Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mochammad Arief Wicaksono
"Tulisan ini membahas tentang berkurangnya signifikansi ritual dan aktivitas pertanian yang terjadi di masyarakat Lio pada Desa Nggela, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur. Saya berpandangan bahwa dalam kurun waktu empat dekade terakhir, telah terjadi peruhahan dominasi mode produksi pada masyarakat Nggela seiring dengan munculnya sumber-sumber penghasilan baru di luar pertanian, mulai dari mode produksi perkebunan tanaman komoditas, tenunan, dan pariwisata. Perubahan dominasi mode produksi ini berimplikasi pada perubahan-perubahan sosial pada aturan dan implementasi adat, ritual, serta pola perkawinan dan kekerabatan yang cenderung mengarah pada kondisi semakin berkurangnya signifikansi ritual serta relevansinya dengan aktivitas pertanian. Selain berfokus pada aspek perubahan cara produksi dan hubungan produksi dalam kerangka mode produksi, saya juga menggunakan pendekatan produksi sosial, praktik, dan sejarah untuk melihat bagaimana peristiwa-peristiwa yang terjadi menimbulkan dinamika internal yang berimplikasi pada hubungan-hubungan antara manusia, alam, tenaga kerja, dan hubungan antarmanusia itu sendiri di Nggela. Hasil penelitian adalah sebagai berikut: pertama, masyarakat Nggela masih terikat pada prinsip-prinsip kekerabatan dan di dalamnya terdapat lebih dari satu produksi. Kedua, kisah asal-usul masih menjadi dasar legitimasi otoritas pemimpin adat di Nggela. Ketiga, perubahan-perubahan yang terjadi pada pola perkawinan dan kekerabatan serta fenomena migrasi keluar, meskipun tidak secara langsung menyebabkan perubahan pada mode produksi pertanian, tetapi menciptakan kondisi yang mengarah pada perubahan tersebut. Keempat, perubahan mode produksi tidak hanya terjadi pada produksi material, tetapi juga perlu diproblematisasi perihal produksi sosialnya. Kelima, sejumlah peristiwa yang terjadi dalam empat dekade terakhir meniumbulkan dinamika internal yang menyebabkan stransformasi sosial-ekonomi. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode etnografi dengan teknik pengamatan terlibat dan wawancara mendalam.

This paper discusses the less significance of rituals and agricultural activities among the Lio in Nggela Village, Ende, Flores, Eastern Nusa Tenggara. In my idea, in the last four decades, there has been a shift in the dominance of production modes in the Nggela people along with the emergence of new sources of income outside of agriculture, ranging from modes of production of commodity crop plantations, weaving, and tourism. This change in the dominance of mode of production has implications for social changes in the rules and implementation of customs, rituals, marriage and kinship patterns that tend to lead to conditions of diminishing ritual significance and relevance to agricultural activities. In addition to focusing on aspects of changing ways of production and production relations within the framework of modes of production, I also use social production, practice, and historical approaches to see how the events that occur give rise to internal dynamics that have implications for the relations between humans, nature, labor, and human relations themselves in Nggela. The results of the study are as follows: first, the Nggela people are still bound to the principles of kinship and in it there is more than one modes of production. Second, the origin story is still the basis for the legitimacy of the authority of indigenous leaders in Nggela. Third, the changes that occur in the patterns of marriage and kinship and the phenomenon of outward migration, although not directly causing changes in the mode of agricultural production, but creating conditions that lead to such changes. Fourth, changes in the mode of production do not only occur in material production, but also need to be problematized regarding social production. Fifth, a number of historical moment that have occurred in the last four decades have caused internal dynamics that have led to socio-economic transformation.This research was conducted using ethnographic methods with participant observation techniques and in-depth interviews. "
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cistine Almabella Sirani
"Beberapa tahun belakangan, aktivisme brand menjadi tren sebagai strategi pemasaran yang marak dilakukan oleh berbagai industri. Dengan mengambil pendirian terhadap isu sosial, bisnis-bisnis berupaya meningkatkan relevansinya dalam masyarakat dan membentuk loyalitas konsumernya. Studi-studi terdahulu cenderung berfokus untuk mengeksplorasi implikasi penerapan aktivisme brand bagi bisnis, ataupun memahami fenomena ini sebagai bentuk apropriasi korporasi terhadap nilai-nilai resistensi masyarakat. Penelitian ini akan melihat bagaimana fenomena ini bekerja dalam industri fashion menggunakan teori budaya konsumer perspektif Production of Consumption, berargumen bahwa nilai-nilai aktivisme dijadikan sebagai landasan dari mode produksi yang tidak hanya berfokus dalam penjualan komoditas, direproduksi menjadi konten budaya yang terkandung dalam produk yang dipasarkan dalam rangka menarik masyarakat untuk menjadi konsumer. Industri fashion sendiri memiliki ambivalensi dalam posisinya atas isu-isu sosial. Di satu sisi berperan dalam menyebarkan nilai-nilai aktivisme dalam masyarakat, namun di sisi lain merupakan penyebab dari beragam masalah sosial. Studi kasus akan dilakukan pada brand fashion lokal Saint York, untuk melihat bagaimana bisnis fashion terutama dalam konteks industri lokal menggunakan aktivisme brand dalam strategi pemasarannya, termasuk terkait usaha mereka dalam mempertimbangkan konsekuensi-konsekuensi dari proses produksi dan pemasarannya yang tidak asing kerap menyumbang beragam implikasi negatif bagi lingkungan dan kehidupan sosial-budaya, serta bagaimana penerapan aktivisme brand berdampak pada dinamika bisnisnya.

