Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abstrak :
The focus of this research is a problem occured in a radio segmented for and managed by women. Conducting on a female radio located in East Java-Indonesia, this research employed cultural production approach and Gramscian thoughts on hegemony. The result shows that working women experienced various conflict over their existence as media workers. At institutional as well as societal level, as they decided to go into media industry, these women had to face media condition which is masculine and capitalistic in nature. This condition puts up women workers to follow the logic of capitalism which will certainly exploit them.
Thesis: Jurnal Penelitian Ilmu Komunikasi, V (3) September-Desember 2006: 31-47,
TJPI-V-3-SeptDes2006-31
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
R Kristiawan
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini mencoba untuk melihat situasi democratisasi media di Indonesia dalam hubungannya dengan aspek industri dan ekonomi. Latar belakang politik adalah situasi politik sebelum kejatuhan Orde Baru ketika masyarakat sipil, aktivis media, dan jurnalis, mulai mengonsolidasikan kekuatan mereka untuk meraih kemerdekaan pers dan kebebasan berekspresi. Pemicunya adalah peristiwa pembredelan tiga media cetak: Tempo, Editor, dan Detik pada tahun 1994 akibat pemberitaan tentang pembelian kapal perang eks Jerman Timur. Pembredelan ini memicu perlawanan politik pada satu sisi, dan konsolidasi demokrasi di kalangan jurnalis dan aktivis pada sisi yang lain. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) kemudian dideklarasikan oleh Goenawan Mohammad dan para wartawan lain di tahun 1994 untuk mewadahi organisasi jurnalis alternatif di luar Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).

Mereka kemudian mengonsolidasikan kekuatan mereka melalui gerakan bawah tanah termasuk menerbitkan Independen, majalah bawah tanah, yang berbuntut pada pemenjaraan tiga jurnalis. Sejak itu, didukung oleh donor asing, Goenawan Mohammad menerbitkan Suara Independen untuk melanjutkan perjuangan melawan Soeharto. Perjuangan itu berhasil. Sesudah krisis ekonomi, Soeharto akhirnya jatuh, yang menjadi momentum dari proses legislasi yang banyak didukung Presiden Habibie. UU Pers No. 40/1999 disahkan dan mengubah kebijakan lama yang otoriter menjadi liberal. UU PErs menjamin ekspresi demokratis dengan membatalkan mekanisme SIUPP. Dalam konteks kapitalisme global, perubahan hukum ini merupakan perubahan struktural penting bagi Indonesia untuk berintegrasi ke kapitalisme global.

Meski demikian, situasi demokratis itu merupakan kesempatan bagi kekuatan pasar untuk memperluas pasar. Ketiadaan SIUPP memunculkan bonanza industry pers yang tidak memliki preseden dalam sejarah pers Indonesia sebelumnya. Industri media menjadi lebih kuat dan terkonsentrasi. Di ranah penyiaran, sejarah kapitalisme semu menciptakan hubungan yang unik antara industry penyiaran dan birokrasi. Dalam arah demokratis dan kapitalistik dinamika media di Indonesia menjadi sangat menarik dalam hal bagaimana kekuatan demokratis dan kapitalistik itu mengontestasi kepentingan mereka dan bagaimana kepentingan publik dilanggar dalam arena itu. Sejarah menunjukkan bahwa kekuatan pasar adalah pemanang, sementara yang lain berpendapat bahwa proses ini merupakan demokratisasi. Data-data menunjukkan bahwa yang tumbuh hanyalah belanja iklan, sementara data lain seperti indeks kebebasan pers, kesejahteraan jurnalis, serikat pekerja pers, memburuk. Data lain menunjukkan konvergensi kepemilikan media yang mungkin membawa Indonesia ke konglomerasi media. Penelitian ini akan menunjukkan data-data tersebut.

