Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 24 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Simatupang, Aldo Gadra Paulus
Abstrak :
ABSTRAK
Pulau Samosir merupakan salah satu peninggalan situs Megalitik yang merepresentasikan budaya adat Megalitik yang dekat terikat dengan kelompok etnis batak Toba. Salah satu tinggalan Megalitik tersebut, adalah patung Megalitik berbentuk manusia, yang digambarkan dalam gaya, gestur, dan bentuk yang beragam. Penelitian sebelumnya mengenai patung Megalitik kuno di Samosir berfokus terhadap informasi deskriptif mengenai bentuk dan lokasi objek tersebut. Peneltiian ini bertujuan untuk menyediakan informasi mengenai karakteristik fisik, atribut gaya, dan asosiasinya dengan tinggalan Megalitik lainnya. Penelitian ini menggunakan model penelitian arkeologi Ashmore dan Sharer (2010) yang terdiri dari beberapa tahapan. Berdasarkan gestur, bentuk, dan variasi atribut, patung megalitik berbentuk manusia dapat diklasifikasikan menjadi 4 kelompok utama, yaitu digambarkan dengan tubuh tidak lengkap, berdiri, berlutut, dan dalam posisi duduk. Penggambaran tersebut juga bervariasi menjadi gaya sederhana dan raya. Berdasarkan kesimpulan penelitian ini dan penelitian sebelumnya mengenai Batak dan tradisi Megalitik, keberagaman patung Megalitik berbentuk manusia di Samosir terkait dengan perkembangan awal dari kebudayaan Megalitik.
ABSTRACT
Samosir island is one of late megalithic sites that represent an indigenous megalithic culture that is tied to Batak Toba ethnic group. One of those megalithic remains is a human megalithic sculpture, that is portrayed in various style, gesture, and shape. Previous studies about ancient megalithic statue in Samosir focus on providing descriptive information regarding the shape and location of object. This study aims is to provide information regarding human megalithic sculpture physical characteristics, stylistic attributes, and association with other megalithic remains. This study uses Ashmore and Sharer (2010) archaeology research model that is made up by several steps. Based on gesture, shape, and attributes variation, megalithic human figure can be classified into four main class, which are partially depicted, standing, kneeling, and seated. Those depiction also varies into static and dynamic poses and style. Supported by previous research on Batak and megalithic tradition, the variety of Samosir`s human megalithic sculpture are tied to the early development of its megalithic culture.
2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Rr. Triwurjani
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Halwany Michrob
Jakarta: Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala, 1993
731.76 HAL l
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Bulaksumur, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 2016
930.12 EKS
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Mario Fransiskus Hia
Abstrak :
Nias merupakan salah satu pulau dengan tinggalan kebudayaan megalitik yang memiliki variasi lokal. Salah satu situsnya adalah Situs Ononamölö Tumba Ana’a yang memiliki tinggalan berupa arca megalitik, patung hewan, menhir, niogadi, dane-dane, dan amorphous. Sebelumnya tidak ada penelitian yang dilakukan secara mendalam di situs ini, hanya sebatas deskripsi ragam megalitik. