Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Aldo Renaldy
Abstrak :
Kebakaran hutan dan lahan merupakan fenomena yang acap kali terjadi di dunia, termasuk di Indonesia. Kebakaran ini menimbulkan emisi yang sangat besar. Sebagai contoh, Karhutla di Indonesia pada tahun 1997 diperkirakan melepas karbon ke atmosfer sebesar 0.81 sampai 2.57 Gt, atau setara dengan 13-40% emisi karbon dari bahan bakar fossil tahunan (Page, et al., 2002). Namun, angka ini sedang dikaji ulang oleh para peneliti karena adanya overestimation pada emission factor yang digunakan oleh IPCC, dan emisi karbon ekuivalen yang dihasilkan Indonesia pun diperkirakan 19% lebih sedikit dari apa yang diperkirakan oleh IPCC. (Erianto Indra Putra, 2016). Dampak dari emisi ini berakibat buruk bagi manusia karena selain mengurangi kualitas udara yang dapat mengakibatkan kerusakan sistem pernafasan, bahkan partikulat yang berterbangan bisa membuat penerbangan regional dan internasional tidak dapat beroperasi. Penelitian kali ini bertujuan untuk mencari tahu korelasi dari pengaruh luasan kebakaran gambut dengan emisi (CO dan PM) yang dihasilkan. Dari penelitian ini, didapat kecepatan persebaran luas rata-rata sebesar 3.27 cm2 per menit, angka flux antara CO dan area kebakaran sebesar 1.708 CO ppm/cm2, dan partikulat memiliki pembacaan yang cenderung konstan selama perambatan antara 25,000 µg/m3 hingga 50,000 Aµg/m3.
Forest and land fire are phenomenon that happens around the world, and that includes Indonesia. This fire produces a large amount of emission. For an example, forest fire in Indonesia on year 1997 were predicted releasing around 0.81 up to 2.57 Gt of carbon into the atmosphere, or equivalent of 13-40% carbon emission from fossil fuel annually (Page, et al., 2002). But this number is currently re-evaluated by researchers since there has been an overestimation on the emission factor used by IPCC, and carbon equivalent measurements may have been 19% less than what current IPCC emission factors indicate.Namun, angka ini sedang dikaji ulang oleh para peneliti karena adanya overestimation pada emission factor yang digunakan oleh IPCC, dan emisi karbon ekuivalen yang dihasilkan Indonesia pun diperkirakan 19% lebih sedikit dari apa yang diperkirakan oleh IPCC. (Erianto Indra Putra, 2016) Emission leads to many consequences for humans, because the emisison lowers the air quality index that leads to respiratory issues, and the particulates flying around can also leads to both regional and international flights unable to operate. This research purposes are to study the type and pattern of the emission produced by the peat fire and to finds the correlation between smoldering spread area and emission (CO and PM) produced. The results show that the smoldering spread rate area is 3.27 cm2 per minutes, flux of CO and smoldering spread area is 1.708 CO ppm/cm2, and a constant reading of particulates around 25,000 Aµg/m3 up to 50,000 Aµg/m3.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadhira Gilang Ratnasari
Abstrak :
ABSTRACT
Mengatasi kebakaran hutan gambut masih menjadi permasalahan yang berkelanjutan di Indonesia dengan ditemukannya titik panas baru selama musim kemarau. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk memahami metode yang paling efisien untuk memadamkan kebakaran gambut. Penelitian ini terfokus pada pemadaman kebakaran gambut dengan menggunakan metode berbasis busa foam . Pengujian skala laboratorium dilakukan untuk mengamati pengaruh system pemadaman berbasis busa foam terhadap gambut yang terbakar. Larutan Class A Foam pada konsentrasi 0.2, 1, dan 3 digunakan sebagai variasi dalam memadamkan kebakaran gambut. Sampel yang digunakan diperoleh dari desa Tumbang Nusa, Kabupaten Pulang Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah, dengan koordinat S: -3?47 ;34 ;, E: 113?55 ;15. Metode pemadaman menggunakan satu lapisan dengan beberapa ketebalan dan menggunakan beberapa lapisan dengan ketebalan yang lebih rendah diamati dalam penelitian ini. Sampel gambut diletakkan di reaktor dengan dimensi 100 x 100 x 100 mm3 dimana sampel akan dipanaskan menggunakan electric coil heater dengan daya 80 ndash; 100W selama 30 menit untuk membentuk smoldering front. Termokopel dan foto infrared digunakan dalam pengujian untuk mengetahui fenomena pemadaman yang terjadi. Saat smoldering front mulai bergerak dari heater ke ujung lainnya, busa dituangkan diatas gambut yang terbakar dengan ketebalan yang bervariasi. Dari pengujian yang dilakukan, dapat diamati adanya pengaruh konsentrasi dan ketebalan lapisan busa terhadap pemadaman kebakaran gambut.
