Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Soelaeman Wahyudi
"Kontrak pemeliharaan jalan yang ada sekarang ini dinilai kurang efektif bagi pengguna jasa dan penyedia jasa. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: keterlambatan pendanaan, mutu pelaksanaan pekerjaan yang mengakibatkan kerusakan jalan. Salah satu alternatif mengatasi permasalah ini adalah dengan mengkaji metode kontrak yang inovatif, yaitu metode-metode kontrak yang didalamnya mempertimbangkan aspek kinerja hasil pekerjaan seperti Kontrak Berbasis Kinerja (KBK).
Penelitian ini dilakukan untuk menjawab 2 (dua) permasalahan, yaitu: (1) mengapa Kontrak Berbasis Kinerja diterapkan sebagai alternatif kontrak untuk penanganan pemeliharaan jalan, dan (2) faktor-faktor apa yang menjadi kendala dari penerapan kontrak berbasis kinerja pada pemeliharaan jalan, serta besaran dari kendala yang ada.
Analisis yang dilakukan untuk menjawab permasalahan yang pertama adalah melalui analisis terhadap literatur-literatur yang dikaji dan terkait dengan penerapan KBK pada pemeliharaan jalan. Permasalahan kedua dianalisis dengan menggunakan pendekatan Analythical Hierarcy Process (AHP).
Untuk menjawab permasalahan kedua diawali dengan mengembangkan model yang akan digunakan untuk menilai kendala penerapan yang ada dari sisi pemilik (owner) dalam hal ini adalah pemerintah sebagai pengelola jalan. Untuk menilai kendala dari sisi pemilik penilaian yang digunakan adalah: aspek hukum, aspek resiko, aspek kelembagaan, aspek teknis, dan aspek pendanaan.
Pada penelitian ini responden dibagi menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu: (1) responden wawancara, merupakan pengelola jalan/pemerintah di Prov. Banten (Dinas Bina Marga dan Tata Ruang), dan (2) responden kuesioner, merupakan para ahli dalam KBK. Penyebaran kuesioner dilakukan untuk mengetahui tingkat kepentingan dari dasar penilaian yang telah dikembangkan.
Dari hasil kajian analisis diperoleh kesimpulan untuk menjawab permasalahn pertama bahwa alasan penerapan PBC dalam penanganan pemeliharaan maupun pembangunan jalan disebabkan oleh beberapa aspek/faktor, yaitu: sumber daya manusia, biaya, kepuasan, waktu, inovasi dan teknologi, resiko, dan legal. Dari hasil uji coba model penilaian kendala dengan studi kasus penanganan pemeliharaan jalan di Dinas Bina Marga Prov. Banten diperoleh informasi bahwa secara umum bahwa penerapan PBC dalam penanganan pemeliharaan jalan tidak memiliki kendala yang berat, sehingga konsep dasar PBC ini dapat diterapkan.

This current road maintenance agreement under investment effective for service user and service provider. this condition are caused by several things, that is: financing delay, quality of job execution that result road damage. One of alternative overcomes this problem is the by method of assesment innovative contract, that is contract that inside consider aspect of job result performance like contract base on performance (PBC).
This research is conducted to answer 2 (two) problems, that is: (1) why contract base on performance is applied alternatively contract for handling of road maintenance, and (2) factors what becomes constraint from contract applying base on performance at road maintenance, and quantity from existing constraint.
Analysis that conducted to answer the first problems is passing by analysis to literatures that assessed and related to applying PBC at road maintenance. Second problems is analysed by using approach Analythical Hierarcy Process (AHP).
To answer second problems starting by develop model that will be used to assess existing applying constraint from owner side (owner) in this case is government as road organizer. To assess constraint from side of assessment owner that used is: law aspect, risk aspect, institute aspect, technical aspect, and financing aspect.
At this research responder is divided into 2 (two) group, that is: (1) interview responder, is road organizer/government in Prov. Banten (Dinas Bina Marga dan Tata Ruang), and (2) responder kuesioner, is expert in PBC. Spreading kuesioner is conducted to know importance level from elementary assessment that has been developed.
From result of analysis study obtained conclusion to answer problem first that applying reason PBC in maintenance handling and also road-works caused by some aspects/factor, that is: human resource, expense, satisfaction, time, innovation and technology, risk, and legal. From result of assessment model test-drive constraint with case study of road maintenance handling in Dinas Bina Marga dan Tata Ruang Prov. Banten is got information that in general that applying PBC in handling of road maintenance not have heavy constraint, so this PBC elementary concept can be applied."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
T26216
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Uky Yudatama
"