Riset ini mencoba melihat dinamika ekonomi politik dalam situasi media Indonesia kontemporer. Riset ini menggunakan pendekatan ekonomi politik dengan paradigma kritis sebagai basis teoritik. Concern riset ini adalah kualitas ruang publik di Indonesia sesudah kekuatan pasar terbukti mendominasi dinamika media di Indonesia.
Abstract
This research tries to assess the situation of media democratization in Indonesia in relation to industrial and economic aspects. The political background is the years prior to the fall of New Order when civil society, media activists, and journalists started consolidating their power for freedom of the press and freedom of expression. The political trigger is the banning of three printed media, Tempo, Editor, and Detik in 1994 due to their publications of the buying of ex East Germany battle wagons by Indonesia. This triggered political obedience on one hand, but also democratic consolidation among journalists and activists on the other hand. Alinasi Jurnalis Independen (AJI) was then declared by Goenawan Mohammad and other journalists in 1994 to provide alternative political organization for journalist out of Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).

They then continued consolidating their power by underground movements including publishing Independen, an underground magazine, followed by the imprisonment of three journalists. Since then, supported by foreign donor, Goenawan Mohammad published Suara Independen to continue the struggle against Soeharto. The struggle was successful. Following economic crisis, Soeharto fell down, which was the momentum of many strategic legislations under which Habibie supported much. Press Law No. 40/1999 was passed and changed old authoritarian policies to become more liberal. Press Law guarantees democratic expression by allowing citizens to publish information without government permit (SIUPP). In global capitalism, such legal change is a crucial structural adjustment of a state to integrate in global capitalism.

However, such democratic situation was the chance for market force to expand their business. The absence of SIUPP made the bonanza of press industry without precedent in Indonesian press history before. Media industry became more powerful and concentrated. In broadcasting area, the history of erzats capitalism created a unique relationship between broadcasting industry and bureaucrats. Under democratic and capitalistic trajectories at the same time, the media dynamics in Indonesia has been very interesting in terms of how democratic and capitalistic power contested their interest and how public interest is violated in such arena. The history shows that market force is the champion after the process, while others may say that it is the democratization. Data shows that the only thing increasing is advertorial expenditure, while other performance, including media freedom index, journalist welfare, violence to journalists, press trade union, worsen. Other data shows the convergence of media ownership which may lead Indonesia media industry to media conglomeration. The paper will expose those paradoxical data.

This paper tries to assess the political economy dynamics in contemporary media situation in Indonesia. The research uses political economy approach with critical paradigm as the bases of argument. The concern of the paper will be the public sphere quality of contemporary Indonesia, after market-force is proven to dominate media dynamics in Indonesia.
2012
T30859
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Sophia Rainy
Abstrak :
ABSTRAK Radio komersial sebagai media massa yang memberikan informasi dan juga hiburan kepada para pendengarnya membutuhkan keuntungan agar tetap tumbuh dan berkembang untuk mempertahankan bisnis. Penyiar dalam radio komersial merupakan garda terdepan bagi radio komersial untuk menjaring banyaknya pendengar agar menarik perusahaan-perusahaan yang menjual barang dan jasa melakukan kerjasama iklan. Penyiar yang berfungsi sebagai daya tarik membutuhkan air personality yang unik dan berbeda dari penyiar-penyiar lainnya. Penelitian etnografi ini menggambarkan bahwa pembentukan air personality penting dimiliki oleh penyiar sebagai bagian dari cara untuk menunjang fungsi bisnis dalam industri media. Trax FM, radio komersial anak muda, membebaskan penyiarnya untuk membentuk air personality sesuai dengan kepribadian dirinya sendiri melalui proses pembelajaran yang berdasarkan praktik dan juga pengalaman penyiar. Dalam prosesnya, penyiar dapat melakukan praktik agensi berdasarkan air personality hingga dapat berperan dalam proses perkembangan radio Trax FM. Namun demikian, agen yang berada dalam struktur sulit untuk dilihat terlepas dari kekuasaan tersebut. Dalam konteks neoliberal, peranan Trax FM dalam pembentukan air personality sangat penting, namun agensi pun harus bisa memposisikan diri dalam struktur. Sehingga baik agensi dan struktur, terlihat tidak sepenuhnya bebas.
ABSTRACT Commercial radio as a mass media that provides information and entertainment to its listeners requires profits to keep growing and developing to maintain the business. Broadcasters in commercial radio are the frontline for commercial radio to attract many listeners in order to engage companies that sell goods and services to do advertising cooperation. Broadcasters that have a function as an attraction require unique air personality and different from other broadcasters. This ethnographic research illustrates that the formation of an air personality possessed by broadcasters as part of a way to support business functions in the media industry. Trax FM, as a commercial radio for young people, gives flexibility to the broadcasters to form air personality according to their own personality through a learning process that is based on practice and the broadcaster's experience. In the process, broadcasters can practice agency based on air personality so they can play a role in the process of developing Trax FM radio. However, agents in the structure are difficult to see apart from that power. In the neoliberal context, the role of Trax FM in the formation of air personality is very important, but the agencies must be able to position themselves in the structure. So that both the agency and the structure, it look not completely free.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cut Triana Dewi
Abstrak :
Kompetisi dalam industri media massa di Indonesia, khususnya televisi semakin ketat. Hal ini disebabkan karena munculnya semakin banyak stasiun televisi baru. Khalayak yang merupakan sumber pemasukan yang sangat berarti bagi media massa, tentu semakin diperebutkan. Dan semua stasiun televisi yang ada saat ini, berdasarkan data dari Media Scene, ada tiga stasiun yang lebih menonjol dibanding yang lainnya yaitu RCTI, SCTV, dan Indosiar. Ketiganya juga memiliki segmen pemirsa dan jenis program acara yang hampir sama. Kemampuan ketiganya dalam memenuhi kebutuhan pemirsa akan menentukan stasiun mana yang lebih unggul.

