Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nirwana
"Permasalahan resistensi antibiotik merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang terus meningkat dan menjadi penyebab utama kegagalan pengobatan infeksi. Banyak penelitian menunjukkan bahwa berbagai senyawa yang diperoleh dari tanaman, berpotensi sebagai antimikroba baru. Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk menguji aktivitas antimikroba dari fraksi-fraksi ekstrak etil asetat buah Garcinia latissima terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 . Penelitian ini dilakukan berdasarkan pada penelitian sebelumnya yang menunjukkan adanya aktivitas antimikroba pada ekstrak etil asetat buah Garcinia latissima terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa. Pengujian aktivitas antimikroba dilakukan menggunakan metode difusi cakram kertas, metode mikrodilusi dengan MTT, dan bioautografi kontak. Dari 22 fraksi, terdapat 14 fraksi yang menunjukkan adanya zona hambatan. Mikrodilusi dengan MTT digunakan untuk menentukan konsentrasi hambat minimal. Seluruh fraksi diujikan dari rentang konsentrasi 5000 ?g/mL hingga 78 ?g/mL. Terdapat 9 fraksi yang memiliki nilai KHM dalam rentang tersebut, sedangkan fraksi lainnya memiliki nilai KHM lebih dari 5000 ?g/mL. Bioautografi kontak kemudian diujikan terhadap 14 fraksi aktif. Fraksi-fraksi aktif ekstrak etil asetat buah Garcinia latissima dianggap memiliki aktivitas antimikroba yang lemah terhadap Pseudomonas aeruginosa berdasarkan nilai KHM yang dimilikinya. Adapun fraksi yang cukup kuat dari seluruh fraksi yang diujikan adalah fraksi J dan fraksi V.

Antibiotic resistance is an increasing public health problem and a major cause of infection treatment failure. Many studies showed that chemical compounds in plants, can potentially be a source of new antimicrobial. The aim of this study was to assess the antimicrobial activity of the fractions of ethyl acetate extract of Garcinia latissima fruit against Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 . This study was based on a previous research that reported antimicrobial activity of the ethyl acetate extract of Garcinia latissima fruit against Pseudomonas aeruginosa. Antimicrobial activity of fractions were tested using disc diffusion method, MTT microdilution assay, and contact bioautography. Fourteen out of 22 fractions showed zones of inhibition. MTT microdilution assay was used to determine minimum inhibitory concentrations. All fractions were tested from concentrations ranging from 5000 g mL to 78 g mL. There are 9 fractions that have MIC values in that range, while other fractions have MIC value more than 5000 g mL. Contact bioautography were then used to test 14 active fractions. The active fractions of ethyl acetate extract of Garcinia latissima fruit are considered to have weak antimicrobial activity against Pseudomonas aeruginosa based on their MIC value. The most potent fractions of all tested fractions were fraction J and fraction V."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S67593
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Dwi Wahyuni
"Latar belakang. Dermatofitosis adalah infeksi jamur yang disebabkan dermatofita, yang banyak terjadi di negara tropis dan masih menjadi masalah kesehatan kulit di masyarakat, terutama di Indonesia. Infeksi yang disebabkan dermatofita memerlukan pengobatan antijamur yang lama, dan dapat terjadi kekambuhan dan kronisitas. Oleh karena itu, uji kepekaan dermatofita terhadap antijamur sangat menunjang untuk penatalaksanaan pasien. Metode standar untuk uji kepekaan dermatofita yang diakui oleh Clinical and Laboratory Standards Institute (CLSI) adalah metode mikrodilusi kaldu (M38-A2). Metode berbasis agar seperti metode difusi cakram adalah metode alternatif lain yang menjanjikan, karena lebih sederhana, memiliki reprodusibilitas tinggi, murah, dan lebih cepat dibandingkan metode mikrodilusi kaldu.
Tujuan penelitian. Penggunaan metode difusi cakram untuk alternatif uji kepekaan dermatofita terhadap flukonazol.
Metode Penelitian. Desain penelitian ini adalah studi potong lintang. Sampel diperoleh dari pasien dengan diagnosis dermatofitosis di poliklinik Departemen Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo, Jakarta, selama kurun waktu November 2012- Agustus 2013
Hasil dan Pembahasan. Jumlah sampel dermatofita yang diuji adalah 40 sampel yang diisolasi dari 113 spesimen klinik, yang terdiri dari kerokan kulit, kuku, dan rambut. Dilakukan uji kepekaan terhadap flukonazol menggunakan metode difusi cakram dan metode mikrodilusi kaldu M38-A2 CLSI pada 5 spesies yaitu Trichophyton rubrum (20), Trichophyton mentagrophytes (11), Epidermophyton floccosum (4), Microsporum gypseum (3) dan Microsporum canis (2). Korelasi yang signifikan diperoleh antara diameter zona hambat (DZH) dan kadar hambat minimum (KHM) flukonazol terhadap dermatofita (r = - 705; p< 0,001). Sebaran nilai DZH terhadap KHM flukonazol pada kelima spesies dermatofita sangat bervariasi. Nilai ambang diameter zona hambat resisten Trichophyton rubrum terhadap flukonazol adalah 43 mm, dengan nilai sensitivitas 78% dan spesifisitas 55% pada kurva ROC, dengan nilai area under curve (AUC) 0,712 dan nilai p > 0,05.
Kesimpulan. Metode difusi cakram dapat menjadi pemeriksaan alternatif yang mudah untuk uji kepekaan dermatofita terhadap antijamur di laboratorium klinik rutin, walaupun masih perlu diujikan kembali dengan sampel yang lebih banyak.

