Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abstrak :
Material adsorben seperti silica gel, Lithium Clorida, selaiu menjadi pilihan utama dalam dunia industri. Padahal harga material ini relatif mahal Penelitian terhadap adsorben alam sebagai salah satu adsorben altematif yang murah pengganti material buatan dalam proses dehumidiftkasi masih belum banyak dilakukan. Mordenit sebagai salah satu material adsorben alam disinyalir memiliki kemampuan yang cukup baik dalam menyerap kadar uap air. Untuk itu penelitian lebih jauh terhadap material ini perlu dilaku kan.

Penelitian ini dibagi dalam dua tahap yaitu: preparasi zeolit yang berlujuan untuk meningkatkan mutu zeolit alam dalam menyerap uap air dan uji adsorbsi untuk mengetahui kemampuannya, Dalan1 proses preparasinya, zeolit diaktivasi secara Hsis dengan cara dikalsinasi, dan dalam pengujiannya kemapuan adsorbsi zeolit clitinjau dari kadar air kesetimbangan (Equilibrium Moisture Content / EMC) yang dicapainya dan laju penyerapan yang teljadi selama proses pengujian Pengujian dilakukan pada kondisi temperatur dan kelembaban yang berbeda, da.n dampak dari perubahan suhu tersebut terhadap kemampuan penyerapan zeolit akan di teliti. Pada akhirnya penelitian ini akan membandingkan kemampuan zeolit mordenit dan zeolit klinoptilolit dalam menyerap kandungan uap air udara.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa zeolit mordenit temyata mampu menyerap uap air hingga 6,6 persen dari berat keringnya pada kondisi udara tekanan dan temperatur 25°C dan 10l,8 kPa; dan pada kelembaban relatif (RI-I) 80,83%. Sementara untuk suhu yang lebih tinggi kemampuan zeolit mordenit cenderung menurun.
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
S37669
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shandy Arysenna Samudera
Abstrak :
Singkong memiliki potensi yang baik sebagai sumber makanan pokok ataupun menjadi bahan baku etanol. Sebagai bahan baku etanol, singkong memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan tanaman pati lainnya. Kekurangan dari singkong yaitu terletak pada massa simpan yang relatif singkat sehingga perlu dilakukan suatu proses agar singkong memiliki massa simpan yang panjang. Proses yang dimaksud adalah pengeringan, dimana dengan proses ini diharapkan air yang terkandung dalam singkong hilang sehingga mikroorganisme tidak dapat berkembang pada tanaman singkong. Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui nilai konstanta laju pengeringan k dan energi aktivasi berdasarkan variasi temperatur pengeringan dan rasio A/V serta kelembaban udara pengering sebagai referensi untuk merancang alat pengering singkong massal yang efektif dan efiesien. Pada penelitian kali ini, pengeringan singkong dikupas dan dipotong menjadi bentuk silinder dengan ketebalan 2mm dan 4mm serta bentuk balok untuk pengeringan konveksi bebas dan konveksi paksa tanpa pengaturan kelembaban udara sedangkan pada konveksi paksa, sampel yang digunakan berbentuk silinder dengan diameter 30 mm dan ketebalan 2 mm. Sampel dikeringkan dengan variasi temperatur pengeringan, mulai dari 60oC-100oC. Penelitian pengeringan singkong konveksi bebas menggunakan moisture analyzer dan menggunakan pengering tipe batch dryer dengan kombinasi refrigerasi untuk pengeringan konveksi paksa. Nilai energi aktivasi minimum pengeringan singkong terjadi pada pengeringan konveksi paksa dengan nilai kelembaban 0.0072 kg/kg pada singkong silinder diameter 30 mm dengan tebal 2 mm yang menpunyai nilai sebesar 6.71 kJ/mol sedangkan nilai energi aktivasi maksimum terjadi pada pengeringan konveksi bebas dengan singkong silinder diameter 30 mm dengan tebal 4 mm yang mempunyai nilai sebesar 24.21 kJ/mol. ...... Cassava has a good potential as a staple food source or a raw material of ethanol. As a raw material of ethanol, cassava has many advantages compared to other starch plants. The deficiency of cassava lies in a relatively short storage mass so an action is needed to make cassava have a long shelf mass. The process is drying, which by this process is expected that the water contained in cassava is lost so that microorganisms can not develop in cassava plants. The purpose of