Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mulyanto
"Pembahasan dan studi tentang pertumbuhan ekonomi yang dilakukan selama ini, banyak menggunakan kasus data silang .antar negara (cross-country analysis). Di lain pihak, landasan teori yang digunakan banyak mengacu pada model pertumbuhan neo-klasik. Dalam model tersebut perbedaan tingkat pertumbuhan antar negara sebagian besar dijelaskan menggunakan fungsi produksi agregat dengan variabel modal dan tenaga kerja. Perkembangan teori pertumbuhan terakhir yang diintrodusir sekitar tahun 1980-an [dikenal dengan sebutan Teori Pertumbuhan Baru (New Growth Theory) atau Teori Pertumbuhan Endogen (Endogenous Growth Theory)]; telah memasukkan berbagai aspek sebagai faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi di suatu negara. Aspek penentu pertumbuhan ekonomi ini, antara lain meliputi: (i) Aspek Pengembangan Sumber Daya Manusia; (ii) Aspek Sumbangan Sumber Daya Fisik; (iii) Aspek Perdagangan Luar Negeri; (iv) Aspek Kerangka Ekonomi dan Kelembagaan; dan sebagainya. Orientasi studi empirik yang akhir-akhir ini dilakukan juga telah mengarah pada penggunaan data deret waktu (time-series analysis) yang diterapkan untuk kasus negara tertentu.
Berdasar pada permasalahan di atas, maka tujuan dari studi ini, yaitu: (i) Menguji stabilitas data/variabel makro yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Indonesia; (ii) Mengindentifikasikan berbagai variabel makro yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Indonesia; serta (iii) Mengetahui variabel-variabel makro yang dominan yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Metodologi penelitian yang digunakan dalam studi ini, khususnya yang berkaitan dengan alat analisis data, yaitu Metode Regresi Persamaan Tunggal (Single Equation Regression) yang diestimasi dengan Teknik Kointegrasi (Cointegration Techniques) dan Model Koreksi Kesalahan (ECM: Error Correction Model). Kedua alat analisis ini digunakan dengan pertimbangan bahwa data/variabel makro ekonomi kebanyakan mempunyai kecenderungan atau trend yang tidak stasioner (non-stationary trend), Bila model regresi konvensional dipaksakan terhadap data/variabel makro yang tidak stasioner, akan dihasilkan pola hubungan regresi yang lansung/palsu (spurious regression relationships) dan segala interpretasinya akan menyesatkan. Di samping teknik analisis regresi di atas, juga digunakan model Analisis Angka Pengganda (Multiplier Analysis) untuk memperkirakan besaran angka pengganda dari beberapa variabel makro di Indonesia.
Dengan memperhatikan rumusan tujuan seperti yang tersebut di atas, maka kesimpulan yang dapat diambil dari studi yang telah dilakukan, yaitu sebagai berikut: (i) Kebanyakan data/variabel makro ekonomi di Indonesia mempunyai sifatlpola yang tidak stabillstasioner. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya variabel makro perekonomian Indonesia yang tidak signifikan pada pengujian stasioner orde/derajat 0 (nol). Sebagai contoh, kelompok variabel PSDM [Pengembangan Sumber Daya Manusia], hanya variabel Logaritma Angkatan Kerja, Pertumbuhan Angkatan Kerja, Pertumbuhan Anggaran Pendidikan, dan Angka Partisipasi Kasar Jenjang Pendidikan SMA (Sekolah Menengah Atas) yang stasioner pada orde 0 (nol). Sedang variabel Logaritma Jumlah Penduduk, Logaritma Anggaran Pendidikan, Pertumbuhan Penduduk, Proporsi Anggaran Pendidikan terhadap Produk Domestik Bruto, dan Tingkat Partisipasi Jenjang Pendidikan Tinggi atau Universitas stasioner pada orde I (satu), serta masih ada variabel PSDM yang stasioner pada orde yang lebih tinggi [orde 2 (dua)]. Secara umum dapat disimpulkan bahwa data/variabel makro ekonomi yang stasioner pada orde 0 (nol) adalah variabel-variabel makro dalam bentuk pertumbuhan, sedang yang stasioner pada orde 1 (satu) adalah variabel-variabel makro dalam bentuk proporsinya terhadap Produk Domestik Bruto. Hasil yang demikian mendukung digunakannya Teknik Kointegrasi dan Model Koreksi Kesalahan dalam mengestimasilmembentuk model pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Dari hasil analisis Regresi Kointegrasi ditemukan bahwa variabel-variabel makro ekonomi yang berpengaruh secara positip terhadap pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang, yaitu: Alokasi Anggaran Sektor Pendidikan, APK [Angka Partisipasi Kasar] Jenjang Pendidikan SMA, APK Jenjang Pendidikan TinggilUniversitas, Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto, Tabungan Domestik dan Nasional Bruto, Pemasukan Modal Luar Negeri, Ekspor, dan Indeks Keterbukaan Perdagangan [Nilai Ekspor-Impor]. Sedang yang berpengaruh secara negatip, yaitu: Nilai Tukar Perdagangan, Strategi Kebijakan Perdagangan, Tingkat Inflasi, Perolehan Pajak, dan Pengeluaran Pembangunan Pemerintah.
