Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Departemen Kesehatan, 1992
618.4 IND p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Background: There are many mothers giving birth at home assisted by Traditional birth attendence (TBAs) in Indonesia. It was predicted as the cause of high Maternal mortality in Indonesia....
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Gunantoro
Abstrak :
Latar belakang: Di Indonesia angka kematian bayi masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan negara negara Asean lainnya. Tetanus neonatorum adalah salah satu penyebabnya, tepatnya di Kabupaten Sukabumi ada beberapa faktor yang berhubungan dengan terjadinya tetanus neonatorum seperti cakupan imunisasi TT dan cakupan persalinan (persalinan oleh harus bukan persalinan oleh dukun), oleh karena itu pertolorgan persalinan merupakan salah satu faktor pernyebab tetanus neonatorum. Tujuan penelitian, desain, dan sampling: Studi ini dimaksudkan untuk menentukan faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan penelitian penolong persalinan di Kecamatan Cibadak Kabupaten Sukabumi tahun 2001 dengan menggunakan desain kros seksional . Populasi dari penelitian yaitu, ibu yang mempunyai anak dibawah 12 bulan yang bertempat tinggal di Kecamatan Cibadak Kabupaten Sukabumi. Sampel dipilih secara acak dengan cara probability proportional to size untuk mendapatkan sejumlah ibu yang mempunyai anak dibawah 12 bulan pada masing masing Desa, di Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi. Hasil penelitian: Variabel yang tetap berhubungan benar dengan petugas penolong persalinan pada analisis multivariat yaitu variabel kepercayaan responder terhadap keterampilan nakes OR 4,253 (95% CI: 2154-8,359) dan banyaknya keluhan sewaktu responden mengandung anaknya yang terakhir OR=2,584 (95% CI: 1,329-5,023). Saran:
a. Penyebarluasan informasi kepada ibu-ibu hamil mengenai ANC, persalinan, dan penyakit TN melalui penyuluhan kelompok di setiap desa.
b. Pelatihan bidan mengenai cara menumbuhkan kepercayaan masyarakat dan mengusahakan agar bidan dapat menetap di satu desa dengan dibuatkan suatu Surat Perintah.
c. Membiasakan kegiatan menabung bagi ibu hamil untuk meringankan biaya persalinan.
d. Monitoring ibu hamil terutama ibu hamil risti.
e. Mengoptimalkan kegiatan program perawatan kesehatan masyarakat terutama melakukan kunjungan kepada ibu hamil yang termasuk keluarga rawan.
f. Membuat perencanaan yang tepat dan mengalokasikan dana yang cukup untuk kegiatan penyuluhan, monitoring ibu hamil, dan pembinaan keluarga rawan agar dapat berjalan dengan baik. ...... In Indonesia Infant Mortality Rate is still higher than the other ASEAN countries. Tetanus neonatorum is one of diseases that cause of death, especially at Sukabumi some factors related to the occur of tetanus neonatorum such as: TT immunization coverage and coverage of delivery (attendant by health provider not by traditional birth attendant), therefore birth attendant is one causal factor of tetanus neonatorum. Sampling, Design, and Research Objective: This study aim to determine factors related to choice of birth attendant in Sub district of Cibadak, District of Sukabumi in 2001 using cross sectional study design. The population of this study are the mothers who have the children under 12 month lived in Sub district of Cibadak, District of Sukabumi. Samples were selected randomly using Probability Proportional To Size regard to numbers of mothers who have children under 12 month for each village in Sub district of Cibadak, District of Sukabumi. Result: Factors that proven significant related to choice of birth attendant in multivariate analysis are believe to health provider OR-4_253 (95% Cl: 2.164-8.359) and compliant frequencies OR=2.584 (95% CI: L329-5_023). Suggestion:
a. Desimination of information to group of pregnancy mother about ANC, delivery, and tetanus neonatorum decease in each village.
b. Make a midwife training about method of growth the public believe and make a instruction for midwife in order to live in village.
c. Make the mother accustomed to save the money for finance her delivery.