Kurangnya kesadaran Tata Kelola TI menjadi hambatan untuk mencapai suatu keberhasilan. Oleh sebab itu, organisasi harus dapat melihat masalah ini sebagai sesuatu hal yang sangat signifikan dan tidak boleh dipandang sebelah mata. Kesadaran Tata Kelola TI menjadi sangat penting untuk dilakukan penelitian, yaitu mengkaji dan menganilisis lebih dalam agar nantinya dapat diketahui secara detail terutama berkaitan dengan area penting apa saja yang dapat mempengaruhi keberhasilan dalam implementasi Tata Kelola TI. Penelitian ini bertujuan mencari area penting dalam kesadaran Tata Kelola TI yang dikembangkan menjadi sebuah model penilaian yang dapat mengetahui tingkat kesadaran Tata Kelola TI dalam suatu organisasi, dan digunakan sebagai bahan masukan yang dapat dijadikan acuan untuk perbaikan implementasi Tata Kelola TI dimasa depan secara berkelanjutan. Metodologi penelitian ini terdiri dari 10 tahapan yang dilakukan baik secara kualitatif maupun kuantitatif yang terdiri dari studi literatur, pendapat pakar, diskusi kelompok terarah, integrasi dan sinkronisasi, menentukan area penting, membuat model, uji validasi, merancang sistem penilaian dan pengelompokan, uji coba model serta diakhiri dengan kesimpulan dan saran. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menyatakan bahwa manajemen risiko merupakan area paling penting diantara area lainnya dengan memiliki jumlah persentase paling tinggi yaitu 40% serta pada dimensi kesadaran,  perilaku memiliki jumlah persentase paling tinggi sebesar  50%. Selain itu, penelitian ini juga menghasilkan sistem penilaian dan pengelompokan yang dibagi menjadi tiga kategori yaitu baik (80≤ NK ≤100), sedang (60≤ NK <80) dan kurang (NK<60), dimana NK adalah nilai kesadaran. Akhirnya, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi secara konkrit dalam pengembangan ilmu khususnya di bidang Tata Kelola TI, yang nantinya dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi pemangku kepentingan terkait tentang implementasi Tata Kelola TI untuk dijadikan dasar guna perbaikan dalam upaya peningkatan kualitas kinerja yang lebih baik dimasa depan.

 


Lack of awareness of IT Governance is an obstacle to achieving success. Therefore, organizations must be able to see this problem as something that is very significant and should not be underestimated. IT Governance Awareness becomes very important for research, which is to study and analyze more deeply so that later it can be known in detail especially with regard to any important areas that can influence the success in implementing IT Governance. This study aims to find an important area in IT Governance awareness that was developed into an assessment model that can determine the level of IT Governance awareness in an organization and is used as an input that can be used as a reference for improving the implementation of IT Governance in the future on an ongoing basis. This research methodology consists of 10 stages carried out both qualitatively and quantitatively which consist of literature studies, expert opinions, focus group discussions, integration and synchronization, determining important areas, making models, validation tests,  assessment and grouping systems, models testing and ends with conclusions and suggestions. The results obtained from this study stated that risk management is the most important area among other areas by having the highest percentage of 40% and in the dimension of awareness, the behavior has the highest percentage of 50%. In addition, this study also resulted in an assessment and grouping system which was divided into three categories: good (80≤ NK ≤100), moderate (60≤ NK <80) and less (NK<60), where NK is the value of consciousness. Finally, this research is expected to contribute concretely in the development of knowledge, especially in the field of IT Governance, which can later be used as input for relevant stakeholders regarding the implementation of IT Governance which will be used as a basis for efforts to improve the quality of better performance in the future.