this research is to know the value of drying rate constant k and activation energy based on variation of drying temperature and A V ratio and drying air humidity as reference for designing effective and efficient cassava dryers. In this research, cassava drying is peeled and cut into cylindrical shape with thickness of 2mm and 4mm and beam shape for free convection drying and forced convection without air humidity regulation. While in forced convection, the sample used is cylindrical with diameter 30 mm and thickness 2 mm. Cassava samples were dried with variations of drying temperature, ranging from 60oC 100oC. Research on cassava cassava drying using free convection moisture analyzer and using batch dryer type dryer with combination of refrigeration for forced convection drying. The minimum activation energy value of cassava drying occurred at forced convection drying with humidity value 0.0072 kg kg on cylindrical diameter of 30 mm diameter with 2 mm thick which has a value of 6.71 kJ mol while maximum activation energy value occurred at free convection drying on diameter cylindrical cassava 30 mm with a thickness of 4 mm which has a value of 24.21 kJ mol.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Septi Tri Wahyuni
Abstrak :
ABSTRAK
Umumnya kadar air buah dapat diukur dengan membandingkan reduksi massa benda dengan metode pengeringan oven. Dalam tulisan ini, sistem prediksi kadar air pisang diperkenalkan dengan teknik pencitraan VNIR Visible Light ndash; Near Infrared . Teknik pencitraan hiperspektral dengan menggunakan citra VNIR merupakan teknologi yang dapat diandalkan dalam pengujian kualitas buah secara non destruktif, cepat dan efisien. Sistem prediksi ini menggunakan PCA dan PLS sebagai model regresi untuk mendapatkan hasil kuantitatif nya. Hasil regresi yang didapatkan dari PCA untuk pisang raja berupa RMSE Root Mean Square Error sebesar 0.65 dan R2 Coerrelation Coefficient sebesar 0.71. Sedangkan hasil dari PLS yaitu RMSE sebesar 0.54 dan R2 sebesar 0.82. Hasil regresi dari PLS relatif lebih baik daripada PCA dan lebih akurat. Untuk mengetahui klasifikasi tingkat kematangannya, sistem prediksi kadar air pisang ini menggunakan SVM.
ABSTRACT
Commonly, the fruit moisture content could be measured by comparing the mass decrement of object through oven drying method. In this paper, a bananas moisture content prediction system was introduced using Visible Light ndash NIR imaging technique. Hyperspectral imaging technique using VNIR image is a reliable technology in fruit quality testing non destructive, fast and efficien. The prediction system uses PCA and PLS as a regression model to get its quantitative results. Regression results obtained from PCA for Raja bananas in the form of RMSE Root Mean Square Error of 0.65 and R2 Correlation Coefficient of 0.71. While the results of the PLS RMSE of 0.54 and R2 of 0.82. Regression results from PLS are relatively better than PCA and more accurate. To determine the classification of the level of maturity, the moisture content of bananas prediction system uses SVM Support Vector Machine.
2017
S67131
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Talib Hussain
Abstrak :
A vacuum drying system is being designed and developed at National Institute of Vacuum Science & Technology (NINVAST) to dry various materials under vacuum conditions. Its performance and capabilities are tested by carrying out different experiments on green (freshly cut) wood samples of Poplar and Eucalyptus with dimensions of 990.6 mm x 76.2 mm x 25.4 mm and 469.9 mm x 50.8 mm x 25.4 mm, respectively. These samples were dried from green moisture content (MC) 78% to 10% by this system at ultimate vacuum of about 1.6 x 103 pascal and at a temperature ranging from 35oC to 55oC for about 20 hrs. Drying quality tests included: prong test, warp measurement, surface checking and moisture content measurement, which were all performed. The resulting wood samples showed no dislocation and no excessive stress buildup. If compared to ordinary drying process, the vacuum drying is rapid and the drying rate increases with rise in temperature. The designed system is beneficial for commercial use.