Dari hasil Analisis Model Koreksi Kesalahan [ECM] ditemukan bahwa semua variabel makro ekonomi yang digunakan dalam analisis ini, dalam jangka pendek mempunyai pengaruh yang negatip terhadap pertumbuhan ekonomi. Sedang dalam jangka panjang sifat-sifatnya hampir sama dengan yang dihasilkan dari analisis Regresi Kointegrasi, baik dari hasil ECM yang sebenarnya maupun dari hasil simulasinya. Dari hasil analisis Angka Pengganda ditemukan bahwa besaran angka pengganda untuk beberapa variabel makro, besarnya hampir sama dengan perubahan koefisien elastisitas regresi ECM dari jangka pendek menuju ke jangka panjang.
(iii) Dengan menggunakan parameter elastisitas jangka panjang dari hasil analisis Regresi Kointegrasi dan basil simulasi jangka panjang model ECM, maka beberapa variabel makro yang dominan yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Indonesia [5(lima) besar dari yang paling dominan, adalah sebagai berikut: (a) Dari basil analisis Regresi Kointegrasi yaitu: APK Jenjang Pendidikan TinggilUniversitas, Tabungan Domestik Bruto, Ekspor, Pemasukan Modal Luar Negeri, serta Tabungan Nasional Bruto. (b) Dari hasil analisis regresi ECM basil simulasi jangka panjang yaitu: Tabungan Domestik Bruto, Tabungan Nasional Bruto, Ekspor, Keterbukaan Perdagangan Internasional, serta Pemasukan Modal Luar Negeri.
Berangkat dari kesimpulan di atas, maka beberapa implikasi kebijakan yang dapat ditempuh yaitu: (i) Berkaitan dengan Variabel Pengembangan Sumber Daya Manusia, diperlukan kebijakan pengendalian jumlah penduduk, peningkatan mutulkualitas angkatan kerja, peningkatan alokasi anggaran pendidikan, peningkatan angka partisipasi sekolah, dan sebagainya. (ii) Berkaitan dengan Variabel Sumbangan Sumber Daya Fisik, diperlukan kebijakan yang mengacu pada peningkatan efisiensi pemanfaatan modal, alokasi investasi pada sektor yang tepat (benar-benar produktif), peningkatan iklim menabung yang disertai dengan peningkatan kesehatan sektor perbankan, pengurangan ketergantungan pada dana dari luar negeri (khususnya yang berupa pinjaman), kebijakan di bidang investasi yang mendorong peningkatan Penanaman Modal Asing, dan sebagainya. (iii) Berkaitan dengan Variabel Perdagangan Luar Negeri, diperlukan kebijakan peningkatan ekspor (khususnya terhadap komoditi ekspor yang membutuhkan komponen impor yang rendah), peningkatan keterbukaan perdagangan (pengaturan tata niaga perdagangan dalam bentuk pengurangan berbagai macam proteksi), pengendalian impor (khususnya terhadap barang-barang konsumsi), peningkatan visi terhadap pengembangan industri yang berdaya saing tinggi dan sebagainya. (iv) Berkaitan dengan Variabel Kerangka Ekonomi dan Kelembagaan, diperlukan kibijakan pengendalian inflasi agar tetap berada pada batas-batas yang wajar bagi perekonomian, kebijakan pengendalian nilai tukar rupiah dan pembiayaan defisit dalam APBN, kebijakan perpajakan yang tidak berdampak pada penurunan kemampuan berproduksi dan berinvestasi bagi produsen, kebijakan pengeluaran pembangunan pemerintah yang ditujukan untuk menyediakan sarana atau infrastruktur yang mendukung kegiatan investasi swasta, dan sebagainya
Sementara itu, beberapa saran untuk pengembangan studi di masa de-pan yaitu: (i) Perlu diadakan pengkajian ulang terhadap hasil studi dengan cara menambah observasi data makro ekonomi. Jangkauan pengamatan dalam studi ini yaitu antara tahun 1967-1995, yang banyak pihak mengatakan bahwa kondisi fondamental makro ekonomi Indonesia cukup baik, sedang perekonomian Indonesia mulai memburuk sejak pertengahan Juli 1997.
