Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sukhsma Ayu Qatrinada Lahfani
"Artikel ini membahas tentang pengaruh seorang selebriti sebagai panutan (role model), khususnya bagi komunitas LGBTQ+ (Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender, Queer, dan Plus). Ketika media sosial dan industri hiburan menjadi kian luas, influencer dan selebritas menjadi role model di bidang gaya hidup, masalah sosial, masalah pendidikan, dan pengetahuan terhadap dunia. Oleh karena itu, terpaan media dari seorang influencer atau selebritas sebagai panutan sangat besar, terhadap kepribadian dan gaya hidup pengikutnya sehari-hari. Hal ini pun diyakini berlaku bagi kelompok audiens yang termasuk dalam komunitas LGBTQ+. Studi ini berfokus pada analisis kasus berita seorang influencer asal Amerika Serikat, Jojo Siwa, yang mengungkapkan fakta bahwa dirinya adalah bagian dari komunitas LGBTQ+ (Twersky, 2021). Analisis dilakukan dalam kerangka teori ekologi media yang mengacu pada studi tentang bagaimana media dan proses komunikasi mempengaruhi persepsi, perasaan, emosi, dan nilai manusia (West & Turner, 2007). Tulisan ini bertujuan untuk mempelajari reaksi, tindakan, dan perasaan audiens yang termasuk ke dalam komunitas LGBTQ+ terhadap sosok Jojo Siwa, terutama pasca-pengakuannya kepada publik. Artikel tersebut berpendapat bahwa mengagumi selebriti sebagai panutan dapat menjadi sumber martabat, inspirasi, dan dukungan, terutama bagi komunitas LGBTQ+.

This article discusses the influence of a celebrity as a role model, especially on LGBTQ+ (Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender, Queer, and Plus) identity. As social media and the entertainment industry are becoming more extensive than ever, influencers and celebrities serve as role models in lifestyle, social issues, educational concerns, perceptions, and understanding of the world. The effect of media exposure of an influencer or celebrity as a role model is incredibly huge, affecting the audience's personalities and lifestyle daily. This notion also applies to those who adhere to the LGBTQ+ community. By adopting the media ecology theory--which refers to the study of how media and communication processes affect human perception, feeling, emotion, and value (West & Turner, 2007)--and taking the case of the response of Jojo Siwa's coming out news (Twersky, 2021), this paper studies how the LGBTQ+ community perceives this issue. This article focuses on the community's reactions, acts, and feelings towards the announcement. The study found that admiring celebrities as role models can be sources of dignity, inspiration, and support, particularly for the LGBTQ+ community.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Kristiya Kartika
"Penyebab utama terjadinya kompetisi antar lima surat kabar Ibukota (Kompas, Media Indonesia, Republika, Suara Karya & Suara Pembaruan) dalam emperebutkan iklan adalah semakin besarnya jumlah surat kabar yang turut memperebutkan, semakin terbatasnya porsi pembelanjaan iklan untuk surat kabar, serta masih banyak surat kabar yang mengandalkan padakategori produk iklan sejenis. Dengan menggunakan teori Niche, penelitian ini mencoba melihat seberapa ketat persaingan antar lima surat kabar yang diteliti berdasarkan pendapatan iklan sebagai salah satu suber kehidupan surat kabar. Pendapatan iklan yang ditelaah adalah periode 1992, 1993 & 1.994, kecuali Republika yang hanya ditelaah tahun 1994.
Dari hasil penelitian, dapat dicatat bahwa selarna periode 1992 -1994 kebanyakan surat kabar yang diteliti menggunakan pola generalisme, dengan mengandalkan pendapatan iklan dari banyak jenis kategori produk. Misalnya Niche Breadth : Kompas 7.1 (1992), 6.7 (1993), 5.6 (1994); Media Indonesia 7.1 (1992), 7.1 (1993), 7.1 (1994); Suara Pembaruan 6.7 (1992), 6.7 (1993), 7.1 (1994). Sementara itu, persaingan yang ketat terjadi, karena beberapa surat kabar saling memperebutkan iklan kategori produk real estat serta bank & asuransi.
Pada tahun 1993 & 1994, Kompas bersaing ketat dengan Media Indonesia dalam memperebutkan iklan real estat. Nilai Niche Overlap antara Media Indonesia - Suara karya (1992) adalah 0.034; sedangkan antara Kompas - Media Indonesia (1993 & 1994) adalah : 0.010 & 0.015.
Perlu usaha yang sungguh-sungguh dari para pengelola surat kabar agar lebih aktif dalam mengejar iklan yang selama ini belum diperebutkan secara ketat. Ini berarti di masa yang akan datang pola kehidupan spesialisme surat kabar, khususnya ditinjau dari pemasangan iklan, menjadi kebutuhan yang sulit dibantah.
Dengan demikian kebijakan pengelolaan surat kabar memerlukan beberapa peninjauan ulang, agar memenuhi kaidah-kaidah pemasaran yang berlaku."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ananda Budi Yudhistira
"COVID-19 telah memaksa orang-orang di dunia mengubah kebiasaan mereka yang biasa. Di Indonesia sendiri sudah kurang lebih 2 tahun sejak pergeseran dimulai. Industri pertelevisian juga dituntut untuk mengikuti perubahan tersebut seperti perlunya protokol kesehatan yang ketat & dua kali kerja dengan sumber daya yang terbatas. Karena semua orang diharuskan untuk tinggal di rumah, orang-orang telah terhubung lebih dari sebelumnya. Artis kehilangan momentum & pekerjaan mereka karena ada pemotongan besar pada acara langsung, selanjutnya influencer lain seperti pembuat konten memiliki lebih sedikit kesulitan beradaptasi dengan situasi ini. Beberapa artis mulai bergeser bahkan sebelum pandemi COVID-19, dan ini mungkin telah menjadi tren baru bagi mereka untuk terus mendapatkan engagement yang mereka butuhkan. Ada dua teori komunikasi yang sejalan dengan situasi saat ini yaitu teori ekologi media McLuhan & teori budidaya Gerbner.

COVID-19 has forcefully made people of the world change their usual habits. In Indonesia itself it has been approximately 2 year since the shift began. The TV industry are also required to follow with these changes such as the need of strict health protocols & twice the work with limited resources. Since everybody is required to stay at home, people have been connected more than ever. Artists are losing their momentum & jobs since there has been a huge cut on live events, meanwhile other influencers such as content creators have less trouble adapting with this situation. Some artists are starting to shift even before the COVID-19 pandemic, and this may have become a new trend for them to keep getting the engagement they need. There are two communication theories that are in-line with the current situation namely, McLuhan’s media ecology theory & Gerbner’s cultivation theory."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library