2016
J-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Lorri Prahara
Abstrak :
ABSTRAK
Untuk dapat mempertahankan suhu di dalam reaktor biodrying dibutuhkan material insulasi yang memiliki sifat penghantar panas yang rendah. Pada penelitian ini bertujuan untuk menganalisa efektifitas penggunaan insulasi geotextile non woven dalam menentukan pengurangan kadar air dan volatile solid, menganalisa kesetimbangan panas dan menganalisa kualitas sampah yang dihasilkan dari proses biodrying untuk menjadi RDF refuse derivative fuel . Variabel bebas yang digunakan adalah melakukan variasi ketebalan insulasi. Reaktor 1 tanpa insulasi, reaktor 2 menggunakan insulasi dengan ketebalan 600 gsm dan reaktor 3 menggunakan insulasi dengan ketebalan 200 gsm. Hasil yang didapatkan pada penelitian ini adalah penurunan kadar air terbaik terjadi pada reaktor 2 dengan kandungan air awal 50,6 menjadi 18 dan kandungan volatile solid awal sebesar 86,2 menjadi 78,1 . Dengan pengujian statistikmenunjukkan perbedaan yang signifikan dengan nilai p < 0,05 pada pengujian anova untuk parameter penurunan volatile solid. Ketebalan insulasi memberikan perbedaan yang signifikan pada proses transfer panas yang ditunjukkan dengan ujit T pada reaktor 2 dan reaktor 3 dengan nilai p < 0,05 dan nilai transfer panas terbaik pada reaktor 2 sebesar -67W/mK. Peningkatan nilai kalor paling tinggi terjadi pada reaktor 2 dengan peningkatan sebesar 54 dari 11023 Kj/kg menjadi 15542 Kj/kg.
ABSTRACT
In order to maintain the temperature inside the biodrying reactor, an insulating material with low thermal conductivity is required. This study aims to analyze the effectiveness of the use of non woven geotextile insulation in determining the reduction of moisture content and volatile solid, analyzing the heat balance and analyzing the quality of waste generated from the biodrying process to become RDF refuse derivative fuel . The independent variable used is variation of insulation thickness. Reactor 1 without insulation, reactor 2 using insulation with thickness of 600 gsm and reactor 3 using insulation with thickness 200 gsm. The results obtained in this research is the best decrease in water content occurred in reactor 2 with the initial water content of 50.6 to 18 and the initial volatile solid content of 86.2 to 78.1 . With statistical tests showing a significant difference with p
2018
T51571
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pither Palamba
Abstrak :
ABSTRAK
Kompleksitas masalah kebakaran di lahan gambut membatasi pemahaman kuantitatif perilaku penyebaran bara api ke dalam lapisan gambut dan peran parameter kunci seperti moisture content, densitas dan ketersediaan oksigen. Banyak penelitian tentang pembakaran membara pada lapisan gambut sudah dilakukan baik secara eksperimental, pemodelan maupun studi lapangan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembakaran membara pada lahan gambut antara lain moisture content, densitas, porositas, kecepatan angin dan lain-lain. Penelitian ini meliputi serangkaian pengujian untuk mendapatkan gambaran yang dapat menjawab fenomena pembakaran membara pada lapisan gambut. Beberapa peneletian yang fokus pada pengaruh moisture content belum memperhitungkan adanya tahapan evaporasi dan pengeringan (yang mendahului pirolisis dan pembakaran) pada smoldering front sehingga parameter hasil pengujian ditentukan berdasarkan initial moisture content sebelum pembakaran berlangsung. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pembakaran yang melibatkan tahapan-tahapan preheating, evaporation, drying, pyrolisis dan char oxidation pada lapisan gambut dengan moisture content yang meningkat seiring kedalaman sampel, yang menyerupai kondisi riil di lahan. Penyiapan sampel dilakukan dengan mengeringkan sampel gambut yang masih basah (hasil sampling) pada temperature 105 ℃ masing-masing selama 4, 8, 12, 16, 20 dan 24 hours. Sampel hasil pengeringan tersebut dimasukkan ke dalam reaktor berukuran luas 10 cm × 10 cm dengan kedalaman 20 cm, pada lapisan masing-masing setebal 2.5 cm sehingga didapatkan sampel gambut dengan lapisan yang kering di permukaan (MC ~ 8.5 %) hingga lapisan yang masih basah (raw peat) di dasar reaktor. Pengukuran smoldering spread, evaporation rate, dan mass loss (yang termasuk evaporation rate) dilakukan dengan instrumen termokopel, soil moisture sensor dan weight balance secara real time. Hasil pengujian menunjukkan bahwa pembakaran membara pada lapisan gambut dapat mencapai hingga lapisan yang sangat basah jika tersedia kalor yang cukup untuk mengeringkan dan membakarnya. Laju penguapan/pengeringan, perambatan bara dan kedalaman terbakar tergantung dari tebal lapisan kering yang mampu terbakar sebagai heat generation yang sebagian akan ditransfer untuk proses pemanasan, penguapan, pyrolysis, dan pembakaran. Dalam hal ini, pembakaran membara tidak merambat/menyebar pada lapisan gambut dengan moisture content (yang tinggi) tetapi smoldering front akan selalu berbatasan dengan lapisan yang kering. Pembakaran akan berhenti jika kalor pembakaran sama atau kurang dari jumlah yang diserap untuk penguapan dan ini merupakan titik kritis terjadinya extinction (pemadaman).