Tujuan dari studi ini adalah untuk melihat pola penggunaan media oleh pemirsa, jenis kepuasan yang dicari pemirsa, serta kepuasan yang mereka peroleh, juga tingkat persaingan diantara ketiga stasiun televisi tersebut dalam memenuhi kebutuhan pemirsanya. Kepuasan yang diperoleh pemirsa diibaratkan sebagai "niche" atau celung yang menjadi keunggulan satu stasiun televisi dibanding yang lainnya.

Ada dua landasan teori yang digunakan yaitu Uses And Gratification dan Niche Theory. Sampel dari penelitian ini adalah mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Sahid angkatan 1998, 1999, dan 2000 yang berjumlah 78 orang. Metode penelitian yang digunakan adalah single cross sectional survey. Untuk melihat perbedaan tingkat kepuasan yang diperoleh pemirsa, digunakan metode analisa varians satu jalan (Oneway Anova).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketiga stasiun televisi lebih banyak ditonton oleh pemirsa dari kategori light viewer. RCTI lebih mendapat perhatian untuk acara musik, drama, film sari lepas, program kebudayaan dan berita dalam negeri. Indosiar lebih menarik penonton pada program komedi, kuis, dan olah raga. Sedang SCTV hanya mendapat perhatian pada program berita luar negeri. Dua kebutuhan yang sangat dicari oleh khalayak dalam menggunakan media adalah terhibur dan relaks-santai.

Hasil analisa oneway anova menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan pada kepuasan yang diperoleh dari masing-masing kelas penonton. Juga tidak terdapat perbedaan tingkat kepuasan yang diperoleh pemirsa pada ketiga stasiun televisi. Pemirsa menganggap ketiganya memiliki kemampuan yang sama dalam memenuhi kebutuhan mereka. Sehingga kita dapat mengatakan bahwa tingkat persaingan diantara RCTI, SCTV, dan Indosiar sangat tinggi karena ketiganya memperebutkan satu celung yang sama. Tidak ada celung khusus yang membuat satu stasiun lebih unggul dari yang lainnya.
Competition in mass media industry in Indonesia, specially, for television is more tightly. It is caused by the more emerging new television stations. Significantly, of courses the audiences (television watchers) as inputs more he cared with. Currently, for all existing television stations based on data from Media Scene, there are three remarkable stations than others, those are RCTI, SCTV, and Indosiar. Three those are having almost similar market segment and programs. The capability of them to satisfy their audiences will determine which station brand is leader.