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran bagaimana bentuk-bentuk megalitik di Situs Ononamölö Tumba Ana’a terbaru dari hasil pendataan yang sebelumnya dilakukan oleh Balai Arkeologi Sumatera Utara. Kemudian memberikan gambaran bagaimana situs itu berfungsi pada masa lalu berdasarkan tinggalan arkeologis dan data etnografi. Adapun model penelitian arkeologis yang digunakan menurut Ashmore dan Sharer (2010) yang terdiri dari beberapa tahapan. Berdasarkan bentuk, tiap jenis megalitik memiliki ukuran yang berbeda-beda dan tidak ada ornamen yang terdapat di situs tersebut. Berdasarkan tata letak, tinggalan megalitik membentuk linear dengan dua baris yang saling berhadapan di sisi selatan dan sisi utara. Kesimpulan penelitian ini adalah segala bentuk pembangunan megalitik harus melalui owasa (pesta jasa/status sosial) sehingga tidak semua orang bisa melakukannya, serta tidak adanya ornamen menunjukkan keberadaan batu sudah cukup untuk menunjukkan eksistensi di masyarakat. ......Nias is one of the islands with megalithic cultural remains that have local variations. One of the sites is the Ononamölö Tumba Ana'a Site which has remains in the form of megalithic statues, animal statues, menhirs, niogadi, dane-dane, and amorphous. Previously, no in-depth research was conducted on this site, only a description of the megalithic variety. This study aims to provide an overview of the megalithic forms at the latest Ononamölö Tumba Ana'a Site from the results of data collection which were previously carried out by the Archeology Center of North Sumatra. Then it provides an overview of how the site functioned in the past based on archaeological remains and ethnographic data. The archaeological research model used according to Ashmore and Sharer (2010) consists of several stages. Based on the shape, each type of megalith has different sizes and there are no ornaments found on the site. Based on the layout, the megalithic remains are linear with two rows of houses facing each other on the south and north sides. The conclusion of this study is that all forms of megalithic development must go through an owasa (service party/social status), so that not everyone can do it, and the absence of ornaments indicates that the presence of stone is sufficient to show its existence in society.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
R. Cecep Eka Permana, 1965-
Abstrak :
ABSTRAK
Hakekat data arkeologi yang terbatas baik kualitas maupun kuantitasnya memacu kita berupaya keras untuk memperoleh, merekam, dan terutama menafsirkan data-data tersebut. Rentang waktu yang sangat panjang sejak data tersebut berada dalam konteks sistem tingkah laku manusia hingga sekarang, menuntut kita untuk mencari kiat penjelasannya. Salah satu kiat yang diperqunakan adalah dengan menggunakan kajian etnoarkeologi. Dengan meiihat praktik yang barlalu pada masyarakat sekarang yang relatif sederhana dan masih menjalankan tradisi yang hampir sama, diharapkan dapat membantu menjelaskan arti. fungsi, dan sebagainya dari data-data arkeologi tersehut.

Tulisan ini berusaha mengkaji mengenai tata ruang masyarakat megalitik dengan menganalogikannya dengan masyarakat Baduy yang sekarang ini masih hidup bersahaja. Di samping itu, masyarakat Baduy masih menjalankan 'tradisi mega1itik'.

Dari hasil kajian ini diketahui bahwa konsep tata ruang suatu masyarakat pada dasarnya ditentukan oleh sustem religi atau kepercayaannya. Masyarakat Baduy percaya bahwa arah ruang yang baik adalah selatan di mana terdapat Sasaka Pusaka Buana atau dalam dunia arkeologi disebut Area Domas yang merupakan kompleks peninggalan megalitik. Sasaka Pusaka Buana ini dianggap sebagai pusat bumi, awal penciptaan dunia. asal-usul kehidupan, dan tempat berkumpulnya roh leluhur nenek moyang. Arah selatan yang magis dan suci itu kemudian berpengaruh dan menjadi landasan dalam penataan ruang kehidupan lainnya, seperti penataan wilayah, pemukiman, rumah, dan lingkungan binaan lainnya.
