Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Taswan
Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2010
332.1 TAS m (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Suharyanto
Abstrak :
Bills Processing Center (BPC) yang terdapat di II kota besar di Indonesia merupakan ujung tombak pelayanan transaksi ekspor impor yang lebih dikenal dengan Trade Finance and Services (TFS) pada Bank X. Namun dalam perjalanannya sistem operasi yang dikenal dengan BPC Regional tersebut masih menemui beberapa permasalahan, seperti produktifitas yang rendah, pelayanan yang lambat dan kualitas pelayanan yang kurang baik. Bank X juga menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan pemasaran dan penjualan. Pemasaran dan penjualan produk TFS Bank X relatifkurang agresif. Bank X bermaksud menjalankan konsep single BPC. Dengan konsep ini nantinya Bank X hanya memiliki 1 (satu) unit BPC yang berlokasi di Jakarta untuk menggantikan I1 BPC Regional yang sudah ada. Sejak April 2005, Bank X telah menempuh langkah transisi, dengan menutup BPC Pontianak dan mengalihkan pemrosesan transaksi TFS ke BPC lain. Namun demikian pada awal masa transisi tersebut telah muncul beberapa masalah. Karya Akhir ini mencoba melakukan review terhadap sistem operasi yang lama, sistem operasi yang barn dan mengalisis permasalahan yang timbul pada sistem transisi menuju sisem operasi yang barn tersebut serta mencari solusinya agar langkah transisi tersebut tidak sampai menganggu kualitas pelayanan kepada nasabah. Disamping menghadapi masalah pelayanan, Bank X juga kurang agresif dalam aktifitas pemasaran dan penjualan, yang antara lain disebabkan oleh ketidakjelasan peran tiap unit kerja yang terkait dengan pelayanan TFS, koordinasi yang lemah, serta kesulitan bagi tenaga sales (Relationship Maneger/RM) untuk berperan secara optimal dalam melakukan aktifitas penjualan. Kondisi ini terjadi karena sebagian besar waktu yang dimiliki RM dihabiskan untuk tugas-tugas administratif di kantor. Meskipun demikian, sampai dengan akhir tahun 2004 Bank X masih menjadi pemimpin pasar untuk transaksi ekspor dan impor, dimana untuk transaksi L/C ekspor pangsa pasar Bank X mencapai 26%. Untuk transaksi L/C impor pangsa pasar Bank X mencapai 40%. Dari sisi kepuasan nasabah untukjasa TFS Bank X juga masih mengungguli bank-bank lokal. Bahkan untuk transaksi Bank Guarantee, tingkat kepuasan nasabah Bank X menduduki posisi teratas. Disisi lain kinerja Bank X atas faktor-faktor yang menjadi pertimbangan nasabah dalam membeli (buyingfactors) produk TFS Bank X masih perlu ditingkatkan. Hasil penelitian internal menunjukkan bahwa pada faktor kecepatan dan kualitas pelayanan masih dibawah rata-rata (moderate), padahal nasabah memiliki tingkat kepentingan tinggi atas faktor-faktor dimaksud. Untuk itu Bank X harus memberikan prioritas untuk melakukan perbaikan pada masalah kecepatan dan kualitas pelayanan ini. Berdasarkan rencana strategis untuk menjadi Domestic Power House, Bank X telah menetapkan target penguasaan pasar sebesar 50% untuk bisnis TFS pada tahun 2010. Peluang yang tersedia bagi Bank untuk mencapai target tersebut masih cukup terbuka. Melalui penetrasi pasar dari existing customer terdapat potensi untuk meningkatkan pangsa pasar sebesar 3,11% untuk transaksi ekspor sebesar USD. 6.132 juta dan 2,08% untuk transaksi impor atau sebesar USD.6.402 juta. Dari pengembangan pasar, Bank X berpotensi untuk meningkatkan pangsa pasar sebesar 20,89% untuk transaksi ekspor sebesar USD. 4.497 juta dan 7,92% untuk transaksi impor sebesar USD. 7.675 juta. Dari pengembangan produk khususnya untuk produk TFS non L/C Bank X