Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Erika Nurhandayani Zoulba
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang: Malassezia sp. berperan penting dalam patogenesis dermatitis seboroik DS . Pada penelitian di negara lain didapatkan M.globosa dan M.restricta sebagai spesies predominan pada lesi kulit kepala DS. Belum diketahui pola sebaran Malassezia pada kulit kepala pasien DS di Indonesia dan hubungannya dengan derajat keparahan DS. Tujuan: Mengetahui distribusi spesies Malassezia pada kulit kepala pasien DS serta hubungan antara derajat keparahan DS dengan spesies Malassezia yang ditemukan. Metode: Studi potong lintang dilakukan di Jakarta dengan cara consecutive sampling. Pada subjek dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pengambilan sisik dari kulit kepala, kemudian ditumbuhkan pada CHROMagar Malassezia, sub kultur pada agar SDA, Tween-60-esculin, dan reaksi katalase. Hasil : Dari 59 spesimen dengan kultur positif, terdapat 72,1 SP dengan DS ringan dan 27,7 dengan DS sedang-berat. Distribusi M.globosa sebesar 52,1 , M.dermatis 23,2 , M.japonica 7,2 , M.pachydermatis 7,2 , M.sympodialis 2,8 , serta M.obtusa dan M.furfur masing-masing 1,4 dari total 69 isolat. Terdapat 4,3 isolat yang tidak teridentifikasi. Tidak didapatkan hubungan antara derajat keparahan DS dengan spesies Malassezia. Simpulan: M.globosa merupakan spesies Malassezia terbanyak yang diidentifikasi pada pasien DS di Indonesia. Perbedaan hasil dengan negara lain diduga terjadi akibat perbedaan cara identifikasi dan lokasi geografis. Spesies Malassezia tidak mempengaruhi tingkat keparahan DS.
ABSTRACT
Background Malassezia sp. plays an important role in the pathogenesis of seborrheic dermatitis SD . In some countries, M. restricta and M. globosa are considered the predominant organisms on SD scalp. There is no data about Malassezia sp. in Indonesian SD scalp and its relationship with severity of illness. Objective To identify the distribution of Malassezia sp. of SD scalp and correlation between severity of SD with the Malassezia sp. Methods This cross sectional study conducted in Jakarta, using consecutive sampling. Anamnesis, clinical examination, and scrapping from the scalp were done to subject. Scales inoculated on CHROMagar Malassezia, Saboraud Dextrose Agar SDA , Tween 60 esculin agar, and catalase reaction.Results There were 72,1 mild SD and 27,7 moderate to severe SD. M.globosa was identified in 52,1 , M.dermatis in 23,2 , M.japonica in 8,7 M.pachydermatis in 7,2 , M.sympodialis 2,8 , while M.obtusa and M.furfur contributes 1,4 out of 69 isolates from 59 specimens with positive cultures. There is 4,3 unidentified isolates. Malassezia species was not related to severity of SD. Conclusion M.globosa is the predominant Malassezia species in Indonesian SD patients. This difference may be attributable to the identification techniques and geographical differences. Malassezia species not related to severity of SD.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Risyad Abiyyu
Abstrak :
Latar belakang: Pitiriasis versikolor (PV) atau panau adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infeksi jamur Malassezia spp. Pitiriasis versikolor bersifat komensal di negara tropis dan merupakan dermatomikosis kedua terbanyak di Indonesia. Perhimpuan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia merekomendasikan antijamur golongan azol sebagai regimen utama pengobatan PV. Tujuan penelitian ini antara lain untuk menilai perbedaan sensitivitas Malassezia spp. terhadap antijamur ketokonazol dan mikonazol secara in vitro. Metode: Penelitian analitik observasional dengan desain cross-sectional