Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 59 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siti Azizah Namirah
"Skripsi ini membahas mengenai Peran Organisasi Non Pemerintah (Ornop) dalam Mitigasi Bencana (Studi Kasus Perkumpulan Keluarga Peduli Pendidikan/KerLiP). Peran Ornop yang dilihat dari penelitian ini ialah dalam mitigasi bencana khususnya mitigasi bencana non-struktural dan pendidikan pengurangan risiko bencana(PRB). Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus dengan metode kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa KerLiP sebagai Ornop melakukan peran dalam mitigasi bencana non-struktural pada level pertengahan dan makro.

This research discusses about Role of Non Government Organization (NGO) in Disaster Mitigation (Case Study Perkumpulan Keluarga Peduli Pendidikan/KerLiP). Role of Ngos which is discussed in this research are in disaster mitigation particular ini non-structural mitigation and education of disaster risk reduction (DRR). This research uses case study approach and qualitative method. The research result shows that KerLiP as NGO execute roles ini non-structural mitigation at the midlevel and macrolevel of intervetion."
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Boca Raton: CRC Press, Taylor & Francis Group, 2009
620.112 23 COR
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Made Handijaya Dewantara
"ABSTRAK
Tourism industry in Indonesia, particulary in Bali and Lombok tourism, show their fragile characteristics in dealing with disaster after disruption. Thus, disaster mitigation efforts are needed in restoring image of tourism destinations after corona virus disaster ends."
Jakarta: The Ary Suta Center, 2020
330 ASCSM 49 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rizqa Ula Fahadha
"ABSTRAK
Meningkatnya persaingan bisnis memotivasi perusahaan untuk meningkatkan efisiensi dan mengantisipasi ketidakpastian dalam aktivitas rantai pasok. Untuk dapat survive dalam lingkungan bisnis yang kompetitif, sangat penting bagi perusahaan untuk memiliki manajemen risiko rantai pasok yang tepat. Fokus manajemen risiko rantai pasok adalah memahami dan mencoba untuk meminimalisir efek gangguan bisnis yang mungkin terjadi pada aktivitas rantai pasok. Pada penelitian ini dilakukan pengembangan metode House of Risk HOR yang terbukti merupakan suatu pendekatan proaktif yang dapat memitigasi risiko yang terjadi. Namun, HOR masih memiliki beberapa kelemahan diantaranya belum adanya pembobotan bagi masing-masing kejadian risiko sehingga memungkinkan terjadi bias, belum adanya pengujian korelasi antar kejadian risiko dan korelasi antar sumber risiko. Salah satu metode yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut adalah Analytical Hierarchy Process AHP yang dapat membantu memberikan proporsi berbeda pada masing-masing kriteria maupun kejadian risiko dan adanya penambahan top roof atap atas dan side roof atap samping untuk membantu memberikan korelasi yang dibutuhkan.

ABSTRACT
Increased business competition motivates companies to improve efficiency and anticipate uncertainty in supply chain activity. In order to survive in a competitive business environment, it is imperative for a company to have an appropriate supply chain risk management. The focus of supply chain risk management is to understand and try to minimize the possible business interruption effects on supply chain activity. In this research, the House of Risk HOR method was developed which proved to be a proactive approach that can mitigate the risks. However, HOR still has several weaknesses such as lack of weighting for each risk occurrence to allow for bias, no correlation test between risk events and correlation among source of risk. One method that can be done to solve the problem is Analytical Hierarchy Process AHP which can help to give different proportions on each criterion or risk occurrence and the addition of top roof and side roof to help provide Correlation required."
Lengkap +
2017
T48148
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Situmorang, Charles Edward
"Peningkatan Gas-gas Rumah Kaca (GRK) akibat kegiatan manusia alamiah dapat menyebabkan perubahan iklim bumi yang memberi pengaruh merugikan pada lingkungan hidup dan kehidupan manusia.
Peranan konsentrasi GRK yang stabil di atmosfir mempunyai arti yang sangat penting bagi keberlanjutan kehidupan di bumi, di mana adanya GRK khususnya CO2. dan CH4 yang berlebihan akan dapat meningkatkan panas bumi, dengan meningkatnya panas bumi akan dapat menyebabkan naiknya permukaan air laut. Bila hal ini terjadi maka akan dapat mengancam kehidupan negara kita sebagai negara kepulauan dimana pemukiman, pertanian dan lain-lainnya berada di kawasan pesisir.
