Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Felicia
Abstrak :
Pendahuluan: WHO menyatakan pada tahun 2013 terdapat lebih dari 42 juta anak-anak mengalami obesitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara pola makan dengan obesitas pada anak usia sekolah dasar. Metode: Penelitian ini menggunakan desain penelitian potong lintang yang dilakukan pada Juli-September 2015 di SDN 01 Menteng Jakarta. Pengambilan data dilakukan dengan antropometri dan kuesioner food recall 48 jam. Data yang diperoleh kemudian di analisis dengan menggunakan uji Chi-Square. Hasil: Hasil uji statistik menunjukkan bahwa pola makan tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan obesitas dengan nilai p>0.05. Diskusi: Hasil ini berbedadengan beberapa penelitian terdahulu yang mungkin disebabkan oleh pro. ......Introduction: WHO states that in 2013 there were more than 42 million children are obese. This study aims to determine whether there is a relationship between diet and obesity in primary school age. Method: This study uses a crosssectional study design conducted in July-September 2015 at SDN 01 Menteng Jakarta. Data taken from anthropometry and 48-hour food recall questionnaire. The data analyzed using Chi-Square test. Result: Statistical analysis showed that the diet has no significant association with obesity with p> 0.05. Discussion: This result is in contrast to some previous studies that might be caused by inappropriate proportion of subjects, information bias, and low questionnaires return rate.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nina Eristiana
Abstrak :
Latar Belakang: Malnutrisi merupakan salah satu predikor luaran pengobatan yang buruk. Indeks masa tubuh (IMT) kurang 18,5 kg/m2 dan ketidakcukupan peningkatan berat badan saat pengobatan berkaitan dengan peningkatan risiko kegagalan pengobatan kematian dan kekambuhan TB. Intervensi gizi tinggi energi dan protein dapat memperbaiki malnutrisi sehingga memperbaiki imunitas, kekuatan otot dan mempercepat konversi. Metode: Penelitian ini merupakan open label non-randomised clinical trial dan merupakan merupakan uji pendahuluan. Penelitian ini dilakukan di poliklinik MDR RSUP Persahabatan periode April-Desember 2022 pada pasien TB resistan obat (RO) yang mengalami malnutrisi. Kelompok intervensi mendapatkan edukasi gizi dan suplementasi nutrisi oral tinggi energi dan protein (705 kkal dan 31 gram per hari) selama 60 hari sedangkan kelompok kontrol hanya mendapat edukasi gizi selanjutnya dievaluasi perubahan berat badan, waktu koversi, perubahan keluhan dan parameter hematologi. Hasil: Didapatkan 36 pasien kelompok intervensi dan 34 pasien kontrol. Pemberian suplementasi nutrisi meningkatkan asupan energi total dan protein harian [2012 vs 1596 kkal, p<0,001; 79 vs 58gram, p<0,001] dan meningkatkan berat badan ≥5% pada kelompok intervensi dibandingkan kontrol [OR:14,518 95%IK (3,778-55,794), p<0,001]. Kelompok intervensi (86,1%) mengalami waktu konversi pada bulan ke-2 dibandingkan kelompok kontrol 70,6% (p<0,114). Perbaikan keluhan batuk dan sesak napas pada kelompok intervensi dibandingkan kontrol [p<0,001 (batuk) dan p<0,001 (sesak)]. Terdapat perbedaan penurunan kadar protein total dan globulin pada kedua kelompok [p:0,038 (protein total) dan p:0,02 (globulin)] pascaintervensi. Protein total dan globulin merupakan reaktan fase akut sebagai petanda inflamasi dan berguna untuk evaluasi respons pengobatan TB dan intervensi nutrisi. Hasil analisis multivariat mendapatkan bahwa pasien dengan penurunan berat badan derajat sedang-berat sebelum pengobatan TB RO akan memiliki kenaikan berat badan ≥5% [aOR: 4,701 95%IK (1,334-16,569), p<0,001], sedangkan pasien yg memiliki keluhan sesak saat aktivitas sebelum pengobatan akan memiliki kesulitan naik berat badan ≥5% setelah dua bulan pengobatan [aOR:0,168 95%IK (0.043-0.797), p:0,074]. Kesimpulan: Intervensi gizi pada pasien TB RO dengan malnutrisi merupakan pendekataan terbaru untuk membantu keberhasilan pengobatan. ......Background: Malnutrition is a predictor of poor treatment outcomes. Body mass index (BMI) less than 18.5 kg/m2 and inadequate weight gain during treatment are associated with an increased risk of treatment failure, death and recurrence. Nutritional intervention with high energy and protein can correct malnutrition thereby improving immunity, muscle strength and accelerating conversion. Methods: This study is an open clinical trial design and is a preliminary test. This research was conducted at the MDR polyclinic at Persahabatan Hospital through the April-December 2022 of malnourished drug resistance (DR)-TB patients. The intervention group received nutriotion education and high energy and protein oral nutritional supplementation (705 kcal and 31gr per day) for 60 days while the control group only received education. This study is to evaluate body weight, conversion time rate, changes in complaints and hematological parameters. Results: There were 36 patients in the intervention group and 34 control