berpeluang untuk meraih omzet sebesar USD.54 milyar untuk transaksi ekspor dan USD.44 milyar untuk transaksi impor. Implementasi single BPC memberi peluang kepada Bank X untuk meningkatkan kinerja pelayanan melalui : kualitas dan kompetensi pegawai yang lebih baik, perbaikan koordinasi antar unit kerja dan adanya TFS Customer Service yang berperan sebagai single point of contact dalam pelayanan TFS. Sementara disisi lain implementasi single BPC mendukung upaya peningkatan kinerja penjualan jasa TFS melalui kemampuan untuk memberikan pelayanan yang semakin cepat dan berkualitas, efisiensi biaya sehinga memberi peluang untuk menerapkna strategi low price, relokasi SDM dari BPC yang ditutup menjadi TFS Sales Specialist dan Customer Service. Namun demikian pada awal sistem transisi menuju sistem single BPC telah muncul permasalahan seperti melambatnya pelayanan, bertambahnya keluhan nasabah yang tidak mendapat pelayanan yang memuaskan dan adanya tambahan biaya transaksi dengan Bank X. Bank X harus melakukan upaya-upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut, agar perubahan sistem operasi menjadi sistem single BPC tidak mengakibatkan gangguan pelayanan kepada nasabah.
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ediharianto
Abstrak :
Bisnis Menengah Bank BRI merupakan suatu unit bisnis yang menyalurkan pinjaman diatas Rp.5 milyar. Melihat besamya putusan pinjaman di bisnis menengah maka dapat dibayangkan apabila terjadi default pada salah satu nasabah yang menikmati fasilitas pinjaman sebesar Rp.50 milyar maka akan sangat mempengaruhi kinerja perkreditan dari unit bisnis yang bersangkutan. Mengingat nasabah pinjaman untuk bisnis menengah merupakan nasabah yang sangat bankable, maksudnya memiliki dokumentasi perusahaan yang baik hingga agunan yang cukup memadai maka perlu suatu kajian mengenai penerapan suatu metode internal yang cocok untuk pengukuran risiko kredit bisnis menengah. Dalam pengukuran risiko kredit menggunakan internal model penting mengetahui probabilitas transisi, kualitas kredit untuk masing-masing sektor ekonomi dan perbandingan besamya hasil perhitungan expected loss dengan perhitungan cadangan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) dan actual loss kredit bisnis menengah di Bank BRI. Perhitungan expected loss ini merupakan langkah awal dari penerapan Internal Rating Based Model dalam Creditmetrics Framework dan merupakan salah satu model untuk mengukur potensi kerugian karena penyaluran kredit dengan jumlah pinjaman yang besar dan jumlah nasabah yang sedikit. Perhitungan ini juga merupakan model unconditional sehingga tidak memerlukan tambahan data makro dan mengabaikan penyebab dari terjadinya default. Dalam perhitugan expected loss dari credit risk modelling ini digunakan tiga tahapan, yaitu pertama menghitung besarnya probability of default dari masing-masing sektor ekonomi dan dihitung probability of default dari kredit bisnis menengah. Kedua, menghitung present value non performing loan. Ketiga, menghitung besamya loss given default dari nilai recovery rate kredit bermasalah. Hasil perbitungan expected loss menunjukkan potensi kerugian kredit menengah bank BRI masib lebib rendab dibandingkan dengan basil perbitungan cadangan PPAP dan masih lebih besar apabila dibandingkan dengan realisasi actual loss. Hal ini terlibat dari : 1 ). Pada tabu:n 2002, besamya cadangan PP AP yang dibentuk oleb bank BRI sebesar Rp.l.047.537.418.718,- atau sebesar 31,51% dari total EAD selurub sektor ekonomi sedangkan seandainya cadangan dibuat berdasarkan .perbitungan expected loss adalah 20,90% dari total EAD atau sebesar Rp. 694.743.347.139,- dan realisasi write off pinjaman atau actual loss sebesar 9,37% dari total EAD atau dalam bentuk nominal sebesar Rp. 311.609. 