Indonesia mempunyai peranan strategis dalam struktur iklim geografis dunia karena sebagai negara tropis equator yang mempunyai hutan tropis basah terbesar kedua di dunia dan negara kepulauan yang memiliki laut terluas di dunia mempunyai fungsi sebagai penyerap GRK yang besar.
Berdasarkan hal tersebut di atas, penelitian ini dimaksudkan untuk :
1. Mendapatkan suatu cara prakiraan rosot dan emisi C02 di sektor kehutanan sesuai kondisi hutan tropis Indonesia.
2. Mendapatkan suatu model komputer untuk meramalkan rosot dan emisi C02 di masa mendatang sesuai dengan kondisi hutan Indonesia.
3. Mendapatkan suatu pilihan mitigasi untuk memperoleh net C02 yang lebih besar di sektor kehutanan.
Dari permasalahan tersebut, hipotesa yang diajukan adalah :
1. Ada kecenderungan Total rosot C02 dan Total emisi C02 meningkat akibat kegiatan manusia dan alam.
2. Peningkatan net C02 di sektor kehutanan lebih besar, bila dilakukan minimisasi emisi C02.
Metode.
Untuk menghitung besar Rosot CO2. dan Emisi C02 di Sektor Kehutanan dipakai model diagram alir Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) dengan teknik pengambilan sampel lnventori, sementara untuk meramalkan besar rosot CO2 dan emisi C02 tersebut dipakai model komputer Program Powersim yang dimodifikasi dari diagram alir model IPCC (1995) tersebut di atas.
Hasil Inventori
Perhitungan Rosot dan Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dipakai dengan metode IPCC (1995) di Sektor Kehutanan dengan tahun basis 1990 yang membagi 3 (tiga) kegiatan yaitu: 1. Perubahan stok biomassa dan hutan; 2. Konversi hutan dan alang-alang; 3. Pengelolaan lahan yang diabaikan.
1. Perubahan Stok Biomassa dan Hutan
Hasil perhitungan Rosot CO2. dan Emisi CO2 diperoleh emisi sebesar 1.569.519,73 kiloton CO2. (kt. C02).
Pemisahan (sequestration) CO2 dari pertumbuhan kembali hutan produksi dan konversi pada tahun 1990 sebesar 93% dipisahkan dan dan hutan tanaman industri hanya 4%, dengan demikian hutan dapat merupakan rosot CO2. Dalam studi ini, biomassa yang dipakai sebagai kayu bakar diasumsikan 10% dari produksi biomassa hutan tanaman, 15% dan produksi hutan produksi dan konversi serta 15% dari produksi hutan bakau.
Jumlah biomassa untuk kayu bakar yang sebesar 10% tersebut adalah 2.541,12 kilo ton (kt).
Selanjutnya, komsumsi kayu untuk kegunaan lainnya pada tahun 1990 sebanyak 22.632,25 kt, jika ditambahkan dengan komsumsi kayu bakar= 2.541,12+ 22.632,25 kt= 25.173,37 kt, sedang kayu yang diambil dari penebangan hutaan sekitar 24.726,13 kt, jadi total komsumsi kayu dari Stok= 447,24 kt atau total komsumsi kayu- total kayu tebangan, jadi Pemisahan Karbon= 428.050,84 kt yang ekivalen dengan 428.050,84 x 44/12 kt CO2= 1.569.51,73 kt CO2.
2. Konversi Hutan dan Alang-alang
Hasil inventori untuk konversi hutan Alang-alang diperoleh sebesar 1055,16 Kha.
Emisi CO2 dari Pembakaran hutan alang-alang, Proses pembusukan dan Pelepasan karbon tanah, untuk jati dan non jati, kebanyakan biomassanya dibakar di luar hutan (umumnya dipakai sebagai bahan bakar kayu) besarnya sekitar 24.726,13 kiloton karbon (kt.C) dan Pembakaran di dalam hutan 2.541,12 kt.C. Bila digabungkan keseluruhan maka komsumsi kayu bakar sekitar 24.726,13+ 2.541,12= 27.267,25 kt.C.