patients. Providing nutritional supplementation increased total energy and daily protein intake [2012 vs 1596 kcal p<0.001; 79 vs 58 gr, p<0.001] and increased body weight ≥5% in the intervention group compared to the control [OR:14.518 95% CI (3.778-55.794), p<0.001]. The intervention group (86.1%) experienced conversion time in the 2nd month compared to the control group 70.6% (p<0.114). Improvements in complaints of cough and shortness of breath in the intervention group compared to controls (p<0.001 and p<0.001). There were differences in the decrease in total protein and globulin levels in the two groups (p:0.038 and p:0.02) after the intervention. Total protein and globulin are acute phase reactants as markers of inflammation and are useful for evaluating response to treatment. The results of the multivariate analysis found that patients with moderate-to-severe weight loss before DR-TB treatment would have a weight gain of ≥5% [aOR: 4.701 95% CI (1.334-16.569), p<0.001], whereas patients who had shortness of breath when active before treatment will have difficulty gaining weight ≥5% after two months of treatment [aOR:0.168 95% CI (0.043-0.797), p:0.074]. Conclusion: Nutritional intervention in malnourished DR-TB RO is the latest approach to assist in successful treatment.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Rhenalda Ayu Patasik
Abstrak :
Lumpur merupakan hasil sampingan dari pengolahan air limbah yang berbentuk padat dan kaya akan bahan organik. Pada kondisi eksisting, lumpur STP Bandara Soekarno Hatta yang berasal dari unit sludge drying bed tidak diolah kembali. Padahal lumpur dapat diolah menjadi produk bermanfaat salah satunya kompos. Dilakukan metode bin composting dengan menggunakan lumpur dari STP Bandara Soekarno-Hatta sebagai bahan dasar, ditambah dengan daun kering sebagai bahan tambahan, dan larutan bioaktivator EM4 untuk mempercepat proses pengomposan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan rasio bahan baku kompos yang optimum dan menganalisis potensi aplikasi lumpur STP sebagai kompos. Dilakukan 6 variasi komposisi bahan kompos (lumpur:daun kering) dalam penelitian, yaitu 90% : 10% (V1), 80% : 20% (V2), 70% : 30% (V3), 60% : 40% (V4), 50% : 50% (V5), dan 40% : 60% (V6). Berdasarkan analisis unsur hara makro dan parameter fisik (pH, bau, dan warna), ditemukan bahwa rasio optimal yang paling sesuai dengan standar SNI 19-7030-2004 terdapat pada variasi V4. Pada variasi V4, kompos yang dihasilkan mengandung 22,53% karbon (C), 2,04% nitrogen (N), 11,04 rasio C/N, 1,81% fosfor (P), dan 0,35% kalium (K). Lumpur STP Bandara Soekarno Hatta memiliki potensi aplikasi sebagai kompos yang telah memenuhi standar baku mutu kompos. ......Sludge is a solid byproduct of wastewater treatment rich in organic matter. In the current condition, the sludge from the Soekarno Hatta Airport Sewage Treatment Plant is not reprocessed. However, sludge can be processed into beneficial products, one of which is compost. Bin composting method was conducted using sludge from the Soekarno Hatta Airport STP as the main ingredient with dry leaves as an additional material, and EM4 to accelerate the composting process. This research aims to determine the optimum ratio of compost raw materials and analyze the potential application of STP sludge as compost. Six variations of compost material compositions (sludge:dry leaves) were conducted in the study, 90%:10% (V1), 80%:20% (V2), 70%:30% (V3), 60%:40% (V4), 50%:50% (V5), and 40%:60% (V6). Based on the analysis of macronutrient content and physical parameters (pH, odor, and color), it was found that the optimal ratio that best met the SNI 19-7030-2004 standard was present in variation V4. In variation V4, the resulting compost contained 22,53% carbon (C), 2,04% nitrogen (N), a C/N ratio of 11,04, 1,81% phosphorus (P), and 0,35% potassium (K). The sludge from Soekarno Hatta Airport STP has the potential to be applied as compost that meets the standard compost requirements.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nathalia Mentanaway
Abstrak :
Mahasiswi memiliki aktifitas belajar yang tinggi dan membutuhkan asupan gizi seimbang terutama energi dan zat gizi makro untuk memenuhi kebutuhannya. Namun pada kenyataanya karena kesibukan selama perkuliahan, banyak mahasiswi tidak memperhatikan asupan gizinya sehingga jumlah asupan energi dan zat gizi makro yang dikonsumsi menjadi lebih atau kurang dari yang dianjurkan. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan survei deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui gambaran karakteristik, asupan energi, dan zat gizi makro pada mahasiswi Prodi Gizi Universitas Indonesia. Desain penelitian ini adalah cross sectional dengan menggunakan analisis data sekunder FKM UI pada bulan februari hingga juli 2022. Responden dalam penelitian ini adalah 137 mahasiswi aktif Gizi FKM UI. Analisis data menggunakan analisis univariat pada variabel karakteristik mahasiswi (uang saku, pengetahuan gizi, status gizi, frekuensi makan, kebiasaan sarapan, dan frekuensi snacking), asupan energi, asupan zat gizi makro (karbohidrat, protein, dan lemak). Hasil penelitian menunjukan sebagian besar rata-rata variabel responden berada pada kategori rendah atau kurang dari normal yaitu pada uang saku (59.9%), pengetahuan gizi (71,5%), frekuensi makanan (56,9%), kebiasaa sarapan (58,4%), dan frekuensi snacking (59,1%), asupan energi (95,6%), asupan karbohidrat (99,3%), asupan protein (70,1%), dan asupan lemak (77,4%). Sedangkan variabel responden yang berada pada kategori normal ialah status gizi (67,2%). ......Undergraduate female students have high learning activities and need a balanced nutritional intake, especially energy and macronutrients to meet their needs. However, in reality due to their busy schedule during lectures, many undergraduate female students do not pay attention to their nutritional intake, so the amount of energy and macronutrient intake consumed becomes more or less than the recommended one. This research is quantitative research with a descriptive survey that aims to describe the characteristics, energy intake, and macronutrients of undergraduate female students in the Nutrition Program at the University of Indonesia. The design of this study was cross-sectional using secondary data analysis of FKM UI undergraduate from February to July 2022. The respondents in this study were 137 active Nutrition FKM UI undergraduate female students. Data analysis used univariate analysis on undergraduate female students characteristics variables (pocket money, nutritional knowledge, nutritional status, eating frequency, breakfast habits, and snacking frequency), energy intake, intake of macronutrients (carbohydrates, protein, and fat). ). The results showed that most of the respondents' variables were in the low or less than average category, namely pocket money (59.9%), knowledge of nutrition (71.5%), frequency of food (56.9%), breakfast habits (58, 4%), and snacking frequency (59.1%), energy intake (95.6%), carbohydrate intake (99.3%), protein intake (70.1%), and fat intake (77.4%). Meanwhile, the respondent variable in the normal category is the nutritional status (67.2%).
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Nurbaya
Abstrak :
Dalam rangka pengembangan kontrasepsi pria, penggunaan kombinasi testosteron enantat (TE) dan progesteron pada orang Kaukasia hanya mencapai azoospermia 70% sedangkan orang Asia mencapai 100% azoospermia (Moeloek, 1998). Faktor yang mungkin dapat menimbulkan perbedaan dalam menekan produksi sperma diduga disebabkan oleh faktor genetik dan faktor lingkungan antara lain perbedaan asupan makanan antara orang Kaukasia dan orang Asia. Adapun ciri makanan negara Barat mengandung lemak dan protein tinggi sedangkan karbohidrat rendah. Sebaliknya untuk orang Asia mengandung lemak dan protein rendah, namun kandungan karbohidratnya tinggi. Dari penelitian dilaporkan bahwa asupan makanan seperti karbohidrat, lemak dan protein mempengaruhi konsentarsi SHBG (Sex Hormone Binding Globulin). SHBG adalah glikoprotein plasma, diproduksi oleh sel hati, mempunyai afinitas yang tinggi terhadap dihidrotestosteron (DI-FT) dan jugs mengikat estrogen tetapi daya ikatnya lebih rendah. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Sutyarso, 1997 pada hewan coba (Macaca Fascicularis) dengan memberikan model makanan orang Asia yaitu karbohidrat 70%, protein 15% dan lemak 15%. Hasil yang diperoleh kadar testosteron bebas pada hewan coba tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan hewan coba yang diberi makanan lemak dan protein tinggi. Oleh karena itu kami merasa perlu mengadakan penelitian pada kelompok masyarakat Pegawai Negeri Sipil Golongan I yang mengkonsumsi karbohidrat tinggi namun protein dan lemak rendah. Pengukuran konsentarsi SHBG menggunakan ImmunoRadiometric Assay (IRMA). Untuk mengetahui asupan makronutrien yaitu karbohidrat, protein dan lemak dilakukan pencatatan makanan (Food recall) selama tiga hari berturut-turut. Pengukuran kadar testosteron total dan kadar testosteron bebas menggunakan RadioImmuno Assay (RIA). Penelitian yang telah dilakukan Longcope dkk, 2000 pria dewasa di AS Body Mass Index (BMI) merupakan faktor yang dapat untuk memperkirakan (prediktor) konsentrasi SHBG di dalam tubuh.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi SHBG 41,76 nmol/L. Asupan makronutrien yaitu karbohidrat 256,28 gram (56,24%), protein 43,92 gram(9,68%) dan lemak 69,28 gram (34,08%), kadar testosteron total 6,43 ng/mL, kadar testosteron bebas 22,39 pa/mL, Body Mass Index (BMI) 21,69 kg/m2. Dengan menggunakan "Pearson Correlation Coefficient" antara konsentrasi SHBG dengan karbohidrat (r=0,093), lemak (r=0,051), protein(r=0,002), kadar testosteron bebas (r=0,256), kadar testosteron total,(r=0,518) dan Body Mass Index(BMI)(r=-0,519) mempunyai hubungan. Hasil analisis Regresi Ganda antara konsentrasi SHBG dengan BMI dan kadar testosteron total mempunyai hubungan yang erat dengan tingkat signifikan 0,000 (P<0,05).