762.285,-. 2). Pada tabun 2003, besamya cadangan PP AP . yang dibentuk sebesar Rp.823.961.511.627,- atau 31,58% dari total EAD selurub sektor ekonomi sedangkan berdasarkan perbitungan expected loss sebesar 9,4"6% dari total EAD atau sebesar Rp. 246.815.428.656,- dan realisasi actual loss 4,20% dari total EAD atau sebesar Rp. 109.621.495.409,-. Berdasarkan basil backtesting, pada tabun 2002 besamya actual loss berupa penghapusbukuan pinjaman bermasalab nilainya berada jaub dibawab hasil perhitungan expected loss. Sedangkan pada tabun 2003, besamya perbedaan actual loss dan hasil perhitungan expected loss sudab semakin kecil. Hal ini disebabkan karena: (a). Sudah mulai semakin baiknya penerapan internal credit risk rating di bank BRI. (b). Meningkatnya perbaikan penanganan kredit bermasalah di bank BRI sebingga dapat menekan angka actual loss. Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, bank BRI perlu menerapkan dan mengembangkan Credit Risk Model mengenai The Internal Rating Based Model Foundation Approach dari Creditmetrics dalam perhitungan expected loss karena hasil perhitungan untuk pembentukan cadangan jauh lebih efisien dibandingkan dengan perhitungan cadangan PPAP yang diterapkan saat ini oleh bank BRI.
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sulad Sri Hardanto
Jakarta: Elex Media Komputindo, 2009
658.155 SUL m (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Temmy Febriarto S, Author
Abstrak :
ABSTRAK
Pembahasan dalam karya akhir ini adalah kualitas layanan Bank Mandiri. Analisis kualitas layanan ini untuk mengetahui tingkat kepuasan pelanggan. Hal ini diperlukan, karena strategi Bank mandiri untuk menjadi consumer banking memerlukan peningkatkan kualitas layanan agar mampu bersaing dengan bank lainnya.

Permasalahannya adalah adanya gap 5 (kesenjangan) antara persepsi pelanggan dan ekspektasi (harapan) pelanggan yang mempengaruhi kualitas layanan. Dimana kualitas layanan terdiri dari atribut- atribut, seperti misalnya reliability, responsiveness, courtesy dan lain sebagainya. Seberapa besar kesenjangan yang ada pada atribut - atribut dalam kualitas layanan. Kesenjangan tersebut dapat menghasilkan kepuasan maupun ketidakpuasan tergantung dari besamya persepsi dan ekspektasi dari tiap - tiap atribut.

Bank Mandiri berairi pada tanggal 2 Oktober 1998 berdasarkan peraturan peerintah No. 75 tahun 1998 dan Keputusan Menteri Keuangan No 448/KMK.Ol/1998, sebagai bagian dari program restrukturisasi perbankan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia. Dan secara efektif beroperasi pada tanggal 31 Juli 1999, em pat bank milik Pemerintah yai tu, Bank Bumi Daya, Bank Dagang Negara, Bank Ekspor Impor Indonesia dan Bank Pembangunan Indonesia, bergabung menjadi Bank Mandiri. Sejarah keempat Bank tersebut dapat ditelusuri lebih dari 140 tahun yang lalu. Keempat Bank tersebut telah turut. membentuk riwayat perkembangan dunia perbankan di Indonesia.

Bank Mandiri saat ini dalam pengoperasian praktek perbankan berusaha untuk dapat bersaing dalam skala domestik dan unutk jangka panjang dengan menerapkan prinsip perbankan yang baik akan menuju kearah intemasional, dan manajemen akan menjadikan Bank Mandiri sebagai "The World Class Bank" dalam jangka panjangnya. Segmen pasar yang dikelola adalah segmen retail. Sebagai bank yang bergerak dalam sektor retail, saat ini Bank Mandiri sedang mengadakan pembentukan dan pembenahan dalam rangka penyempurnaan sebgai dasar penunjang yang memperkuat bank dalam mengahadapi persamgan.

