Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 46 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Grant, Douglas
New York: Grove Press, 1962
818.4 GRA m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Anggraeni Yustina
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai penggunaan Logo Agro Inovasi sebagai merek. Logo agro inovasi adalah suatu logo yang dimiliki Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) salah satu Unit Kerja (UK) eselon 1 di Kementerian Pertanian (Kementan). Merek adalah salah satu unsur Hak Kekayaan Intelektual (HKI), dimana HKI merupakan instrumen hukum yang memberikan pelindungan hak bagi perorangan maupun organisasi atas hasil karya intelektualitasnya. Dari kepemilikan HKI tersebut, selain kepentingan hukum yang ingin diperoleh, yaitu melalui pelindungan hak, juga memiliki kepentingan ekonomi, yaitu dengan memberikan hak kepada pemilik untuk dapat menikmati keuntungan ekonomi dari hasil karya intelektualnya. Merek merupakan unsur penting yang melekat pada suatu produk sebagai tanda pembeda, sebagai identitas untuk membedakan produk yang kita miliki dengan produk barang atau jasa lainnya yang sejenis. Di Indonesia, hak merek diperoleh melalui pendaftaran, yang dinyatakan dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, yaitu "Hak atas Merek diperoleh setelah Merek tersebut terdaftar". Penggunaan logo agro inovasi sebagai merek, merupakan salah satu bentuk dalam rangka mengoptimalisasikan penggunaan logo agro inovasi itu sendiri. Konsepnya adalah invensi yang dihasilkan oleh Balitbangtan, yang kemudian tidak bisa memproduksi sendiri produk hasil invensinya, dilisensikan kepada pihak ketiga untuk memproduksinya. Selanjutnya bahwa suatu produk meskipun diproduksi oleh pihak lain itu dihasilkan oleh suatu lembaga litbang, yaitu Balitbangtan. Diharapkan melalui merek agro inovasi, masyarakat mengetahui sekaligus menjadi sarana informasi kepada masyarakat maupun pengguna, bahwa produk tersebut merupakan bagian dari invensi yang dihasilkan oleh Balitbangtan sebagai lembaga penelitian dan pengembangan. Selain itu juga pencantuman merek agro inovasi adalah sebagai bentuk dari jaminan mutu atau kualitas terhadap produk tersebut, sehingga memberikan citra yang baik kepada pengguna maupun masyarakat luas. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif, yaitu melalui pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konsep, metode penelitian lainnya adalah dengan metode pendekatan kualitatif.
ABSTRACT
This thesis discusses the use of the Agro Innovation Logo as a brand. Agro innovation logo is owned by the Indonesian Agency for Agricultural Research and Development (IAARD), one of the echelon 1 Work Units (UK) in the Ministry of Agriculture. Trademark is one of the elements of Intellectual Property Rights (IPR). IPR is a legal instrument that provides protection of rights for individuals and organizations for their intellectual work. From the ownership of IPR, in addition to the legal interests to be obtained, through protection of rights, it also has economic interests by giving rights to owners to be able to enjoy economic benefits from the results of their intellectual works. Mark is an important element attached to a product as a distinguishing sign, as an identity to distinguish the products we have from other similar goods or services. In Indonesia, the right to a mark is obtained through registration, which is stated in Article 3 of Law Number 20 of 2016 concerning Trademarks and Geographical Indications, says "Rights to Trademarks are obtained after the Mark is registered". The use of the agro innovation logo as a mark is one form in order to optimize the use of the agro innovation logo itself. The concept is that inventions produced by IAARD, which then cannot produce their own inventions, are licensed to third parties to produce them. Furthermore, even though a product is produced by another party, it is produced by an Research and Development Institution, namely IAARD. It is hoped that through the agro innovation mark, the public will know as well as become a means of information to the public and users, that the product is part of the invention produced by IAARD as a research and development institution. In addition, the inclusion of the agro innovation mark is a form of quality assurance of the product, so as to provide a good image to users and the wider community. The method used in this research is a normative juridical approach, through a statutory approach and a conceptual approach, another research method is a qualitative approach.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria A. Nareswari