The Relationship Between Sex Hormone Binding Globulin (SHBG) Serum Concentration With Diet Macronutrient Testosterone and Body Mass Index (BMI) in Man of Civil Servant of Grade IThe development of male contraception, the combination of using Testosterone Enantate (TE) and progestogen to Caucasian people was only have azoospermia 70% whereas Asian people only have 100% azoospermia (Moeloek, 1998). The factor which might be rised the different in emphasizing the production of sperm is caused by genetic factor and environment factor are the different of food construction between Caucasian people and Asian. The food characteristic in west country contain fat and high protein but low carbohydrate. On the other hand Asian people contain fat and low protein but high carbohydrate. From the study is reported that the food component like carbohydrate, fat and protein was effecting the SHBG concentration. SHBG (Sex Hormone Binding Globulin) is glikoprotein plasma, produced by cell liver, having a high affinities to dihydrotestosterone (DHT) and also bounding estrogen but the bounding was to low. From the study research by Sutyarso, 1997 to the experiment animal (Macaca fascicularis) by giving the food model of Asian people like carbohydrate 70%, protein 15% and fat 15%. The report that can get is the degree of free testosterone to experiment animal 15 more higher than the experiment animal who giving a food such as fat and high protein. Because of that we feel need to do research to people who work as Civil Servant of Grade I who had consumption high carbohydrate whereas protein and fat low. The measuring of SHBG concentration is using Immuno Radidmetric Assay (IRMA). To know the composition macronutrient like carbohydrate, fat and protein is doing the food registration (food recall) during continuously three days. The measuring of total testosterone concentration and free testosterone concentration are using Radioimmuno Assay (RIA).

The study research by Long cope et at, 2000 male in USA Body Mass Index (BMI) is factor how to predict the concentration of SHBG in body.The research result showed the value average of SHBG concentration 41,76 nmole/L. The composition macronutrient like carbohydrate 256,28 gram (56,24%), protein 43,92 gram(9,68%) and fat 69,28 gram(34,08%), total testosterone 6,43 ng/mL, free testosterone 22,39 pq/mL, Body Mass Index (BMI) 21,69 kg /m2. By using "Pearson Correlation Coefficient" between SHBG concentration with carbohydrate (r=0,093), fat (r=0,051), protein (r=0,002), free testosterone (r=0,256), total testosterone (r=0,518) and Body Mass Index (BMI)(r=-0,519) have relationship. The result of analysis double regression between SHBG serum concentration with Body Mass Index (BMI) and total testosterone have bight relationship with signification level 0,000 (P<0,05).