Produk - produk perbankan yang dimiliki oleh Bank Mandiri pada garis besarnya terdiri dari simpanan, jasa layanan, kredit dan treasury & internasional. Pengolongan fasilitas layanan produk ini bertujuan untuk dapat memberikan kemudahan - kemudahan dalam melaksanakan transaksi perbankan bagi pelanggan. Dengan banyaknya produk yang dimiliki maka diharapkan keinginan pelanggan dapat terpenuhi.

Pengumpulan data diperoleh dengan cara penelitian lapangan melalui penyebaran kuisoner terhadap target populasi dengan metode judgmental sampling (non probability sampling). Metode ini dipilih dengan harapan responden dapat mewakili populasi serta menjawab apa adanya untuk menghasilkan respon yang bisa meminimalisasi bias.

Analisis kualitas layanan dengan menggunakan metode SERVQUAL. Metode ini pertama kali diperkenalkan oleh Zeitham:l, Parasuraman & Berry peneliti dalam masalah kualitas layanan. Penilaian kualitas layanan dengan metode ini diperoleh dengan jalan menghitung selisih yang timbul dari rating yang diperoleh atas kelompok daftar pertanyaan yang diberikan pada responden, yaitu selisih antara kelompok pertanyaan yang menyatakan harapan pelanggan dan kelompok pertanyaan yang menyatakan mengenai persepsi pelanggan. Dimana nilai servqual (gap5) tersebut untuk masing-masing pelanggan dihitung melalui rumus sebagai berikut: servqua/ score= perception score- expectation score

Untuk mendapatkan servqual score terlebih dahulu harus dihitung perception score dan expectation score. Score ini dapat diperoleh dari jawaban responden pada kuesioner itu sendiri terdiri dari dua bagian. Satu bagian digunakan untuk mengungkap persepsi responden (28 pertanyaan), sedangkan bagian pertanyaan yang lain digunaka:il untuk mengungkap harapan responden (28 pertanyaan). Pertanyaan yang berjumlah 28 untuk masing-masing merupakan penjabaran dari sepuluh dimensi yang digunakan dalam penelitian SERVQUAL ini dimana kesepuluh dimensi tersebut adalah responsiveness, Reliability, Security, Communication, Tangible, Courtesy, Competence, Access, dan Understanding the customer.

Penilaian kualitas layanan Bank Mandiri untuk mengetahui tingkat kepuasan pelanggan. Hal ini diperlukan, karena strategi Bank mandiri untuk menjadi consumer banking memerlukan peningkatkan kualitas layanan agar mampu bersaing dengan bank lainnya.

Kualitas layanan yang diberikan oleh Bank Mandiri dinilai masih belum memenuhi ekspektasi pelanggan. Ketidakpuasan pelanggan dua terbesar yang bemilai lebih dari minus satu yaitu -1 ,26 ada pada dimensi competence dengan variabel "penyelesaian masalah dengan cepat" dan nilai -1,05 pada dimensi reliability dengan variabel "biaya sesuai dengan layanan".

Sedangkan untuk dimensi lainnya bemilai dibawah satu adalah sudah lebih baik walaupun juga tidak memuaskan pelanggan.

Bisa dikatakan Bank Mandiri kurang memuaskan dalam memberikan layanan kepada pelanggannya. Hal ini dapat menghambat Bank Mandiri untuk mendapatkan loyalitas pelanggannya dan menghambat pencapaian visi perusahaan untuk menjadi bank pilihan.