Abstrak :
Dengan berkembangnya dunia perdagangan, perlindungan akan merek pun menjadi hal yang sangat penting. Pada dasarnya, merek adalah sebagai tanda yang menunjukkan asal barang, membedakan antara satu produsen dengan produsen lainnya. Merek harus memiliki daya pembeda. Merek tidak dapat didaftarkan jika merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang/jasa yang dimohonkan pendaftarannya. Kata/istilah generik yang menerangkan barang/jasa tersebut tidak dapat didaftarkan karena memiliki daya pembeda yang lemah. Dalam kasus Kopitiam, Mahkamah Agung mengabulkan kopitiam sebagai merek eksklusif individu karena kopitiam tidak memiliki arti kedai kopi seperti yang diutarakan pemohon Peninjauan Kembali. Pemberian arti kopitiam yaitu kopi berasal dari Bahasa Melayu, dan tiam dari Bahasa Hokkien yang berarti kedai (pemaknaan kopitiam yaitu sebagai kedai kopi), tidak dapat diterima Mahkamah Agung. Penggunaan istilah tersebut bukanlah sesuatu yang lazim, namun bagi masyarakat terutama daerah pesisir Sumatera, Kalimantan, dekat Singapura dan Malaysia, menganggap istilah kopitiam adalah identik dengan sebuah kedai kopi. Perbedaan pemahaman ini yang akhirnya membuat secara hukum kopitiam diterima sebagai merek dan tidak bagi masyarakat terutama para pengusaha Kopitiam di Indonesia.
With the fast development of tradingscene, the legal protection of trademarks becomes an important issue. Basically, trademark is a sign which indicates the origin of certain goods, and it can also distinguish one producer’s good from the competitors’. Trademark should have a distinctiveness. A mark cannot be registered if it is in some ways related to the product/service. In the Kopitiam case, the Supreme Court has granted the exclusive right of that mark with reasoning there is not enough evidence that “Kopitiam” translates to “Coffee Shop”, as Abdul Alek has stated. Kopitiam is originated from Kopi from Malay language and Tiam which means shop (from Hokkien dialect). The Supreme Court stated that the use of the term ‘Kopitiam’ is not common, but for the citizen, especially originating from Sumatera, Kalimantan, and around Singapore and Malaysia, the term Kopitiam is synonymous with “Coffee Shop”. The difference in understanding leads to legal acceptance of “Kopitiam” as an exclusive trademark in Indonesia, with the general public, especially other Kopitiam business, unable to use it.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S54344
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Baltser, Mark
Amsterdam: querido's uigeverij, 1992
BLD 839.36 BAL n
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Smith, Henry Nash
Cambridge, UK: Belknap Press of Harvard University Press, 1967
818.4 SMI m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Englewood Cliffs, N.J. : Prentice-Hall, 1963
818.4 MAR
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Mandel, Ernest
Yogyakarta: Resist Book, 2006
301.152 MAN t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nani Nuraeni
Abstrak :
Skripsi ini membahas tentang ketentuan persamaan pada pokoknya dalam sebuah merek berdasarkan pada doktrin-doktrin merek yang dianut dalam Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek. Doktrin-doktrin merek tersebut menjadi dasar pengujian dalam penolakan pendaftaran merek, oposisi, pembatalan , dan juga salah satu dasar gugatan dalam sebuah pelanggaran merek. Sebagai pembanding tentang ketentuan tersebut digunakan ketentuan yang dianut sistem Amerika Serikat dan Masyarakat Uni Eropa ( European Economic Community). Untuk memahami konsistensi penerapan ketentuan tersebut dalam kasus digunakan dua buah kasus yaitu kasus sengketa merek antara Extra Joss melawan Enerjos dan Kasus IKEA dengan IKEMA. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian normatif dengan desain preskriptif. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat inkonsistensi dalam penerapannya doktrindoktrin merek, sehingga diperlukan beberapa revisi terhadap undang-undang yang berlaku saat ini.
