Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Tambunan, Mangapul Parlindungan
Abstrak :
Ada 186 industri yang secara ruang tersebar di koridor Jalan Raya Bogor (termasuk propinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat) dengan keanekaragaman pola persebarannya. Dampak pola persebaran industri tentunya akan mempengaruhi penyerapan tenaga kerja lokal masyarakat yang menetap di wilayah penelitian, yang mana intensitas dampak yang berdekatan dengan lokasi industri tentunya tinggi dan makin jauh, intensitas dampak semakin rendah. Hasil analisis tetangga terdekat (nearness neighborhood analysis) diperoleh kesimpulan pola persebaran industri: mengelompok (cluster pattern) di wilayah Kelurahan Cisalak Pasar, Cilangkap, dan Cisalak; tidak merata/acak (random) di wilayah Kelurahan Tugu, Mekarsari, Sukamaju Baru dan Jatijajar; merata (dispersed pattern/uniform) di wilayah Kelurahan Susukan, Ciracas, Pekayon, Curug dan Sukamaju. Masyarakat lokal yang terserap pada kegiatan industri 62,04 % pada tingkat pendidikan menengah dan 2,81 % pada tingkat pendidikan rendah atau tidak sekolah.
Spatial dispersed pattern of Industry at Jalan Raya Bogor Corridor. The corridor Jalan Raya Bogor, includes DKI Jakarta and West Java provinces have 186 industry, which different spatial dispersed pattern. The Industry has an impact to local community for worker industry. The analysis with nearness neighborhood and overlay map are conclusion as industry has cluster pattern at Cisalak Pasar, Cilangkap, and Cisalak district. And the industry patterns have random spatial at Tugu, Mekarsari, Sukamaju Baru, and Jatijajar district. The industry spatial has a dispersed pattern/uniform at Susukan, Ciracas, Pekayon, Curug, and Sukamaju district. The local community for worker industry has 62.04% senior high school and 2.81% elementary school or not education.
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2002
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Mangapul Parlindungan
Abstrak :
ABSTRAK
Kawasan di sepanjang Jalan Raya Bogor meliputi, Kecamatan Pasar Rebo, Kecamatan Cimanggis, dan Kecamatan Sukmajaya merupakan wilayah lokasi industri yang tumbuh dan berkembang secara alamiah (artinya pada awalnya tidak ada campur tangan pemerintah) dan merupakan limpahan dari ketidaksiapan infrastruktur pada kawasan industri Pulogadung. Pesatnya pembangunan industri di daerah sepanjang Jalan Raya Bogor akhirnya mendapat perhatian khusus dari pemerintah dalam hal ini kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup dan Pemerintah Daerah (Pemda) DKI Jakarta dan Jawa Barat. Penataan ruang di koridor Jalan Raya Bogor tersebut hingga tahun 2005 (pada wilayah penelitian) diperuntukkan sebagai kawasan industri yang tidak mencemari lingkungan hidup.

Lingkungan industri di koridor Jalan Raya Bogor dibatasi salah satunya oleh tenaga kerja industri. Keberadaan tenaga kerja pada industri menentukan pola persebaran keruangan (spasial), yang tercermin pada pengelompokan industrinya. Tipologi lingkungan industri skala sedang adalah pengelompokan lingkungan industri berdasarkan tenaga kerja dalam industri yang jumlahnya antara 20-300 orang. Tipologi industri ini yang jumlahnya 100 atau 56,5 % dari total industri yang ada dan tersebar di sepanjang koridor Jalan Raya Bogor (Kecamatan Ciracas, Pasar Rebo, Cimanggis dan Sukmajaya).

Tujuan dari penelitian ini yaitu, (1) untuk mengetahui pola keruangan (spasial) persebaran industri sedang; (2) untuk mengetahui tenaga kerja industri sedang pada masyarakat menetap; dan (3) untuk mengetahui hubungan industri sedang dengan lingkungan sosial-ekonomi masyarakat pekerja industri yang menetap di wilayah penelitian;

Adapun hipotesis kerja penelitian, adalah: a. pola persebaran industri sedang mengikuti pola tata ruang. b. terdapat hubungan antara industri sedang dengan lingkungan sosialekonomi masyarakat pekerja industri yang menetap di sepanjang Jalan Raya Bogor.