2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Patriya, Author
Abstrak :
Krisis ekonomi yang pemah melanda Indonesia pada tahun 1997 menimbulkan dampak luar biasa terhadap dunia perbankan dikarenakan perubahan tingkat suku bunga yang tajam sangat mempengaruhi kondisi masing-masing bank. Sulitnya bank dalam mencari sumber dana pihak ketiga membuat bank-bank menaikkan tingkat suku bunga simpanan hingga mencapai lebih dari 60% serta pinjaman hingga mencapai lebih dari 50%. Kenaikan tingkat suku bunga simpanan yang tinggi tersebut membuat biaya bunga yang harus dibayar sangat membebani bank dalam tujuannya untuk memperoleh profit. Di lain pihak, kenaikan suku bunga di pihak pinjaman membuat banyak debitur tidak dapat melakukan pembayaran angsuran terhadap pinjamannya yang pada akhimya menimbulkan kredit macet yang sangat membahayakan kelangsungan hidup perusahaan. Mengantisipasi terulangnya krisis ekonomi yang membuat pemerintah harus menutup bank-bank yang mengalami kerugian sekaligus memperkuat fundamental perbankan Indonesia, Bank Indonesia mulai menitikberatkan agar proses operasi yang dijalankan selalu berpedoman terhadap manaJeman risiko sehingga segala kondisi yang dianggap membahayakan tingkat kesehatan suatu bank dapat segera diketahui dan diperbaiki. Salah satu risiko yang sangat mempengaruhi kelangsungan hidup suatu bank adalah risiko suku bunga. Hal ini karena tingkat profitabilitas yang diperoleh bank sangat tergantung pada penetapan besamya tingkat suku bunga yang diberikan dan diterima nasabah bank yang mempengaruhi baik sisi aset maupun sisi kewajiban. Saat ini tingkat volatilitas suku bunga sudah tidak terlalu tinggi dibandingkan pada saat krisis ekonomi dan cenderung menurun. Namun kesulitan bank dalam melakukan ekspansi kredit, berbagai kebijakan intern yang mempengaruhi proses pengumpulan dana pihak ketiga, serta berbagai faktor ekstemal yang muncul membuat bank harus melakukan pengelolaan sumber dan penggunaan dananya dengan suatu sistim yang berfungsi dan berperan untuk melakukan monitor serta kontrol terhadap pergerakan tingkat suku bunga yang sensitif. Karya akhir ini akan menggunakan PT. Bank XX Tbk. yang bergerak di industry perbankan sebagai sumber penulisan didasari atas pentingnya perusahaan untuk mengetahui perbedaan (gap) antara aset yang sensitif terhadap perubahan suku bunga dengan kewajiban yang sensitif terhadap perubahan suku bunga sebagai bagian dari pelaksanaan Assets Liabilities Management (ALMA). Melalui analisis ini, diharapkan Bank XX akan dapat mengetahui serta mengendalikan kesenjangan yang mungkin muncul dengan tujuan untuk memperkecil dampak negatif perubahan suku bunga terhadap target pencapaian pendapatan bersih (net interest income I Nil), memaksimalkan pendapatan serta meminimalkan risiko kerugian yang mungkin timbul akibat perubahan suku bunga. Analisis terhadap aset dan kewajiban pada karya akhir ini dilakukan dengan menggunakan metode manajemen gap. Metode manajemen gap adalah metode yang berupaya untuk mengelola dan mengendalikan kesenjangan (gap) antara aset yang sensitif terhadap suku bunga (Rate Sensitive Assets I RSA) dengan kewajiban yang sensitif terhadap suku bunga (Rate Sensitive Liabilities I RSL) pada periode yang sama sehingga bank dapat menerapkan strategi gap yang tepat dalam mengantisipasi perubahan suku bunga. Sedangkan untuk mengetahui besamya kerugian yang mungkin diterima berdasarkan kondisi neraca, digunakan analisis sensitivitas pada on-balance sheet berdasarkan tiga periode neraca. Pada ketiga periode analisis terlihat bahwa walau Bank XX memiliki posisi gap yang tepat terhadap kondisi tingkat suku bunga yang terjadi, namun biaya bunga yang diperoleh dari pos rate sensitive memperlihatkan belum baiknya kondisi aset dan kewajiban yang dimiliki. Selain itu semakin mengecilnya gap yang dimiliki akibat adanya perubahan baik di sisi aset dan kewajiban merupakan suatu kerugian karena berakibat semakin mengecilnya sensitivitas bank terhadap penurunan suku bunga. Dengan mengetahui kondisi yang dihadapi melalui manajemen gap, maka bank dapat mengambil berbagai kebijakan yang dianggap akan memperbaiki komposisi aset dan kewajiban yang dimiliki sehingga dapat meningkatkan pendapatan yang diterima pada periode berikutnya.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Handayani