dilakukan menggunakan data rekam medis Laboratorium Mikologi Departemen Parasitologi FKUI pada periode 2013-2018. Didapatkan 173 subjek yang bahan klinisnya teridentifikasi Malassezia spp. dibiakkan dalam medium agar dan dilakukan uji sensitivitas terhadap ketokonazol dan mikonazol menggunakan metode difusi cakram. Perbedaan sensitivitas diuji signifikasinya menggunakan uji chi square. Hasil: Seluruh 173 sampel (100%) yang diuji sensitif ketokonazol, sedangkan pada mikonazol didapatkan 171 sampel (98.8%) sensitif dan 2 sampel (1.2%) resisten. Berdasarkan uji statistik didapatkan perbedaan yang tidak signifikan (p>0.05) antara sensitivitas Malassezia spp. terhadap ketokonazol dan mikonazol. Simpulan: Sensitivitas Malassezia spp. tidak terdapat perbedaan sensitivitas Malassezia spp. terhadap ketokonazol dan mikonazol. ......Introduction: Pityriasis versicolor (PV) is a fungal skin infection caused by Malassezia spp.. PV is the second most common dermatomycoses (fungal skin infection) in Indonesia. Indonesian Society of Dermatology and Venereology recommend azoles as the main regiment for the treatment of PV. The main purpose of this study is to determine the difference of in vitro sensitivity between ketoconazole and miconazole to Malassezia spp.. Methods: An observational analytical study with cross-sectional design was conducted using medical records of patients of Mycology Laboratorium of the Department of Parasitology, Faculty of Medicine University of Indonesia between 2013-2018 period. The study used 173 subjects whose clinical materials were identified with Malassezia spp.. Then, the materials were grown using agar medium and susceptibility test was conducted using disk diffusion method. The difference of sensitivities between the two drugs was tested with chi-square test to determine the significance. Results: All the 173 samples (100%) were sensitive to ketoconazole. However, we found 2 samples (1.2%) that were resistant to miconazole, with the remaining samples being sensitive (98.8%). The chi-square test showed that there was no significant difference (p>0.05) between the sensitivity of the two drugs to the Malassezia spp. Conclusion: There is no significant difference of sensitivity between ketoconazole and miconazole to Malassezia spp..
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edi Suhendra
Abstrak :
Di kehidupan sosial, masalah ketombe menjadi penting karena memengaruhi kondisi psikologis seseorang. Teknologi fotokatalisis dengan berbagai kelebihan dapat digunakan sebagai solusi masalah ketombe tersebut. Desinfeksi jamur ketombe secara fotokatalitik menggunakan TiC>2 termodifikasi telah dilakukan. TEOS sebagai prekursor SiC>2 dan urea sebagai sumber N ditambahkan ke TiC>2 Degussa P25. Kalsinasi pada suhu 500°C selama satu.jam tidak mengubah bentuk kristal TiC>2 (anatase dan rutile) menurut hasil karakterisasi XRD. Loading urea 0%, 5%, 10%, dan 15% menurunkan band gap fotokatalis dengan band gap masing-masing 3,2; 3,19; 3,15; dan 3,2. Persentase desinfeksi pada iradiasi sinar UY selama 60 menit tanpa fotokatalis (41%), sedangkan dengan adanya TiC>2 (100%) dan TiC>2 dengan loading urea 0% (73%), 5% (21%), 10% (37%), dan (100%). Di bawah sinar tampak, % desinfeksi tanpa fotokatalis (8%), sedangkan dengan TiC>2 (35%) dan TiC>2 termodifikasi dengan loading urea 0% (50%), 5% (26%), 10% (64%), dan 15% (33%). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa loading urea optimal untuk meningkatkan kinerja TiC>2 di bawah sinar tampak sebanyak 10%.
2011
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Backgraound dandruff considers to be related to malassezia sp. ....