In recent years, brand activism has become a trend as a marketing strategy that is widely used by various industries. By taking a stand on social issues, businesses seek to increase their relevance in society and build consumer loyalty. Previous studies have tended to focus on exploring the implications of implementing brand activism for business, or understanding this phenomenon as a form of corporate appropriation of societal resistance values. This study will look at how this phenomenon works in the fashion industry using the theory of consumer culture in the perspective of Production of Consumption, arguing that activism values ​​are used as the basis of a production mode that is not only focused on selling commodities, but is reproduced into cultural content contained in products marketed in Indonesia. order to attract people to become consumers. The fashion industry itself has ambivalence in its position on social issues. On the one hand, it plays a role in spreading activism values ​​in society, but on the other hand it is the cause of various social problems. A case study will be conducted on local fashion brand Saint York, to see how fashion businesses the local industry, use brand activism in their marketing strategies, including their efforts to consider the consequences of their familiar production and marketing processes that often contribute to various negative implications. for the environment and socio-cultural life, as well as how the application of brand activism has an impact on the dynamics of its business."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khofiyana Putri Widyaningrum
"Tradisi membatik di Kabupaten Kendal pernah mengalami keterpurukan, namun dewasa kini tradisi tersebut dimunculkan kembali dan mengalami perubahan. Sebagai wujud budaya yang mengandung nilai dan gagasan tertentu, batik telah mengalami perkembangan, baik dari segi teknik, proses pembuatan, corak atau motif, serta fungsi sebagai dampak dari perjalanan zaman dan sentuhan budaya lain. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis perubahan dari motif batik yang ada di Kabupaten Kendal berdasarkan karakteristik wilayah pembatikannya, serta keterkaitan dari teknologi dan pelaku yang dalam penelitian ini dipandang sebagai mode produksi terhadap perubahan dari motif batik tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan ideografis, yang dieksplorasi dengan melalui dua kasus, yakni Batik Linggo yang mewakili wilayah batik dataran tinggi dan Batik Widji yang mewakili wilayah batik dataran rendah. Metode pengumpulan data dilakukan melalui studi literatur, observasi, dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan motif batik di Kabupaten Kendal meliputi unsur-unsur yang baru dimunculkan yang merepresentasikan wilayah pembatikan, perluasan pemaknaan, dan perluasan perspektif wilayah pembatikan yang kini didasarkan pada letak geografis. Pada awal kemunculan, motif hanya berupa unsur alam seperti flora dan fauna yang seragam, namun dewasa kini dimunculkannya unsur seperti motif cerita sejarah, pola aktivitas penduduk, hingga motif peninggalan sejarah, dan flora fauna khas. Munculnya unsur-unsur baru tersebut juga didasarkan dari pengrajin batik yang ingin menonjolkan karakteristik wilayah serta keunikan lain yang ditemukan di sekitar wilayah pembatikan mereka, yakni dataran rendah dan dataran tinggi. Perubahan dari motif batik di Kabupaten Kendal tersebut diiringi oleh perubahan dari mode produksi batiknya, di mana keduanya menunjukkan hubungan yang timbal balik. Antara perubahan motif batik dengan perubahan mode produksi tersebut diikat oleh aspek yang sama, yakni aspek pelaku pembatikan.

The batik tradition in Kendal Regency was on the verge of losing its identity. However, it has now been revived and is undergoing incredible changes. As a form of culture that embodies certain values and ideas, batik has evolved in terms of technique, manufacturing process, patterns or motifs,, as well as function as a result of the passage of time and the touch of other cultures. This research was conducted to analyze changes in batik motifs in Kendal Regency based on the characteristics of the batik making area, as well as the relationship between technology and actors which in this research are seen as modes of production on changes in batik motifs This research is qualitative research with a ideographic approach, the research explored two cases, namely Batik Linggo, which represents the highland batik area, and Batik Widji, which represents the lowland batik area. The research findings reveal that changes in batik motifs in Kendal Regency include newly emerged elements that represent batik-making areas, expanding meanings, and perspectives on batik-making areas based on geographical location. In the beginning, motifs only consisted of natural elements such as uniform flora and fauna. But now, elements such as historical story motifs, population activity patterns, historical heritage motifs, and typical flora and fauna have emerged. These elements highlight regional characteristics and the uniqueness found around their batik-making areas, namely the lowlands and highlands. The changes in batik motifs in Kendal Regency are accompanied by changes in the batik production mode. Changes in batik motifs and mode of productions are both tied to the batik maker."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library