Abstrak :
Industri perbankan memegang peranan penting dalam perekonomian suatu negara. Selain berfungsi untuk mengumpulkan dana dari masyarakat, perbankan melempar dana tersebut dalam bentuk kredit yang digunakan untuk memajukan dunia usaha, yang pada gilirannya mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak, terutama usaha kecil yang berpotensi untuk berkembang, serta meningkatkan produksi nasional. Karena itu, adanya penurunan kinerja yang berakibat pada penurunan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan dapat menjadi sorotan terutama otoritas moneter negara yang bersangkutan. Hal ini karena kegiatan perbankan menyangkut seluruh lapisan masyarakat sehingga terjadinya disfungsi bahkan kegagalan dalam menjalankan kegiatannya secara benar akan mempengaruhi perekonomian nasional suatu negara. Akibat krisis moneter pada tahun 1998 mengakibatkan pemerintah mengambil tindakan untuk mengevaluasi kinerja bank-bank di Indonesia untuk menentukan bank-bank yang dapat bertahan, yang masih perlu diselamatkan, serta yang harus dilikuidasi. Tujuan dari penulisan karya akhir ini adalah untuk menganalisis kinerja salah satu bank swasta di Indonesia, PT. Bank ABC, yang berhasil menjadi salah satu bank yang paling pertama keluar dari BPPN pasca krisis ekonomi. Data-data yang digunakan untuk analisis ini adalah laporan keuangan Bank ABC periode 2001-2003 beserta catatan atas laporan keuangan untuk menganalisis rasio-rasio keuangan seperti rasio likuiditas, solvabilitas, rentabilitas, efisiensi usaha, risiko usaha, dan ROE Model. Selain itu untuk memperoleh gambaran yang lebih realistis, maka dibuat analisis pembanding dengan menggunakan PT. Bank Mega, Tbk. yang memiliki total aset hampir sama dengan Bank ABC, yaitu berkategori bank dengan aset di bawah Rp 50 milyar. Dari hasil analisis rasio keuangan dan ROE Model, tampak bahwa tingkat likuiditas Bank ABC menampakkan kinerja yang baik, lebih baik daripada ffank Mega. Semua rasio likuiditas Bank ABC mengalami peningkatan selama periode 2001-2003. Kinerja solvabilitas dan risiko usaha berfluktuasi dimana sebagian rasio mengalami penurunan namun sebagian lainnya mengalami peningkatan, dan kinerjanya berada di bawah Bank Mega. Kinerja rentabilitas, efisiensi usaha, dan ROE mengalami penurunan dan juga berada di bawah bank Mega. Berdasarkan analisis, penurunan disebabkan karena meskipun net income dan pendapatan bunga bersih mengalami peningkatan, namun peningkatannya tidak setara dengan peningkatan total asset dan deposit sehingga perubahan dari tahun 2002 ke tahun 2003 tidak signifikan, di bawah level 20%. Kesimpulan dari analisis ini adalah bahwa Bank ABC perlu lebih meningkatkan kinerjanya dari segi net income melalui pengefektifan kegiatan usahanya seperti pelemparan kredit dengan NPL yang tetap terjaga serta pemanfaatan modal yang lebih maksimal agar kinerja rasio keuangannya bisa lebih baik lagi dari sekarang.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sheila Jessica Claudia
Abstrak :
