Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dewi Purnamasari
"Osteoporosis adalah kondisi berkurangnya massa tulang dan gangguan struktur tulang (perubahan mikroarsitektur jaringan tulang) sehingga menyebabkan tulang menjadi mudah patah. Perilaku yang tidak sehat masyarakat perkotaan di Indonesia sangat mempengaruhi kasus osteoporosis. Karya Ilmiah Akhir Ners ini bertujuan untk menganalisis intervensi pengontrolan kekuatan tulang yang disebabkan oleh osteoporosis untuk mencegah perburukan pada pasien yang mengalami osteoporosis. Hasil analisis yang didapatkan menunjukkan bahwa intervensi pengonytrolan terhadap pencegahan kekuatan otot tulang dapat menurunkan resiko komplikasi yang terjadi. Pengontrolan dapat dilakukan dengan memberikan ROM pada otot yang tidak mengalami nyeri untuk mencegah perburukan. Hasil tindakan keperawatan dengan ROM menunjukkan bahwa kekuatan otot dapat meningkat setelah dilakukan tindakan selama tujuh minggu.

Osteoporosis is a condition of reduced bone mass and impaired bone structure (microarchitecture changes in bone tissue), causing bones to become brittle. Unhealthy behaviors in Indonesian urban society greatly affect the case of osteoporosis. Final Scientific nurses remedy aims to analyze the intervention controlling bone strength caused by osteoporosis to prevent deterioration in patients with osteoporosis. The results obtained show that the analysis pengonytrolan intervention to prevention of bone in muscle strength can reduce the risk of complications. Control can be done by giving the ROM on the muscles do not experience pain in order to prevent deterioration. The results of nursing actions with ROM showed that muscle strength can be increased after the action for seven weeks.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2014
PR-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ray Sugianto
"Mencegah terjadinya massa tulang puncak rendah merupakan salah satu dari sekian banyak strategi pencegahan osteoporosis. Suatu penelitian yang melibatkan 25 kasus dengan massa tulang puncak rendah dan 25 kontrol telah dilakukan untuk meneliti faktor risiko yang memengaruhi kejadian tersebut. Kelompok kasus memiliki indeks riwayat kalsium (IRK) yang lebih rendah dibanding kontrol (median 160 (1−2361) vs 965 (19−3185), p =0,001). Seseorang dengan nilai IRK<1000 memiliki risiko lebih tinggi mengalami massa tulang puncak rendah dibanding IRK lebih tinggi (odds ratio10,61, 95% CI: 2,05; 54,95). Riwayat konsumsi teh atau kopi, serta data komposisi tubuh dan aktivitas fisik saat penelitian bukan merupakan faktor risiko. Sehingga, penghitungan IRK dengan nilai batas 300 dan 1000 dapat digunakan untuk mengidentifikasi perempuan yang lebih berisiko dan modifikasi kebiasaan hidup dapat disarankan lebih dini.

Preventing the occurrence of low peak bone mass is one of the many strategies of osteoporosis prevention. A study involving 25 cases with low peak bone mass and 25 controls was conducted to examine the risk factors of low peak bone mass. The cases had a lower historical calcium index (HCI) compared to controls (median of 160 (1-2361) vs. 965 (19-3185), p =0.001). Someone with HCI <1000 had risk of having low peak bone mass compared to those with higher HCI (odds ratio 10.61, 95% CI: 2.05; 54.95), and some with HCI <300 had a higher risk. History of tea or coffee consumption, as well as body composition and physical activity acquired during the study were not known as risk factors. Therefore, HCI calculations with cut-off of 300 and 1000 can be used to identify those at risk and earlier lifestyle modifications should be recommended.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jo Yenny Lindoyo
"Latar Belakang : Senam Pencegahan Osteoporosis (SPO) telah
disosialisasikan sampai ke daerah-daerah DT II di Indonesia. Untuk mengetahui evaluasi hasil SPO dengan menggunakan alat DEXA tidak dapat dilakukan di setiap kota karena tidak tersedianya alat tersebut. Cara pengukuran lain yang aman, relatif lebih mudah pengoperasiannya, dapat dipindahtempatkan serta mulai banyak digunakan adalah Quantitative Ultra Sound dimana salah satu merek adalah Achilles Express Lunar (AEL). Di Perjan RS dr. Hasan Sadikin Bandung belum ada penelitian mengenai evaluasi hasil SPO dengan menggunakan AEL.
Tujuan : Untuk mengetahui peningkatan massa tulang pasca SPO pada minggu ke-12,16 yang diukur dengan AEL.
Disain : Kuasi eksperimental dengan rancangan pre dan pasca perlakuan
Tempat penelitian : Bagian Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Perjan RS. Dr. Hasan Sadikin Bandung
Pasien dan Cara Kerja : 36 subyek penelitian yang telah diperiksa massa tulang dengan AEL dan memenuhi kriteria penerimaan. 20 orang subyek mengikuti SPO (kelompok I) dan 16 orang subyek tidak mengikuti SPO (kelompok II) selama 16 minggu. Kedua kelompok mendapat edukasi setiap 1 bulan sekali. Dilakukan pemeriksaan ulang AEL pasca SPO minggu ke-12,16.
Hasil: Terdapat peningkatan massa tulang dengan AEL
Kesimpulan : SPO meningkatkan massa tulang dan dapat diukur dengan AEL pasca minggu ke-16."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T58801
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widi Mujono
"Latar belakang dan tujuan: Prevalensi osteoporosis di Indonesia cukup tinggi disertai peningkatan risiko patah tulang terutama pada wanita. Pemeriksaan kepadatan massa tulang dengan DXA merupakan baku emas dalam mendiagnosis osteopenia maupun osteoporosis dan memperkirakan risiko patah tulang berdasarkan nilai T-score, namun ketersediaan perangkat DXA sangat terbatas di wilayah Indonesia. Indeks ketebalan korteks merupakan salah satu parameter sederhana, objektif, dan mudah diterapkan pada radiografi konventional dalam memperkirakan kepadatan massa tulang, namun perlu dibuktikan korelasinya dengan nilai T-score.
Metode: Uji korelatif dengan pendekatan potong lintang pada nilai indeks ketebalan korteks femur proksimal menggunakan radiografi konvensional dan T-score kolum femur menggunakan DXA berdasarkan database populasi Indonesia, terhadap 31 subjek penelitian, menggunakan data sekunder dalam kurun waktu Juli 2012 sampai Juni 2016.
Hasil: Dengan uji korelasi Pearson, didapatkan nilai p<0,000 dan r=0,76 antara nilai indeks ketebalan korteks femur proksimal menggunakan radiografi konvensional dan T-score kolum femur menggunakan DXA.
Kesimpulan: Terdapat korelasi positif yang kuat antara nilai indeks ketebalan korteks femur proksimal menggunakan radiografi konvensional dan T-score kolum femur menggunakan DXA.