610 SKJ 19:1 (2006)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Syifa Khaista Khairunnisa
Abstrak :
Resin adalah metabolit sekunder dari mekanisme metabolisme tanaman. Malassezia globosa adalah jamur yang umum muncul di kulit tetapi dapat menjadi infeksi oportunistik jika terbentuk dalam jumlah yang tidak wajar. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji aktivitas antijamur resin Belitung. Resin yang digunakan adalah resin Mampat yang didapatkan dari pohon Jangkar Asam dan resin Betor Padi yang didapatkan dari pohon Tanjung Pandan. Ekstraksi resin dilakukan dengan metode maserasi menggunakan 70% etanol selama 8 jam. Ekstrak resin kemudian dikaji dengan cara LC-MS/MS dan di uji antijamur terhadap Malassezia globosa menggunakan metode mikrodilusi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, terdapat 9 senyawa terindentifikasi untuk kedua resin, dengan Hederagenin dan DAPG sebagai senyawa pada resin Mampat yang mempunyai fungsi antijamur dan Tryptophyllin, DL-Malic Acid, Benzoic acid, Limonin, ?-mangostin sebagai senyawa pada resin Betor Padi yang mempunyai fungsi antijamur. Uji antijamur menunjukkan bahwa resin Mampat tidak mempunyai aktivitas antijamur yang cukup kuat dibandingkan ketokonazol sebagai kontrol positif, sedangkan absorbansi pada resin Betor Padi lebih kecil daripada ketokonazol, menunjukkan bahwa resin Betor Padi mempunyai kemampuan untuk menghambat pertumbuhan jamur Malassezia globosa. ......Resin is a secondary metabolite produced by plants from its metabolism mechanism. Malassezia globosa is a fungal that usually formed in skin but can be opportunistic pathogen in extensive amount. This research was conducted to explore the antifungal activity of resin obtained from Belitung. The resin used are Mampat resin from Jangkar Asam tree and Betor Padi resin from Tanjung Pandan tree. Resin is extracted by maceration using 70% ethanol for 8 hours. The resin extract then identified by LC-MS/MS and tested for its antifungal activity against Malassezia globosa using the broth-microdilution method. The result has found that there are 9 compounds identified for both Mampat and Betor Padi resin with Hederagenin and DAPG is the antifungal property in Mampat resin and Tryptophyllin, DL-Malic Acid, Benzoic acid, Limonin, ?-mangostin are the antifungal property in Betor Padi resin. The antifungal test shown that Mampat resin does not have an ideal antifungal activity compared to ketoconazole as the positive control, contrary to Betor Padi resin that appeared to have lower absorbance than the ketoconazole, meaning that Betor Padi resin has the potential to interfere the growth of Malassezia globosa.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edi Suhendra
Abstrak :
Desinfeksi Malassezia globosa (M. globosa) secara fotokatalitik menggunakan TiO2 termodifikasi telah dilakukan. Tetraetilortosilikat (TEOS) sebagai prekursor silika dan urea sebagai sumber nitrogen ditambahkan ke TiO2 Degussa P25. Loading urea dengan persen berat 0%, 5%, 10%, dan 15% tidak menurunkan band gap secara signifikan. Kinerja fotokatalis TiO2 dalam mendesinfeksi M. gobosa secara fotokatalitik dengan iradiasi sinar UV 3,3 kali lebih baik dibandingkan dengan kinerja TiO2 di bawah sinar tampak. Sebagai loading optimal, urea 10% berhasil meningkatkan kinerja TiO2 di bawah sinar tampak menjadi 2,1 kali lebih baik dibandingkan dengan TiO2 murni. Dari hasil percobaan, waktu desinfeksi M. gl obosa yang paling efektif di bawah sinar tampak adalah selama 60 menit. ......Photocatalytic disinfection of Malassezia globosa (M. globosa) using modified TiO2 was investigated. Tetraethylortosilicate (TEOS) as silica precursor and urea as nitrogen source was loaded to Degussa P25 TiO2. Urea was loaded by adjusting its % weight (0%, 5%, 10%, and 15%) and did not give any significant impact to band gap. Photoactivity of TiO2 in M. globosa disinfection under UV light was 3.3 times better than visible light. As the optimum loading, 10% urea had successfully enhanced the photoactivity of TiO2 under visible light became 2.1 times better than neat TiO2. Based on this research results, the most effective time to disinfect M. globosa under visible light is 60 minutes.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2011