The objective of this study is to see the pattern of mass media usage by audiences, the gratification sought by the audiences, and the gratification they obtained, as well as competition degree among those three stations in satisfying its audiences needs. The satisfaction they need is resembled as `niche' to be one leading television station than others. There are two theories being used : Uses and Gratification and Niche Theory.

Sample of this research is students in major Communication Science of Sahid University from generation 1998, 1999 and 2000. The total sample is 78 students. The used research method is single cross sectional survey. To see the differences on satisfaction level of audiences had been applied one way analysis of variance (One Way Anova).

This research result had indicated that more numerously, all three stations had been watched by the audiences from light viewer category. RCTI more having attention from programs of music, drama, non serial film, culture and domestic news. Indosiar that of comedy program, quiz, and sport. Whereas, SCTV that of foreign news. Two necessities being wanted by audiences in using mass media is feeling enjoy and relax.

Significantly, analysis result of one way Anova had indicated there is no difference on satisfaction being obtained by each audience category. Neither found the difference of satisfaction level obtained by audiences of all three television stations. The audiences had supposed that those three television stations having same capability in satisfying their needs. Hence, we may say that competition degree among RCTI, SCTV and 1ndosiar is very high because they should win one similar niche. There is no special niche making one station is leader than others.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T1445
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Faris Gani
Abstrak :
Dalam era revolusi industri 4.0, pekerja perlu meningkatkan dan memperbarui keterampilan mereka melalui pendidikan formal yang lebih tinggi untuk memenuhi tuntutan industri dan meningkatkan kesejahteraan hidup mereka. Pekerja yang melanjutkan studi atau pelajar usia dewasa sering mengalami tantangan tertentu yang memerlukan strategi koping. Pembahasan terkait tantangan pelajar dewasa dan strategi koping masih tergolong minim. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan mendeskripsikan pengalaman strategi koping dalam menghadapi tantangan pada pekerja yang melanjutkan studi pendidikan tinggi, dalam konteks pekerja di perusahaan media cetak. Pekerja media cetak menghadapi berbagai situasi memberatkan seperti perubahan teknologi dan profesi jurnalis yang memiliki jam kerja fleksibel namun mengharuskan kesiapsiagaan. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif yang dilakukan pada Januari-Juni 2024 melalui wawancara mendalam dengan 4 pekerja yang pernah dan sedang melanjutkan pendidikan tinggi yang dipilih dengan teknik purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tantangan yang dirasakan para informan meliputi tantangan situasional, institusional, disposisional, dan akademis. Merujuk dari tiga bentuk strategi koping yang mencakup problem-focused, emotion-focused, dan relationship-focused, strategi yang digunakan para informan untuk menghadapi tantangan yang teridentifikasi mencakup pengelolaan dan perencanaan, upaya menjaga kesejahteraan, pencarian dukungan, dan pengorbanan. Implikasi hasil penelitian ini penting bagi pengembangan upaya kesejahteraan pekerja serta bagi literatur kesejahteraan sosial di sektor industri, khususnya terkait pekerja media cetak yang melanjutkan studi pendidikan tinggi. ......In the era of the Industrial Revolution 4.0, workers need to enhance and update their skills through higher formal education to meet industry demands and improve their quality of life. Workers who return to studies or adult learners often face specific challenges that require coping strategies. Discussions on the challenges of adult learners and their coping strategies are still relatively scarce. Therefore, this study aims to describe the coping experiences of workers pursuing higher education, particularly within the context of print media company employees. Print media workers face various demanding situations such as technological changes and the profession of journalism, which involves flexible working hours but requires constant readiness. This research employs a descriptive qualitative approach conducted from January to June 2024 through in-depth interviews with four workers who are currently or have previously pursued higher education, selected using purposive sampling. The study's findings indicate that the challenges experienced by the informants include situational, institutional, dispositional, and academic challenges. Referring to the three forms of coping strategies, which include problem-focused, emotion-focused, and relationship-focused strategies, the strategies used by the informants to address the identified challenges encompass management and planning, efforts to maintain well-being, seeking support, and making sacrifices. The implications of this research are significant for developing worker well-being initiatives and contribute to the literature on social well-being in the industrial sector, particularly regarding print media workers who are pursuing higher education.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library