Menurut survei Departemen Kehutanan tahun 1977, komsumsi rerata kayu bakar= 0,81 m3/tahun/orang, jika massa jenis kayu bakar= 0,45 t/m3. Maka dengan populasi Indonesia yang berjumlah sekitar 180 juta jiwa, total konsumsi kayu bakar- 0,81x 0,45x 180.000.000= 65.610 kt. Bila ditaksir komsumsi kayu bakar dalam perhitungan ini sebesar 27.267,25 kt, maka berarti sekitar 42% atau 7.267,251 65.610 x 100%= 42%.
Total karbon yang dilepas dari pembakaran biomassa di luar dan di dalam hutan sekitar 10.014,08 kt.C dan 21.048,25 kt.C . Selanjutnya karbon yang dilepaskan dari proses pembusukan dihitung sebesar 16.617 kt.C dan dart tanah sekitar 21.776,62 kt.C. Jadi total karbon yang dilepaskan dari hutan alang-alang yang dikonversi sekitar 69456,94 kt.C atau ekivalen dengan 69456,94 x 44112 = 254676,87 kt. CO2.
Di dalam perhitungan Karbon yang dilepaskan dari tanah, diasumsikan bahwa kandungan karbon tanah 1,7% dan semua jenis tanah adalah tanah mineral. Kenyataannya ada tanah hutan yang mempunyai tipe tanah gambut sekitar 50- 60%.
3. Pengelolaan Lahan yang Diabaikan
Perhitungan pengambilan karbon oleh pohon pada program afforestration lebih besar daripada reforestration yaitu, sebesar 19,66 kt.C/tahun untuk program afforestration dan 16,59 kt.C/tahun untuk program reforestration.
Pengambilan karbon dari biomassa permukaan tanah pada program afforestration dan lahan yang diabaikan di bawah 18 tahun atau sekitar 3 (tiga) kali dari reforestration yang terjadi. Total pengambilan karbon dari lahan yang diabaikan sekitar 78.722,05 kt atau ekivalen dengan 78.722,05 x 44112 kt. CO2= 228.830,85 kt. CO2.
Dalam analisis ini, laju pertumbuhan tahunan biomassa di atas permukaan tanah untuk afforestration diasumsikan sama dengan laju pertumbuhan Acacia Spp. dan untuk reforestration sama dengan laju pertumbuhan Pinus Spp. Hal ini dimotivasi dari spesies yang dominan di hutan tersebut.
Hasil studi ini menunjukkan bahwa hutan Indonesia berpotensi sebagai rosot CO2. Total pengambilan karbon sekitar 437.388,55 Gg yang ekivalen dengan 1.603 juta ton CO2.
Dengan memodefikasi diagram alir model IPCC (1995) dibentuk model komputer Program Powersim, kernudian dilakukan simulasi model dengan memakai data hasil inventori model IPCC dengan tujuan untuk meramalkan besar Rosot CO2. dan Emisi CO2. di masa mendatang dan menentukan pilihan mitigasi untuk memperoleh Net CO2 yang lebih besar.
Di dalam model ini Net CO2 dipengaruhi 2 (dua) variabel utama yaitu, Rosot CO2 dan Emisi CO2, jadi untuk memperoleh Net CO2 yang besar ada 2 (dua) pilihan yaitu Maksimasi Rosot CO2 dan Minimisasi Emisi CO2.
Kesimpulan
1. Ada kecenderungan Rosot C02 dsn Emisi C02 meningkat akibat kegiatan manusia di sektor kehutanan
2 .Net C02 diperoleh lebih besar, bila dilakukan Minimisasi Emisi C02, sehingga pilihan mitigasi diperoleh dengan minimisasi C02
Hal ini dipilih karena dengan pelipatgandaan data yang sama dari besaran yang sensitip mempengaruhi Rosot dan Emisi diperoleh Net CO2 yang besar pada minimisasi Emisi CO2.
Daftar Pustaka: 44 (1960 - 1996 )

Mitigation Option in the Forestry Sector Based on Model SimulationHuman/ natural activities have substantially increased Greenhouse gases (GHGs) which leads to changes in the earths climate, rendering adverse effects on the environmental and human life.
The role of stable GHGs concentration in the atmosphere is important to sustain life on the earth, the presence of GHGs, especially excessive CO2 and CH4 concentrations will increase heat on the earth. This increase in global warming will cause the sea level to rise. Should this happen it would threaten our country. Being an archipelago nation, therefore human settlements, agriculture, etc are on the coastal zone.