 

"
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2020
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Khafidh Sunny Al Fajri
"Pertumbuhan pesat teknologi informasi dan komunikasi juga mengakibatkan peningkatan signifikan tindakan kejahatan siber. Menurut Laporan Pemantauan Keamanan Siber Tahunan oleh Badan Siber dan Sandi Negara, terjadi 495 juta kejadian anomali lalu lintas atau upaya serangan pada tahun 2020, yang meningkat menjadi 1,6 miliar pada tahun 2021 di Indonesia. Penerapan standar ISO 27001 untuk sistem manajemen keamanan informasi (SMKI) dapat membantu mengurangi upaya serangan siber tersebut. Penelitian ini berfokus pada studi kasus lembaga pemerintah, Direktorat Informasi Kepabeanan dan Cukai, yang beroperasi di bidang penerimaan bea dan cukai dan telah menerapkan SMKI serta menjalani audit internal, namun hanya sebatas kelengkapan dokumen saja. Oleh karena itu, diperlukan pemodelan penilaian SMKI yang lebih mendalam sesuai dengan standar ISO 27001. Penelitian ini mengusulkan model penilaian SMKI dengan mengintegrasikan ISO 27002 dan 27004, dimana fungsi panduan ISO 27002 diubah menjadi parameter penilaian dan ISO 27004 digunakan untuk mengukur kinerja kontrol keamanan informasi. Dengan menggunakan model ini, nilai SMKI dari studi kasus diperoleh sebesar 45,17 dari skala 100 yang jauh berbeda dengan hasil audit internal studi kasus bernilai 4,08 dari skala 5 atau 82 dari skala 100.

The rapid growth of information and communication technology has led to a significant increase in cybercrime. According to the Annual Cybersecurity Monitoring Report by the National Cyber and Cryptography Agency, there were 495 million instances of traffic anomalies or attempted attacks in 2020, which rose to 1.6 billion in 2021 in Indonesia. The implementation of the ISO 27001 standard for Information Security Management Systems (ISMS) can help mitigate these cyberattack efforts. This research focuses on a case study of a government institution, the Directorate of Customs and Excise Information, operating in customs duty collection, which has implemented ISMS and undergone internal audits, but only to the extent of document completeness. Therefore, a more in-depth ISMS assessment model is needed in accordance with ISO 27001 standards. This study proposes an ISMS assessment model by integrating ISO 27002 and 27004, wherein the functions of ISO 27002 guidelines are transformed into assessment parameters, and ISO 27004 is utilized to measure the performance of information security controls. Using this model, the ISMS score for the case study is determined to be 45.17 on a scale of 100, which significantly differs from the internal audit results of the case study, valued at 4.08 on a scale of 5 or 82 on a scale of 100."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ekawati Marlina
"Data penelitian merupakan output dari kegiatan penelitian dan aset penting bagi institusi penelitian. Research data management (RDM) merupakan aktivitas penyimpanan, akses, dan pelestarian dari data yang dihasilkan dari proyek penelitian. Implementasi RDM di institusi penting dalam mendukung berbagi data dan kolaborasi. Tujuan dari penelitian ini yaitu membangun model penilaian kesiapan RDM. Model yang dapat digunakan untuk membantu institusi penelitian dalam menilai tingkat kesiapan dan mengidentifikasi kesenjangan untuk mengembangkan strategi dalam menerapkan RDM. Model penilaian kesiapan RDM terdiri dari dua komponen, yaitu model kesiapan dan metode penilaian kesiapan. Model kesiapan dibentuk dari sejumlah faktor yang merupakan standar kriteria untuk menyiapkan institusi dalam menerapkan RDM. Kerangka kerja technology, organization, people, dan environment (TOPE) digunakan sebagai panduan dalam memilih faktor dan indikator. Fuzzy Delphi Method digunakan untuk memvalidasi faktor dan indikator yang diturunkan dari literatur. Faktor yang dihasilkan kemudian diintegrasikan dengan faktor yang diperoleh dari hasil wawancara dengan pengelola data penelitian di beberapa institusi penelitian di Indonesia. Setelah dilakukan validasi pakar, hasil akhir dari model kesiapan RDM terdiri dari empat dimensi, 13 faktor dan 42 indikator. Penelitian ini mengungkapkan bahwa lingkungan merupakan faktor kunci dari kesiapan RDM, faktor ini belum dibahas pada penelitian sebelumnya. Komponen kedua dari model penilaian kesiapan RDM yaitu metode penilaian yang terdiri dari pembobotan kriteria, instrumen penilaian, dan klasifikasi level kesiapan. Bobot dari dimensi dan faktor kesiapan ditentukan dengan menggunakan best worst method. Urutan dimensi berdasarkan besaran bobot yaitu technology, people, organization, dan environment. Besaran dari rentang nilai pada level kesiapan diperoleh berdasarkan pendapat dari para pakar. Kategorisasi dari level kesiapan RDM yaitu rendah (0 - 1,55), sedang (1,56 - 3,45), dan tinggi (3,46 - 5.00). Dalam penelitian ini, purwarupa dikembangkan sebagai sarana uji validasi dari model penilaian kesiapan yang dikembangkan. Pengujian black box menunjukkan bahwa fungsionalitas antar muka dari purwarupa berjalan dengan baik. Nilai system usability scale (SUS) sebesar 73,57 mengindikasikan bahwa antar muka dapat diterima. Sepanjang pengetahuan dari peneliti, model penilaian kesiapan yang siap pakai, dilengkapi dengan bobot dari dimensi dan faktor, dan level kesiapan belum ditemukan untuk konteks RDM khususnya untuk konteks Indonesia. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan oleh institusi penelitian untuk menilai kesiapan mereka dan mengidentifikasi area perbaikan dan mengurangi potensi kegagalan dalam implementasi RDM.