Krisis akibat serangan siber terhadap perbankan dapat menyebabkan pencurian data, dan mengganggu operasional serta layanan transaksi finansial yang berdampak terhadap nasabah. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan analisa terhadap perencanaan, pelaksanaan/implementasi, dan evaluasi manajemen komunikasi krisis perbankan yaitu PT Bank Syariah Indonesia, Tbk (BSI). Pada penelitian ini, digunakan pendekatan kualitatif, serta teori Situational Crisis Communication Theory (SCCT). Hasil penelitian menunjukkan bahwa BSI belum maksimal dalam melakukan perencanaan manajemen komunikasi krisis. Terkait pelaksanaan/implementasi manajemen komunikasi krisis, BSI melakukan penanganan saat terjadinya krisis dengan menaikkan pemberitaan positif sebanyak mungkin dan berhasil mendominasi jumlah pemberitaan negatif. Sedangkan, evaluasi manajemen komunikasi krisis mendorong pembenahan yang dilakukan oleh BSI pasca krisis melalui pembangunan sistem monitoring, mencanangkan perwakilan tim komunikasi di daerah-daerah, serta melakukan pelatihan terhadapnya. Hasil penelitian merekomendasikan bahwa perbankan perlu memperhatikan periode pra-krisis melalui monitoring dan pematangan pedoman mitigasi krisis, serta perlunya respon cepat, terbuka, solutif dalam memberikan informasi kepada publik maupun pemangku kepentingan. ......The crisis resulting from cyber attacks on banking can lead to data theft and disruption of operational and financial transaction services, affecting customers. This research aims to provide an analysis of crisis communication management planning, implementation, and evaluation in the banking sector, specifically at PT Bank Syariah Indonesia, Tbk (BSI). In this study, a qualitative approach is used, and the Situational Crisis Communication Theory (SCCT) is employed as the theoretical framework. The research findings indicate that BSI has not maximized crisis communication management planning. Regarding the implementation of crisis communication management, BSI handles crises by increasing positive coverage as much as possible and successfully dominating the number of negative coverage. Meanwhile, crisis communication management evaluation encourages post-crisis improvements by BSI through the development of monitoring systems, establishment of communication team representatives in regions, and conducting training for them. The research results recommend that the banking sector needs to pay attention to the pre-crisis period through monitoring and maturing crisis mitigation guidelines, as well as the need for quick, open, and solution-oriented responses in providing information to the public and stakeholders.
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Masfar Hunawa
Abstrak :
Dengan Sistem dan Prosedur Pemeriksaan Intern atas Kebijaksanaann dan Administrasi Kredit yang baik dan tepat dapat mencegah setiap resiko-resiko penyimpangan yang merugikan. Berdasarkan metode pengamatan lapangan (Field observation) dan penelitian perpustakaan. Sistem dan Prosedur Pemeriksaan Intern atas Kebijakan dan Administrasi Kredit pada PT. Bank Bumi Daya (persero) sebenarnya telah ada dan cukup memadai. Namun sistem dan prosedur tersebut belum sepenuhnya Organisasi dapat dilaksanakan Satuan Pemeriksaan karena Sturktur Internnya (SPI) membatasi kebebasan auditor menjalankan tugas dan tanggung jawabnya karena berada di bawah Direktur V dan bukan berada di bawah Dewan Komisaris, serta tugas-tugas dari para auditor internmasih belum Manajemen yang ada. Sistem dan Prosedur Pemeriksaan intern atas Kebijakan dan Administrasi Kredit telah memadai namun Struktur Organisasi Satuan Pengawasan/pemeriksaan internnya perlu diperbaiki untuk menjamin kebebasan pelaksanaan tugas auditor yaitu di bawah Dewan Komisaris dan dikoordinasikan dengan Direktur Utama. Sistem dan prosedur tersebut harus tetap disempurnakan terus-menerus mengikuti perkembangan dunia perbankan serta teknologi. Tugas pemeriksaan Port Folio dan non Port Folio disatukan dalam satu unit yaitu Urusan Pengawasan Intern(UPI). Para auditor harus secara terus-menerus melakukan pendekatan pribadi maupun kedinasan kepada pihak manajemen agar semakin dimengertinya tugas dan fungsi pekerjaaan yang diembannya.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1994
S18775
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ismail
Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010
332.1 ISM m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>