Indonesia has a strategic role in global geographic climate structure because as a nation on the equatorial tropics, possessing the second largest tropical rain forests in the world as well as the archipelago country with the largest ocean in the world that has the potential function of huge GHGs uptake.
Based on the facts above, this study is intended to:
1. Find estimates of CO2 emissions and sinks in the forests sector by condition for Indonesian tropic forest
2. Find a computer model to forecast CO2 emissions and sinks by condition Indonesian tropical forest
3. Find a mitigation option in the forestry sector.
The hypothesis proposed in this research included:
1. The total CO2 emissions and sinks are increasing due to human activities
2. The net increase of CO2 in the forestry sector, is greater when the CO2 minimized emission as a mitigation option.
3.Find a mitigation option in the forestry sector.
Methodology:
To calculate the CO2 sinks and emissions in the forestry sector, the method used is the flow diagram intergovernmental Panel on Climate Change (IPPC) by inventory sampling technique. While to forecast the magnitude of CO2 sinks and emissions the computer model by powersim program with modifications of IPCC model flow diagram (1995) was used.
Result of Inventory
Calculation of GHGs emission and removal, the IPCC method was used (1995) at the Forestry Sector with 1990 as basis and was classified into 3 (three) activities namely: 1. Change in Forest and Other Woody Biomass Stocks; 2. Forest and Grassland Conversion; 3. Abandonment of Managed land.
1. Change in Forest and Other Woody Biomass Stocks
The results of GHGs emission and removals calculation, an emission of about 1,569,519.73 kt. CO2 was obtained. Sequestered CO2 from production and conversion forests regrowth in 1990 was about 93% while that sequestered by industrial forest plantation was only 4%. Thus the role of these forests as a sinks of CO2 is very significant.
In this study, biomass used for fuel wood was assumed to be 10% of plantation forest biomass production, 15% of the produce of production and conversion forests and 15% of mangrove biomass production. It was found that the total fuel wood consumption was 2,541.12 kt, about 10% of the total biomass consumption.
Furthermore, wood consumption for commercial purposes in 1990 was found to be 22,632.25 kt. If it were added to fuel wood consumption, total wood consumption would be 25,173.37 It Thus, the net C-removal was about 428,050.84 kt, which is equivalent to 428,050.84 x 44/12 kt. C02= 1,569, 519.73 kt. CO2.
2. Forest and Grassland Conversion
Results of the inventory analysis forforest and grassland conversion were about 1,055 Kha.
The GHGs released due to forest and grassland conversion were from burning activities, decay processes and released. soil carbon. For Tectona grandis and Non Tectona grandis, most of the biomass were burnt off-site while for others were burnt on-site. The total biomass burnt off-site (commonly used for fuel) was about 24,726.13 kt. If it is combined with the fuel wood consumption mentioned, the total fuel wood consumption would be 27,267.25 kt.
A survey conducted by Departemen Kehutanan (1977) found that the average fuel wood consumption was about 0.8 m3lcaplyear. if the mass of fuel wood type in question is assumed to be 0.45 tonfm3 and the Indonesian population were 180 millions, thus the total fuel wood consumption would be 65,610 kt (180,000,000 * 0.81 * 0.45). Since the estimated fuel wood consumption in this study was 27,267.25 kt, therefore the percentage of Indonesian population who use wood as the source of fuel would be about 42% or (27,267.25/65,610 x 100%) 42%.
The total C-released from on-site and off-site burning were about 21,049.25 and 10,104.08 kt respectively.
Furthermore, C-released due to decomposition process was 16,617 kt, while that from soil was 21,776.62 kt. Thus the total C-released due to forest and grassland conversion was about 254,676.87 kt CO2.
In the calculations of soil carbon released, it was assumed that carbon content of soil was the same for all sites, i.e, 1. % and all soil types were mineral soils. In fact, some of the forests are also found to be peat soils about 50- 60%.
3. Abandoned Management of land.
The calculation of carbon uptake by trees in afforestration program is higher than that by trees in reforestation, namely about 19.66 and 16.59 kt.C/year, respectively. Ground/ Land surface biomass carbon uptake in the afforestration program of abandoned land over the previous 18 years was about three times of that occurring in the reforestation. In total, carbon uptake from abandoned land was about 78,772.05 kt, equivalent to 78,772.05 x 44112 kt. C02= 228,83.85 kt.C02
In this analysis, the annual rate of ground surface biomass growth for afforestration was assumed to be the same as the annual growth rate of Acacia spp. and for reforestation it was assumed to be the same as Pinus.spp. This was motivated by the dominant species in the forest.
