Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Burlingame, Roger
New York: Alfred A. Knopf, 1960
917.3 BUR a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
A. Azwar
Abstrak :
ABSTRAK
Dalam tesis ini Penulis akan menunjukkan bahwa Puritanisme berintikan nilai-nilai kebebasan individu dan nilai-nilai itu melahirkan pola-pola kehidupan yang mementingkan kehidupan dari individu-individu (Domestik) dan juga mementingkan kehidupan bersama yang harmonis (Publik). Nilai-nilai kebebasan individu yang melahirkan kehidupan bersama tersebut diwujudkan ke dalam ideologi Manifest Destiny merupakan dasar integrasi Texas ke dalam wilayah Amerika. Kemudian dalam tesis ini Penulis juga akan menunjukkan bahwa integrasi Texas ke dalam Amerika adalah langkah Amerika untuk menjadi negara kuat guna menjamin terlaksananya hak-hak individu seperti kebebasan, kemerdekaan, persamaan dan demokrasi dalam kehidupan pribadi individu dan dalam kehidupan bersama yang harmonis.

Dalam tesis ini penulis akan memperlihatkan bahwa Puritanisme membentuk nilai- nilai budaya Amerika. Nilai-nilai budaya Amerika merupakan pola bertindak (reference. of action) dari orang-orang Amerika baik dalam kehidupan pribadi individu-individu maupun dalam kehidupan bersama. Salah satu wujud dari kehidupan bersama orang - orang Amerika adalah kehidupan bernegara. Maka nilai-nilai Puritanisme memberikan pedoman dalam membuat kebijaksanaan - kebijaksanaan dalam memecahkan masalah-masalah kenegaraan. Hal ini dapat dilihat antara lain dalam kasus integrasi Texas ke dalam Amerika.

Boyd dan Worcester (1973:16-17) menyatakan kebudayaan adalah semua pola-pola berfikir dan pola-pola bertindak dari sekelompok manusia seperti bagaimana mengorganisasikan kehidupan keluarga, metode penyediaan makan dan tempat tinggal, bahasa, pemerintahan, moral, agama dan mengexpresikan seni. Kebudayaan bukan benda materi tapi adalah merupakan elemen-elemen abstrak seperti ide-ide, kepercayaan-kepercayaan, nilai-nilai, sikap-sikap serta polapola tingkah laku. Kebudayaan berada dalam pemikiran pada setiap individu sebagai pendukung kebudayaan dalam masyarakat. Hal yang hampir sama dikatakan oleh Suparlan (1988:2) yang mengatakan kebudayaan adalah pengetahuan manusia sebagai mahluk sosial yang isinya adalah perangkatperangkat model - model pengetahuan yang secara selektif dapat digunakan oleh para pendukungnya/pelaku untuk menginterpretasi, atau memahami lingkungan yang dihadapi dan digunakan sebagai referensi atau pedoman untuk bertindak (dalam bentuk kelakuan dan benda-benda budaya) sesuai dengan lingkungan yang dihadapi. Karena itu kebudayaan adalah cetak biru atau blueprint atau pedoman menyeluruh dari kehidupan manusia.