(ii) Perlu disertakan variabel-variabel lain yang bersifat non-ekonomi, misalnya: tahun-tahun dilaksanakan pembunuhan suara, banyaknya huruhara pada tahun-tahun tertentu, jumlah pembunuhan penduduk dalam satu tahun, dan sebagainya. Model-model pertumbuhan yang mempertimbangkan variabel-variabel non-ekonomi di atas, telah banyak diterapkan dan dilakukan di Iuar Indonesia. (iii) Jenis data dan teknik pengukurannya masih sangat sederhana dan belum digunakan data kuartalan yang menjadikan uji stasioneritas belum begitu valid. Dengan kata lain semakin banyak rangkaian data time series, akan semakin valid tingkat uji stabilitaslstasioneritas dari data makro yang akan dianalisis, khususnya untuk kepentingan pembentukan model Regresi Kointegrasi dan perumusan Model Koreksi Kesalahan (ECM: Error Correction Model). (iv) Dalam perhitunganlanalisis angka pengganda (multiplier analysis) masih digunakan asumsi yang sangat sederhana, yaitu perekonomian 4 (empat) sektor dengan tidak mempertimbangkan keberadaan pasar uang, pasar modal, dan pasar tenaga kerja. Dengan model penurunan angka pengganda yang sangat sederhana ini, maka kesimpulan dan implementasi kebijakan yang dapat diambil juga masih sangat terbatas. (v) Terakhir, pemanfaatan program komputer selain Program Micro-TSP Versi 7.0 (misalnya: Program Shazam, RATS, dan sebagainya), kemungkinan akan dihasilkan variasi yang lebih luas lagi, khususnya untuk pengujian stasioneritas data-data dasar yang akan digunakan untuk pembentukan model-model pertumbuhan ekonomi."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1999
T4377
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rosalfa
"Belum lagi negara kita pulih dari krisis ekonomi, banyak mal dan pusat perbelanjaan muncul di Jakarta dan kota-kota besar lain di Indonesia sejak tahun 2000. Yang mengejutkan, meskipun secara umum masyarakat kita belum bangkit dari krisis, retailer yang mengisi pusat-pusat perbelanjaan tersebut ramai diminati masyarakat dan lnasih dapat meraup keuntungan yang tidak sedikit. Fenomena tersebut seolah-olah mengatakan kepada investor bahwa bisnis ritel tidak terlalu terpengaruh oleh krisis ekonomi dan semakin giatnya retailer berekspansi akan semakin baik prospek bagi investor yang menanamkan dananya (membeli saham) pada perusahaan-perusahaan yang bergerak di bisnis ritel ini.
Salah satu strategi yang digunakan investor yang menanamkan dananya pada saham adalah membeli saham pada saat harganya rendah dan menjualnya pada saat harganya tinggi (buy low sell high). Permasalahannya adalah bahwa seorang investor tidak akan benar-benar tahu apakah harga suatu saham sedang rendah atau tinggi. Investor hanya dapat membuat estimasi harga, antara lain, dengan Cara menghitung estimasi harga wajar (nilai intrinsik) saham kemudian membandingkannya dengan harga pasarnya. Dari hasiI perbandingan tersebut diketahui bila nilai intrinsik lebih besar daripada harga pasar berarti harga saham tersebut rendah (underpriced) dan bila nilai intrinsik lebih kecil daripada harga pasar berarti saham tersebut tinggi (overpriced).