The results of this study indicated that Indonesian forests are potential as sink for CO2. Total C-uptake was about 437,338.55 Gg, which is equivalent to 1,603 million ton CO2.
By modifying the IPCC (1995) flow diagram hence, powersim program computer models were build up. The objective in doing so is to predict the magnitude of CO2 sinks and emissions in the future and to determine mitigation options to obtain a much greater net CO2.
In these models, net CO2 is influenced by two main variables namely CO2 sinks and CO2 emissions, so that to obtain maximum net CO2 there are two options, namely maximize CO2 sinks or minimize CO2 emissions.
Conclusion:
1. The total CO2 emissions and sinks are increasing by human activities in the forestry sector
2. Based on the simulation models, maximum net CO2 is . obtained by minimizing CO2 emissions. So that the mitigation option is obtained by minimizing CO2 emissions.
This was chosen because by minimizing CO2 emissions option with doubling the same data from sensitive magnitude in fluencing sinks to maximizing net CO2 by minimizing CO2 emissions.
Total References : 45 ( 1960 - 1996 )
"
Lengkap +
Depok: Program Pascasarjana. Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Herawanti Kumalasari
"ABSTRAK
Indonesia mempunyai sumber panas bumi yang besar namun terletak di perbukitan dan lereng gunung sehingga rawan terhadap longsor, salah satunya adalah lapangan panas bumi X, Provinsi Jawa Barat. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis tingkat risiko longsor yang ditinjau dari tingkat ancaman, kerentanan dan kapasitas serta memberikan alternatif upaya mitigasi bencana melalui penataan ruang. Metode penelitian ini adalah penilaian tingkat risiko dengan pembobotan dan skoring, kemudian sebaran spasial diinterpretasikan kedalam peta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebesar 57 wilayah studi berada pada tingkat risiko longsor sedang atau seluas luas 3.783,2 ha, hal ini disebabkan oleh sebagian besar wilayah studi berada pada tingkat ancaman longsor menengah, tingkat kerentanan tinggi dan tingkat kapasitas sedang. Alternatif upaya mitigasi untuk menjaga keberlanjutan pemanfaatan energi panas bumi ditinjau dari tiga aspek yaitu keberlanjutan ekologi, produksi panas bumi, dan sosial kemudian disusun penataan pola ruang yang dibagi menjadi tiga zona yaitu zona inti, zona penyangga dan zona pengembangan.

ABSTRACT
Indonesia has huge sources of geothermal which are located in mountain hills and slopes, it makes Indonesia prone to landslide. One of the geothermal sources can be found in X geothermal field, West Java Province. The aims of this study are to analysis the risk level of landslide reviewed by the hazard level, vulnerability and capacity and to provide an alternative form of disaster mitigation efforts through the spatial planning. The methods of this research are the assessment of the level of risk by weighting and scoring, then spatial distributions are interpreted into a map. The result of the study shows that 57 or 3.783,2 ha area of the study is in the medium risk level of landslide. It is because most area of the study is in medium risk level with high level vulnerability and medium level capacity. The alternative mitigation effort to keep the sustainability of geothermal energy consumption are reviewed in three aspects which are environmental sustainability, the production of geothermal, and social patterns that are divided into three zones core zone, buffer zone, and transition zone."
Lengkap +
2017
T49790
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Ayu Ritma Ratri
"Abrasi gambut adalah kondisi nyata yang dihadapi masyarakat pesisir pantai utara Pulau Bengkalis yang berhadapan langsung dengan laut lepas Selat Malaka. Meskipun pengendalian laju abrasi telah dilakukan, wilayah gambut pesisir akan tetap terkikis saat musim angin dan gelombang tinggi tiap tahunnya. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis laju perubahan garis pantai, menganalisis pengaruh pengendalian laju abrasi terhadap penurunan laju perubahan garis pantai, mengevaluasi dampak abrasi dan pengendalian laju abrasi terhadap keberlanjutan sosial ekonomi masyarakat. Perubahan garis pantai dianalisis menggunakan Digital Shoreline Analysis System (DSAS) pada Sistem Informasi Geografis (SIG), pengaruh pengendalian laju abrasi dianalisis berdasarkan penambahan luas area akresi yang terbentuk, pengaruh abrasi dan pengendalian laju abrasi terhadap kondisi sosial masyarakat dianalisis berdasarkan hasil kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan laju perubahan garis pantai mengalami peningkatan tiap tahunnya, adanya pengendalian laju abrasi mampu menurunkan laju perubahan garis pantai dan meningkatkan luas area akresi, adanya penurunan pendapatan semakin memperburuk kondisi sosial ekonomi masyarakat miskin, dan perlindungan laju abrasi mengubah perilaku masyarakat dalam memanfaatkan lahan dan bermukim. Kesimpulannya adalah abrasi semakin memperburuk kondisi sosial ekonomi masyarakat akibat penurunan pendapatan dan adanya perlindungan laju abrasi mempengaruhi keberlanjutan sosial ekonomi masyarakat.

