Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Gita Ramadhanti
"Pada dasarnya perjanjian perkawinan dibuat untuk memisahkan harta benda dalam perkawinan antara suami dan istri.  Selain itu, perjanjian perkawinan juga dibuat guna melindungi harta kekayaan pribadi dan mempermudah pengurusan harta benda dalam perkawinan. Dalam pembuatannya, perjanjian perkawinan harus dituangkan dalam akta notaris dengan bentuk tertulis yang dihadiri oleh para pihak dan saksi. Setelah diterbitkannya akta perjanjian perkawinan maka perjanjian perkawinan harus didaftarkan ke pegawai pencatat nikah yang berada di KUA atau KCS agar mencapai tahap yang sempurna. Pencatatan perjanjian perkawinan merupakan implementasi dari asas publisitas yang terkandung dalam Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Perkawinan. Namun, dalam praktiknya ditemukan banyak pihak yang tidak mendaftarkan akta perjanjian perkawinan mereka kepada pegawai pencatat nikah. Pada penelitian ini penulis akan menganalisis Putusan No.449/PDT/2016/PT.BDG dengan mempertimbangkan ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Perkawinan, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 dan ketentuan terkait lainnya. Permasalahan pada Putusan No.449/PDT/2016/PT.BDG adalah pengejawantahan amar putusan hakim terhadap adanya harta bersama antara suami dan istri yang terdapat perjanjian perkawinan di dalamnya. Oleh karena itu, penulis memiliki ketertarikan untuk mengetahui kepastian hukum perjanjian perkawinan yang tidak didaftarkan dan analisis terhadap dikabulkannya keberadaan harta bersama sementara diketahui terdapat perjanjian perkawinan dalam Putusan No.449/PDT/2016/PT.BDG. Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan metode penelitian dengan bentuk yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perjanjian perkawinan tetap menjadi perjanjian yang sah sebagai undang-undang kepada para pihak yang membuatnya walaupun perjanjian perkawinan tidak pernah didaftarkan ke pegawai pencatat nikah. Sehingga, dengan sahnya perjanjian perkawinan tersebut seharusnya tidak pernah ada percampuran harta antara suami dan istri.

A marital agreement is made to abolish the joint assets between husband and wife. The marital agreement was also made to protect personal assets and facilitate the management of matrimonial assets. The marital agreement must be stated in a notarial deed in written form attended by the parties and witnesses. After issuing the marital agreement deed, it must be registered by the marriage registrar at the Office of Religious Affairs or the Department of Population and Civil Registration to reach the perfect procedures. The registration of marital agreements is an implementation of a publicity principle in Article 29, paragraph (1) of the Marriage Law. However, in practice shows that many parties did not register their marital agreement with the marriage registrar. In this study, the author will analyse Decision No.449/PDT/2016/PT.BDG by considering the provisions in the Civil Code, the Marriage Law, the Constitutional Court Decision Number 69/PUU-XIII/2015, and other related laws. The problems with Decision No.449/PDT/2016/PT.BDG are the embodiment of the judge's decision regarding the existence of joint property between husband and wife which contains a marital agreement in it. Therefore, the author has an interest in knowing the legal certainty of a marital agreement that is not weakened and an analysis of the granting of the existence of joint assets while it is known that there is a marital agreement in Decision No.449/PDT/2016/PT.BDG. In conducting research, the authors use research methods with normative juridical forms. The results of the study show that the marital agreement remains a valid agreement as a statute to the parties who make it even though the marital agreement has never been a marriage registrar. Thus, with the validity of the marital agreement, there should never have been an of assets between husband and wife."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gebby Putri Suwardi
"Perjanjian perkawinan bukanlah hal yang popular dalam masyarakat, karena dalam masyarakat terdapat pemikiran bahwa suami-istri yang membuat perjanjian perkawinan dianggap tidak mencintai pasangannya sepenuh hati, karena tidak mau membagi harta yang diperolehnya. Hal ini disebabkan dengan adanya perjanjian perkawinan maka dengan sendirinya dalam perkawinan tersebut tidak terdapat harta bersama dan yang ada hanya harta pribadi masing-masing dari suami atau istri. Mengenai perjanjian perkawinan ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, pada Pasal 29 yang kemudian dirubah dengan lahirnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015. Permasalahan yang dikemukakan pada tesis ini adalah akibat hukum perjanjian kawin yang tidak disahkan sebelum dan sesudah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 serta akibat hukum perjanjian kawin yang tidak disahkan pasca terjadinya perceraian terhadap harta bersama dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 598/PK/Pdt/2016.
Jenis penelitian dalam tesis ini adalah normatif yaitu penelitian yang dilakukan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Sifat penelitian yang digunakan yakni deskriptif analitis. Akibat hukum akta perjanjian kawin yang tidak disahkan sebelum adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015 adalah hanya mengikat kedua pihak dan pasca putusan tersebut akibat hukum akta perjanjian kawin yang tidak disahkan adalah perjanjian kawin tersebut sah dan mengikat kedua pihak dan dapat mengikat pihak ketiga setelah disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan yang dapat dilakukan selama perkawinan dilangsungkan. Sementara akibat hukum akta perjanjian kawin yang tidak disahkan pasca perceraian terhadap harta bersama adalah harta kekayaan yang diperoleh masing-masing pihak tetap menjadi milik masing-masing.