Berdasarkan pengertian kebudayaan seperti di atas, maka kehidupan pribadi individu dan kehidupan bersama yang berwujud negara adalah perwujudan dari nilai-nilai kebudayaan?
1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Valdi Setiawan
Abstrak :
Independensi dan imparsialitas arbitrator merupakan hal yang harus dimiliki oleh anggota Majelis Arbitrase dalam mengadili dan memutus perkara, sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 14 ayat 1 Konvensi ICSID. Apabila persyaratan tersebut tidak terpenuhi, para pihak yang berperkara diberikan kesempatan untuk mengajukan permohonan diskualifikasi atas anggota Majelis Arbitrase dalam perkara yang bersangkutan berdasarkan Pasal 57 Konvensi ICSID. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana pihak berwenang dalam lembaga ICSID menerapkan Pasal 57 Konvensi ICSID dalam mengadili dan memutus permohonan diskualifikasi anggota Majelis Arbitrase. Penelitian dilakukan dengan metode penelitian normatif yang dianalisis secara kualitatif yang disampaikan bentuk laporan deskriptif. Penulis menyimpulkan bahwa dalam penerapannya, pihak berwenang dalam lembaga ICSID merujuk pada frasa manifest lack di dalam Pasal 57 Konvensi ICSID atas kualitas yang termuat pada frasa may be relied upon to exercise independent judgment yang disyaratkan untuk dimiliki oleh anggota Majelis Arbitrase di dalam Pasal 14 Konvensi ICSID dalam memutus permohonan diskualifikasi anggota Majelis Arbitrase pada suatu perkara. Ketentuan frasa manifest lack tersebut secara umum dianggap terpenuhi apabila terdapat fakta atau bukti yang dapat menimbulkan keragu-raguan (reasonable doubt) terhadap sikap independen dan imparsialitas anggota Majelis Arbitrase yang bersangkutan, sehingga anggota Majelis Arbitrase tersebut dapat didiskualifikasi sebagai anggota Majelis Arbitrase dalam perkara yang diadilinya.
Independency and impartiality of an arbitrator that serves as member of an Arbitral Tribunal are required pursuant to Article 14 Paragraph 1 of ICSID Convention. If such requirements are not fulfilled, ICSID Convention provides a mechanism that allows both parties in a dispute to request a disqualification of member of an Arbitral Tribunal pursuant to Article 57 of ICSID Convention. The purpose of this research is to analyze how authorized party in ICSID institution apply Article 57 of ICSID Convention in deciding a request of disqualification of member of an Arbitral Tribunal. This research is carried out in a normative research principle. The writer concludes that in its application, authorized party in ICSID institution relies on manifest lack of qualities in may be relied upon to exercise independent judgment that are required of member of an Arbitral Tribunal. It is widely accepted that manifest lack of such qualities is considered to be fulfilled if there are any facts or proofs that raise a reasonable doubt towards independency and impartiality of such member of an Arbitral Tribunal, hence disqualifying such Arbitral Tribunal member would be an appropriate thing to do.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laode Ida
Abstrak :
Penelitian tahap pertama ini dimaksudkan untuk mengkaji akar-akar penyebab konflik manifest yang terjadi di Indonesia selama kurun waktu 1994 - 1998, dan kemudian mencoba mencari formulasi penyelesaian konflik tersebut berdasarkan model-model kearifan tradisional (traditional wisdom) yang berkembang di dalam masyarakat. Untuk itu proses penelitian semula akan dibagi kedalam beberapa tahap, yakni tahap eksplorasi, focus group discussion(I), systemic aprroach, focus group discussion (II), uji coba model, penerapan dan evaluasi. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada tahap pertama (eksplorasi) ditemukan bahwa secara teoritis dan empiris terdapat beberapa faktor penyebab terjadinya konflik manifest di Indonesia, baik yang bersifat vertikal dan horizontal. Konflik yang bersifat vertikal terjadi karena adanya disparitas yang menyolok antara sebagian kecil kelompok yang menguasai sumber kekayaan alam, ekonomi dan kekuasaan yang berlebihan dengan masyarakat kebanyakan. Secara horizontal, konflik manifest terjadi sebagai akumulasi dari perluasan batas-batas kelompok etnik dan budaya, bergesernya peran pimpinan formal akibat intervensi negara yang berlebihan serta perbenturan kepentingan politik, ideologi dan agama. Mekanisme terjadinya konflik memperlihatkan keterlibatan dari elit-elit politik, sebagai tahap pertama, untuk kemudian secara perlahan bergeser pada tingkat (leve) masyarakat di bawah. Dengan demikian, harapan untuk mengantisipasi konflik sangat terkait erat dengan pemberdayaan ekonomi rakyat, peningkatan pelayanan publik, penghargaan terhadap hak azasi manusia, keaneka ragaman, demokratisasi dan ruang untuk menyampaikan kritik. Di samping itu, peran dan akses yang lebih besar pada pimpinan (informal) masyarakat setempat untuk mengaktualisasikan diri sebagai bagian yang harus diperlakukan sama dengan institusi (kelompok) lainnya yang terutama dikendalikan oleh negara. ...... This first step of research intended to analyze the roots causes of conflicts manifest which occur during 1994 to 1998 in Indonesia, and then also to tray to formulate that conflicts solution based on traditional wisdom that emergence in Indonesian society. The research process, therefore, will be divided into several steps such as exploration, focus group discussion (I), systemic approach, focus group discussion (11), trying model, implementation and evaluation. Based on the first step of the research (exploration), it can be finned that theoretically and empirically, there are several causes of Indonesia conflicts manifest. Vertically, manifest conflicts occur because of disparity of long range distance between small groups, which have natural, power, and economical resources with mass societies. Horizontally, conflicts manifest emergence because of accumulation of enlarging ethnic and cultural boundaries, and change of informal leader role because of state intervention, political interest conflicts, ideology and religion. From conflict mechanism shows that political elites involved, in the first step, then gradually changes to mass societies (low level). Therefore, to anticipate societies traditional wisdom, related close to people economics empowerment, improve public facilities, human rights, pluralism, democracy and space to government criticism. Besides that, there also improvement of informal leader role to tray to self-actualization as a part of societies, which is, has the same level with government institutions.
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1999
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Andre Aldrin
Abstrak :
ABSTRAK