ABSTRACT
Solving peat fires problem continues to be a constant struggle in Indonesia as more hotspots are identified during the dry seasons. A number of research has been carried out to understand the most sufficient way to suppress peat fires using a range of different methods. This research was focused on the suppression of peat smouldering combustion by using foam based suppression agent in the laboratory scale experiments. Experiments were carried out to explore the effect of foam suppression system mjon tropical peat fires. A solution of Class A Foam with a concentration of 0.2, 1, and 3 were used to suppress Kalimantan peat smouldering fire with a density of 0.3g cm3. Sample used in the experiments was taken from Tumbang Nusa Village, Pulang Pisau District, Central Kalimantan Province, with a coordinate of S 3.47 ;34, E 113 55 ;15. A one application method and relayering method were explored to observe how peat fire responds to foam suppression. Peat sample was put in a 10x10x10 cm3 reactor, where a coil heater was turned on at 80 100W for 30 minutes to initiate a smouldering front. A set of thermocouples and infrared thermographs were used to explore the suppression mechanism that occurs. As the smouldering front moved away from the igniter to the other end of the reactor, foam with different thickness was applied on top of the peat to explore the effect of varying thickness on the suppression of peat fire. From the series of experiments, it was observed that there was a correlation between the thickness of the foam layer and the suppression of peat fires.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arkan Fadhillah Cesnanda
Abstrak :
Selama bertahu tahun, Indonesia terus berjuang mengatasi masalah kebakaran gambut yang lebih sering terjadi selama musim kemarau panjang. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk memahami cara paling efisien untuk memadamkan kebakaran gambut menggunakan berbagai metode yang berbeda. Penelitian ini berfokus pada supresi gambut yang membara dengan menggunakan metode injeksi berbasis busa dalam percobaan skala laboratorium. Eksperimen dilakukan untuk mengeksplorasi efek dari busa yang disuntikkan pada supresi kebakaran gambut Papua. Variasi parameter yang dianalisis untuk penelitian ini adalah variasi konsentrasi busa dalam supresi gambut Papua. Larutan Busa Kelas A dengan konsentrasi 1%, 0,5% dan 0,25% digunakan untuk supresi gambut Papua yang terbakar. Sampel yang digunakan dalam percobaan diambil dari Kecamatan Bagaisewar, Kabupaten Sarmi, dengan koordinat S: 01 ° 55'14,11 ", E: 138 ° 6'17,35" Papua. Sampel gambut Papua dimasukkan ke dalam reaktor 100mm x 100mm x 100mm, di mana koil pemanas dinyalakan pada 80 100W selama 1,5 hingga 2 jam untuk membentuk smoldering front. Satu set termokopel digunakan di dalam reaktor untuk mengeksplorasi mekanisme pemadaman yang terjadi pada jarak dan kedalaman yang berbeda dari koil pemanas reaktor. Ketika smoldering front telah bergerak menjauh hingga mencapai ujung reaktor dan sepenuhnya menopang proses pembakaran, busa dengan berbagai konsentrasi disuntikkan ke dalam lapisan gambut untuk mengeksplorasi efek konsentrasi busa yang bervariasi pada supresi kebakaran gambut. Dari serangkaian percobaan, diamati bahwa terdapatnya korelasi antara konsentrasi busa yang digunakan dengan durasi dan jumlah penggunaan air yang efektif untuk sepenuhnya memadampkan gambut Papua yang membara. ......Throughout the years, Indonesia has constantly struggled Peat fires problem that occurs more during long dry seasons. Several researches have been carried out to understand the most efficient way to suppress peat fires using a range of different methods. This research focused on the suppression of smoldering peat