2002
T5175
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Maharani Tristanita Marsubrin
Abstrak :
Latar belakang. Air susu ibu ASI merupakan nutrisi ideal bagi seorang bayi, namunkomposisi ASI bervariasi dan sangat individual. Human milk fortifier HMF direkomendasikan oleh WHO untuk diberikan pada bayi sangat prematur dan/atau bayiberat lahir sangat rendah BBLSR , namun belum terdapat kesepakatan kapan waktumemulainya. Selain itu kelompok ini berisiko mengalami kekurangan atau kelebihan zatbesi akibat pemberian suplementasi besi rutin. Objektif. Mendapatkan profil perubahan kandungan energi makronutrien dan zat besi dariASI bayi sangat prematur dan/atau BBLSR, serta kecukupan kandungan nutrisi dan zat besipada ASI untuk memenuhi kebutuhan yang direkomendasikan.Metode. Studi deskriptif analitik dengan desain multiple measurement pada studilongitudinal. Sampel penelitian adalah ASI ibu yang melahirkan bayi sangat prematurdan/atau BBLSR periode bulan Juli-Oktober 2017 di unit perinatologi RSCM. PemeriksaanASI menggunakan MIRIS dilakukan secara serial selama 4 minggu dan pada minggu 4dilakukan pemeriksaan kadar besi ASI menggunakan ICP-MS. Sebanyak 30 ibu yang memiliki data lengkap hingga minggu 4 dilakukan analisis.Hasil. Terdapat penurunan kandungan protein di ASI p=0,0003 disertai peningkatanlemak p=0,0004 dan kalori p=0,0006 setiap minggunya, namun tidak demikian dengankarbohidrat p=0,447 . Kekurangan protein di ASI didapatkan sejak minggu II pascakelahiran walaupun kalori lemak ASI masih mencukupi. Kadar zat besi ASI pada hari 28ditemukan lebih rendah dari nilai rekomendasi ESPGHAN dan AAP-Con ditemukan padapemeriksaan hari ke 28.Kesimpulan. Terdapat perubahan kandungan makronutrien setiap minggunya pada ASIbayi sangat prematur dan/atau BBLSR dan tidak mencukupi kebutuhan yang direkomendasikan. Pemberian HMF dapat dipertimbangkan untuk diberikan sejak minggu IIuntuk mencukupi kebutuhan tumbuh kejar. ......Background. Mother rsquo s own milk MOM is an ideal nutrition for a baby, but thecomposition is varied and highly individualized. Human milk fortifier HMF is recommended by WHO for very premature infants and or very low birth weight VLBW infants, yet no agreement when to start. In addition, this group is at risk of iron deficiencyor excess due to routine iron supplementation.Objective. To find the changes in macronutrient and iron contents from MOM in verypremature infants and or VLBW infants, as well as the adequacy of nutrients and ironcontents in MOM to conform recommended needs.Method. Analytical descriptive study with multiple measurement design in longitudinalstudy. Subjects were mothers who delivered very premature infants and or VLBW infantsfrom July to October 2017. Breast milk was serialized with MIRIS for 4 weeks and ironcontent was researched with ICP MS at 4th week. The study took place in neonatolgy unitin Cipto Mangunkusumo Hospital. A total of 30 mothers who had complete data for 4weeks were analyzed.Results. There was a decrease in protein content in breast milk p 0.0003 and increasedfat p 0.0004 and calories p 0.0006 per week, but not in carbohydrates p 0.447 .Although this result is higher than the study of systematic review in Australia in 2016.Protein deficiency in breast milk was found from the first week after birth and iron contentis lower than the value of recommendation of ESPGHAN and AAP Con at 28 dayexamination.Conclusion. Macronutrient content changes each week in breast milk of very prematureand or VLBW infants and not enough from dietary recommendation. Giving HMF may beconsidered at 1st week after birth.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T57663
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Syafitriani
Abstrak :
Indonesia termasuk dalam 17 negara yang mengalami beban ganda permasalahan gizi, salah satunya adalah stunting sebesar 37,2%, Tahun 2021 terlihat laju penurunan prevalensi stunting sudah semakin membaik terlihat data SSGI 2021 menunjukkan prevalensi stunting dari Tahun 2019 menurun 3,9% diikuti penurunan tahun 2021 menurun 3,3% dari 27,67% menjadi 24,4% di Tahun 2021. Kehamilan Tidak Diinginkan di Indonesia cenderung stagnan dan belum turun. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017 memperlihatkan prevalensi KTD sebesar 15%, selanjutnya tahun 2018 Survei Kinerja dan Akuntabilitas Program KKBPK (SKAP) memperlihatkan angka KTD 15%. Kehamilan tidak diinginkan menjadi faktor pemungkin dan memiliki peranan dalam menyebabkan stunting, dimulai sejak masa kehamilan seperti kesiapan untuk memiliki anak memberikan pengaruh terhadap kejadian kehamilan tidak diinginkan dan pola pengasuhan. Penelitian ini bertujuan untuk Mengetahui hubungan kehamilan tidak diinginkan dengan kejadian stunting pada balita 12-24 bulan di Indonesia, bersifat kuantitatif menggunakan data sekunder Riskesdas 2018. Penelitian ini mencakup seluruh provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia. Penelitian ini menggunakan analisis data dengan menu complex samples. Hasil penelitian ini didapatkan tidak ada hubungan bermakna antara Kehamilan Tidak Diinginkan dengan Kejadian Stunting pada Baduta (12-24 bulan) di Indonesia pada analisis bivariat dengan menggunakan uji chi-square dengan nilai p 0,648 (OR: 1,054; 95%CI: 0,840 – 1,324). Pada analisis multivariat dengan menggunakan uji regeresi logistik menunjukkan Kehamilan Tidak Diinginkan memiliki pengaruh 1,287 berisiko lebih besar pada Kehamilan Tidak Diinginkan untuk menjadi Stunting dibandingkan pada Kehamilan Diinginkan (p 0,086, OR: 1,287; 95%CI: 0,965-1,716). Terdapat konfonding pada penelitian ini yaitu variabel ASI Eksklusif (aOR=1,l92: 95%CI : 0,987-1,441: p value 0,069). Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), Tingkat Sosial Ekonomi dan Jenis Kelamin merupakan faktor pengontrol yang mempengaruhi kejadian Stunting pada Baduta (12-24 bulan) di Indonesia, bayi yang lahir BBLR akan memiliki peluang risiko 2,508 kali lebih besar untuk menjadi stunting pada Baduta (12-24 bulan) dibanding dengan bayi lahir normal (p 0,000, OR: 2,508; 95%CI: 1,632-3,855), semakin rendah tingkat sosial ekonomi keluarga akan berisiko 2,151 kali lebih besar untuk mengalami stunting (p0,000, OR:2,151; 95%CI: 1,596-2,900), jenis kelamin laki-laki lebih memiliki kemungkinan mengalami stunting 1.309 kali berisiko dibanding anak perempuan (aOR: 1,309; 95% CI 1,090 - 1,573; pvalue = 0,004). ......Indonesia is one of 17 countries that have experienied in a double burden of nutritional problems, one of which is stunting of 37.2%, In 2021, the rate of decline in the prevalence of stunting has improved, as can be seen from the 2021 SSGI data showing the prevalence of stunting from 2019 decreased by 3.9% followed by a decrease in 2021 decreased by 3.3% from 27.67% to 24.4% in 2021. Unwanted pregnancies in Indonesia tend to be stagnant and have not decreased. Indonesian Demographic and Health Survey (IDHS) showed an adverse event prevalence of 15%, then the Program Performance and Accountability Survey (SKAP) in 2018 showed an adverse event rate of 15%. Unwanted pregnancy is an enabling factor and has a role in causing stunting, starting from the time of pregnancy such as readiness to have children which influences the incidence of unwanted pregnancies and parenting patterns. This study aims to determine the relationship between unwanted pregnancies and the incidence of stunting in toddlers 12-24 months in Indonesia, using secondary data from Riskesdas 2018 in quantitative methods. This research covered all provinces and districts/cities in Indonesia. This research uses data analysis with complex samples menu. The result of this research showed that there was no significant relationship between unwanted pregnancy and stunting in Baduta (12-24 months) in Indonesia in bivariate analysis using the chi-square test with a p-value of p 0,648 (OR: 1,054; 95%CI: 0,840 – 1,324). In multivariate analysis using logistic regression test showed that unwanted pregnancy had a 1.287 greater risk of unwanted pregnancy becoming stunting than unwanted pregnancy (p 0,086, OR: 1,287; 95%CI: 0,965-1,716). There was a confounding in this research, namely the exclusive breastfeeding variable (aOR=1,192: 95%CI : 0,987-1,441: p value 0,069). Low Birth Weight (LBW), Socioeconomic Level and Gender are controlling factors that influence the incidence of stunting in Baduta (12-24 months) in Indonesia, the babies born with LBW will have a 2,508 times greater chance of being stunting in Baduta (12-24 months) compared to babies born normally (p 0,000, OR: 2,508; 95%CI: 1,632-3,855), the lower the socio economic level of the family, the risk is 2.151 times greater for stunting p 0,000, OR:2,151; 95%CI: 1,596-2,900), the male is more likely to experience stunting 1.309 times the risk than female (aOR: 1,309; 95% CI 1,090 - 1,573; pvalue = 0,004).