Pada penelitian ini dilakukan penghitungan skala T (indeks tetangga terdekat), prosentasi penyerapan tenaga kerja lokal untuk industri, dan derajat kekuatan hubungan antara variabel bebas (lingkungan sosial masyarakat pekerja pabrik) dan variabel terikat (industri sedang). Pengujian dilakukan dengan metode statistik koefisien korelasi kontigensi menggunakan software SPSS versi +98 for windows, yang dilanjutkan dengan pembobotan skoring dari masing-masing variabel lingkungan sosial (tingkat pendidikan, pendapatan/salary dan kualitas permukiman) terhadap industri sedangnya.
2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sasongko
Abstrak :
Suatu catatan yang dapat dikemukakan dalam kaitan dengan proses industrialisasi yang telah berjalan lebih dari dua dasawarsa terakhir ini adalah mengenai gejala kurang adanya keserasian dalam perubahan struktural antara industri besar dan industri menengah serta industri kecil. Gejala ini mengakibatkan terjadinya ancaman terhadap kelangsungan hidup berbagai industri kecil di satu pihak, dan di lain pihak terjadi kesenjangan yang melebar pada tingkat investasi yang ada. Kenyataan ini, akhirnya menimbulkan permasalahan dualisme struktural di sektor industri. Gejala yang tidak sehat tersebut bila dibiarkan akan mengganggu jalannya pembangunan, terutama vitalitas sektor industri itu sendiri. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah agar tercipta keterpaduan dalam proses pertumbuhan berbagai skala industri dengan dianjurkannya dilaksanakan program keterkaitan sistem bapak-anak angkat di sektor industri. Serangkaian kebijaksanaan deregulasi belakangan ini, dalam berbagai ukuran, tidak dapat dipungkiri telah memberikan hasil yang amat menggembirakan. Namun kekhawatiran mulai muncul manakala hasil tersebut diukur berdasar pada "berapa" yang telah diperoleh oleh masing-masing kelompok masyarakat. Bertolak dari uraian di atas, maka penulis mencoba meneliti tentang distribusi pendapatan di antara pengusaha industri besar, industri menengah, dan industri kecil dengan memilih subsektor industri tenun songket dan train jumputan di Palembang, dan subsektor industri baton dan tegel di Gresik. Berdasarkan pemikiran dan kenyataan di atas, pertanyaan yang akan dijawab melalui penelitian ini adalah bagaimana distribusi pendapatan di antara para aktor produsen, baik di Palembang maupun di Gresik? Untuk menjawab pertanyaan ini akan dibahas faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi pendapatan, meliputi bahasan struktur jaringan dan struktur sumber daya, yang mencakup sub bahasan bentuk-bentuk hubungan eksternal dan dinamika hubungan antara aktor di sisi produksi dengan aktor di sisi hulu dan hilir, serta hubungan antar sesama aktor produsen. Juga dibahas pengaruh berbagai macam intervensi pihak luar, khususnya intervensi bapak angkat, terhadap perubahan power ekonomi aktor dalam hubungan pertukaran. Tujuan pembahasan hal-hal tersebut adalah pertama untuk memberikan gambaran tentang struktur jaringan dan struktur sumber daya sebagai konteks di mana aktor-aktor tersebut melakukan transaksi pertukaran; kedua, untuk memberikan gambaran tentang distribusi pendapatan di antara para aktor dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Pertanyaan kedua, apa strategic action yang dipilih dan digunakan para aktor tadi dalam konteks struktur industri tersebut, dan bagaimana implikasi strategi yang telah dipilih terhadap perubahan distribusi pendapatan dan perubahan struktur industri tersebut ? Untuk itu akan dibahas mekanisine hubungan dependensi terhadap pihak lain, strategi yang digunakan oleh setiap aktor dalam bersaing dan melakukan pertukaran dengan aktor lain. Tujuan pembahasan ini adalah untuk memberikan gambaran tentang hambatan yang dihadapi setiap