ABSTRACT
A considerable amount of experiments regarding smoldering combustion of peat had been conducted through various methods of experiment, modeling and fields study, with factors affecting the smoldering combustion of peatlands, including moisture content, density, porosity, wind speed, etc. However, it can be seen that some researches that focus on the influence of moisture content did not consider the evaporation and drying stages of the smoldering front, thus the parameters of the test results were determined based on initial moisture content prior to combustion. This experiment was conducted in order to study the smoldering combustion of the peat layer which resembles the real conditions in the field, which involves the stages of preheating, evaporation, drying, pyrolysis, and char oxidation. Sample with a stratified moisture content that is increasing with the depth was prepared by drying the raw peat sample (sampling results) at 105 ℃ for 4, 8, 12, 16, 20 and 24 hours. The preparations samples then placed into the reactor of 10 cm x 10 cm with a depth of 20 cm, with each layer of peat with different moisture content at 2.5 cm thick, thus obtaining a layered peat configuration with the dry peat layer on the surface (MC ~ 8.5 %) and the wet peat layer (raw peat) at the bottom of the reactor. Measurements of smoldering spread rate, evaporation rate, and mass loss (including evaporation) rate were gathered through instruments of thermocouple, soil moisture sensor and weight balance, respectively, in real time. The results from the experiment suggested that the evaporation rate, smoldering propagation, and depth of burn depended on the thickness of the burnable dry peat layer, or equivalent to the available amount of heat, which will be partially absorbed for heating and evaporation, pyrolysis and combustion processes. Therefore, smoldering combustion can not propagate on the moist peat layer, because it will always start with evaporation and drying process. The smoldering front will always be bordered by dry peat layer up to the point where the heat generated is equal or less than the amount needed for evaporation, which is the critical point of extinction
2018
D2533
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moza Nadia
Abstrak :
Lignocellulosic biomass (LCB) merupakan salah satu sumber daya yang paling banyak tersedia di alam yang kerap digunakan dalam penelitian pembakaran membara. Contoh biomasa lignoselulosa antara lain adalah tanah gambut, kertas, sabut kelapa, tembakau, jerami, dan batu bara. Sebelumnya, telah dilakukan beberapa penelitian terkait pembakaran membara pada tanah gambut di Laboratorium Thermodinamika, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia. Oleh sebab itu, perlu adanya penelitian pembakaran membara pada biomasa lignoselulosa lainnya, seperti kertas. Penyalaan dan pembakaran bahan kertas dipengaruhi oleh moisture content (MC) sehingga perlu adanya pengeringan pada temperatur dan dalam waktu tertentu. Eksperimen dilakukan menggunakan lima sampel dengan tingkat MC yang berbeda (9.9%, 7.2%, 5.7%, 4.4%, dan 4.3%). Hasil percobaan menunjukkan bahwa hahan kertas sukar untuk membara dan mempertahankan pembakarannya pada MC >10% (tanpa pengeringan), bahan kertas dapat membara dan mempertahankan pembakarannya hingga ±10 menit setelah igniter dimatikan pada MC 7 – 10%, dan bahan kertas dapat membara dan mempertahankan pembakarannya hingga ±80 menit setelah igniter dimatikan pada MC ≤5.7%. Kemudian dapat diketahui hubungan antara moisture content dengan karakteristik penyebaran pembakaran membara bahan kertas dan besaran emisi yang dihasilkan. Hasil percobaan menunjukkan bahwa sampel dengan MC 4% (~4.4 cm²/min dan 500 cm²) menghasilkan laju perambatan dan luas area bakar yang