combustion by using foam-based injection in the laboratory scale experiments. Experiments were carried out to explore the effect of injected foam on suppressing Papuan peat fires. The parameter variation analyzed for this research is the variation of foam concentration to know its effect in suppressing Papuan peat. A solution of Class A Foam with a concentration of 1%, 0.5% and 0.25% were used to suppress Papuan peat smoldering fire. Sample used in the experiments was taken from Bagaisewar Sub- District, Sarmi District, with coordinates S: 01°55'14,11", E: 138°6’17,35" Papua. Papuan peat sample was put inside a 100mm x 100mm x 100mm reactor, where a coil heater was turned on at 80-100W for approximately 1.5 to 2 hours to initiate a smoldering front. A set of thermocouples was subjected inside the reactor to explore the suppression mechanism that occurs at different distance and depth from the reactor’s coil heater. As the smoldering front has already moved away reaching the end of the reactor and fully sustaining the smoldering process, foam with varying concentration was injected within peat layers to explore the effect of varied foam concentration on the suppression of peat fires. From the series of experiments, it was observed that there was a correlation between the concentration of foam used with the duration and amount of effective water usage to fully suppress a Papuan peat fire.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Winanda Amorosso
Abstrak :
Kebakaran lahan gambut terjadi secara berulang di Indonesia. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menemukan metode pemadaman kebakaran membara gambut yang paling efisien. Penelitian ini berfokus pada supresi gambut yang mengalami kebakaran membara dengan metode injeksi busa dalam skala laboratorium. Eksperimen dilakukan untuk mengetahui efektivitas supresi dengan metode injeksi busa pada hotspot gambut dengan variasi sampel yang berbeda, antara lain sampel dari daerah Palangkaraya, Kalimantan Tengah, pada koordinat 2°17'21.9"S 114°01'57.3"E dan Kabupaten Tanjung Timur, Jambi pada koordinat 01°14'11.227"S 103°35'4.851"E. Sementara busa yang digunakan adalah busa dengan konsentrasi larutan 1 %. Pada proses eksperimen, sampel gambut akan dituangkan ke dalam reaktor dengan ukuran 200 mm x 200 mm x 100 mm yang dindingnya dilapisi isolator calcium silicate board dan dilengkapi coil heater yang dipanaskan selama 60 menit dengan daya 100 W. Temperatur kedalaman, massa, dan temperatur permukaan sampel masing-masing diukur dengan termokopel, load cell, dan kamera termal. Proses injeksi busa dilakukan saat termokopel pada kedalaman terbawah mengalami mencapai temperatur minimal 215°C atau mengalami kebakaran membara. Busa diinjeksi menggunakan jarum injeksi yang ditancapkan di tengah reaktor dengan kedalaman 100 mm dari permukaan reaktor. Jarum terhubung dengan alat injeksi terintegrasi dengan kecepatan aliran busa 100 ml/min. Hasil penelitian menunjukkan busa secara efektif dapat mensupresi gambut pada variasi sampel yang berbeda. ...... Peatland fires occur repeatedly in Indonesia. Various studies have been conducted to find the most efficient method of extinguishing peat smoldering fires. This research focuses on extinguishing peat smoldering fires by foam injection method on a laboratory scale. Experiments were conducted to determine the effectiveness of suppression by the foam injection method on peat hotspots with different sample variations, including samples from the Palangkaraya area, Central Kalimantan, at coordinates 2°17'21.9"S 114°01'57.3"E and Tanjung Timur Regency, Jambi at coordinates 01°14'11.227"S 103°35'4.851"E. While the foam used was foam with a solution concentration of 1%. In the experimental process, peat