebagai Business As Ussual BAU dari IPPKH tanpa kebijakan dan selanjutnya BAU dibandingkan dengan data aktual setelah kebijakan untuk melihat pengaruh kebijakan tersebut. Kebijakan pengendalian penggunaan kawasan hutan lainnya yaitu kebijakan kuota IPPKH dianalisis dengan pendekatan deskriptif dan analisis spasial terhadap pola sebaran dan model ekspansi IPPKH tambang. Selain itu, dilakukan wawancara mendalam terhadap narasumber yang kompeten untuk memperdalam analisis.
Hasil analisis mengindikasikan kebijakan moratorium izin tidak efektif mengurangi luas IPPKH tambang mineral dan batubara sedangkan kebijakan kenaikan tarif dan perubahan skema pungutan PNBP PKH terindikasi mampu mengendalikan luas IPPKH tambang mineral dan batubara. Untuk kebijakan kuota luas IPPKH tambang, kebijakan ini cenderung mendorong terjadinya usaha penguasaan kawasan hutan oleh perusahaan tambang dan persaingan untuk mendapatkan IPPKH tambang khususnya pada wilayah yang kaya sumber daya alam.

This research analyzes the influence of policy of controlling the use of forest area against IPPKH area of mineral and coal mine in Indonesia in the period of 2008 2017. The policy of controlling the use of forest areas is the policy of permit moratorium and the policy of tariff increase of PNBP PKH is analyzed through ARIMA model approach by doing data projection before policy identified as Bussines As Ussual BAU of IPPKH without policy and BAU then compared with actual data after policy to see influence of the policy. The other policy of controlling the use of forest areas is the IPPKH quota policy is analyzed by descriptive approach and spatial analysis on the distribution pattern and expansion model of IPPKH mine. In addition, in depth interviews were conducted to competent sources to deepen the analysis.
The results of the analysis indicate that the policy of permits moratorium is ineffective reduces the extent of IPPKH of mineral and coal mines while the policy of tariff increase and the change of PNBP PKH levy scheme is indicated to be able to control the extent of IPPKH of mineral and coal mines. For IPPKH 39 s broad quota policy, this policy tends to encourage forestry companies 39 control of forest areas and competition to obtain IPPKH mines, especially in rich natural resources areas.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
T49580
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Octa Fredi
"Isu lingkungan khususnya deforestasi telah menjadi perhatian dunia termasuk Indonesia yang kemudian merespon dengan keluarnya kebijakan moratorium hutan dan gambut di tahun 2011. Kebijakan ini menimbulkan pro dan kontra terkait trade off antara lingkungan dan ekonomi khususnya pada studi kasus sektor kelapa sawit. Penyelamatan lingkungan melalui kebijakan moratorium harus dihadapkan dengan potensi dampak melambatnya kontribusi ekonomi dari kelapa sawit sebagai komditas andalan baik di level regional dan nasional. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak kebijakan moratorium terhadap daerah sentra kelapa sawit, Riau. Analisis penelitian menggunakan metode sistem dinamik selama periode aktual 2008-2016 dan dilanjutkan dalam proyeksi hingga 2026 dengan membandingkan skenario kondisi moratorium, tanpa moratorium dan moratorium berjangka. Hasil penelitian menunjukan bahwa kebijakan moratorium memberikan dampak positif terhadap perlambatan penurunan luas hutan namun di satu sisi juga memberikan dampak negatif terhadap perlambatan kontribusi ekonomi yang ditandai dengan perlambatan laju ekspansi lahan kelapa sawit, produksi kelapa sawit dan volume ekspor kelapa sawit yang kemudian berujung pada kontirbusi nilai ekspor kelapa sawit baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Environmental issues, especially deforestation, have become the world's attention, including Indonesia, which then responded with the release of forest and peat moratorium policies in 2011. This policy raises the pros and cons of trade-offs between the environment and the economy especially on the case study of the palm oil sector. Saving the environment through moratorium policies should be faced with the potential impact of slowing economic contributions from oil palm as a reliable commodity both at regional and national levels. This study aims to analyze the impact of moratorium policy on the area of ​​oil palm center, Riau. The research analysis used dynamic system method during the actual period of 2008-2016 and continued in projection up to 2026 by comparing scenario of moratorium condition, without moratorium and futures moratorium. The results of the research indicate that the moratorium policy has a positive impact on the decline in forest area but on the one hand it also negatively impacts the slowdown of economic contribution which is marked by the slowing of the expansion rate of oil palm, palm oil production and export volume of palm oil which then lead to the contribution of value export of palm oil both in short and long term."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
T49907
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kevin Oditra
"Skripsi ini membahas kebijakan moratorium yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia namun menjadi permasalahan yaitu mengenai pertimbangan pemerintah Indonesia memberlakukan kebijakan moratorium Pengiriman Pekerja Migran Indonesia Sektor Domestik ke Negara Arab Saudi, dan memberikan penjelasan bagaimana upaya pemerintah untuk meningkatkan pengawasan dan perlindungan Pekerja Migran Indonesia Sektor Domestik melalui kebijakan moratorium ke Negara Arab Saudi sehingga tidak ada lagi kasus-kasus pelanggaran HAM yang dialami Pekerja Migran Indonesia kelak. keduanya ditinjau berdasakan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 Tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Dalam penelitian ini, Penulis melakukan studi literatur dan wawancara ke pihak Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia.
Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa pertimbangan pemerintah dalam memberlakukan moratorium pengiriman Pekerja Migran Indonesia ke Arab Saudi disebabkan oleh banyaknya kasus-kasus terutaman pelanggaran Hak Asasi Manusia yang dialami oleh para Pekerja Migran Indonesia di Arab Saudi. Moratorium ini mendorong pemerintah Indonesia untuk dapat membenahi sistem perlindungan Pekerja Migran Indonesia di Arab Saudi salah satunya dengan menyepakati Memorandum of Understanding (MoU) antara pemerintah Indonesia dan Arab Saudi.