Background. Dermatophytosis is a fungal infection caused by dermatophytes, which is major public skin problems in tropical countries, particularly in Indonesia. Dermatophyte infections need long-term treatment with antifungal agents, and often become recurrent and chronic. Therefore, antifungal susceptibility testing of dermatophytes against antifungal is helpful to support patient management. The standard method for antifungal susceptibility testing of dermatophytes which is approved by Clinical and Laboratory Standards Institute (CLSI) is broth microdilution (M38-A2). Agar based methods such as diskdiffusion is another promising method, because it is simple, reproducible, and faster than broth microdilution. Objective. To use disk diffus ion methodas a promising antifungal susceptibilitytesting for dermatophytes against fluconazole.
Methods. Design of this study is cross sectional. Samples were collected from patients with clinical diagnosis of dermatophytoses in the clinic of Dermatology and Venereology in Cipto Mangun Kusumo National Hospital Jakarta, during November 2012 to August 2013.
Result and Discussion. Total of 40 dermatophytes samples were isolated from 113 clinical specimens, which were consisted of skin scrapings, nails, and hair. Susceptibility against fluconazole using the disc diffusion method and broth microdilution method CLSI M38-A2 were tested to 5 species, i.e. Trichophyton rubrum (20), Trichophyton mentagrophytes (11), Epidermophyton floccosum (4), Microsporum gypseum (3) and Microsporum canis (2). A significant correlation was found between the inhibition zone diameter (IZDs) and minimum inhibitory concentration (MICs) to fluconazole (r = - 705; p< 0,001). The distribution of inhibition zone diameter versus minimum inhibitory concentration of fluconazole on five species of dermatophytes was diversed. Threshold value of inhibition zone diameter 43 mm for Trichophyton rubrum resistance againts fluconazole, sensitivity 78% and specificity of 55% were obtained in the ROC curve, and the value of the area under the curve (AUC) 0.712, p>0.05.
Conclusion. Disk diffusion could become a promising method for the antifungal susceptibility testing of dermatophytes against fluconazole in routine clinical laboratory, eventhough it still needs to be tested again with more samples.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elfira Amalia Deborah
"Antibiotik ialah senyawa yang diproduksi oleh beberapa spesies mikroorganisme, yang memiliki kapasitas untuk menginhibisi pertumbuhan atau membunuh bakteri. Namun, dewasa ini penggunaan antibiotik sangat tidak terkendali dan menimbulkan resistensi. Resistensi antibiotik merupakan masalah yang menjadi serius. Antibiotik yang dahulunya efektif dalam mengobati berbagai penyakit, sekarang telah berkurang ataupun hilang efektifitasnya. Karena terlalu banyaknya kasus resistensi, maka diperlukan suatu senyawa baru yang bisa menghasilkan daya antibakteri. Penemuan antibakteri baru dari senyawa dalam tanaman merupakan salah satu solusi terhadap permasalahan ini. Salah satu tanaman yang dapat dimanfaatkan adalah tanaman Garcinia. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, tanaman Garcinia memiliki aktivitas antibakteri. Pada penelitian ini diteliti potensi aktivitas antibakteri pada tanaman Garcinia latissima.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adakah daya antibakteri dari ekstrak-ekstrak Garcinia latissima menggunakan metode Konsentrasi Hambat Minimal KHM kemudian dilanjutkan dengan uji bioautografi pada Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus. Hasil menunjukkan bahwa ekstrak metanol buah dan ekstrak metanol kulit batang tanaman Garcinia latissima terbukti memiliki potensi daya antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus 2.000 g/mL dan 1.500 g/mL dan ekstrak metanol buah dan etil asetat buah tanaman Garcinia latissima memiliki potensi daya antibakteri terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa 3.000 g/mL . Untuk hasil bioautografi menunjukkan hasil positif dari masing-masing ekstrak dalam menghambat pertumbuhan bakteri.

Antibiotic is a compound that produced by some species of microorganisms, which have a capacity to inhibit or kill the bacteria. However, nowadays the using of antibiotic become very uncontrolled and caused resistances. Antibiotic resistance is a very serious problem. An antibiotic which is effective to cure the disease in the past, now has decreased and lost its effectivity. Therefore, the new compound is needed to help the resistance problem. The discovered of new antibiotic compound from herbal plants is one of the potential source of antibacterial compound to solve this problem. One of those plants is Garcinia plant. Based on previous research, Garcinia plant has an antibacterial activity.
This research aimed to determine and to investigate the potency of antibacterial activity from Garcinia latissima extracts with Minimal Inhibitory Concentration MIC and Bioautography assay in Pseudomonas aeruginosa and Staphylococcus aureus. Result indicated that the methanol fruit and cortex of Garcinia latissima have a potency of antibacterial in Staphylococcus aureus 2.000 g mL and 1.500 g mL , also methanol and ethyl acetate fruit extracts have a potency of antibacterial in Pseudomonas aeruginosa 3.000 g mL. For the bioautography assay, showed a positive antibacterial effectivity result in each extract.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S69753
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library