Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siahaan, Ferdinan Leonardo
"ABSTRAK
Masalah gangguan kesehatan mental merupakan kontributor terbesar terhadap DALYs di dunia. Di Indonesia, data menunjukkan bahwa 1-2 orang dari 1000 penduduk mengalami gangguan kesehatan mental dan dalam beberapa tahun terakhir, kehidupan masyarakat di perkotaan juga menunjukkan risiko ancaman kesehatan mental yang cukup tinggi. Pekerjaan yang menumpuk, persoalan keluarga, tekanan ekonomi, dan penyebab lainnya diketahui menjadi pemicu stres. Pemicu-pemicu yang mengancam tersebut mampu menyebabkan psychological distress. Salah satu hal yang bisa dan cukup mudah dilakukan untuk menanggulangi potensi ancaman masalah kesehatan mental adalah menjalankan perilaku hidup sehat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tingkat psychological distress pada masyarakat di Jabodetabek yang menjalani dan tidak menjalani perilaku hidup sehat. Perilaku hidup sehat yang diukur adalah aktivitas fisik, konsumsi sarapan, durasi tidur, merokok, dan konsumsi alkohol. Partisipan penelitian ini adalah 1108 masyarakat di Jabodetabek. Peneliti menggunakan instrumen GHQ-12 untuk mengukur psychological distress dan kuesioner pertanyaan yang bersifat demografis untuk mengukur perilaku hidup sehat. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat psychological distress pada masyarakat yang beraktivitas fisik, mengonsumsi sarapan, dan tidur 7-8 jam, sedangkan pada perilaku merokok dan konsumsi alkohol, tidak ditemukan perbedaan yang signifikan pada psychological distress.

ABSTRACT
Mental health disorders are one of the largest contributors to DALYs worldwide. In Indonesia, data show that 1-2 out of 1000 people experiencing mental health problems and in the last few years, life in urban society shows high risk on mental health. Job overload, family problem, economic pressure, and other factors have been known as triggers of stress. These threatening triggers are capable to cause psychological distress. One of many things that can be easily done to overcome potential risk to mental health problem is to perform health behavior. Purpose of this study is to understand the difference on psychological distress level of society in Jabodetabek who perform of healthy behaviors and who don?t. Health behaviors that are assessed are physical activity, breakfast consumption, sleep duration, smoking, and alcohol consumption. Participants of this study are 1108 people in Jabodetabek. Researcher used GHQ-12 instrument to assess psychological distress and demographic questions questionnaire to assess health behavior. The calculation results show that there are psychological distress level differences on people who do physical activity, consume breakfast, and sleep for 7-8 hours. On the other hand, there are no significance psychological distress level difference between people who smoke and consume alcohol.
"
2016
S63110
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Islamiati Anam Putri
"Latar belakang: Penuaan kulit adalah proses biologis yang terdiri dari dua mekanisme dasar yang kompleks, yaitu faktor intrinsik dan ekstrinsik. Aktivitas merokok diketahui sebagai salah satu faktor determinan terhadap kerusakan sel, selain paparan sinar ultraviolet. Beberapa penelitian sebelumnya telah menunjukkan korelasi antara frekuensi merokok terhadap penuaan dini yang ditandai dengan kerutan pada wajah, namun penelitian di Indonesia masih terbatas. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengangkat topik terkait pengaruh aktivitas merokok terhadap tingkat kerutan wajah pada masyarakat Jabodetabek. Metode: Penelitian ini mengggunakan design cross-sectional dengan total sampel sebanyak 95 responden yang tinggal di Jabodetabek. Terdapat beberapa variabel yang diidentifikasi, seperti variabel demografi, sosioekonomi, aktivitas merokok, dan kerutan wajah. Aktivitas merokok pada responden dikelompokkan berdasarkan jumlah konsumsi batang rokok per hari. Sedangkan kerutan kulit wajah pada responden dinilai menggunakan alat Visioscan® VC 20plus. Data hasil penelitian akan diolah dan dianalisis menggunakan program statistical package for the sosial science (SPSS) ver. 25.0 dengan derajat kepercayaan 95% (α = 0,05) meliputi analisis univariat dan bivariat. Hasil dikatakan signifikan apabila nilai p < 0.05. Hasil: Sebanyak 66 orang (69,5%) responden penelitian merupakan perokok ringan dengan konsumsi 1 sampai 10 batang rokok/hari. sedangkan profil kerutan wajah responden penelitian di dominasi dengan tingkat keparahan sangat berkerut sebanyak 75 orang (78,9%). Akan tetapi hasil uji bivariat antara aktivitas merokok dengan tingkat keparahan kerutan wajah menunjukkan hasil yang tidak signifikan secara statistik (p = 0,389). Kesimpulan: Pada penelitian ini, tidak ditemukan hubungan bermakna antara aktivitas merokok dengan tingkat keparahan kerutan wajah.