samples will be poured into a reactor with a size of 200 mm x 200 mm x 100 mm whose walls are covered with a calcium silicate board insulator and equipped with a coil heater heated for 60 minutes with a power of 100 W. Depth temperature, mass, and surface temperature of the sample are each measured by a thermocouple, load cell, and thermal camera. The foam injection process is carried out when the thermocouple at the bottom depth reaches a temperature of at least 215 °C or undergoes smouldering. The foam is injected using an injection needle stuck in the center of the reactor with a depth of 100 mm from the surface of the reactor. The needle is connected with an integrated injection device with a foam flow speed of 100 ml / min. The results showed that foam can effectively suppress peat at different sample variations.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Lutfi Ramadhan
Abstrak :
Pembakaran lahan gambut masih menjadi kontributor besar terhadap permasalahan lingkungan di Indonesia. Beberapa penelitian pada pemadaman pembakaran gambut telah dilakukan, seperti penggalian, penyiraman air, hujan buatan, dan juga penyiraman foam. Penelitian ini terfokus pada eksperimen skala laboratorium dalam mempelajari sifat pembakaran membara gambut serta proses supresi dengan sistem pemadaman berbasis air. Gambut yang digunakan dalam penelitian ini didapat dari dua lokasi yang berbeda, yaitu Bagaiserwar dan Kayuagung, Indonesia. Selama pengujian pemadaman, intensitas air dari kabut air divariasikan dengan merubah jarak antara nosel dengan permukaan gambut. Sementara itu, dilakukan dua pendekatan yaitu penyiraman selama 15 menit periode singkat dan penyiraman penuh hingga pembakaran gambut padam. Temperatur gambut dan kehilangan massa total selama reaksi pembakaran akan diukur untuk mendapatkan rasio laju pembakaran pada setiap sampel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju penyebaran dari pembakaran membara sangat dipengaruhi oleh ukuran partikel dan permeabilitas dari material gambut. Durasi singkat pemadaman air dikatakan gagal untuk memadamkan pembakaran gambut. Terjadi fenomena pembakaran ulang yang disebabkan masih adanya panas tersimpan di dalam inti gambut. Total air yang dibutuhkan untuk memadamkan penuh pembakaran gambut adalah sekitar 6 liter/kg gambut.
Peatland fire still remains a big contributor of environmental problem in Indonesia. Several studies on peat fire suppressions have been done, such as quarrying, water spray, artificial rain, and also foam spray. This research is focused on laboratory scaled experimental study of Indonesian peat smoldering fire behaviour and suppression process by water mist system. The peat used in this work were obtained from two different locations, namely Bagaiserwar and Kayuagung, Indonesia. During the suppression tests, the intensity of water mist spray was varied by changing the distance between the nozzle and the peat surface. Meanwhile, the time periods of spray were 15 minute short period of suppresion and approximately 2 hours for full suppresion until the peat fire was extinguished. The peat temperature and the total mass lost during the smoldering reaction were recorded to get the burning rate ratio for each sample. The spread rate of smoldering process was identified by changing in the local temperatures of the peat bed. The results show that the spread rate of smoldering combustion front was affected by particle size and permeability of peat material. The short duration of water suppression failed to extinguish the peat fires. A re ignition phenomenon was identified due to the persistence of stored heat in the core of peat. In addition, the total water required to fully suppress both peat fires are about 6 l kg peat.