CSR merupakan tindakan yang wajib dilakukan korporasi khususnya yang bergerak dalam bidang ekstraktif. Tiap korporasi memiliki cara pengimplementasian CSR yang berbeda-beda. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang menjelaskan bagaimana fungsi manifest dan laten Forum Konsultasi Masyarakat/FKM sebagai cara implementasi program CSR/CD khususnya dalam bidang pengembangan ekonomi yang dilakukan PT JBG kepada masyarakat lingkar tambang. FKM merupakan struktur baru dimasyarakat yang telah membentuk suatu sistem yang dapat menyeimbangkan keadaan antara korporasi dengan masyarakat dalam hal implementasi program dan relasi. Berdasarkan hasil penelitian bahwa FKM memiliki fungsi manifes sebagai pengaturan program CSR/CD dan sarana membangun relasi kepada masyarakat lingkar tambang. Adapun fungsi latennya sebagai tameng korporasi menimalisir konflik untuk mempertahankan relasi dan pengkonsistenan implementasi program CSR/CD sesuai kebijakan korporasi kepada masyarakat lingkar tambang


ABSTRACT

CSR is mandatory corporate actions, especially those engaged in the extractive industry. Each corporation has a different way of implementing CSR. This study used a qualitative approach that explains how the manifest and latent functions of the Community Consultative Committee/CCC as a way of implementing CSR/CD programs, especially in the field of economic development by PT JBG to the local community. CCC is a new structure in the society who have established a system that can balance the situation between corporate to the local community in the implementation of programs and relationships. Based on the results of research that CCC has a function manifest as settings CSR/ CD programs and a means to build community relations to the local community The latent function as a corporate shield to minimize conflict to maintain relations and consistent to implementation of CSR / CD programs appropriate with the wisdom of corporation to the local community