This thesis investigated the use of likelihood of confusion clause from its doctrine point of view as stated in Indonesia’s Mark Law No. 15 Year 2001.The doctrines serve as grounds for refusing registration, opposing application, canceling registration, and for claiming infringment of mark. The U.S System and Europan Economic Community (EEC) sytems are used as comparison to the Indonesian law. To understand the application of the doctrines in cases, two cases were selected, which are Extra Joss versus Enerjos and IKEA versus IKEMA. This thesis used doctrinal method as a research method with prescriptif design. The study found that there are inconsistencies in the application of the mark doctrines therefore some revisions to the law should be made accordingly.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S54072
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wienda Messabela
Abstrak :
Setiap individu tentu membutuhkan barang dan/atau jasa dalam kehidupan sehari-harinya. Keberadaan barang dan/atau jasa tersebut tentunya tidak terlepas dari aspek merek. Sebagai salah satu bidang dalam Hak Kekayaan Intelektual, merek, khususnya merek terkenal yang lebih ditekankan disini memiliki suatu nilai tersendiri yang bersifat komersil. Merek terkenal umumnya lebih diprioritaskan seseorang dalam menentukan pilihan, dan dengan sendirinya, menjadikan pemilik dari merek terkenal pada umumnya mendapatkan keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan pemilik merek biasa. Dengan tingginya nilai yang terkandung dalam merek terkenal, maka menimbulkan minat dari pihak lain untuk turut dapat menikmati keuntungan merek terkenal tersebut sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Cara yang dimaksud adalah dengan pemberian lisensi. Dinyatakan baik dalam ketentuan internasional melalui Paris Convention dan Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPS) dan peraturan perundang-undangan nasional melalui Undang-undang Horror 15 tahun 2001 bahwa pemilik merek berhak dan dapat memberikan izin bagi pihak ketiga untuk dapat turut serta menggunakan nama merek yang dimilikinya dengan syarat dan ketentuan yang berlaku. Apabila kita berbicara mengenai lisensi, tentunya berbicara mengenai sejumlah hak dan kewajiban baik bagi pemberi lisensi maupun penerima lisensi. Hal ini dikarenakan pada intinya setiap perjanjian menerbitkan prestasi dari pihak yang satu kepada pihak yang lain, serta salah satu pihak lainnya yang berhak akan prestasi tersebut. Mengingat begitu kompleksnya permasalahan hukum yang ada dalam lisensi, serta kaitannya dengan perlindungan hukum terhadap Hak Kekayaan Intelektual maka umumnya pemilik merek mengkaji kualitas dari penerima lisensi terlebih dahulu sebelum memberikan lisensinya. Di sisi lain, penerima lisensi juga mengadakan pengkajian terlebih dahulu terhadap merek terkenal yang dimiliki pemberi lisensi. Hal inilah yang menyebabkan perjanjian lisensi dalam bidang merek umumnya terjadi terhadap merek terkenal.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
T19886
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gabriella Pravieyanti Poernomo
Abstrak :
Fokus dari skripsi ini adalah untuk membahas tentang kegunaan secondary meaning untuk simbol-simbol yang tidak mempunyai daya pembeda dan untuk menjelaskan tentang implementasi merek deskriptif dan merek generik. Tujuan dari skripsi ini adalah sebagai upaya untuk memberi bantuan kepada pemeriksa merek dan orang yang ingin mendaftarkan mereknya untuk lebih cermat dalam memahami dan menjalankan undang-undang No 15 tahun 2001 mengenai Hukum Merek di Indonesia. Skripsi ini akan membahas lebih lanjut tentang implementasi merek deskriptif dan merek generik. ...... The focus of this thesis is to discuss the use of secondary meaning towards noninherently marks and to elaborate regarding the implementation of descriptive and generic marks by the authorities in Indonesia. The purpose of this thesis is to give a favor to the authorities as well as anyone who wanted to register his mark to be more thorough in understanding as well as execute the law no 15 year 2001 regarding Law on Marks in Indonesia. This thesis will discuss further about implementation of descriptive and generic marks in Indonesia.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S53227
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>