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T48667
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irfan Pratantyo
Abstrak :
Smoldering (pembakaran membara) adalah pembakaran yang lambat, bersuhu rendah, dengan jilatan api yang tidak terlihat dan sering terjadi di kebakaran lahan gambut. penyebaran smoldering terjadi karena tercapainya parameter besar suplai oksigen, panas yang dihasilkan dan panas yang dilepas ke lingkungan. Kondisi tanah gambut yang berpori dan berserat menyebabkan mudah masuknya suplai oksigen. Sulitnya menuju lokasi lahan gambut yang terbakar adalah salah satu masalah untuk melakukan pemadaman. Penelitian ini bertujuan mengamati secara visual bagaimana pengaruh permeabilitas gambut palangkaraya terhadap fenomena perambatan smoldering dengan cara melakukan pemadatan pada gambut. Proses pemadatan dilakukan sebagai konstruksi awal dalam pembuatan jalan dan dapat mengurangi permeabilitas dan densitas serta nilai pori pada tanah, sehingga dapat memutus suplai oksigen di tanah yang terpadatkan. Pekerjaan eksperimental dilakukan di reaktor stainless steel 20 x 20 cm dengan papan insulasi pada dinding reaktor untuk meminimalisir panas yang terbuang ke lingkungan. Eksperimen dilakukan dengan memadatkan sampel gambut yang telah dikeringkan (MC ~11%) di bagian tengah reaktor dengan alat pemadat. Gambut dinyalakan dengan electric coil heater dengan daya 100 watt di salah satu sisi reaktor. Proses pembakaran yang terjadi di permukaan diamati dengan kamera normal, kamera inframerah FLIR dan sistem penyimpanan data. Hasil penelitian menunjukkan terjadinya perlambatan smoldering pada bagian tanah yang terpadatkan dibanding pada smoldering tanah gambut undisturbed, walaupun pada akhirnya smoldering tetap terjadi di seluruh bagian reaktor. ......Smoldering is a slow burning, low temperature, a flameless combustion and frequently happens in peatland fires. The smoldering spread occurs because of the parameter achievement in oxygen supply, generated heat and heat released to environment. The condition of porous and fibrous peat soils makes oxygen supply easily happens. The difficulty of getting to the location of the burning peatland is one of the problems to extinguish the fire. This study aims to observe with thermal visual the permeability impact on Palangkaraya peat to smoldering propagation phenomenon with peat compaction. Compaction is an initial step on road construction and reduces permeability and pore value in soils, so it can cut off the oxygen supply on compressed soil. The experimental works were carried out in a stainless 20 x 20 cm reactor with an insulation board on reactor walls to minimize the heat that wasted to environment. The experiment works by compacting a dried peat samples (MC ~11%) in the center region of the reactor with a compactor. Peat then ignited using an electric coil heater powered by 100 watts of electricity on one side of the reactor. The combustion process that occur in the surface are observed by a normal camera, an infrared FLIR Camera and data storage system. The results showed a slowdown effects of smoldering on the compacted soil compared to undisturbed peat smoldering, although in the end smoldering stil occurs in all region of the reactor
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jeihan Kartika Hapsari
Abstrak :
Fenomena kebakaran hutan dan lahan gambut telah menyita perhatian banyak kalangan dengan ancaman utama terhadap kesehatan dan keselamatan manusia. Asap sebagai hasil dari kebakaran dapat menyebar hingga puluhan kilometer dari titik terbakarnya dan terdeteksi hingga ketinggian 5000 - 9000 kaki. Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi pembakaran membara yang terjadi di lahan gambut serta mempelajari aliras asap kebakaran gambut secara visual dengan menggunakan metode fotografi Schlieren. Penelitian dilakukan dalam skala laboratorium dengan menggunakan reaktor uji berukuran 10x10 cm yang kemudian akan diisi oleh sampel gambut yang berasal dari Palangka Raya dan Rokan Hilir. Selama proses pembakaran membara terjadi, pengamatan termal dilakukan menggunakan IR camera dan pengamatan aliran dilakukan menggunakan metode Schlieren. Berdasarkan hasil pengamatan, karakteristik pembakaran membara bergantung pada sifat fisik yang dimiliki oleh sampel. Karakterisasi secara kualitatif dan kuantitatif dari aliran asap pada setiap fase pembakaran membara juga dapat diketahui dengan menggunakan metode PIVLab. ......The threat to human health and safety from forest and peatland fires has seized the attention of many people. Smoke, as a result of the fires, is able to spread up to tens of kilometers and 5000-9000 feet in altitude from the hotspot. Thus, this study aims to characterize the smoldering propagation in peat soil and to visualize the flow of smoke from the peat fires by using Schlieren photographic method. A 10x10 cm stainless-steel reactor filled with peat samples from Palangka Raya and Rokan Hilir was conducted to create a laboratory-scale smoldering propagation activity. During the activity, the thermal observations were carried out using an IR camera, and flow observations were carried out using the Schlieren imaging method. Based on the observations, the characteristics of smoldering combustions on the peat soil depended on the sample’s physical properties. The characterization of smoke flow is divided based on the smoldering combustion phases. The quantitative and qualitative analyses were carried out based on the results from the PIVLab image processor.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raihan Bagas Wardhana
Abstrak :
Sabut kelapa merupakan salah satu sumber biomassa lignoselulosa yang melimpah di alam dan sering digunakan dalam penelitian pembakaran membara. Biomassa lignoselulosa lainnya yang sering digunakan dalam penelitian termasuk tanah gambut, kertas, tembakau, jerami, dan batu bara. Penelitian sebelumnya di Laboratorium Termodinamika, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, telah mengkaji pembakaran membara pada tanah gambut. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pembakaran membara pada biomassa lignoselulosa lainnya, khususnya sabut kelapa. Eksperimen dilakukan dengan membakar sampel sabut kelapa menggunakan variasi daya 5 watt, 10 watt, 15 watt, 20 watt, 25 watt, dan 30 watt untuk mengetahui daya yang dibutuhkan agar sabut kelapa mulai terbakar. Hasil menunjukkan bahwa sabut kelapa mulai terbakar pada daya lebih dari 25 watt. Untuk variasi tambahan, dilakukan pengujian dengan daya 60 watt dan 80 watt. Hasil percobaan menunjukkan perbedaan signifikan dalam hal jumlah emisi dan waktu pembakaran. Pengujian menunjukkan bahwa laju pengurangan massa sebanding dengan waktu proses pembakaran dan jumlah emisi yang dihasilkan. Pada daya 30 watt, rata-rata laju persebaran kebakaran lebih kecil dibandingkan dengan daya 60 watt dan 80 watt. Emisi partikulat yang dihasilkan pada daya 30 watt juga lebih rendah dibandingkan dengan daya yang lebih tinggi. Grafik karbon monoksida (CO) dan oksigen (O2) menunjukkan bahwa ketika kadar oksigen menurun, kadar karbon monoksida meningkat. Penelitian ini memberikan wawasan tentang karakteristik pembakaran membara sabut kelapa dan pentingnya memahami energi penyulutan serta kandungan emisi yang dihasilkan. Hasil ini dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian lanjutan dan pengembangan teknologi pengelolaan limbah biomassa lignoselulosa. ......Coconut fiber is one of the sources of lignocellulosic biomass that is abundant in nature and is often used in smoldering combustion research. Other lignocellulosic biomass frequently used in research include peat, paper, tobacco, straw, and coal. Previous research at the Thermodynamics Laboratory, Faculty of Engineering, University of Indonesia, has studied smoldering combustion in peat soil. Therefore, this research aims to examine smoldering combustion of other lignocellulosic biomass, especially coconut fiber. Experiments were