Introduction: Skin aging is a biological process that consists of two complex basic mechanisms, namely intrinsic and extrinsic factors. Smoking activity is known as one of the determinants of cell damage, besides exposure to ultraviolet light. Several previous studies have shown a correlation between smoking frequency and premature aging which is characterized by wrinkles on the face, but research in Indonesia is still limited. Therefore, the authors are interested in raising the topic related to the influence of smoking activity on the level of facial wrinkles in the Jabodetabek community. Method: This study uses a cross-sectional design with a total sample of 95 respondents who live in Greater Jakarta. There are several variables identified, such as demographic, socioeconomic, smoking activity, and facial wrinkles. The smoking activity of the respondents was grouped based on the number of cigarettes consumed per day. Meanwhile, the wrinkles on the facial skin of the respondents were assessed using the Visioscan® VC 20plus tool. The research data will be processed and analyzed using the statistical package for the social science (SPSS) ver. 25.0 with 95% confidence level (α = 0.05) including univariate and bivariate analysis. The results are said to be significant if the p value <0.05. Result: As many as 66 people (69.5%) of the study respondents were light smokers with consumption of 1 to 10 cigarettes/day. while the facial wrinkles profile of the study respondents was dominated by the severity of very wrinkled as many as 75 people (78.9%). However, the results of the bivariate test between smoking activity and the severity of facial wrinkles showed results that were not statistically significant (p = 0.389). Conclusion: In this study, no significant association was found between smoking activity and the severity of facial wrinkles."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
David Su
"Latar Belakang: SARS-CoV-2 menyebabkan pandemi COVID-19 yang telah menyebar di seluruh dunia termasuk Indonesia. Pandemi membuat masyarakat umum menderita masalah psikologis, salah satunya adalah kecemasan. Kecemasan dapat terjadi sebagai akibat dari pembatasan sosial serta paparan media yang berlebihan. Kecemasan sendiri merupakan salah satu
Tujuan: Menganalisis hubungan antara tingkat kecemasan terhadap SARS-CoV-2 dengan gangguan sendi temporomandibula di masa pandemi COVID-19 pada masyarakat Jabodetabek dan menganalisis hubungan antara faktor sosiodemografi (usia dan jenis kelamin) dengan tingkat kecemasan terhadap SARS-CoV-2 dan gangguan sendi temporomandibula di masa
Metode: Desain penelitian ini adalah potong lintang pada 421 masyarakat Jabodetabek. Partisipan mengisi kuesioner Coronavirus Anxiety Scale bahasa Indonesia untuk mengukur kecemasan terhadap SARS-CoV-2 serta Indeks Diagnostik Temporomandibular Disorder untuk mengukur gangguan sendi temporomandibula. Pengambilan data dilakukan secara daring melalui google form pada bulan November 2021 hingga Desember 2021.
Hasil Penelitian: Uji Chi-Square menunjukkan tingkat kecemasan terhadap SARS-CoV-2 tidak memiliki hubungan bermakna dengan gangguan sendi temporomandibula di masa pandemi COVID-19 pada masyarakat Jabodetabek (p=0.151). Uji Chi-Square juga menunjukkan hubungan yang tidak bermakna antara usia dengan tingkat kecemasan terhadap SARS-CoV-2 (p=1) serta jenis kelamin dengan tingkat kecemasan terhadap SARS-CoV-2 (p=0.719). Uji Chi-Square menunjukkan hubungan yang bermakna antara usia dengan gangguan sendi temporomandibula (p=0.008), namun tidak pada hubungan antara jenis kelamin dengan gangguan sendi temporomandibula (p=0.137).
Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan antara tingkat kecemasan terhadap SARS-CoV-2 dengan gangguan sendi temporomandibula di masa pandemi COVID-19 pada masyarakat Jabodetabek. Tidak terdapat hubungan antara faktor sosiodemografi (usia dan jenis kelamin) dengan kecemasan terhadap SARS-CoV-2 di masa pandemi COVID-19 pada masyarakat Jabodetabek. Terdapat hubungan antara usia dengan gangguan sendi temporomandibula, namun tidak antara jenis kelamin dengan gangguan sendi temporomandibula di masa pandemi COVID-19 pada masyarakat Jabodetabek.

Background: SARS-CoV-2 causes the COVID-19 pandemic which has spread throughout the world, including Indonesia. The pandemic makes the general public suffer from psychological problems, one of which is anxiety. Anxiety can occur as a result of social impact as well as excessive media exposure. Anxiety is one of many risk factors for temporomandibular joint disorders.
Objective: This study aims to analyze the association between anxiety levels against SARS-CoV-2 and temporomandibular joint disorders during the COVID-19 pandemic in the Jabodetabek population and analyzing the association between sociodemographic factors (age and gender) and anxiety levels against SARS-CoV-2 as well as temporomandibular joint disorders in the COVID-19 pandemic in the Jabodetabek population.
Methods: Cross-sectional study was conducted to 421 Jabodetabek population. Participant filled out the Indonesian Coronavirus Anxiety Scale questionnaire to assess the anxiety levels against SARS-CoV-2 and the Indeks Diagnostik Temporomandibular Disorder to assess the temporomandibular joint disorder. Data were collected online via google form in November 2021 until December 2021.
Result: The Chi-Square test showed that the anxiety levels against SARS-CoV-2 did not have a significant association with temporomandibular joint disorders during the COVID-19 pandemic in the Jabodetabek population (p=0.151). The Chi-Square test also showed a non-significant association between age and anxiety levels against SARS-CoV-2 (p=1) as well as gender and anxiety levels against SARS-CoV-2 (p=0.719). The Chi-Square test showed a significant association between age and temporomandibular joint disorders (p=0.008), but not on the association between gender and temporomandibular joint disorders (p=0.137).
Conclusion: There was no association found between anxiety levels against SARS-CoV-2 and temporomandibular joint disorders during the COVID-19 pandemic in the Jabodetabek Population. There was no association found between sociodemographic factors (age and gender) and anxiety levels against SARS-CoV-2 during the COVID-19 pandemic in the Jabodetabek population. There was an association found between age and temporomandibular joint disorders, however no association was found between gender and temporomandibular joint disorders during the COVID-19 pandemic in the Jabodetabek population.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library