Marital agreement deed is not popular in the community, because the community there is the idea that a husband and wife who made marital agreement is considered not wholeheartedly love their partner, because they do not want to divide the wealth obtained. This is due to the existence of the marriage covenant itself in the marriage there is no joint property and that there are only personal property of each of the husband and wife. Regarding the marital agreement is regulated in Law No. 1 of 1974 on Marriage, Article 29 which has been changed with The Decision of Constitutional Court Number 69 PUU XIII 2015.The problems presented in this thesis are what is legal effect of illegalized marital agreement deed before and after The Decision of Constitutional Court Number 69 PUU XIII 2015 also legal effect illegalized marital agreement deed after the divorce toward joint property.
The research in this thesis is the type of normative, the study of primary legal materials and secondary law. The type of research that used in this thesis is descriptive analytical by taking problems or focusing on issues as they were when the research was conducted, which was then processed and analyzed for conclusion. The legal effect of the illegalized marital agreement deed before The Decision of Constitutional Court Number 69 PUU XIII 2015 is only binds both parties husband and wife and the legal effect of illegalized marital agreement deed after that decision is binding both parties huband and wife and applies a third party after being legalized by marriage registrar. The legal effect of illegalized marital agreement deed after the divorce toward joint property is the property acquired during the marriage by each party shall remain the property of each."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T50664
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadira Akbar
"Tesis ini mengenai tanggung jawab Notaris terhadap akta perjanjian kawin yang tidak sesuai dengan Undang-Undang Jabatan Notaris yang tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama. Permasalahan tersebut dilatarbelakangi dengan adanya putusan Majelis Pengawas Notaris Provinsi DKI Jakarta yang memberikan putusan berupa sanksi terhadap Notaris untuk bertanggung jawab atas perbuatannya membuat Akta Perjanjian Kawin yang tidak sesuai dengan Undang-Undang Jabatan Notaris. Permasalahan penelitian adalah tanggung jawab Notaris terhadap pembuatan akta perjanjian kawin yang tidak sesuai dengan Undang-Undang Jabatan Notaris dan akibat hukum terhadap pihak ketiga yang tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama. Penelitian ini merupakan penilitian yuridis normatif bersifat deskriptif analitis, dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian adalah bahwa tanggung jawab Notaris atas perbuatannya dalam membuat akta perjanjian kawin yang tidak sesuai dengan Undang-Undang Jabatan Notaris menenerima sanksi secara administratif yaitu menerima pemberhentian sementara, karena telah melanggar kewajiban dalam pelaksanaan jabatan Notaris untuk bertindak jujur, saksama, dan tidak memihak, serta mengenai akibat hukum akta perjanjian kawin yang tidak sesuai dengan Undang-Undang Jabatan Notaris tersebut memiliki kekuatan pembuktian dibawah tangan, dan akta perjanjian kawin tersebut tidak berlaku terhadap pihak ketiga.

This thesis, reviews the liability of the Notary in relation with unregistered in office of religious affairs marital agreement deed which is not inaccordance with the Notarial Law. This problem arose because the Notarial supervision board of Jakarta condemned the Notary guilty and gave pinalty regarding the marital agreement deed. The legal problem in this thesis are the liability of the Notary in relation with uregistered marital agreement deed which is not inaccordance with the Notarial Law legal implications of the deed in connection with third party. This thesis uses juridical normative methode with descriptif analitic, tipology and qualitative approach. The conclusions are the Notary shall be held liable administratively for making incongruity with the Notarial Law marital agreement deed by temporary discharged because she violated her mandate as a Notary by being dishonest, unmeticulous, partisan, thus the marital agreement deed considered as private agreement only and does not bind third party."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T51258
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library