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Witri Ardini
Abstrak :
Prediabetes adalah kondisi peningkatan kadar glukosa darah dari normal, tetapi belum memenuhi kriteria diagnosis diabetes mellitus (DM). Prediabetes menjadi hal yang penting berdasarkan fakta bahwa sebagian besar kasus prediabetes akan berkembang menjadi DM, dan di sisi lain, dengan diagnosis dini dan intervensi yang tepat, dapat pula mengalami regresi menjadi normoglikemia. Intervensi gizi, merupakan salah satu pilar intervensi yang dapat dilakukan untuk mencegah progresivitas prediabetes menjadi diabetes. Adanya faktor polimorfisme genetik menyebabkan penerapan rekomendasi diet yang umum tidak menunjukkan hasil yang memuaskan pada sebagian orang. Penelitian bertujuan untuk mengembangkan rekomendasi diet spesifik untuk pencegahan progresivitas prediabetes menjadi diabetes berdasarkan analisis terhadap 8 single nucleotide polymorphisms (SNPs) yang terkait dengan resistensi insulin, komposisi tubuh, dan preferensi makanan. Penelitian dilakukan di Tangerang Selatan terhadap 193 subjek prediabetes sebagai kasus dan 376 subjek normoglikemia sebagai kontrol. Pengambilan data dilakukan pada Oktober 2019 hingga Juni 2021. Wawancara dilakukan untuk memperoleh data demografi dan faktor risiko; tingkat aktivitas fisik diukur dengan kuesioner IPAQ; data asupan nutrien didapat dengan menggunakan FFQ semikuantitatif dan 24 hours food recall sebanyak 3 kali lalu dianalisis menggunakan Nutrisurvey. Skor Dietary Inflammatory Index (DII) dihitung berdasarkan 29 parameter nutrien. Kadar insulin, leptin, dan adiponektin diukur menggunakan ELISA, DNA diekstraksi dari darah vena dan polimorfisme genetik ditentukan dengan pemeriksaan genotyping. Analisis data untuk menentukan adanya asosiasi dan interaksi antar variabel yang diteliti menggunakan aplikasi Rstudio. Rekomendasi diet spesifik disusun berdasarkan hasil interaksi varian genetik dan asupan nutrien yang ditemukan bermakna. Genotip C/C pada GCKR rs780094 dan genotip G/G pada LEPR rs1137101 merupakan faktor protektif terhadap prediabetes dengan nilai odds berturut-turut adalah 0,48 (IK95% 0,3-0,75, p=0,00097) dan 0,53(IK95% 0,36-0,76, p=0,0014). Analisis interaksi mendapatkan bahwa kecukupan kalori, proporsi karbohidrat, proporsi lemak, proporsi PUFA, proporsi SAFA, kecukupan MUFA, asupan serat, serta skor DII memodulasi varian genetik yang diteliti sehingga berpengaruh terhadap risiko prediabetes, komposisi tubuh, resistensi insulin dan disharmoni adipokin. Atas dasar ini, telah dikembangkan rekomendasi diet spesifik untuk genotip berisiko tinggi pada 8 SNPs yang terkait dengan resistensi insulin, komposisi tubuh, dan preferensi makanan. ......Prediabetes is when the blood glucose level is higher than normal but does not meet the diagnostic criteria for diabetes mellitus (DM). Prediabetes is crucial because most cases of prediabetes will develop into DM; on the other hand, with early diagnosis and appropriate intervention, it can also regress into normoglycemia. Nutrition intervention is one of the pillars of intervention to prevent the progression of prediabetes to diabetes. The existence of genetic polymorphism factors causes the implementation of general dietary recommendations to be unsuccessful for some people. This study aims to develop specific dietary recommendations for preventing the progression of prediabetes to diabetes based on an analysis of 8 single nucleotide polymorphisms (SNPs) associated with insulin resistance, body composition, and food preferences. The study was conducted in South Tangerang on 193 prediabetic subjects as cases and 376 normoglycemic subjects as controls. Data collection was carried out from October 2019 to June 2021. Interviews were conducted to obtain demographic and risk factor data; physical activity level was measured by IPAQ questionnaire; data on nutrient intake was obtained using a semi-quantitative FFQ and 24-hour food recall three times and then analyzed using Nutrisurvey. The Dietary Inflammatory Index (DII) score is calculated using 29 nutrient parameters. Insulin, leptin, and adiponectin levels were measured using ELISA, DNA extracted from venous blood and genetic polymorphisms were determined by genotyping examination. Data analysis to determine the existence of associations and interactions between the variables studied using the Rstudio application. Specific dietary recommendations were prepared based on the results of the interaction of genetic variants and nutrient intake, which were found to be significant. C/C genotype on GCKR rs780094 and G/G genotype on LEPR rs1137101 are protective factors against prediabetes with odds values of 0.48 (95% CI 0.3-0.75, p=0.00097) and 0.53(95% CI 0.36-0.76, p=0.0014). The interaction analysis found that the adequacy of calories, the proportion of carbohydrates, the proportion of fat, the proportion of PUFA, the proportion of SAFA, the adequacy of MUFA, fiber intake, and the DII score modulated the genetic variants studied so that they affected the risk of prediabetes, body composition, insulin resistance, and adipokine disharmony. On this basis, specific dietary recommendations for high-risk genotypes at 8 SNPs related to insulin resistance, body composition, and food preferences have been developed.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rumaisha Hasnah Ibrahim
Abstrak :
Obesitas merupakan masalah kesehatan yang terus mengalami peningkatan baik secara global maupun di Indonesia. Obesitas pada remaja didiagnosis dengan mengkategorikan indeks massa tubuh (IMT) menggunakan grafik CDC. Obesitas pada remaja dapat menimbulkan konsekuensi jangka panjang, seperti munculnya timbulnya resistensi insulin dan penyakit kardiovaskular di usia dini. Salah satu etiologi obesitas ialah asupan energi berlebih, yang berasal dari asupan kalori dari sumber makronutrien dalam jumlah yang tidak normal (lebih tinggi dari anjuran asupan gizi yang ada). Penelitian ini menganalisis hubungan asupan energi total dan jenis asupan makronutrien dengan derajat obesitas yang dikategorikan berdasarkan rerata IMT sampel. Subjek terdiri dari 69 remaja usia 14-18 tahun yang bersekolah di SMA di DKI Jakarta. Studi ini menggunakan desain potong lintang dengan menganalisis data sekunder yang didapat dari penelitian sebelumnya. Pada hasil ditemukan bahwa total asupan kalori tidak berhubungan dengan dengan derajat obesitas (p = 0,135) dan asupan makronutrien tidak memiliki hubungan signifikan dengan derajat obesitas (p > 0,05).
