Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sofyan Yamin
Abstrak :
Nuansa kebijakan pengentasan orang miskin selama ini terkesan menitikberatkan pada pendekatan ekonomi dengan peran Negara yang sangat dominan. Meskipun tingkat kemiskinan menurun tapi tidak terlalu signifikan. Revitalisasi pengentasan orang miskin dengan mendorong faktor non ekonomi dan partisipasi masyarakat menjadi sangat penting. Penelitian sebelumnya seperti Narayan dan Pritchett (1997), Grootaert (1998), Krishna dan Uphoff (1999) mengkonfirmasi bahwa modal sosial dinilai sebagai jembatan yang memfasilitasi kerjasama lebih baik dalam penyediaan pelayanan serta memberikan keuntungan kepada semua anggota masyarakat dan komunitas. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa peran modal sosial terkait dengan bonding dan bridging dalam mendorong pengentasan orang miskin dan melindungi kerentanan kelompok miskin. Dengan menggunakan data BPS Susenas 2012 Modul Sosial Budaya dan Pendidikan dan dengan mengaplikasikan model ekonometrik persamaan simultan (untuk menghilangkan permasalahan endogeinity problem antar variable antara modal sosial dan kondisi kemiskinan) menunjukan bahwa modal sosial melalui dimensi bonding (jaringan pertemanan, saudara dan bertetangga) dan dimensi bridging (jaringan perkumpulan) terbukti secara empiris mempunyai peran penting dalam mengurangi kedalaman kemiskinan dan juga mampu mendorong orang miskin keluar dari kemiskinan. Hasil ini sejalan dengan penelitian Woolcock dan Narayan (2000) bahwa rumah tangga miskin akan keluar dari garis kemiskinan bila memiliki peran sinergi yang tidak terpisahkan antara modal sosial bonding dan bridging yang tinggi. Mengingat masyarakat Indonesia mempunyai minat tinggi (82.3%) untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan (BPS, 2013). Maka pendekatan pengentasan orang miskin berbasis modal sosial sudah sepantasnya perlu diperhatikan oleh pembuat kebijakan.
The poverty alleviation program that formulated by government had focussed on economical approach, in which government took a dominant role. Poverty rate has been reduced, but not in significant way. Revitalization of poverty alleviation programs by promoting non-economic factors and participation of community becomes important. Previous studies, such as Narayan dan Pritchett (1997), Grootaert (1998), Krishna and Uphoff (1999) confirmed that social capital has taken role as a bridge which facilitate a better cooperation in providing service and give benefits for the community. This study aims to analyze the role of social capital related to the bonding and bridging dimension in promoting poverty alleviation and protecting the poor from vulnerability. This study uses BPS Susenas 2012 data, Social Culture and Education Modul. Using the simultaneous equation model to facilitate the endogeneity problem between social capital and poverty variable, the bonding and bridging dimension has showed the significant effect to decrease the vulnerability and pulled out the poor from the poverty line. This result is in line with Woolcock and Narayan (2000) that the poor would be able to leave the poverty line if they maintain high bonding and bridging level. The Indonesians showed high willingness (82.3%) to participate in social activity (BPS, 2013), therefore social capital approach should be considered by policy maker to formulate poverty alleviation program.
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T43178
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Niken Ayu Puspita Rini
Abstrak :
Beberapa studi yang membahas tentang upaya mereduksi eksklusi sosial pada penyandang disabilitas cenderung memfokuskan kajiannya pada aspek kebijakan dan peningkatan kemampuan penyandang disabilitas itu sendiri. Namun, studi sebelumnya kurang melihat akses terhadap sumber daya juga berkaitan dengan jaringan sosial, nilai, dan kepercayaan. Hal ini lah yang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian yang berfokus pada peran modal sosial dalam mewujudkan inklusi sosial bagi penyandang disabilitas di desa sebagai upaya melengkapi kajian sejenis. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pengumpulan data melalui wawancara mendalam, observasi, dan studi dokumen. Konsep modal sosial yang digunakan dalam penelitian ini merupakan buah pikiran dari Putnam. Hal ini didasarkan karena dalam mewujudkan inklusi sosial keterlibatan berbagai aktor sangat diperlukan sehingga peneliti berargumen modal sosial bonding, bridging, dan linking yang dipaparkan oleh Putnam menjadi salah satu mekanisme dalam mewujudkan inklusi sosial bagi penyandang disabilitas. Modal sosial bonding berperan untuk membangun solidaritas di dalam kelompok untuk memperjuangkan isu inklusi sosial bagi penyandang disabilitas. Sedangkan, modal sosial bridging yang merupakan jaringan antara penyandang disabilitas dengan masyarakat non disabilitas mempengaruhi penerimaan sosial dan memperbesar peluang keterlibatan penyandang disabilitas dalam berbagai kegiatan. Terakhir, modal sosial linking yang sifatnya vertikal memberikan akses yang lebih besar terhadap sumber daya, seperti fasilitas umum, layanan dasar, anggaran khusus, dan keterlibatan penyandang disabilitas dalam mempengaruhi kebijakan di desa. ......Several studies that discuss efforts to reduce social exclusion in persons with disabilities tend to focus their studies on aspects of policy and increasing the abilities of persons with disabilities themselves. However, previous studies have not looked at access to resources as well as related to social networks, values, and trust. This is what prompted researchers to conduct research that focuses on the role of social capital in realizing social inclusion for persons with disabilities in villages as an effort to complement similar studies. The method used in this study is a qualitative method with data collection through in-depth interviews, observation, and document study. The concept of social capital used in this study is the brainchild of Putnam. This is based on the fact that in realizing social inclusion the involvement of various actors is necessary, so researchers argue that the bonding, bridging, and linking social capital presented by Putnam is the village's strength in realizing social inclusion for persons with disabilities. Bonding social capital plays a role in building solidarity within the group to fight for the issue of social inclusion for persons with disabilities. Meanwhile, bridging social capital, which is a network between persons with disabilities and the non-disabled community, influences the social acceptance and involvement of persons with disabilities in various activities. Finally, social linking capital which is vertical in nature provides greater access to resources, such as public facilities, basic services, special budgets, and involvement in influencing village policies.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library