aktor dalam memilih dan menjalankan strategic action akibat perbedaan tingkat sumber power (ekonomi) yang dimiliki. Pertanyaan ketiga, bagaimana perbedaan karakteristik makrostruktur masyarakat industri Palembang dengan Gresik ? Untuk itu dibahas hubungan antara substruktur dengan superstruktur dalam konteks hubungan pertukaran. Tujuannya ialah mengidentifikasi karakteristik jaringan interorganisasi. Temuan lapangan menunjukkan bahwa baik di pasar pembelian maupun penjualan ada sejumlah faktor yang menimbulkan banyak kesulitan bagi para aktor produsen, baik di Palembang maupun di Gresik. Pengaruh sangat kuat atas kedua Jenis pasar itu adalah hambatan yang disebabkan oleh kekuatan perantara. Kekuatan perantara ini mengakibatkan aktor produsen berada pada posisi "tergantung", dalam arti mereka tidak dapat mengetahui alternatif usaha lain dalam pasar pembelian dan pasar penjualan. Ketergantungan para aktor ini karena orang perantara mampu memadu fungsi-fungsi sebagai kreditor sekaligus pembeli untuk menjamin kedudukan monopolinya. Kekuatan pasar dalam tangan perantara dapat mengakibatkan "eksploitasi" pengusaha kecil dan sebagian menengah, sehingga perusahaan ini hampir tidak dapat menaikkan modal dan produktivitasnya ke tingkat yang diinginkan. Selain itu, kekuatan pasar dalam tangan perantara menghalangi pengusaha kecil dan menengah untuk mencoba atas usaha sendiri mencari pasar bahan baku dan pasar penjualan yang baru. Mereka tidak mempunyai kesempatan untuk belajar dari, percobaan-percobaan dengan pasar ini, seperti mencoba berbagai teknologi dan siasat pemasaran yang lain. Pada saat yang sama terjadi pula variasi hubungan antar sesama produsen. Namun dasar dan variasi tersebut dan akibatnya tetap sama, yakni ketergantungan pabrik skala kecil kepada pabrik skala besar, dan dominasi pabrik skala besar terhadap keputusan-keputusan panting di pabrik skala kecil. Struktur jaringan seperti ini membatasi jumlah alternatif 'strategi yang mungkin bisa dipilih oleh setiap aktor produsen. Kian tergantung seorang aktor pada aktor lain, makin sedikit alternatif strategi yang dapat dipilihnya. Juga derajat ketergantungan pada pihak lain mempengaruhi perspektif yang bisa dipilih. Makin tergantung kepada aktor lain, kian pendek perspektif strategi yang bisa dipilih. Faktor penentu kunci semua hubungan tersebut adalah besar kecilnya peluang yang ditimbulkan oleh derajat ketergantungannya. Besar-kecilnya peluang inilah yang akhirnya menentukan apakah pabrik, baik di Palembang maupun di Gresik, bisa hidup pada tarap sekedar "survival" atau dapat berkembang pada tarap antisipasi dan pemupukan modal. Di Lain pihak, intervensi pemerintah maupun pihak swasta tidak mampu menciptakan peluang ekonomi yang merata untuk setiap aktor. Malahan berbagai program bantuan dan pembinaan yang telah diberikan kian meneguhkan dominasi pabrik seala besar dan para perantara terhadap pabrik skala kecil. Dengan sistem ekonomi terbuka seperti saat ini, sering kali bidang usaha yang ditekuni oleh aktor produsen kecil bila mempunyai daya tarik pasar maka setiap waktu bisa dimasuki oleh pendatang baru, bahkan oleh industri menengah dan besar. Hal ini bisa terjadi karena selama ini belum ada Undang-undang anti monopoli. Padahal dengan UU anti monopoli bisa menjamin terwujudnya "keseimbangan berusaha" karena UU anti monopoli mencegah praktik dominasi dari pengusaha besar terhadap pengusaha yang lebih kecil. Juga hingga kini belum adanya UU perlindungan terhadap industri kecil yang menjamin terwujudnya "reservation scheme" bagi pengusaha industri kecil. Dengan belum adanya kedua UU tersebut, maka belum ada yang mampu menjamin adanya "kepastian berusaha" bagi pengusaha industri kecil.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library