d. Monitoring the pregnancy mother especially the high risk pregnancy mother.
e. Optimalize of public health nursing program especially midwife health provider to poor family with pregnancy mother.
f. Make a good plan and good allocation of financial for public health nursing program, monitoring the high risk pregnancy mother, and dissemination of information.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T2093
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Binawati Hadikusuma
Abstrak :
ABSTRAK Dari hasil Supas 1985 diketahui angka kematian bayi masih cukup tinggi yaitu 70 per 1000 kelahiran hidup. Angka ini secara umum masih cukup tinggi walaupun telah menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Sejak tahun 1984 Pemerintah Indonesia dalam rangka mewujudkan "Kesehatan Bagi Semua Orang Pada Tahun 2000" telah mengembangkan suatu pendekatan baru yang disebut Keterpaduan KB-Kes. Pendekatan ini didasarkan pada keterpaduan 5 program prioritas yang meliputi program KIA, KB, Gizi, imunisasi dan penanggulangan diare. Keterpaduan ini telah dilaksanakan secara luas dan merupakan kegiatan yang dikenal sebagai posyandu (Pos Pelayanan Terpadu). Hampir di semua tempat, pelaksanaan posyandu tidak berjalan seperti yang diharapkan. Hal ini disebabkan karena banyaknya hambatan-hambatan yang bila tidak segera diatasi dapat mengakibatkan tidak tercapainya tujuan kegiatan tersebut. Di Kelurahan Penjaringan khususnya di daerah binaan Atma Jaya pelaksanaan program secara umum dapat dikatakan cukup lancar meskipun ada hambatan-hambatan yang masih dirasakan. Beberapa hambatan yang dirasakan antara lain kehadiran kader, pencatatan dan pelaporan, ketidakhadiran ibu balita serta rendahnya cakupan, hasil kegiatan dan pencapaian program. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan faktor-faktor kader dan faktor pengelolaan dengan penggunaan posyandu. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan mengadakan wawancara dan uji ketrampilan pada semua kader di Kelurahan Penjaringan serta mendapatkan data sekunder tentang jumlah balita dan pencatatan pelaporan. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi drop out kader semakin rendah penggunaan posyandu. Kesimpulan lain yang didapat yaitu semakin sedikit jumlah balita semakin tinggi penggunaan posyandu. Untuk meningkatkan penggunaan posyandu di Kelurahan Penjaringan disarankan jumlah posyandu diperbanyak, jumlah kader ditambah, pemberian penghargaan pada kader, bimbingan dan pelatihan dari petugas puskesmas/dokter ditingkatkan bagi para kader yang tergolong pengetahuan/ ketrampilan kurang.
Depok: Universitas Indonesia, 1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mustamin Alwy
Abstrak :
Para ahli ilmu sosial dan kebudayaan menyoroti masalah sosial-budaya dengan mengacu pada dua paradigma, yaitu paradigma 'behavioristic' dan paradigm 'cognitive' (d'Andrade 1976, dalam Shweder 1984; Spradley 1972; Berkhofer 1969). Paradigma pertama diartikan sebagai suatu pendekatan yang menekankan pada pola - pola prilaku yang dapat diamati dalam kelompok-kelompok sosial tertentu. Paradigma kedua diartikan sebagai suatu pendekatan untuk menjelaskan kebudayaan dalam betas pengertian ide-ide, gagasan-gagasan, kepercayaan dan pengetahuan. Kedua paradigma tersebut lahir dari latar disiplin khususnya psikologi, sosiologi dan antropologi. Kecenderungan dan kepentingan analisis dalam menyoroti masalah sosiobudaya, membawa pengaruh terhadap pandangan dan perkembangan orientasi teoritis yang pada gilirannya masing-masing kutub paradigma berpendirian kuat dan seolah-olah saling mengungguli satu sama