Background and Objective: The prevalence of osteoporosis in Indonesia is high with increased risk of fractures, especially in women. Examination of bone density by DXA is the gold standard in the diagnosis of osteopenia or osteoporosis and predicts fracture risk based on the T-score, but the availability of DXA devices in Indonesia is very limited. The cortical thickness index is a simple, objective parameter, and easily applied to conventional radiography in estimating bone density, but needs to be proven its correlation with the T-score.
Methods: A cross sectional correlation study between the cortical thickness index of proximal femur by conventional radiography and T-score of femoral neck by DXA based on population database in Indonesia, conducted in 31 subjects in the period of July 2012 to June 2016.
Results : With the Pearson correlation test, there is a significant correlation (p < 0.001 and r = 0.76) between the cortical thickness index of proximal femur by conventional radiography and T-score of femoral neck by DXA.
Conclutions: There is a strong positive correlation between the cortical thickness index of proximal femur by conventional radiography and T-score of femoral neck by DXA.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Masita Hayati
"Latar belakang dan tujuan: Angka kejadian osteoporosis di Indonesia cukup tinggi disertai peningkatan risiko patah tulang terutama pada wanita. Pemeriksaan kepadatan massa tulang dengan DXA merupakan baku emas dalam mendiagnosis osteoporosis dan memperkirakan risiko patah tulang berdasarkan nilai T-score, namun ketersediaan perangkat DXA di Indonesia masih terbatas. Rasio ketebalan korteks merupakan salah satu parameter sederhana, objektif, dan mudah diterapkan dengan menggunakan radiografi konvensional yang berguna untuk memperkirakan kepadatan massa tulang, namun perlu dibuktikan korelasinya dengan nilai T-score.
Metode: Uji korelatif dengan pendekatan potong lintang pada nilai rasio ketebalan korteks radius distal menggunakan radiografi konvensional dan T-scoreradius distal menggunakan DXA berdasarkan database populasi Asia, terhadap 40 subjek penelitian, menggunakan data sekunder dalam kurun waktu November 2016 sampai April 2017.
Hasil: Dengan uji korelasi Pearson, didapatkan nilai p<0,05 dan r=0,39 antara nilai rasio ketebalan korteks radius distal menggunakan radiografi konvensional dan T-score radius distal menggunakan DXA.
Kesimpulan: Terdapat korelasi positif yang lemah antara nilai rasio ketebalan korteks radius distal menggunakan radiografi konvensional dan T-score radius distal menggunakan DXA.

Background and Objective: The prevalence of osteoporosis in Indonesia is high with increased risk of fractures, especially in women. Examination of bone density by DXA is the gold standard in the diagnosis of osteoporosis and predicts fracture risk based on the T-score, but the availability of DXA devices in Indonesia is very limited. The cortical thickness ratio is a simple, objective parameter, and easily applied to conventional radiography in estimating bone density, but needs to be proven its correlation with the T-score.
Methods: A cross sectional correlation study between the cortical thicknessratio of distal radius by conventional radiography and T-score of distal radius by DXA based on population database in Asia, conducted in 40 subjects in the period of November 2016 toApril 2017.
Results :With the Pearson correlation test, there is a significant correlation (p < 0.05 and r = 0.39) between the cortical thickness ratio of distal radiusby conventional radiography and T-score of distal radius by DXA.
Conclutions: There is a weak positive correlation betweenthe corticalthickness ratio of distal radius by conventional radiography and T-score of distal radius by DXA.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library