lebih besar dibandingkan dengan sampel dengan MC 5.7% (2.86 cm²/min dan 387.72 cm²). Konsentrasi CO dan rata – rata partikulat yang dihasilkan pada eksperimen dengan MC 4% adalah ~550 ppm(vol) dan 380.82 μg/m³ serta MC 5.7% adalah ~500 ppm(vol) dan 347.48 μg/m³. ......Lignocellulosic biomass (LCB) is one of the most abundant resources available in nature and is often used in smoldering combustion research. The examples of lignocellulosic biomass are peat, paper, coconut fiber, tobacco, straw, and coal. Previously, several studies had been carried out regarding smoldering of peat soil at the Thermodynamics Laboratory, Faculty of Engineering, University of Indonesia. Therefore, there is a need for research on smoldering combustion on other lignocellulosic biomass, such as paper. Ignition and burning of paper are influenced by moisture content (MC), thus drying at a certain temperatue within certain minutes is necessary. Experiments were carried out using five samples with different MC levels (9.9%, 7.2%, 5.7%, 4.4%, and 4.3%). The experimental results show that paper material is difficult to smolder and maintain its combustion at MC > 10% (without drying). paper material can smolder and maintain its combustion up to ± 10 minutes after the igniter is turned off at MC 7 – 10%, and paper material can smolder and maintain its combustion up to ±80 minutes after the igniter is turned off at MC ≤5.7%. Therefore, we can find out the relationship between moisture content and the characteristics of the smoldering of paper and the amount of emissions produced. The experimental results show that the sample with MC 4% (~4.4 cm²/min and 500 cm²) produces a greater propagation rate and burn area compared to the sample with MC 5.7% (2.86 cm²/min and 387.72 cm²). The average concentration of CO and particulates produced in the experiment with MC 4% was ~550 ppm(vol) and 380.82 μg/m³ and MC 5.7% was ~500 ppm(vol) and 347.48 μg/m³.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gultom, Tumpal Dwi Mario Ridwan
Abstrak :
Perkembangan infrastruktur, teknologi, transportasi dan sektor lain mengakibatkan peningkatan kebutuhan energi global setiap tahunnya. Bioetanol adalah salah satu sumber energi terbarukan yang tidak merusak lingkungan dan kesehatan serta jumlahnya sangat banyak dan mudah didapatkan, salah satunya bahan bakunya adalah tanaman singkong gajah yang secara fisik memiliki ukuran lebih besar dari singkong lokal. Pembuatan gaplek singkong untuk pengolahan bioetanol membutuhkan waktu dan singkong harus dikeringkan terlebih dahulu untuk tujuan pengawetan dan menghindari pembusukan. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan konstanta laju pengeringan k dan energi aktivasi dari singkong gajah untuk dijadikan referensi perancangan mesin pengering singkong gajah dalam skala besar yang optimal. Dengan menguji kepingan singkong gajah melalui 2 jenis pengeringan, yaitu jenis pengeringan natural convection menggunakan moisture analyzer dan jenis forced convection menggunakan sistem refrigerasi dan heater. Variasi yang dilakukan meliputi kombinasi temperatur pengeringan, aliran udara, dan segmen pemotongan. Nilai k, energi aktivasi, dan kondisi fisik spesimen setelah pengujian dari kedua jenis pengeringan dianalisis. Pengeringan jenis forced convection menghasilkan k yang lebih besar daripada pengeringan natural convection, dimana pada segmen yang sama, k bernilai 2-4 kali lebih tinggi daripada pengeringan natural convection, berbanding lurus dengan durasi pengeringan dari kedua jenis pengeringan. Nilai energi aktivasi pada pengujian forced convection lebih kecil daripada natural convection, karena nilai k yang lebih tinggi. Kondisi fisik hasil pengeringan forced convection lebih kering sempurna dibandingkan natural convection.
