Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aisya Maura
"ABSTRAK
Perkembangan teknologi di era globalisasi memudahkan masyarakat untuk bertukar informasi dari dan keseluruh penjuru dunia. Hal tersebut mendorong masyarakat untuk terus mengikuti perpindahan yang terjadi sebagai upaya untuk bertahan, atau yang Bauman namai metodesurvival-and-gratification consumerism. Pola dalam konsumerisme pada akhirnya menghadirkan para konsumen cacat, yaitu mereka yang tidak mampu mengikuti perpindahan global yang terjadi dalam liquid modernity. Di tengah era liquid modernity, kehadiran gerakan-gerakan fundamental, salah satunya terorisme, merupakan hal yang mustahil menurut Bauman. Menggunakan metode deskriptif analitis dan eksplanasi alternatif, penelitian ini menemukan bahwa beberapa premis atau argumen yang digunakan Bauman untuk mendukung gagasannya mengandung inkonsistensi logis apabila ditelusuri melalui ideologi fundamentalis. Dengan meluruskan beberapa kekeliruan yang terdapat di pemikiran Bauman, penelitian ini menunjukkan bahwa terorisme tetap mungkin untuk hadir di era liquid modernity, bahkan terlihat perkembangannya, sehingga kehadiran terorisme bukan merupakan sesuatu yang terlepas dari liquid modernity.

ABSTRACT
Technological developments in the globalization era makes it easier for people to exchange information from and to all over the world. It encourages people to continue following the movements of the world, as an effort to survive, or what Bauman named it as survival and gratification consumerism method. The pattern of consumerism leads to the existence of flawed consumers, namely those who are unable to keep up the global world movement in liquid modernity era. In the midst of liquid modernity, Bauman thought that the presence of terrorism is not possible. Using descriptive analysis and alternative explanation methods, this study found that some of the premises or reasons used by Bauman to support his claims contains logical inconsistencies if traced in fundamentalist ideology. By rectifying some of the inconsistencies found in Bauman rsquos concept, this study found that terrorism remained undoubtedly in the era of liquid modernity, even showing its still growth as a result of liquid modernity, not as something that was separated from it."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laurentia Naomi Nandatya Massardi
"ABSTRAK
Tidak hanya menjual suara, tubuh seksi dan goyangan erotis menjadi tuntutan bagi perempuan penyanyi dangdut Indonesia untuk kepentingan komersialisasi. Studi-studi terdahulu, menemukan bahwa tuntutan erotisme dan seksualitas didorong oleh pasar musik dangdut dan relasi manajemen dengan penyanyi dangdut.
Peneliti melihat bahwa ada peran yang juga signifikan yaitu aktor pencari bakat (middleman) dalam menciptakan opresi erotisme melalui relasi patron-klien dengan penyanyi dangdut. Pemaksaan yang dilakukan aktor pencari bakat dilanggengkan dengan konstruksi peran gender perempuan di Indonesia yang masih dianggap sebagai obyek hiburan dan sasaran opresi gender melalui pemanfaatan gambaran kecantikan, kepasifan, serta ketidakberdayaan perempuan dalam figur penyanyi dangdut.
Argumen peneliti adalah middleman memanfaatkan relasi patriarkis yang kuat melalui hubungan keluarga dengan penyanyi dangdut dalam relasi patron-klien yang unik. Middleman, berbeda dengan manajemen, secara personal memiliki relasi kekuasaan dalam proses kekerasan seksual terhadap penyanyi dangdut baik sebagai mucikari atau pelaku sendiri. Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian adalah kualitatif, dengan metode pengumpulan data berupa wawancara mendalam dan melakukan observasi partisipatoris pada perempuan penyanyi dangdut Semarang serta studi kasus. Ditemukan bahwa relasi kekuasaan merupakan akar yang mewujudkan kekerasan seksual terhadap perempuan dalam hubungan keluarga dengan middleman.

ABSTRACT
Not only offering voices, sexy bodies and erotic swaying became a demand for Indonesian dangdut singers for commercialization. Previous studies found that demands for eroticism and sexuality were driven by the dangdut music market and management relations with dangdut singers.
Researchers see that there is also a significant role, namely the talent scout actor (middleman) in creating oppression of eroticism through patron-client relations with dangdut singers. Coercion by talent actors is perpetuated by the construction of the role of womens gender in Indonesia which is still considered as an entertainment object and the target of gender oppression using images of beauty, passivity and powerlessness of women in dangdut singer figures.
The researchers argument is that middleman uses strong patriarchal relations through family relationships with dangdut singers in unique patron-client relations. Middleman, in contrast to management, personally has power relations in the process of sexual violence against dangdut singers either as pimps or perpetrators themselves. The research approach used in the study was qualitative, with the method of collecting data in the form of in-depth interviews and conducting participatory observations on women from Semarang dangdut singers and case studies. It was found that the relation of power is the root that manifests sexual violence against women in family relations with middleman.
"
2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library