carried out by burning samples of coconut fiber using variations in power of 5 watts, 10 watts, 15 watts, 20 watts, 25 watts and 30 watts to determine the power needed for the coconut fiber to start burning. The results show that coconut fiber starts to burn at a power of more than 25 watts. For additional variations, tests were carried out with 60 watts and 80 watts of power. The experimental results show significant differences in the amount of emissions and combustion time. Tests show that the rate of mass reduction is proportional to the combustion process time and the amount of emissions produced. At 30 watts of power, the average rate of fire spread is smaller than at 60 watts and 80 watts. Particulate emissions produced at 30 watts of power are also lower compared to higher powers. The carbon monoxide (CO) and oxygen (O2) graph shows that as oxygen levels decrease, carbon monoxide levels increase. This research provides insight into the characteristics of smoldering coconut fiber and the importance of understanding the ignition energy and the resulting emissions content. These results can be used as a reference for further research and development of lignocellulosic biomass waste management technology.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moza Nadia
Abstrak :
Lignocellulosic biomass (LCB) merupakan salah satu sumber daya yang paling banyak tersedia di alam yang kerap digunakan dalam penelitian pembakaran membara. Contoh biomasa lignoselulosa antara lain adalah tanah gambut, kertas, sabut kelapa, tembakau, jerami, dan batu bara. Sebelumnya, telah dilakukan beberapa penelitian terkait pembakaran membara pada tanah gambut di Laboratorium Thermodinamika, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia. Oleh sebab itu, perlu adanya penelitian pembakaran membara pada biomasa lignoselulosa lainnya, seperti kertas. Penyalaan dan pembakaran bahan kertas dipengaruhi oleh moisture content (MC) sehingga perlu adanya pengeringan pada temperatur dan dalam waktu tertentu. Eksperimen dilakukan menggunakan lima sampel dengan tingkat MC yang berbeda (9.9%, 7.2%, 5.7%, 4.4%, dan 4.3%). Hasil percobaan menunjukkan bahwa hahan kertas sukar untuk membara dan mempertahankan pembakarannya pada MC >10% (tanpa pengeringan), bahan kertas dapat membara dan mempertahankan pembakarannya hingga ±10 menit setelah igniter dimatikan pada MC 7 – 10%, dan bahan kertas dapat membara dan mempertahankan pembakarannya hingga ±80 menit setelah igniter dimatikan pada MC ≤5.7%. Kemudian dapat diketahui hubungan antara moisture content dengan karakteristik penyebaran pembakaran membara bahan kertas dan besaran emisi yang dihasilkan. Hasil percobaan menunjukkan bahwa sampel dengan MC 4% (~4.4 cm²/min dan 500 cm²) menghasilkan laju perambatan dan luas area bakar yang lebih besar dibandingkan dengan sampel dengan MC 5.7% (2.86 cm²/min dan 387.72 cm²). Konsentrasi CO dan rata – rata partikulat yang dihasilkan pada eksperimen dengan MC 4% adalah ~550 ppm(vol) dan 380.82 μg/m³ serta MC 5.7% adalah ~500 ppm(vol) dan 347.48 μg/m³. ......Lignocellulosic biomass (LCB) is one of the most abundant resources available in nature and is often used in smoldering combustion research. The examples of lignocellulosic biomass are peat, paper, coconut fiber, tobacco, straw, and coal. Previously, several studies had been carried out regarding smoldering of peat soil at the Thermodynamics Laboratory, Faculty of Engineering, University of Indonesia. Therefore, there is a need for research on smoldering combustion on other lignocellulosic biomass, such as paper. Ignition and burning of paper are influenced by moisture content (MC), thus drying at a certain temperatue within certain minutes is necessary. Experiments were carried out using five samples with different MC levels (9.9%, 7.2%, 5.7%, 4.4%, and 4.3%). The experimental results show that paper material is difficult to smolder and maintain its combustion at MC > 10% (without drying). paper material can smolder