Obesity is a disease with increasing prevalence globally and within Indonesia. Obesity in adolescent is diagnosed using body mass index (BMI) percentile in growth chart arranged by CDC. Childhood obesity could lead to long term concequences such as insulin resistance and cardiovascular diseases at earlier age. One of the primary cause for obesity is excess energy intake in accordance to its energy requirement affected by total energy expenditure. Energy intake would be defined by total caloric intake and its variety of macronutrient composition. This research is conducted to determine the correlation between total caloric intake and macronutrient intake status with degree of obesity categorized by the mean of samples BMI. Subjects included 69 adolescents aged 14-18 who were studying in Senior High School in Jakarta during data collection. This research is a cross-sectional study using secondary data collected from a prior research. With comparative approach, the results show that total caloric intake does not corellate with degree of obesity (p = 0,135) and macronutrient composition has no significant corellation with degree of obesity (p > 0,05).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratih Purwanti
Abstrak :
Masalah gizi ganda kini melanda Indonesia khususnya remaja putri. Menurut Riskesdas 2013, terjadi peningkatan prevalensi status gizi lebih bersamaan dengan gizi kurang. Status gizi lebih pada remaja putri akan menimbulkan risiko penyakit yang membahayakan saat wanita mengandung. Faktor yang mempengaruhi status gizi adalah asupan energi harian dan zat makronutrien(karbohidrat, protein, lemak). Penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan antara status gizi dengan asupan energi dan zat makronutrien(karbohidrat, protein, lemak) remaja putri usia 13-15 tahun di Jakarta. Penelitian menggunakan desain cross-sectional dengan responden 110 siswa perempuan berusia 13-15 tahun dari lima SMP di Jakarta. Data status gizi diperoleh melalui antopometri yang diplot pada Z-Score. Data asupan energi dan makronutrien diperoleh melalui FFQ. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi gizi lebih sebesar 22,8% melebihi hasil riskesdas 2013 sebesar 10,8%. Presentase asupan energi harian(76,2%), karbohidrat(77,5%), protein(67,9%) dan lemak(77,8%) kurang dari anjuran Angka Kecukupan Gizi(100%AKG). Adapun gambaran proporsi pola konsumsi makronutrien yang tertinggi adalah lemak(25,15%), kemudian karbohidrat(19,1%) dan protein(14,5%). Menurut analisis yang dilakukan untuk mengetahui hubungan kedua variabel melalui uji Fisher dan Chi-square diperoleh hasil p>0,05. Dari hasil analisis statistik, disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara status gizi dengan asupan energi harian dan makronutrien pada remaja putri usia 13-15 tahun. ......Double nutritional problem is now happening in Indonesia, especially in female adolescents. According to Riskesdas 2013, there has been an increase in the prevalence of overweight and obesity that coincides with nutritional deficiencies. Overweight and obesity in young women will lead to the risk of various dangerous diseases when they are pregnant. One of the factors that affect to nutritional status is daily energy intake that includes macronutrient substances. This study was conducted to determine the relationship between nutritional status with daily energy intake. This research that used cross-sectional design with 110 female students aged 13-15 years from five junior high schools located in Jakarta. Nutritional status data was obtained through measurement of anthropometry which then is plotted on Z-Score. Data on energy intake and macronutrient was obtained by FFQ method. The results showed that the prevalence of overweight(22,8%) was higher than the result of riskesdas 2013(10,8%). The percentage of daily energy intake(76.2%), carbohydrate(77.5%), protein(67.9%), and fat(77.8%) was less than the recommendation of AKG. The most prevalent intake of macronutrient exceeding AKG was fat(25.15%), followed by carbohydrate(19.1%), and protein(14.5%). According to the statistic analysis used Fisher and Chi-square test, the result showed that p> 0,05. From the statistical analysis, it is concluded that there is no correlation between nutritional status with daily and macronutrient energy intake in girls aged 13-15 years.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>