Research data is the output of research activities and an important asset for research institutions. Research data management (RDM) is the activity of storing, accessing, and preserving data generated from research projects. RDM adoption in institutions is crucial for fostering data sharing and collaboration. The aim of this study is to provide a model for evaluating RDM preparedness. A model that can be used to help research institutes evaluate their level of preparedness and identify any gaps before developing strategies for implementing RDM. The RDM readiness assessment model consists of two components, namely the readiness model and the readiness assessment method. The readiness model is composed of a number of factors that are prerequisites for preparing institutions to implement RDM. The technology, organization, people, and environment (TOPE) framework is used as a guide in selecting factors and indicators. The Fuzzy Delphi Method is employed to validate the factors and indicators derived from the literature. The derived factors are then integrated with those learned from interviews with research data managers at various research institutions in Indonesia. The RDM readiness model ultimately consists of four dimensions, 13 factors, and 42 indicators after expert validation. The environment, which was not previously covered in studies, is revealed in this study to be a critical aspect in RDM readiness. The assessment technique, which is made up of weighting criteria, assessment instruments, and a readiness level categorization, is the second part of the RDM readiness assessment model. The best-worst method is used to calculate the weights of the readiness dimensions and factors. The order of dimensions based on the amount of weight is technology, people, organization, and environment. Expert reviews are used to determine the size of the range of values at the level of readiness. RDM readiness levels are divided into three categories: low (0 - 1.55), medium (1.556 - 3.45), and high (3.46 - 5.00). In this study, a prototype was developed as a means of validity testing of the readiness assessment model. Black box testing shows that the interface functionality of the prototype is running well. The interface has a satisfactory system usability scale (SUS) score of 73.57. To the best of the researchers' knowledge, there are no ready-to-use readiness assessment models for the RDM context, particularly for the Indonesian environment, that include weights from dimensions and components and levels of readiness. The results of this study can be used by research institutions to assess their readiness and identify areas for improvement and reduce potential failures in RDM implementation.
"
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library