and maintain its combustion up to ± 10 minutes after the igniter is turned off at MC 7 – 10%, and paper material can smolder and maintain its combustion up to ±80 minutes after the igniter is turned off at MC ≤5.7%. Therefore, we can find out the relationship between moisture content and the characteristics of the smoldering of paper and the amount of emissions produced. The experimental results show that the sample with MC 4% (~4.4 cm²/min and 500 cm²) produces a greater propagation rate and burn area compared to the sample with MC 5.7% (2.86 cm²/min and 387.72 cm²). The average concentration of CO and particulates produced in the experiment with MC 4% was ~550 ppm(vol) and 380.82 μg/m³ and MC 5.7% was ~500 ppm(vol) and 347.48 μg/m³.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sherly Veronica Abrila
Abstrak :
Smoldering atau pembakaran membara merupakan pembakaran yang tidak memiliki lidah api dan dapat berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama. Salah satu contoh pembakaran membara adalah kebakaran pada lapisan bawah lahan hutan atau lahan gambut. Kebakaran lahan hutan dan lahan gambut telah menjadi salah satu isu penting di Indonesia dan hingga saat ini belum ditemukan solusi yang efektif untuk mengatasinya. Material organik yang terdapat dalam struktur tanah dapat menjadi bahan mampu bakar ketika terdapat pemicu kebakaran hutan. Material organik yang sering kita temui dalam kehidupan sehari ? hari dalam bentuk rokok, yaitu tembakau, akan digunakan sebagai sampel pada eksperimen ini. Pada penelitian ini, akan dianalisis pengaruh densitas terhadap distribusi temperatur dan laju penurunan massa dari material tembakau. Selain itu, akan dibahas pula mengenai ketebalan asap yang dihasilkan dari pembakaran dengan variasi densitas yang berbeda. Variasi densitas yang digunakan pada eksperimen yaitu sebesar 0.12 ? 0.2 g/cm3. Hasil dari eksperimen ini adalah densitas sangat berpengaruh dalam proses pembakaran membara, karena kepadatan material menentukan banyaknya aliran udara dan panas yang melewati tumpukan material tersebut. Variasi densitas terendah yaitu 0.12 g/cm3 memiliki laju perambatan pembakaran membara dan laju penurunan massa yang paling cepat yaitu 0.069 mm/s dan 0.0072 g/s dan variasi densitas tertinggi yaitu 0.2 g/cm3 memiliki memiliki laju perambatan pembakaran membara dan laju penurunan massa yang paling lambat yaitu 0.018 mm/s dan 0.0039 g/s. Semakin padat material semakin lama pula asap naik ke permukaan karena akan lebih sulit untuk melewati tumpukan material tersebut.
Smoldering is a slow, flameless and the most persistent type of combustion. Wildland fire or ground fire is an example of smoldering combustion which has become one of the most important issue in Indonesia and no effective solution has been found to solve this phenomenon yet. The organic materials contained in peatland can potentially become a flammable fuel with the presence of a trigger for wildland fire. Tobacco as one of the organic material which can be found easily in daily life in a form of cigarette, will be used as a sample in this experiment. The relation between material density with temperature distribution and mass loss rate are conducted in the experiment. The optical density of the smoke produced by the smoldering combustion will also be analyzed. Experiments are carried out for the material density ranging from 0.12 ? 0.2 g/cm3. The result showed that smoldering combustion are affected by density, due to the allowance of airflow and heat propagation. The result showed that material bed with the lowest density of 0.12 g/cm3 has the slowest smoldering velocity and mass loss rate while the material bed with the highest density of 0.2 g/cm3 has the fastest smoldering velocity and mass loss rate and. The smoke will took a longer time to reach the bed surface as it will get harder to get through the bed with high density.
Depok: Universitas Indonesia, 2016
S63454
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>