This thesis provides a comprehensive explanation of the Indonesian government can implement a moratorium on the Sending of Indonesian Domestic Migrant Workers to Saudi Arabia. through a moratorium on policy to the State of Saudi Arabia. both are reviewed based on Undang 18 of 2017 concerning the Protection of Indonesian Migrant Workers. In this study, the literature study and interview with the National Agency for Placement and Protection of Indonesian Workers.
The results of this study reveal that the government's consideration in imposing a moratorium on the sending of Indonesian Migrant Workers to Saudi Arabia is due to the many cases of human rights violations experienced by Indonesian Migrant Workers in Saudi Arabia. This moratorium encourages the Indonesian government to improve the protection system of Indonesian Migrant Workers in Saudi Arabia, one of them by agreeing to a Memorandum of Understanding (MoU) between the governments of Indonesia and Saudi Arabia.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Virginia
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas mengenai bagaimana Peran Nongovernmental Organisation dalam advokasi kebijakan untuk mengatasi masalah deforetasi dengan studi kasus Wahana Lingkungan Hidup Indonesia dalam advokasi kebijakan moratorium hutan. Pendekatan pada penelitian ini adalah pendekatan kualittaif dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data yaitu wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan peran Wahana Lingkungan Hidup Indonesia WALHI sebagai nongovernmental organisation dalam advokasi kebijakan moratorium hutan. Hasil dari penelitian ini adalah kegiatan advokasi WALHI menyasar pada isi kebijakan moratorium dan tata laksana dengan sasaran Presiden dan melalui Staf Presiden dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Demi melancarkan kegiatan yang dilakukan WALHI juga menggalang pendukung dan sekutu. WALHI telah melakukan berbagai kegiatan dalam advokasi kebijakan moratorium seperti membuat Platform kebijakan moratorium, membuat kajian dan launching kajian, melakukan media visit dan media briefing, diskusi informal, kampanye melalui media sosial dan kampanye kreatif. Dimana masing-masing kegiatan memiliki hambatan atau tantangannya masing-masing. Kegiatan Advokasi yang dilakukan oleh WALHI telah berhasil memperpanjang kebijakan moratorium hutan serta membuat pemerintah menambah jumlah luasan PIPIB akan tetapi belum mampu merubah kebijakan moratorium seperti yang diharapkan. Rekomendasi yang diberikan adalah memperluas sasaran advokasi, membuat kajian pemerintah daerah serta melakukan evaluasi pemahaman masyarakat mengenai kebijakan moratorium.

ABSTRACT
This research describe about the role of Nongovernmental Organisation in Policy Advocay to solve Deforestation problem with case study of Wahana Lingkungan Hidup Indonesia in Forest Moratorium Policy Advocacy. This research is a qualitative research and uses qualitative approach with data collection techniques are in depth interview and literature study. The research amin to describe the role of Wahana Lingkungan Hidup Indonesia WALHI in forest moratorium policy advocacy as nongovernmental organisation. The result of this reasearch is the policy advocacy that is undertaken by WALHI targettig the content of policy and the structure such as President through Presiden tstaff and Ministry of Environment and Forestry. To support their activites WALHI has formed allies with the other organisations. WALHI has done some advocacy activities such as making platform, research and research launching, media briefing and media visit, informal discussion, mass media campaigne, social media campaigne and creative campaigne. Each activities has its challange and or obstacle. The policy advocacy activities of WALHI has the obstacle at collecting the data. The advocacy that has been done by WALHI has made the government extended the policy on 2013 and 2015and increasing the total amount of forest area on the moratorium indicative map even though it didn rsquo t not make any change at the substance of the policy as they wanted. So the recommendation for WALHI to do are expanding the target of the advocacy to Ministry of Home Affair, make a research about the compliance of local government and evaluate the pubic understanding about this policy."
Lengkap +
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>