Depok: Fakultas Ilmu Pengatahuan Budaya Universitas Indonesia, 1995
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Handini
Abstrak :
Disertasi ini membahas budaya megalitik Sumba dalam perspektif pembangunan berkelanjutan. Budaya megalitik di Sumba telah menembus batas periode secara teoritis, dan berlangsung hingga kini sebagai sebuah tradisi. Budaya megalitik menyatu dalam keseharian masyarakat Sumba, dengan latar belakang konsepsi religi yang dipandang sebagai warisan nenek moyang yang harus dipegang teguh. Ciri-ciri budaya megalitik yang berintikan pemujaan kepada arwah leluhur (ancestor worship) itu tidak saja terlihat dari pendirian dan pemakaian kubur batu tersebut, tetapi juga dapat dilihat dalam keseharian mereka yang dipengaruhi kepercayaan Marapu, yang merupakan kepercayaan asli orang Sumba. Pengumpulan data dilakukan melalui pengamatan partisipasi, wawancara mendalam, studi pustaka dan metode multidimensional scaling (mds) dengan lokus penelitian di Desa Anakalang, Kecamatan Katikutana, Kabupaten Sumba Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Penelitian membuktikan bahwa kubur batu berfungsi sebagai identitas etnik masyarakat Sumba yang belum tergantikan sampai sekarang. Tanpa kubur batu orang Sumba akan kehilangan identitasnya. Kubur batu adalah bukti nyata dari rasa hormat keluarga dan kerabat terhadap leluhur mereka, sehingga mereka mencurahkan segala kemampuan demi mendirikan kubur batu yang layak bagi orang tua atau leluhurnya. Leluhur orang Sumba dengan kearifan lokal telah membuat rambu-rambu yang mengatur pengambilan batu sehingga keberlanjutan tradisi ini dapat terus terjaga sampai generasi mendatang dengan meminimalisir kerusakan lingkungan. ......This dissertation discusses the megalithic culture of Sumba from the Sustainable Development Perspective. The megalithic culture of Sumba itself has surpassed the theoretical periodic boundaries, and take place as a tradition until recently. This culture is integrated into the daily life of people in Sumba with the religious conception background that has been seen as the heritage to be upheld firmly. The characteristic of this practice with the ancestor worship at the core is not only visible from the establishment and the use of stone graves, but also can be seen in the daily life of the community that influenced by Marapu as the traditional belief of Sumbanese People. The data for this research was collected by the participatory observation, in-depth interview, bibliographical studies, and multidimensional scaling (MDS) methods at the research locus of Anakalang Village, Katikuna District, Central Sumba Regency, in the Provincial of East Nusa Tenggara. This research demonstrates that the stone grave has the function as the irreplaceable ethnic identity of People in Sumba until recently. Without the stone grave, the Sumbanese people will lose their identity. Hence, the family and kinsman will provide their best resources to establish the proper stone grave for parents and ancestors as the representation of one respect. At last, the practice itself may be understood as the local wisdom, as the ancestor of Sumbanese people has passed down the costumes to manage the use of stone resources properly; both to have the relation with nature in harmony and to preserve this invaluable heritage for the future generation
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rara Lestari Moerdijat
Abstrak :
Peti1asan Batur Agung di desa Baseh Kecamatan Kedungbanteng kabupaten Banyumas adalah sebuah tempat yang dikeramatkan serta dijadikan ajang ziarach dan semadi oleh penduduk setempat. Petilasan tersebut berupa sebuah areal terbuka ditengah hutan yang mempunyai bentuk bertingkat-tingkat di lengkapi jalan batu menuju ketempat tersebut, serta dipenuhi berbagai benda dari batu seperti tiang batu, batu pipih datar, batu pipih berdiri, batu berlubang tengah, area batu. Hentuk petilasan serta benda-benda yang ada di dalamnya, mempunyai persamaan dengan bentuk bangunan/benda tradisi megalitik. Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) melihat adanya persamaan antara bangunan/benda yang terdapat di petilasan Batur Agung dengan benda-benda peninggalan tradisi megalitik, penelitian dilakukan untuk dapat mengetahui identifikasi petilasan dan Benda-bendanya. (2) mengingat petilasan Batur Agung masih di keramatkan dan terdapat kegiatan religius di tempat tersebut, penelitian ini bertujuan juga melihat bagaimana konsepsi kepercayaan pada kegiatan religius yang berlangsung di tempat ini pada masa sekarang. Metode yang dipakai untuk mencapai tujuan yang dikehendaki adalah (a) pengumpul an data, (b) pengolahan data, dan (c) penafsiran data. Pada tahap pertama, dilakukan pengumpulan data baik berupa data lapangan maupun data pustaka yang berkaitan dengan penelitian. Pada tahap kedua, dilakukan analisis terhadap data lapangan yang telah dikumpukan. Pada tahap ini, dilakukan analogi antara bangunan/benda yang di temukan di Batur Agung dengan bangunan/benda yang tradisi megalitik yang diketahui. Analisis ini dilakukan untuk dapat mengidentifikasikan bangunan/benda yang di temukan. Pada tahap ini dilakukan pula tinjaLran terhadap data etnografi yang ada. Pada tahap ketiga yaitu tahap yang terakhir, dibuat satu rangkuman dari kesimpulan dari analisis yang telah dilakukan. Dari penelitian ini, terdapat kesimpulan sebagai berikut (1) Petilasan Batur Agung adalah kompleks besar dengan bangunan berundak sebagai bangunan utamanya, serta sebuah areal kecil di luarnya. Kompleks ini dilengkapi oleh dua buah jalan bath menuju bangunan berundak; disamping itu terdapat pula sebuah susunan batu temu gelang diantara areal kecil di luar bangunan berundak dan areal kecil yang ada. Ditemukan pula sejumlah benda peninggalan tradisi megalitik seperti menhir, lesung batu, area megalitik, pelinggih,'altar batu, dan susunan batu. (2) meskipun belum dilakukan satu penelitian untuk melihat apakah bentuk kegiatan religius di Batur Agung adalah living megalithic tradition, namun keberadan petilasan sebagai sebuah living monument dapat dilihat jelas, dimana dari perilaku para pendukungnya saat ini masih memperlihatkan adanya konsepsi tradisi megalitik yang melatarbelakangi seluruh kegiatan yang berlangsung di tempest tersebut. Penelitian ini adalah sebuah penelitian pendahuluan, sebab itu kesimpulan yang dicapai masih bersifat sementara dan diperlukan penelitian lebih mendalam untuk menguji kebenarannya serta mengungkapkan jawaban atas seluruh permasalahan yang lebih luas jangkauannya dari pada penelitian ini.
Depok: Universitas Indonesia, 1992
S11890
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purba, Jimmy N.
Abstrak :
Ternyata peninggalan megalitik yang ada di bukit Kasur berada pada bagian puncak bukit, yaitu sebuah bangunan berundak lima teras yang pada teras teratasnya terdapat peninggalan-peninggalan lainberupa batu datr yang oleh masyarakat setempat disebut batu kasur, kursi batu, susunan batu pondasi segi empat, batu bergores, batu segi enam, batu kodok dan batu-batu monolit besar. Peninggalan-peninggalan yang terpusat pada teras teratas bangunan berundak ini, memperlihatkan bahwa aktivitas ritus cendrung dilakukan pada tempat tertinggi. Pendapat ini didasarkan kepercayaan masyarakat pendukung tradisi megalitik yang beranggapan bahwa tempat tertinggi merupakan tempat yang paling suci, yaitu tempat bersemayam roh-roh nenek moyang...
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2001
S11787
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ary Sulistyo
Abstrak :
Penelitian ini berfokus pada situs-situs megalitik yang berada di sub DAS Klawing, karena daerah DAS ini dekat dengan Gunung Slemat di bagian tenggara. Temuan-temuan tersebut tersebar di wilayah administrasi di Kecamatan Karangreja, Kecamatan Bobotsari, Kecamatan Mrebet dan sebagian Kecamatan Karanganyar. Penelitian ini tersebar di 4 kecamatan.Situs-situs megalitik di DAS Klawing Purbalingga atau di lereng Gunung Slamet hanya menunjukan karakter situs campuran antara pemujaan dan penguburan, situs pemujaan dan situs-situs objek tunggal...
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S11502
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>