The community is experiencing severe peat abrasion within the north coast of Bengkalis Island that faces across the strait of Malacca. Despite implementing abrasion control and mitigation, the coastal peat area is still eroded during the high wave and wind season each year. The study aims to analyse the shoreline change rate and its relation to abrasion control and to evaluate the abrasion impact on the communities' socio-economic sustainability. The shoreline change rate was analysed using the Digital Shoreline Analysis System (DSAS) of Geographic Information System (GIS), the impact on abrasion control lessening the rate was analysed based on the yearly formed accretion areas, and questionaries were used to identify the community social-economic conditions. The results showed that the shoreline rate change had increased every year, the abrasion control can reduce the shoreline rate change and increase the area of accretion, income reduction worsens the socio-economic conditions of the poor, and abrasion control changes the community's behaviour. The study concludes that abrasion worsens the community socio-economic conditions due to income reduction, and abrasion control amends the socio-economic sustainability of the community."
Lengkap +
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cambridge, UK: Cambridge University Press, 2008
363.34 LAR
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Anjar Widianti
"ABSTRAK
organisasi dituntut untuk memberikan kinerja yang prima dalam operasionalnya, namun pada kenyataannya seringkali terjadi gangguan yang mengakibatkan terhambat atau terhentinya kegiatan operasional mereka. PGS Jakarta merupakan salah satu contoh organisasi yang dituntut untuk tetap bisa mempertahankan kelangsungan bisnis mereka di tengah gangguan operasional yang muncul. Namun sayang, PGS Jakarta belum memiliki sebuah dokumen DRP yang dapat dijadikan panduan dalam mengatasi gangguan untuk mempertahankan kelangsungan bisnis mereka.Penelitian ini berfokus pada kegiatan perancangan DRP. Gangguan yang menjadi fokus pada penelitian ini adalah gangguan yang disebabkan oleh faktor SI/TI pada proses bisnis PGS Jakarta. Perancangan ini dilakukan secara bertahap dengan mengikuti kaidah perancangan DRP dari NIST. Tahapan-tahapan yang dilakukan pada penelitian ini adalah pembuatan kebijakan DRP dengan memperhatikan peraturan Title 21 Part 11, Business Impact Analysis dari layanan-layanan aplikasi SI/TI yang ada, Preventive Control Analysis terutama mengenai kendali pencegahan di data center, Pengembangan Strategi Mitigasi terhadap risiko-risiko yang ada dan yang terakhir adalah Pengembangan dokumen DRP yang sesuai dengan kebutuhan organisasi. Hasil dari penelitian ini adalah usulan dokumen DRP untuk PGS Jakarta.
ABSTRAK
organizations are obliged to give excellent performance in their operations, but sometimes there are disruptions which hold or stop their operation activities. PGS Jakarta are one of organization which also need to keep their business continue running eventhough they have disruptions on their operational. Unfortunately PGS Jakarta do not have DRP document which can be their reference to anticipate disruptions in order to keep their business continue running.This research focused on the DRP designing activities to assure business continuity. Disruptions which being focused on this research are disruptions which caused by IS IT factor to PGS Jakarta business process. This designing process performed gradually by following DRP designing steps from NIST. Steps which performed on this research are DRP policy creation which observe Title 21 Part 11 regulation, Business Impact Analysis from existing IS IT application services, Preventive Control Analysis especially related to preventive control in data center, Mitigation Strategy Development against identified risks, and the final step is DRP document Development, which suits with organization needs. The outcome of this research is the draft of Disaster Recovery Plan document for PGS Jakarta."
Lengkap +
2017
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>