lain. Implikasinya, bahwa penganut aliran behavioristic maupun cognitive dihadapkan pada suatu dilemma untuk menyodorkan penjelasan komprehensif mengenai masyarakat dan kebudayaan. Berpegang pada satu aliran tertentu secara kaku, bukanlah sikap bijak keilmuan dalam dekade terakhir ini, mengingat kompleksitas masalah sosiobudaya yang semakin rumit. Tentu saja memerlukan berbagai keahlian dan pendekatan yang bersifat multidisipliner. Dalam periode tahun 1950-an, ilmu-ilmu tentang manusia mengalami perubahan yang mendasar, di mana sebelum periode tersebut ilmu sosial didominasi oleh behavioristic sebagai paradigma untuk memahami 'stimulus' dan `response' yang saling berhubungan (d'Andrade 1984:88). Kalangan ilmuan perilaku (behavioral scientist) mendapat kritikan tajam dari, kalangan ilmuwan sosial lain, namun 'behavioralism' tetap mengembangkan pendekatan baru dengan situational analysis yang sering disebut 'action frame of reference' (Berkhofer, 1969). Analisis situasional yang disebutkan terakhir ini menggunakan konsep-konsep 'biopsikososiobudaya' dalam menginterpretasikan suatu tindakan (action) yang dilakukan oleh pelaku (actor). Dalam periode yang sama, 'behavioristic' mendapat tantangan keras dari berbagai ahli. Dari ahli psikologi misalnya, Jerome Bruner, George Miller dan lainnya mengembangkan 'cognitive' dan manajemen informasi tindakan dan 'learning'. Demikian pula ahli linguistik; Chomsky melihat konsep-konsep 'behavioristic' dari segi bahasa, tidak dapat rnenjelaskan sifat-sifat kebahasaan (Chomsky, 1957, dalam d'Andrade 1984). Kritikan tajam mengenai 'behavioristic' terakhir muncul dari kalangan ahli antropologi. Alasan-alasan berkenaan dengan kebudayaan secara tegas dinyatakan bahwa kebudayaan tidak hanya terdiri atas prilaku dan pola-pola prilaku, tetapi keduanya merupakan bagian informasi atau pengetahuan yang ditandai dengan sistem simbol (lihat Geertz, Goodenough dan Hall, dalam d'Andrade 1984:88-116). Kalangan yang disebutkan 'cognitive' yang secara tegas menentang perilaku untuk disamakan dengan kebudayaan. Kedua paradigma tersebut, dengan segala kekuatan dan kelemahannya, telah menerima kritikan dari berbagai kalangan, namun pada gilirannya tetap bertahan sampai dewasa ini dan upaya untuk menjembatani di antara keduanya menjadi bagian dari perkembangan ilmu-ilmu sosialbudaya, khususnya para ahli antropologi (Sperber 1984; Schweder 1984 dan Berkhofer 1969). Dalam tradisi pendekatan metodologis antropologis, menggiring ke arah posisi pendirian yang lebih ringkih, karena pendekatan 'emic' dan 'etic' 1) dan penyelidikan alamiah masalah (natural-inquiry) tetap memberikan corak dalam antropologi, dan berkembang pesat dalam ilmu-ilmu sosial terakhir ini (Lincolm et.al 1985; William 1988). Hal ini merupakan terobosan baru dalam dunia ilmu-ilmu sosial-budaya termasuk antropologi. Menjelaskan masalah sosio-budaya dengan terikat pada satu definisi tidak dapat memberikan penjelasan dan pengertian yang memadai. Kecuali dengan memulai menyusun paradigma yang relevan dengan kondisi sosiobudaya tertentu. Dalam kepustakaan antropologi maupun disiplin sosial lain, dijumpai berbagai konsep dan definisi tentang kebudayaan. Tetapi kesan terhadap konsep dan definisi yang ada, secara samar-samar menunjukkan latar kepentingan disiplin tertentu. d"Andrade (1984) menjelaskan kebudayaan dengan berfokus pada 'knowledge', bahkan ahli antropologi tertentu menempatkan "pengetahuan budaya" sebagai terra sentral dalam kebudayaan (Keesing 1980; Sparadley 1972).
Depok: Universitas Indonesia, 1990
T49
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library