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S57366
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Yuliasari
Abstrak :
Setelah reformasi, berbagai perusahaan melaksanakan program CSR dengan beragam tujuan, ciri dan bentuk. Artikel ini membahas fungsi laten program BROERI PT Pertamina EP Asset 3 Subang Field sebagai instrumen membangun relasi perusahaan dengan stakeholder-nya Community Relation , selain fungsi manifesnya dalam pengembangan kapasitas dan kemandirian komunitas Community Development . Studi sebelumnya lebih dominan menyoroti dan fokus pada evaluasi fungsi community development dari program CSR, dibanding fungsi community relation-nya. Padahal bagi perusahaan Migas, resiko konflik dengan komunitas dan stakeholder lokal lainnya cenderung tinggi dan perlu dimitigasi dengan program CSR yang tepat. Penulis berargumen bahwa dibalik desainnya yang secara eksplisit diarahkan untuk fungsi manifes community development , program CSR juga memiliki fungsi laten yang sangat penting sebagai media komunikasi dan negosiasi dengan stakeholder perusahaan community relation . Hasil penelitian dengan metode kualitatif ini menunjukan bahwa Program BROERI PT Pertamina EP Asset 3 Subang Field kurang mampu memandirikan dan meningkatkan kapasitas masyarakat. Selain itu, program tersebut juga tidak berfungsi optimal sebagai ldquo;Forum Komunikasi rdquo; dalam menjaga relasi perusahaan dengan stakeholder lokalnya. Secara konseptual, dalam menilai kinerja program CSR perusahaan Migas, fungsi community relation harus menjadi dimensi dengan bobot yang berimbang dengan fungsi community development. ...... After the reform, various companies implement CSR programs with various goals, features and forms. This article discusses the latent function of BROERI rsquo;s Program of PT Pertamina EP Asset 3 Subang Field as an instrument to build corporate relation with its stakeholder Community Relation , besides its manifest function in capacity building and community independence Community Development . The previous studies have been more dominant in highlighting and focusing on the evaluation of community development functions of the CSR programs, rather than their community relation function. Whereas for oil and gas companies, the risk of conflict with communities and other local stakeholders tends to be high and needs to be mitigated with appropriate CSR programs. The author argue that behind the design that is explicitly directed to manifest functions community development , the CSR programs also have a very important latent function as a medium of communication and negotiation with community stakeholders community relations . The result of this research with qualitative method shows that BROERI rsquo;s Program of PT Pertamina EP Asset 3 Subang Field is less able to establish and increase the capacity of community. In addition, the program also does not function optimally as a Communication Forum in maintaining corporate relations with its local stakeholders. Conceptually, in assessing the performance of the CSR program of oil and gas companies, the function of community relations must be a dimension with a balanced weight with the function of community development.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Fairuza Raryasdya Ayunda
Abstrak :
Pengadopsian Kubernetes sebagai bagian dari sistem terdistribusi meningkatkan kompleksitas pengelolaan sistem sehingga dapat membuka peluang ancaman keamanan. Model keamanan Zero Trust pun dikembangkan untuk menangani masalah keamanan akibat peningkatan kompleksitas tersebut. Berfokus pada perlindungan resources, model keamanan ini membatasi kerusakan yang dapat ditimbulkan penyerang dengan memberikan akses terbatas ke setiap pengguna. Pada Kubernetes, penerapan Zero Trust Architecture dapat dibantu dengan memanfaatkan fitur-fitur keamanan milik service mesh. Namun, penerapan Zero Trust Architecture pada Kubernetes dengan menggunakan service mesh masih belum dapat menangani ancaman internal yang disebabkan oleh penyerang yang menyalahgunakan privileges-nya sebagai Cluster Administrator. Ancaman internal tersebut diidentifikasi dan kemudian direproduksi pada sistem acuan penelitian ini. Hasil reproduksi menunjukkan bahwa sistem acuan belum terlindungi dari ancaman internal. Oleh karena itu, penanganan terhadap ancaman internal tersebut dilakukan dengan mereproduksi sistem solusi berupa validasi signature terhadap konfigurasi manifest atas pembuatan dan modifikasi resources pada Kubernetes melalui admission controller. Sistem solusi kemudian diuji dengan dilakukannya reproduksi ancaman internal tersebut. Berdasarkan hasil pengujian, ancaman internal telah berhasil ditangani oleh sistem solusi. ...... The adoption of Kubernetes as part of a distributed system increases the complexity of managing the system, which can lead to security threats. The Zero Trust security model was developed to address the security concerns resulting from this increased complexity. Focusing on resource protection, this security model limits the damage an attacker can cause by granting limited access to each user. In Kubernetes, implementing Zero Trust Architecture can be aided by utilizing the security features of service mesh. However, the implementation of Zero Trust Architecture on Kubernetes using service mesh is still unable to handle internal threats caused by attackers who abuse their privileges as Cluster Administrators. These internal threats are identified and then reproduced on the baseline system of this research. The reproduction results show that the baseline system is not yet protected from the internal threats. Therefore, the internal threats are addressed by reproducing the solution system in the form of signature validation of the manifest configuration for the creation and modification of resources on Kubernetes through the admission controller. The solution system is then tested by reproducing the internal threats. Based on the test results, the internal threats have been successfully handled by the solution system.
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Radhiansya Zain Antriksa Putra
Abstrak :
Pengadopsian Kubernetes sebagai bagian dari sistem terdistribusi meningkatkan kompleksitas pengelolaan sistem sehingga dapat membuka peluang ancaman keamanan. Model keamanan Zero Trust pun dikembangkan untuk menangani masalah keamanan akibat peningkatan kompleksitas tersebut. Berfokus pada perlindungan resources, model keamanan ini membatasi kerusakan yang dapat ditimbulkan penyerang dengan memberikan akses terbatas ke setiap pengguna. Pada Kubernetes, penerapan Zero Trust Architecture dapat dibantu dengan memanfaatkan fitur-fitur keamanan milik service mesh. Namun, penerapan Zero Trust Architecture pada Kubernetes dengan menggunakan service mesh masih belum dapat menangani ancaman internal yang disebabkan oleh penyerang yang menyalahgunakan privileges-nya sebagai Cluster Administrator. Ancaman internal tersebut diidentifikasi dan kemudian direproduksi pada sistem acuan penelitian ini. Hasil reproduksi menunjukkan bahwa sistem acuan belum terlindungi dari ancaman internal. Oleh karena itu, penanganan terhadap ancaman internal tersebut dilakukan dengan mereproduksi sistem solusi berupa validasi signature terhadap konfigurasi manifest atas pembuatan dan modifikasi resources pada Kubernetes melalui admission controller. Sistem solusi kemudian diuji dengan dilakukannya reproduksi ancaman internal tersebut. Berdasarkan hasil pengujian, ancaman internal telah berhasil ditangani oleh sistem solusi. ...... The adoption of Kubernetes as part of a distributed system increases the complexity of managing the system, which can lead to security threats. The Zero Trust security model was developed to address the security concerns resulting from this increased complexity. Focusing on resource protection, this security model limits the damage an attacker can cause by granting limited access to each user. In Kubernetes, implementing Zero Trust Architecture can be aided by utilizing the security features of service mesh. However, the implementation of Zero Trust Architecture on Kubernetes using service mesh is still unable to handle internal threats caused by attackers who abuse their privileges as Cluster Administrators. These internal threats are identified and then reproduced on the baseline system of this research. The reproduction results show that the baseline system is not yet protected from the internal threats. Therefore, the internal threats are addressed by reproducing the solution system in the form of signature validation of the manifest configuration for the creation and modification of resources on Kubernetes through the admission controller. The solution system is then tested by reproducing the internal threats. Based on the test results, the internal threats have been successfully handled by the solution system.
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library