S832
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Salwa Salsabiela Dihan
Abstrak :
Malassezia folliculitis merupakan penyakit yang disebabkan oleh populasi jamur Malassezia Sp. yang berlebihan sehingga terjadi peradangan di permukaan kulit yang tampak seperti jerawat. Kemiripan Malassezia folliculitis dengan Propionibacterium acnes atau jerawat membuat penyakit ini sering ditangani dengan cara yang salah. Di sisi lain, penggunaan obat antifungal seperti ketokonazol merupakan golongan obat keras sehingga tidak bisa digunakan secara bebas. Propolis merupakan resin alami dari lebah tidak menyengat yang memiliki senyawa bioaktif berupa polifenol, terpen, dan flavonoid sehingga memiliki aktivitas antijamur. Beragamnya jenis propolis di Indonesia mendorong inovasi untuk memanfaatkan sumber daya alam ini sebagai bahan aktif untuk menciptakan produk sediaan perawatan antijamur alami. Produk antifungal alami dalam bentuk sabun wajah menggunakan bahan aktif propolis Sulawesi dari lebah Heterotrigona itama dan propolis Belitung dari lebah Tetragonula sapiens dengan metode ekstraksi dan pencampuran. Hasil aktivitas antijamur menunjukkan bahwa sabun wajah dengan esktrak propolis Belitung memiliki kinerja yang lebih baik daripada propolis Sulawesi namun keduanya berpotensi sebagai antijamur yang ditunjukkan dari nilai absorbansi dari kedua jenis propolis yang lebih besar daripada kontrol pertumbuhan. Akan tetapi, efektivitas dari sabun wajah ekstrak propolis dalam menghambat pertumbuhan jamur masih belum bisa seoptimal produk berbahan dasar ketokonazol. Kandungan flavonoid dan polifenol dari propolis diperoleh dengan penggunaan kuersetin sebagai standar flavonoid dan asam galat sebagai standar polifenol. Hasil uji menunjukan bahwa total kandungan polifenol tertinggi dimiliki oleh propolis Sulawesi sebesar 498.38±1.29 mgGAE/g propolis dan total kandungan flavonoid tertinggi dimiliki oleh propolis Belitung sebesar 204.91±0.47 mg QE/g propolis. Kandungan senyawa kimia aktif propolis dapat diketahui dengan metode LCMS/MS dimana didapatkan 2 senyawa marker yaitu Leptomycin A dan Mangostin. ......Malassezia folliculitis is a disease caused by the fungus population Malassezia Sp. Excessive inflammation causes inflammation on the surface of the skin that looks like pimples. The similarity of Malassezia folliculitis with Propionibacterium acnes or acne makes this disease often treated incorrectly. On the other hand, antifungal drugs such as ketoconazole are a class of hard drugs, so they cannot be used freely. Propolis is a natural resin from stingless bees with bioactive compounds such as polyphenols, terpenes, and flavonoids that have antifungal activity. Indonesia's various types of propolis encourage innovation to utilize this natural resource as an active ingredient to create natural antifungal care products. Natural antifungal product in the form of facial soap uses the active ingredients of Sulawesi propolis from Heterotrigona itama bees and Belitung propolis from Tetragonula sapiens bees using extraction and maceration methods. The antifungal activity results showed that the facial soap with Belitung propolis extract performed better than Sulawesi propolis. However, both had the potential as antifungal as indicated by the absorbance value of the two propolis types greater than that of the growth control. However, the effectiveness of propolis extract facial soap in inhibiting fungal growth is still less optimal than ketoconazole-based products. The content of flavonoids and polyphenols from propolis was obtained using kuersetin as a standard for flavonoids and gallic acid as a standard for polyphenols. The test results showed that the highest total polyphenol content was owned by Sulawesi propolis at 498.38 ± 1.29 mgGAE/g propolis and the highest total flavonoid content was owned by Belitung propolis at 204.91 ± 0.47 mg QE/g propolis. The content of propolis active chemical compounds can be determined by the LC-MS/MS method in which 2 marker compounds were obtained, namely Leptomycin A and Mangostin.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library