Development of infrastructure, technology, transportation and other sectors leads to an increase in global energy demand each year. Bioethanol is one source of renewable energy that does not damage the environment and health and the amount is very much and easily obtained, one of the raw material is elephant cassava plants that physically have a size larger than local cassava. Making dried cassava for bioethanol processing takes time and cassava must be dried first for preservation purpose and avoid decay. This research was conducted to obtain the constant rate of drying k and activation energy from elephant cassava to be used as reference for design of elephant cassava drying machine in optimal large scale. By testing the elephant cassava chip through 2 types of drying, the type of natural convection drying using moisture analyzer and forced convection type using refrigeration system and heater. Variations include the combination of drying temperature, air flow, and cutting segments. The value of k, activation energy, and physical condition of the specimen after testing of both types of drying were analyzed. The forced convection drying produces larger k than natural convection drying, where in the same segment k is 2 4 times higher than natural convection drying, proportional to the drying duration of both types of drying. The value of activation energy in forced convection is smaller than natural convection, because the value of k is higher. The physical drying result of forced convection better, and perfectly dried compared to the result of natural convection.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jeremia Donganta Pascal
Abstrak :
Adanya perkembangan teknologi dan infrastruktur maupun sektor lainnya menyebabkan menaiknya tingkat kebutuhan energi, terkhusus energi listrik. Salah satu sumber daya alam yang dapat menghasilkan energi listrik adalah batubara. Indonesia termasuk negara penghasil batubara terbesar di dunia. Namun, pada umumnya batubara hasil tambang Indonesia adalah batubara dengan peringkat rendah atau dikenal sebagai batubara lignit. Batubara lignit baik digunakan sebagai bahan bakar dalam industri PLTU karena memiliki kandungan sulfur yang rendah sehingga dapat menghasilkan efisiensi pembakaran yang tinggi. Namun, sebelum dijadikan sumber bahan bakar untuk PLTU, batubara lignit harus melalui proses peningkatan kualitas. Peningkatan kualitas yang dimaksud adalah dengan cara dikeringkan. Pengeringan dilakukan untuk mengurangi kadar air yang tinggi di dalam batubara lignit sekitar 40-70 dari massa aslinya. Penelitian pengeringan batubara lignite berlangsung menggunakan sistem refrigerasi dan pemanas heater serta desain ruang pemanas menggunakan tambahan desain Fixed-Bed Reactor. Pengeringan dilakukan dengan menggunakan variasi humidity ratio dan suhu pemanas. Pada penelitian ini, data yang didapat kemudian diolah sehingga diketahui pengaruh humidity ratio dan suhu pemanas terhadap nilai k konstanta laju pengeringan. Nilai k akan digunakan untuk desain pengeringan batubara di masa yang akan datang.
The existence of technological and infrastructure developments increases energy needs, especially electrical energy. Commonly, electrical energy can be obtained from natural resources such as coal. Indonesia is one of the largest coal producers in the world. However, most of coal that Indonesia can produce are low rank coal. There are two types of low rank coal, they are sub bituminous and lignite coal. Lignite coal can be used as a fuel in Electric Steam Power Plant Industries because it has low sulfur content which can produce high combustion efficiency. On the other hand, lignite coal must be upgraded with a drying process to reduce its moisture content the lignite coals moisture is about 40 70 from its total mass. Lignite Coal drying enhances the heating value. In this study, the dryer uses a refrigeration system and heater. The drying chamber is designed with an additional Fixed Bed Reactor. Lignite Coal drying is operated in two variations of air condition. The variations are humidity ratio and heating temperature of dryers air condition. Based on this research, all the data resulted will be used to find the influence of humidity ratio and the heating temperature on the drying rate and activation energy of low rank. The drying rate constant and activation energy value will be used for future drainage design of low rank coal.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Liang, Wenjuan
Abstrak :
The moisture content of cut tobacco in Tobacco industry affects directly the quality of tobacco. To prevent the abnormal changes of the moisture content of cut tobacco, effective surveillance systems would be extremely helpful to give out-of-control (OC) signals as quickly as possible. The conventional statistical process control charts are not suitable to use due to complex structures, such as semiparametric trend, within-batch correlation in the moisture content data. In this paper, we propose a four-step procedure in which Semiparametric longitudinal model, time series analysis methods and normal transformation methods are utilized to eliminate the impact of the complex structures. And our procedure is demonstrated using the moisture content data of cut tobacco at the outlet (MCCTO) collected in Shanghai tobacco group co., Ltd of China. The results show that our procedure is effective in detecting the abnormal changes of the MCCTO data.
London: Taylor and Francis, 2017
658 JIPE 34:1 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>