Nilai saham suatu perusahaan tergantung dari kemampuan perusahaan tersebut dalam menghasilkan arus kas di masa mendatang. Salah satu arus kas yang diterima oleh investor adalah dividen. Oleh karena itu dividen digunakan dalam Model Diskon Dividen untuk menghitung nilai intrinsik saham. Jika dividen yang dibagikan kepada investor tidak tumbuh (zero growth dividend) maka nilai saham perusahaan akan sama dengan simple perpetuity dari dividen yaituVo = D1/k. Harga saham perusahaan merupakan jumlah dari nilai perusahaan tanpa pertumbuhan dan nilai kini (present value) dari arus kas yang dihasilkan perusahaan atau yang disebut Present Value of Growth Opportunity (PVGO). Dengan demikian:
PVGO = Harga saham per lembar - Nilai tanpa pertumbuhan per lembar
sehingga:
%Kesempatan pertumbuhan = {(Nilai pasar saham - Nilai tanpa pertumbuhan)/ Nilai pasar saham}x 100%
dimana PVGO dan persentase kesempatan pertumbuhan bisa positif dan bisa negatif. Yang menarik untuk kita ketahui adalah bagaimana pengaruh dan hubungan kesempatan pertumbuhan tersebut terhadap imbal basil saham. Dengan mengetahui pengaruh dan hubungannya, seorang investor dapat memutuskan apakah layak berinvestasi di saham ritel dengan memperhatikan kesempatan pertumbuhannya.
Dengan semakin terintegrasinya perekonomian dunia sebagai akibat globalisasi, maka perekonomian suatu negara tidak akan dapat terhindar dari pengaruh perubahan perekonomian negara lain. Selain banyaknya pilihan investasi antar negara, investor juga dihadapkan pada persoalan nilai tukar mata uang asing dan pengaruhnya terhadap investasi serta berbagai kebijakan ekonomi makro suatu negara.
Dampak krisis terhadap pasar saham adalah merosotnya harga saham dan hal tersebut menunjukkan meningkatnya risiko dan turunnya ekspektasi imbal hasil saham. Namun demikian, selain terdapat saham yang harganya turun, justru ada harga saham yang meningkat bersamaan dengan melemahnya Rupiah terhadap Dolar. Hal yang menarik untuk diteliti adalah faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kinerja (imbal hasil) saham dalam situasi berubahnya nilai tukar dan beberapa indikator makro lainnya yaitu perubahan tingkat bunga, tingkat inflasi, dan perubahan imbal basil pasar selain kesempatan pertumbuhan.
Penelitian ini menggunakan sampel perusahaan ritel yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) pada tanggal 31 Desember 2003. Data keuangan yang digunakan adalah: harga penutupan saham, indeks harga saham gabungan BEJ, divider, jumlah saham beredar, dan laba per saham. Sementara itu variabel makro yang digunakan adalah saku bunga SBI, tingkat inflasi, nilai tukar mata uang asing yang diwakili oleh dolar Amerika Serikat, dan imbal hasil pasar yang dicerminkan oleh IHSG. Semua data tersebut adalah data tahun 1999-2003.
Dengan melakukan regresi antara imbal hasil saham, kesempatan pertumbuhan dan variabel makro ekonomi yang terdiri dari: tingkat bunga SBI, tingkat inflasi, nilai tukar mata uang asing, dan imbal hasil pasar yang diwakiii dengan IHSG, maka akan diketahui korelasi dan hubungan antara variabel-variabel tersebut.
Berdasarkan hasil regresi diperoleh hasil bahwa:
Hubungan antara imbal hasil saham ritel dengan kesempatan pertumbuhan adalah lemah dan negatif. Kesempatan pertumbuhan juga tidak signifikan dalam menjelaskan imbal hasil saham ritel.
Hubungan antara imbal hasil saham dan variabel makro beragam, dengan inflasi: kuat dan negatif; dengan suku bunga SBI: kuat dan negatif; dengan IHSG sedang dan positif; dengan nilai tukar: sedang dan negatif. Secara bersama-sama, kesempatan pertumbuhan dan variabel makro merupakan variabel yang signifikan dalam menjelaskan imbal hasil saham ritel.
Berdasarkan hasil di atas, sebaiknya jika seorang investor ingin menanamkan dana pada saham ritel tidak hanya mempertirnbangkan kesempatan pertumbuhannya tetapi juga variabel makro."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T15611
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library