Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sagita Sun Servanda
"ABSTRAK
Memasuki kehidupan perkawinan tidak semudah yang dibayangkan.
Setiap pasangan membutuhkan kesiapan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk
dapat saling menyesuaikan diri dengan pasangan dan kehidupan perkawinan agar
dapat mempertahankan hubungan yang mereka miliki. Penelitian ini bertujuan
untuk menguji efektivitas program persiapan pra-perkawinan yang mengadaptasi
program PREPARE (Premarital Preparation and Relationship Enhancement)
yang dikembangkan oleh David H. Olson, bagi pasangan yang berencana
menikah. Terdapat tiga pasangan yang berpartisipasi dalam penelitian ini. Setiap
pasangan menjalani empat kali sesi yang masing-masing dilaksanakan satu kali
dalam seminggu. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara kuantitatif tidak
ditemukan perubahan skor. Akan tetapi, secara kualitatif ketiganya menunjukkan
perubahan yang positif. Seluruh partisipan berhasil menerapkan teknik mendengar
aktif dan menyampaikan pesan dengan teknik I message, mengekspresikan
harapan dalam perkawinan kepada pasangannya, mendiskusikan persamaan dan
perbedaan yang ada antar pasangan, menyusun aktivitas bersama, dan menerapkan
10 langkah penyelesaian konflik.

ABSTRACT
First year of marriage can be stressful. A healthy marriage is maintained by
building closeness, satisfaction, and stability in a marriage in which is not easy to
achieve. It required couple readiness and skills in adjusting to new life. This study
aimed to test the effectiveness of marriage preparation programs designed by
adapting PREPARE (Premarital Preparation and Relationship Enhancement)
Program for premarital couples by David H. Olson. There are three couples who
participated in this study. Every couple underwent four sessions, each held once a
week. Quantitatively, there is no major change within couple‟s scores. However,
all three showed positive change, qualitatively. All participants successfully
applied active listening and „I message‟ techniques, expressing their hope in
marriage, discuss the similarities and differences between partners, arrange joint
activities, and apply the 10 steps of conflict resolution."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2014
T42033
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Metta Angela
"Skripsi ini membahas mengenai perbandingan pengaturan dispensasi perkawinan di Indonesia dan Singapura berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan jo. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan jo. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2019 tentang Dispensasi Kawin dan Women’s Charter 1961 beserta dengan pelaksanaannya. Penelitian dilakukan dengan metode yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder dan perundag-undangan. Dispensasi perkawinan merupakan pemberian izin perkawinan oleh pengadilan kepada calon suami/isteri yang belum mencapai batas usia minimal untuk melangsungkan perkawinan. Batas usia minimal tersebut beragam sesuai dengan ketentuan perundang-undangan setiap negara. Indonesia menetapkan  usia 19 (sembilan belas) tahun sebagai batas usia minimal perkawinan, sedangkan Singapura menetapkan batas usia minimal perkawinan pada usia 18 (delapan belas) tahun. Selain batas usia minimal perkawinan, Indonesia dan Singapura memiliki beberapa persamaan dan perbedaan lainnya. Adapun salah satu perbedaan utama dalam pengaturan dispensasi perkawinan antara Indonesia dan Singapura adalah penerapan Bimbingan Pra-Nikah di Indonesia dan Marriage Preparation Programme di Singapura. Singapura mewajibkan pasangan yang mengajukan Special Marriage License untuk mengikuti Marriage Preparation Programme, sedangkan Bimbingan Pra-Nikah di Indonesia masih bersifat pilihan dan hanya diwajibkan oleh beberapa lembaga keagamaan. Oleh karena itu, diperlukan pembaharuan serta tinjauan mengenai hukum dispensasi kawin di Indonesia untuk memastikan kesiapan dan pemenuhan hak anak di bawah umur dalam pernikahan dini.

This thesis discusses the comparison of marriage dispensation law in Indonesia and Singapore based on Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan jo. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan jo. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2019 tentang Dispensasi Kawin and Women’s Charter 1961 along with its implementations. Marriage dispensation means the granting of marriage license by the court to a bride/groom who has not reached the minimum age to enter marriage. The minimum age varies according to the statutory provisions of each country. Indonesia sets the age of 19 (nineteen) years old as the minimum age for marriage, while Singapore sets the minimum age for marriage at 18 (eighteen) years old. In addition to the minimum age to enter marriage, Indonesia and Singapore also have several other similarities and differences. One of the main differences in the regulation of marriage dispensation between Indonesia and Singapore is the application of Bimbingan Pra-Nikah in Indonesia and Marriage Preparation Programme in Singapore. Singapore requires couples applying for a Special Marriage License to take part in the Marriage Preparation Programme, while Bimbingan Pra-Nikah in Indonesia is still optional and only required by some religious institutions. Therefore, an update and review of marriage dispensation law is needed."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library